Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU DI RUANG IGD


RSUD SYEKH YUSUF KAB.GOWA

OLEH :

NURFITRI : 14420212167

Preceptor :

1. Preceptor Klinik
Irawan Maddang, S.Kep.,Ns ( )

2. Preceptor Institusi
Sudarman S.Kep.,Ns.,M.Kes ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSSAR
2022
BAB I
KONSEP MEDIS

1. Definisi Tuberkulosis Paru


Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang
terutama menyerang penyakit parenkim paru.Nama tuberkulosis berasal
dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu
sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb
paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular
melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin
atau bicara.( Dhjojodibroto,2018)
Ada beberapa klasifikasi TB Paru menurut ( Dhjojodibroto,2018)
yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu
pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
Tb positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan
2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru.
kuman ini bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang
jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama
beberapa tahun ( Dhjojodibroto,2018)
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada
waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalamtubuh manusia
melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Seseorang terinfeksi tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.( Chandra, 2018)
3. Patofisiologi
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis.
Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang
biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat
menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga
menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain
(ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada
masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang
dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah
bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri dari makrofag dan bakteri
menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang
penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi
kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul
akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali
menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Tuberkel yang
ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru
yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel dan seterusnya. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan
basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan
respon berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel.( Mandal,dkk, 2016)
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
a. Gejala sistemik/umum
1) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
2) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
3) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Gejala khusus
1) Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke
paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar,
akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang
disertai sesak.
2) Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada. ( Chandra,2018)
6. Komplikasi
TB Paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru
dibedakan menjadi dua, yaitu 17 :
a. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura,
empiema,laryngitis, usus.
b. Komplikasi pada stadium lanjut: Komplikasi-komplikasi yang sering
terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:
1) Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau
syok hipovolemik
2) Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
3) Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru
4) Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang
pecah
5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal,
dan sebagainya (Nastiti,2018)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah rutin: LED normal / meningkat, limfositosis
b. Tehnik Polymerase Chain Reaction : Deteksi DNA kuman secara
spesifik melalui amplikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme
dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi
c. Pemeriksaan radiologi: Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB (Goesasi,2021)
8. Penatalaksanaan
a. Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman. Prinsip
pengobatan TB Paru adalah obat TB diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid,
Streptomisin, Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama
6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat
dibunuh.
b. Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan
mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk
memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip
granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.
c. Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil
tuberkulosis, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi
adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika
pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan,
pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.(Goesasi,2021)
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat
megnidentifikasi, mengenai masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan
a. Pengumpulan data
1). Identitas
a). Identitas klien, perlu dikaji identitas yang mempunyai hubungan
meliputi : nama hubungan dengan penyakit tidak terbatas pada
semua umur tetapi anak-anak dan orang tua lebih rentan terhadap
penyakit ini, jenis kelamin lebih sering laki-laki terkena dari pada
perempuan karena faktor kebiasaan seperti merokok, pendidikan
hubungan dengan penyakit pendidikan rendah biasanya kurang
pengetahuan tentang penyakit ini, pekerjaan hubungan dengan
penyakit orang-orang yang bekerja di udara terbuka lebih sering
terkena seperti kuli bangunan, sopir, status marital berpengaruh
pada proses penularan, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, no. medrec. Diagnosa medis dan alamat hubungan
dengan penyakit TBC apakah klien tinggal dilingkungan kumuh
dan rumah ventilasi kurang.
b). Identitas penaggung jawab meliputi, nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.
2). Riwayat Kesehatan
a). Keluhan utama
Pada klien TB paru biasanya ditemukan keluhan utama berupa
sesak nafas disertai batuk-batuk dan nyeri dada
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan data yang menceritakan
awitan gejala yang klien alami sehingga klien dibawa ke rumah
sakit sampai dilakukan pengkajian. Riwayat kesehatan sekarang
menggunakan metoda PQRST sebagai pengebangan dari keluhan
utama. Metode ini meliputi hal-hal yang memperberat atau
memperingan, kualitas dan kekerapannya, waktu timbulnya dan
lamanya.
c) Riwayat kesehatan dahulu.
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit serupa
sebelumnya, tanyakan juga penyakit infeksi yang pernah diderita
klien seperti pneumonia, bronkhi\ritis dan lain-lain. Selain itu perlu
juga dikaji pola kebiasaan sehari-hari mencakup aktifitas,
penggunaan obat-obat tertentu, kebiasaan hygiene
d) Riwayat Kesehatan keluarga
Tanyakan di keluarga apakah ada yang menderita PPOM atau
penyakit paru seperti TB paru. Jika ada gambaran dengan struktur
keluarga. Bagaimana kondisi rumah dan lingkungan sekitarnya.
3). PemeriksaanFisik
Pemeriksaan fisik: data focus
a. Primery survey
1. Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya
sumbatan atau obstruksi,
2. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola
napas teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping
hidung,dan suara napas vesikuler,
3. Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan
darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat oleh karena
perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan
dan lokasi, capillary refill >2 detik apabila ada perdarahan.
4. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil
anisokor apabila adanya diskontinuitas saraf yang berdampak
pada medulla spinalis.
5. Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka
laserasi pada wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut
semakin menegang.
b. Secondary survey
1. Fokus Asesment
a) Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata,
telinga, dan mulut.
b) Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot- otot
leher bagian belakang. Temuan yang dianggap kritis:
Distensi vena jugularis, deviasi trakea atau tugging,
emfisema kulit
c) Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-
otot asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang
dianggap kritis: Luka terbuka, sucking chest wound, Flail
chest dengan gerakan dada para doksikal, suara paru hilang
atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola napas
yang tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot
asesoris).
d) Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin
tegang, lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada
abdomen. Temuan yang dianggap kritis ditekuannya
penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi
dullness.
e) Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri
tekan. Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang
lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di
daerah pubik
f) Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan
luka laserasi pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah,
denyut nadi, fungsi motorik, fungsi sensorik.Temuan yang
dianggap kritis: Nyeri, melemah atau menghilangnya denyut
nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan
motorik.
g) Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi,
pernafasan dan tekanan darah. Pemeriksaan status kesadaran
dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale): terjadi penurunan
kesadaran pada pasien.
4) Data Penunjang
Pemeriskaan laboratorium, darah yaitu Hb, leukosit,
trombosit, hematokrit, AGD, pemeriksaan radiologik : thorax foto,
sputum dan bila perlu pemeriksaan LCS.
Data penunjang untuk klien dengan TB paru yaitu :
a). Pemeriksaan darah
- Anemia terutama bila periode akut
- Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
- LED meningkat terutama fase akut
- AGD menunjukkan peninggian kadar CO2. b).
Pemeriksaan radiologik
b) Karakteristik radiologik yang menunjang diagnosis antara lain :
- Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas
paru
- Bayangan yang berawan atau berbercak
- Adanya klasifikasi
- Kelainan yang bilateral
- Bayangan menetap atau relatif menetap beberapa
minggu

- Bayangan milier

c). Pemeriksaan Bakteriologi


Ditemukannya kuman mycobacterium tuberculosis dari dahak
penderita TB
d). Uji Tuberkulin (Mantoux tes)
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara mantaoux yaitu
penyuntikan melalui intrakutan menggunakan semprit
tuberkulin 1 cc jarum no. 26 Uji tuberkulin positif jika
indusrasi lebih dari 10 mm pada gizi baik atau 5 mm pada gizi
buruk . hal ini dilihat setelah 72 jam penyuntikan. Bila uji
tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB paru.
5) Therapi
- Agen anti infeksi
Obat primer : isoniazid (INH), ethambutol, rifampycin,
streptomycin
- Diet TKTP
- Cairan rehidrasi RL
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Ada beberapa intervensi yang dapat diambil yaitu : (SIKI, 2018 ; SLKI, 2019) :
No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
1 Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Nafas
keperawatan selama 1 x 24 jam maka Observasi
pola napas membaik dengan kriteria 1. Monitor Pola Nafas (Frekuensi,
hasil : Kedalaman Dan Usaha)
 Dispnea menurun 2. Monitor Bunyi Nafas Tambahan
 Penggunaan otot bantu napas 3. Monitor Sputum
menurun Terapeutik
 Pemanjangan fase ekspirasi 4. Posisikan Semi-Fowler Atau Fowler
 Frekuensi napas membaik 5. Berikan Minum Air Hangat
 Kedalaman napas membaik 6. Lakukan Fisioterapi Dada
7. Berikan Oksigen
Edukasi
8. Ajarkan Teknik Batuk Efektif
2 Gangguan Perukaran Gas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Observasi
keperawatan 1x24 jam maka
1. Monitor frekuensi ,irama,kedalaman
pertukaran gas membaik dengan dan upaya nafas
kriteria hasil 2. Monitor pola nafas
3. Monitor kemampuan batuk efektif
 Diapnea menurun
4. Monitor adanya prosuksi sputum
 Gelisah menurun 5. Palpasi kesimestrisan ekspansi paru
 Nafas cuping hidung menurun 6. Auskultasi bunyi nafas
7. Monitor saturasi oksigen
 Pola nafas membaik
8. Monitor hasil x-ray toraks

Tarapeutik
1. Atur pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

3 Gangguan Pola Tidur Selama dilakukan intervensi Dukungan Tidur


keperawatan selama 1 x 24 jam maka Observasi
pla tidur membaik dengan kritria hasil 1. Identifikasi pola aktifitas pola tidur
: 2. Identifikasi factor pengganggu tidur
 Keluhan sulit tidur menurun Terapeutik
 Keluhan sering terjaga menurun 3. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
 Keluhan tidak puas tidur menurun kenyamanan
 Keluhan pola tidur berubah Edukasi
menurun 4. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama
 Keluhan istirahat tidak cukup sakit
menurun 5. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau
cara nonfarmakologi lainnya
3 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Manejemen Jalan Napas
Definisi : keperawatan selama 1 x 24 jam maka Observasi
Ketidakmampuan membersihkan bersihan jalan napas meningkat 1. Monitor pola Nafas (frekuensi,
secret atau obstruksi jalan napas untuk dengan kriteria hasil : kedalaman dan usaha)
mempertahankan jalan napas tetap  Produk sputum menurun 2. Monitor bunyi nafas tambahas
paten  suara mengi/ronchi menurun 3. Monitor sputum
Penyebab :  gelisah klien menurun Terapeutik
 Spasme jalan napas  frekuensi dan pola napas 4. Posisikan semi-fowler atau fowler
 Hipersekresi jalan napas membaik 5. Berikan minum air hangat
 Disfungsi neuromuskuler 6. Lakukan fisioterapi dada
 Benda asing dalam jalan napas 7. Berikan oksigen
 Sekresi yang tertahan Edukasi
 Proses infeksi 8. Ajarkan teknik batuk efektik
 Efek agen farmakologis
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Tidak ada
Objektif
 Batuk tidak efektif
 Tidak mampu batuk
 Sputum berlebih
 Mengi, wheezing,dan/atau ronkhi
kering
Gejala dan tanda minor
Subjektif
 Dispnea
 Sulit bicara
 Ortopnea
Objektif
 Gelisah
 Sianosis
 Bunyi napas menurun
 Frekuensi napas berubah
 Pola napas berubah
4 Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
Defenisi keperawatan selama 1 x 24 jam maka Observasi
Pengalaman sensorik atau emosional tingkat nyeri menurun dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
yang berkaitan dengan kerusakan hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
jaringan actual atau fungsional,  Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
dengan onset mendadak atau lambat  Meringis menurun
dan berintensitas ringan hingga berat  Gelisah menurun 3. Identifikasi factor yang memperberat dan
yang berlangsung kurang dari 3 bulan  Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
Penyebab  Frekuensi nafas menurun Terapeutik
 Agen pencedera fisiologis 4. Berikan tekhnik nonfarmakologis untuk
 Agen pencedera kimiawi mengurangi rasa nyeri
 Agen pencedera fisik
Gejala dan tanda mayor
Subjektif 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
Mengeluh nyeri Edukasi
Objektif 6. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
 Tampak meringis nyeri
 Bersikap protektif
 Gelisah 7. Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Frekuensi nadi meningkat Kolaborasi
 Sulit tidur 8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
Gejala dan tanda minor perlu
Subjektif
Tidak ada
Objektif
 Tekanan darah meningkat
 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berpikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaphoresis
5 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi
Definisi keperawatan selama 1 x 24 maka Observasi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk status nutrisi membaik dengan kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
memenuhi kebutuhan metabolic hasil : 2. Identifikasi alergi makanan dan
Penyebab  Porsi makanan yang dihabiskan intoleransi makanan
 Kurangnya asupan makanan’  Berat badan membaik 3. Monitor asupan makanan
 ketidakmampuan menelan  Indeks mssa tubuh (IMT) 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratoium
makanan membaik Terapeutik
 Ketidakmampuan menagbsorbsi 5. Sajikan makanan secara menarik dan
nutrient suhu yang sesuai
 Peningkatan kebutuhan 6. Berikan makanan tinggi serat
metabolism Edukasi
 Factor ekonomi’faktor psikologi 7. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Gejala dan tanda mayor Kolaborasi
Subjektif 8. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
Tidak Tersedia makan
Objektif 9. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Berat badan menurun minimal 10% menentukan jumlah kalori dan jenis
dibawah rentan normal nutrient yang dibutuhkan
Gejala dan tanda minor
Subjektif
 Cepat kenyang setelah makan
 Kram/nyeri abdomen
 Nafsu makan menurun
Objektif
 Bising usus hiperaktif
 Otot pengunyah lemah
 Otot menelan melemah
 Membran mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin turun
 Rambut rontok berlebih
 Diare
6. Hipertermi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia
keperawatan selama 3x24 jam Observasi
diharapkan termoregulasi membaik 1. Identifikasi penyebab hipertermi
dengan kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh
 Kulit merah menurun Teraupeutik
 Takikardi menurun 3. Longgarkan/lepaskan
 Suhu tubuh membaik pakaian Edukasi

 Suhu kulit membaik 4. Anjurkan tirah baring


Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu

7 Risiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi


Definisi keperawatan selama 1 x 24 jam maka Observasi
Beresiko mengalami pengingkatan tingkat infeksi menurun dengan 1. Monitor tanda dan gejalan infeksi
terserang organisms patogenik kriteria hasil : Terapeutik
Faktor Risiko  Demam menurun 2. Cuci tangan sesudah dan sebelum kontak
a. Penyakit kronis  Kemerahan menurun dengan pasien
b. Efek prosedur invasive  Nyeri menurun 3. Pertahankan teknik aseptik
c. Melnutrisi  Bengkak menurun Edukasi
d. Peningkatan paparan organisme  Kadar sel darah putih menurun 4. Jelaskan tanda dan gejalan infeksi
pathogen lingkungan 5. Ajarkan etika batuk
e. Ketidakadekutan pertahanan Kolaborasi
tubuh primer 6. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika
 Gangguan peristaltic perlu
 Kerusakan integritas kulit
 Perubahan sekresi pH
 Merokok
f. Ketidakadekutan pertahanan
tubuh sekunder
 Penurunan hemoglobin
 Imununosupresi
 Leukopenia
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan (Potter & Perry, 2010).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila,
2017).
Menurut Setiadi (2017) dalam buku Konsep & penulisan
Asuhan Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Budiman, 2018, Kontrol Penyakit Menular Pada Manusia, Jakarta ; Egc
Dhjojodibroto, Darmanto. 2018. Respiratory Medicine. Jakarta: EGC
Goesasi, 2021, Rehabilitasi Medik Pada Penyakit Tb. Jakarta: Rineka cipta
Mandal,dkk, 2018, Penyakit Infeksi. Jakarta; Erlangga
Nastiti,2018, Pedoman Nasional Tuberkolosis Anak , Jakarta: UKK
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Zulkoni, 2017, Parasitologi, Yogyakarta: Nuha medika

Anda mungkin juga menyukai