Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN TB PARU

DI RUANG FLAMBOYAN BAWAH RSUD SOEWONDO KENDAL

DISUSUN OLEH :
ALLISYA FAATIHAH
P1337420119351

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN AJARAN 2021
TB PARU
A. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian TB Paru
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman tuberculosis
menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes,
2010).
Tuberkulosis (TB) paru- paru adalah infeksi pada paru- paru dan kadang
pada struktur- struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Saputra, 2010)
Tuberkulosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Soemantri,
2008)
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru
dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta
ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).
2. Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet
Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa
minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu 600C dalam
15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan,
sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor
terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.(FKUI,2007)
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu
tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberkulosis usus.
Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal
dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila
menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri
juga dapat masuk ke sistem pencernaan manusia melalui benda/bahan makanan
yang terkontaminasi oleh bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam lambung
meningkat dan dapat menjadikan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005)
3. Manifestasi Klinis
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
a. Demam
b. Malaise
c. Anoreksia
d. Penurunan berat badan
e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu–
minggu sampai berbulan – bulan)
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
i. Demam persisten
j. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan
berat badan
4. Patofisiologi
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju
alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru
(lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian
tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan
reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan
bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)
basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan
sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa
jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil
hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma
selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari
massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan
bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang
berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan
akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun
tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah
dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif
kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi
selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang
terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang
biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang
dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan
jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan
respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang
dikelilingi oleh tuberkel.
5. Komplikasi
a. Hepatitis karena efek terapi obat-obatan
b. TB miliaris
c. Dermatitis
d. Gangguan GI
e. Hiperurisemia
f. Neuritis optika
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit
2) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
3) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10
mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara
berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berani bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
4) Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit): Positif untuk Mycobacterium
tuberculosis.
5) Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
6) Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.
7) Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio
udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).
b. Pemeriksaan Radiologis
1) Foto thorak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan
menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.
7. Penatalaksanaan
Tuberkulosis paru terutama diobati dengan agens kemoterapi selama periode 6-12
bulan. 5 medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampin (RIF),
Streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan Pirasinamid (PZA).
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru yang baru
didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, terutama INH, RIF, PZA selama
4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6
bulan).
8. Pathway

Udara tercemar
mycrobacterium Dihirup individu rentan Kurang informasi
tuberculose

Masuk paru Kurang pengetahuan

reaksi inflamasi /peradangan Hipertermi


a

penumpukan eksudat dalam elveoli


produksi sekret
berlebih

tuberkel

Mengganggu
klasifikasi
Mengalami Sekret susah keluar
Ketidakefektifan bersin
meluas perfusi
perkejuan bersihan jalan nafas

Resiko infeksi penyebaran


Penyebaran pada orang lain
hematogen limfogen

Difusi O2

As. Lambung naik

mual, anoreksia

Resti penyebaran
infeksi pada diri
sendiri
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
(Chandra B, 2012)

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a) Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah keluarga.
b) Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
c) Riwayat penyakit sekarang:
d) Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat- tempat
kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
e) Riwayat penyakit dahulu
f) Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
1) Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
2) Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
3) Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat dan putus
harapan.
4) Lingkungan
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi
rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang, daerah di dalam rumah
lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah anggota keluarga yang banyak.
g) Pola fungsi kesehatan.
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota
keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka
sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan
pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan
imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering
dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas
dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak nafas,
mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul sesak
nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat
pada malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, sedangkan
dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa, penglihatan dan
pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan.
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan
kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi penderita
menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari
penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
h) Pemeriksaan fisik
i) Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
3) Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas
yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi   : Fremitus suara meningkat.
Perkusi   : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring.
4) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
5) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
6) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
7) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
8) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
9) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental
atau sekret darah
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
3. RENCANA KEPERAWATAN
a. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan defisiensi
pengetahuan teratasi.
Kriteria hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis, dan program pengobatan
2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat
Intervensi ( NIC ) :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik
2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi fisiologi, dengan cara yang tepat
3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
4) Gambarkan proses penyakit
5) Identifikasi kemungkinan penyebab
6) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisinya
b. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan masalah
hipertermi teratasi
Kriteria hasil :
1) Suhu 360-370C
2) Tidak ada keluhan demam
3) Turgor kulit kembali > 2 detik
4) Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda vita terutama suhu
2) Monitor intake dan output setiap 8jam
3) Berikan kompres hangat
4) Anjurkan banyak minum
5) Anjurkan memakai pakaian tipis
6) Kolaborasi pemberian cairan intravena dan antipiretik
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, bersihan jalan napas
kembali normal.
Kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan
mudah, tidak ada pursed lips).
2) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama dan
frekuensi napas dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal).
3) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan
napas.
Intervensi (NIC) :

1) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila
perlu

2) Identifikasi perlunya pemasangan alat jalan napas buatan

3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu

4) Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction

5) Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan


d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi
pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan
curah jantung.
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan gangguan
pertukaran gas teratasi
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2
2) Bebas dari gejala dan distress pernapasan
Intervensi:
1) Kaji tipe pernapasan pasien
2) Evaluasi tingkat kesadaran, adanya sianosis, dan perubahan warna kulit
3) Tingkatkan istirahat dan batasi aktivitas
4) Kolaborasi medis dalam pemberian oksigen

e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
Kriteria hasil
1) Adanya peningkatan berat badan
2) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
3) Tidak ada tanda malnutrisi
4) Tidak ada penurunan berat badan yang berarti
Intervensi
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
3) Anjurkan untuk meningkatkan intake zat besi
4) Anjurkan pasien untuk meningkatan protein dan vitamin C
5) Berikan substansi gula
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.
Depkes RI., 2010. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberculosis. Jakarta :
Gerdunas TB. Edisi 2 hal 4-6
Chandra B, 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Soemantri A, 2008. Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Kencan Prenada Media Group

Anda mungkin juga menyukai