Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS (TBC)

DISUSUN OLEH :
AULIA AYU NINGTYAS
S21130028

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KALIMANTAN BARAT
TAHUN AJARAN 2022/2023
A. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer & Bare,
2002).
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensifitas yang diperantarai sel (cell-
mediated hypersensitivity) (Wahid dan Suprapto, 2014).

B. Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai
Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes RI, 2008).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan,
sinar matahari dan sinar ultraviolet (Nurarif dan Kusuma, 2013), tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur selama beberapa tahun
(Depkes RI, 2008). Ada dua macam mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe
human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak
ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka (Nurarif dan
Kusuma, 2013).
C. Manifestasi Klink
Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit
Dalam (2006) dapat bermacam-macam antara lain :
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410 C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk
darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang
ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang,
nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan
hilang timbul secara tidak teratur.
D. Patofisiologi
Seorang penderita tuberkulosis ketika bersin atau batuk menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Bakteri kemudian
menyebar melalui jalan nafas ke alveoli, di mana pada daerah tersebut bakteri
bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini dapat juga melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks
serebri) dan area lain dari paru-paru (Soemantri, 2009). Pada saat kuman
tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru,
terjadilah infeksi yang mengakibatkan peradangan pada paru, dan ini disebut
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 4-6 minggu. Setelah terjadi peradangan pada paru,
mengakibatkan terjadinya penurunan jaringan efektif paru, peningkatan
jumlah secret, dan menurunnya suplai oksigen (Yulianti & dkk, 2014).
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya
sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberke.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang
kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke
laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun
tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda
lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem
vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh (Soemantri, 2014)
Mycrobacterium Tuberculosis

Alveolus

Demam

Hipertermi

Pathway

Respon Radang
E. Pemeriksan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit
2) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
3) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada
pasien yang secara klinik sakit berani bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
4) Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit): Positif untuk Mycobacterium
tuberculosis.
5) Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.
6) Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air
dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
7) Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio
udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).
b. Pemeriksaan Radiologis
1) Foto thorak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan
menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.
F. Komplikasi
Tanpa pengobatan, tuberkulosis bisa berakibat fatal. Penyakit aktif yang
tidak diobati biasanya menyerang paru-paru, namun bisa menyebar ke bagian
tubuh lain melalui aliran darah. Komplikasi tuberkulosis meliputi:
1. Nyeri tulang belakang. Nyeri punggung dan kekakuab adalah komplikasi
tuberkulosis yang umum
2. Kerusakan sendi. Atritis tuberkulosis biasanya menyerang pinggul dan
lutut.
3. Infeksi pada meningen (meningitis). Hal ini dapat menyebabkan sakit
kepala yang berlangsung lama atau intermiten yang terjadi selama
berminggu-minggu.
4. Masalah hati atau ginjal. Hati dan ginjal membantu menyaring limbah dan
kotoran dari aliran darah. Fungsi ini menjadi terganggu jika hati atau ginjal
terkena tuberkulosis.
5. Gangguan jantung. Meskipun jarang terjadi, tuberkulosis dapat
mengidentifikasi jaringan yang mengelilingi jantung, menyebabkan
pembengkakan kemampuan jantung untuk memompa secara efektif
(Puspasari, 2019)

G. Penatalaksanaan Medis
Tuberkulosis paru terutama diobati dengan agens kemoterapi selama
periode 6-12 bulan. 5 medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH),
rifampin (RIF), Streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan Pirasinamid
(PZA). Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru
yang baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, terutama INH,
RIF, PZA selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2
bulan (totalnya 6 bulan).

H. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Umur, nama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Penderita biasanya demam, nyeri tengkorak, mungkin sakit berat
dan merasa sangat nyeri terutama saat menelan dan membuka
mulut disertai dengan trismus (kesulitan membuka mulut). Bila
laring terkena, suara akan menjadi serak. Pada pemeriksaan tampak
faring hiperemis, tonsil membengkak, hiperemis : terdapat detritus
(tonsillitis folibularis), kadang detritus berdekatan menjadi sati
(tonsillitis laturasis) atau berupa membrane semu. Tampak arkus
palatinus anterior terdorong ke luar dan uvula terdesak melewati
garis tengah. Kelenjar sub mandibula membengkak dan nyeri
tekan, terutama pada anak-anak. Pembesaran adenoid dapat
menyebabkan pernafasan mulut, telinga mengeluarkan cairan,
kepala sering panas, bronchitis, nafas bau dan pernafasan bising.
b) Riwayat kesehatan keluarga
Pasien dengan tonsillitis diturunkan dari keluarga. Penyakit yang
mungkin di derita oleh keluarga adalah gangguan infeksi
pernafasan. Tetapi tonsilitis lebih disebabkan karena anak
mengkonsumsi makanan seperti makanan manis, mengandung
banyak pengawet dan perawatan mulut yang tidak baik.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Tidak ada penyakit selama ibu hamil yang menjadi latar belakang
dari tonsillitis. Hanya saja kemungkinan besar anak terserang
tonsillitis dikarenakan anak dilahirkan premature. Hal itu
disebabkan dari kegunaan organ tubuh yang belum matur sehingga
akan menyebabkan cepat dan gampang diserang penyakit. Hal itu
termasuk dengan tonsil pada anak.
3) Pemeriksaan fisik
a) Nadi
Pada pasien yang memiliki tonsillitis biasanya nadinya cepat
(takikardi)
b) Suhu
Bila terjadi infeksi tonsillitis suhu akan naik (hipertermi, >
37,5oC)
c) Pernapasan
Pada pasien dengan tonsillitis memiliki respirasi yang meningkat.
d) B1 (breathing)
 Inspeksi
Pada pasien dengan tonsillitis terlihat adanya peningkatan
usaha dan frekuensi pernafasan, serta penggunaan otot bantu
pernafasan.
 Palpasi
Ekspansi paru meningkat, fremiktus traktil dada berkurang
atau tidak ada

 Perkusi
Pada dada terdengar suara normal, diafragma mendatar dan
menurun, penanjakan hati mengecil, batas paru dan hati lebih
rendah, pekak jantung berkurang.
e) B2 (Blood)
Pada pasien dengan tonsilitis terlihat peningkatan tekanan darah
dan nadi, serta terjadi pula peningkatan suhu karena infeksi pada
tonsil sehingga terjadi pembengkakan tonsil.
f) B3 (brain)
Pada infeksi perlu dikasi tingkat kesadarannya. Di samping itu, di
perlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran
klien apakah composmentis, somnolen,dll.
g) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan
dengan kecukupan intake cairan, output urine menurun
h) B5 (Bowel)
 Mual/muntah (anoreksia)
 Nafsu makan memburuk
 Tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan karena
pembengkakan tonsil
 Penurunan berat badan menetap.
i) B6 (Bone)
Penderita tonsillitis merasa keletihan, kelemahansecara umum
memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Hal tersebut diakibatkan karena kebutuhan nutrisi dan
cairan pasien berkurang akibat nyeri saat menelan makanan dan
minuman.
b. Diagnosis Keperawatan
1. Hipertermia b.d proses penyakit
2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
3. Nyeri akut b.d pencedera fisiologis
4. Gangguan rasa nyaman b.d tindakan pembedahan

c. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
( Pre Operasi ) Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
Hipertermia b.d proses tindakan keperawatan (I.15506)
penyakit (D.0130) selama 1 x 24 jam 1. Observasi:
masalah termoregulasi a. Identifikasi penyebab
( L.14134) bisa teratasi hipertermia
dengan kriteria hasil: (mis.dehidrasi,terp
- Suhu tubuh apar lingkungan
membaik panas,penggunaan
- Suhu kulit incubator)
membaik b. Monitor suhu tubuh
- Mengigil menurun c. Monitor komplikasi
akibat hipertermia
2. Terapeutik
a. Berikan cairan oral
b. Lakukan pendinginan
eksternal (mis.
Selimut hipotermia
atau kompres dingin
pada
dahi,leher,dada,abd
omen,aksila)
3. Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena,jika perlu
( Pre Operasi ) Setelah dilakukan Redukasi Ansietas
Ansietas b.d perubahan tindakan keperawatan 1. Observasi
status kesehatan 1x24 jam diharapkan a. Identifikasi saat
tingkat Ansietas pasien tingkat ansietas
menurun dengan berubah (mis.
kriteria hasil: kondisi, waktu,
- Verbalisasi stressor)
khawatir akibat b. Monitor tanda-
kondisi yang tanda ansietas
dihadapi membaik (verbal dan
- Perilaku tegang nonverbal)
menurun 2. Terapeutik
- Pola tidur a. Temani pasien
membaik untuk mengurangi
- Frekuensi kecemasan, jika
pernapasan memungkinkan
membaik b. Pahami situasi yang
- Frekuensi nadi membuat ansietas
membaik c. Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
d. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
e. Diskusikan
perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang akan
datang
3. Edukasi
a. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, Jika perlu
b. Anjurkan
melakukan kegiatan
yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
c. Latih teknik
relaksasi
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
( Post Operasi ) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
Nyeri akut b.d pencedera tindakan keperawatan 1. Observasi
fisiologis 3x24 jam diharapkan a. Identifikasi lokasi,
tingkat nyeri pasien karakteristik, durasi,
menurun dengan frekuensi, kualitas
kriteria hasil: nyeri
- Keluhan nyeri b. Identifikasi skala
menurun nyeri
- Skala nyeri c. Identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
- Meringis menurun 2. Terapeutik
- Perasaan takut a. Berikan teknik non
mengalami cedera farmakologis untuk
berulang menurun mengurangi rasa
- Gelisah menurun nyeri
- Pola tidur membaik 3. Edukasi
- Sikap protektif a. Ajarkan teknik
menurun (SLKI, nonfarmakologis
08066) untuk mengurangi
rasa nyeri (SIKI,
I.08238)
( Post Operasi ) Setelah dilakukan 1. Observasi
Gangguan rasa nyaman tindakan keperawatan a. Identifikasi lokasi,
b.d tindakan pembedahan 3x24 jam diharapkan karakteristik, durasi,
tingkat nyeri pasien frekuensi, kualitas,
menurun dengan intensitas nyeri
kriteria hasil: b. Identifikasi skala
- Dukungan sosial nyeri
dari keluarga c. Identifikasi respon
mengingat nyeri non verbal
- Gelisah menurun d. Identifikasi faktor
- Kebisingan yang memperberat
menurun dan memperingan
- Keluhan sulit tidur nyeri
menurun e. Monitor efek
- Pola tidur samping
membaik penggunaan
analgetik
2. Terapeutik
a. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis,
akupresure, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi
terbimbing, kompres
hangat atau dingin,
terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat
dan tidur
d. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri

3. Edukasi
a. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
b. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu

d. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah di rencanakan oleh perawat untuk di kerjakan dalam
membantu pasien mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau
respon yang di timbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan,
pelaksanaan tindakan keperawatan. Implementasi keperawatan sesuai dengan
intervensi yang telah dibuat sebelumnya.

e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. Evaluasi yang diharapkan antara lain :
1. Hipertermia pada pasien sudah teratasi
2. Ansietas pada pasien sudah teratasi
3. Nyeri akut pada pasien sudah teratasi
4. Gangguan rasa nyaman pada pasien sudah teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Jeyakumar, SM. Vajreswari, A. Sesikeran, B. Giridharan. 2013. Vitamin A


Supplementation Induces Adipose Tissue Loss Through Apoptosis in
Lean but not in Obese Rats of the WNIN/Ob Strain. Journal of
Moleculer Endrocrinology, Vol. 35: 391-398
Manurung, S. 2011. Buku ajar keperawatan maternitas asuham keperawatan
intranatal. Jakarta : Trans Info Media.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius
Mansjoer, dkk. 2003. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai