Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KASUS PENYAKIT TUBERCULOSIS

PARU DI PAVILIUN FLAMBOYAN


Diajukan guna memenuhi tugas akademik dalam Praktek Klinik Keperawatan Medikal
Bedah I ( KMB I )
Kepala Ruangan : Kusnaedi, S. Kep

Dosen Pembimbing Toto Subiakto, S.Kp., M. Kep


Disusun Oleh :

Anicah Sovianti
P27901121056

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI D III KEPERAWATAN
2023
A. Konsep Dasar Tuberculosis Paru
1. Pengertian Tuberculosis Paru
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar bakteri tuberkulosis
masuk kedalam jaringan paru melalui udara dan selanjutnya mengalami proses
yang dikenal sebagai fokus primer dari ghon (Wijaya, 2013). Tuberkulosis (TB)
adalah penyakit yang biasanya menyerang parenkim paru, yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. TB dapat mengenai hampir kesemua
bagian tubuh, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal
biasanya terjadi dalam 2 sampai 10 minggu setelah ajanan (Smeltzer & Bare,
2015). Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium
Tuberkulosis yanng hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi
yang paling banyak adalah paru-paru. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang sangat
bervariasi (Padila, 2013).
Jadi, TB Paru merupakan penyakit infeksi yang biasanya menyerang paru –
paru khususnya bagian parenkim paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberkulosis yang terhirup oleh manusia melalui udara.
Namun tidak hanya paru – paru, bagian tubuh lainnya juga dapat terserang
penyakit ini seperti meninges, ginjal, tulang dan lain sebagainya. Penyakit ini
merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan dengan pengobatan yang
tepat dan teratur.

2. Etiologi Tuberculosis Paru


Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3- 0,6/um.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam
(BTA). Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Sifat lain
kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis
(Setiati, 2014).
Basil mycobacterium tuberculosis tidak berspora sehingga mudah dibasmi
dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar ultraviolet. Terdapat 2 macam
mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan bovin. Basil tipe human
berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TB paru
dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak ludah ini (Nurrarif &
Kusuma, 2015).

3. Manifestasi Klinis Tuberculosis Paru


Keluhan yang timbul pada penderita TB Paru bermacam-macam pada setiap
orang. Namun menurut Setiati (2014) yang sering timbul adalah gejala sebagai
berikut :
 Demam : biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi
kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40 - 41C. Serangan
demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat
timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
influenza ini, sehingga klien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh klien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberkulosis yang masuk.
 Batuk/batuk berdarah : gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini di perlukan untuk
membuang produk – produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu – minggu atau berbulan – bulan peradanngan bermula.
Sifat batuk bermula dari batuk kering (non produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
 Sesak napas : pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum
dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit
yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian
paru-paru.
 Nyeri dada : gejala ini agak jarang yang ditemukan. Nyeri dada
timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu klien
mmenarik / melepaskan napasnya.
 Malaise : penyakit tuberkulosi bersifat radamg yang menahun.
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu
makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur
4. Patofisiologi dan Pathway Tuberculosis Paru
Ketika seorang penderita TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara
tidak sengaja percikan dahak yang mengandung kuman atau bakteri jatuh ke
tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara
yang panas, percikan dahak tadi menguap ke udara. Dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam dahak tadi terbang
ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat maka orang itu berrisiko
terkena infeksi bakteri tuberkulosis (Muttaqin, 2008). Kuman yang bersarang di
jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura,
maka terjadilah efusi pleura (Setiati, 2014:865). Bakteri yang masuk ke paru –
paru dapat bertahan hidup dan menyebar ke limfe serta aliran darah sehingga
dapat menyebabkan seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang terinfeksi
oleh bakteri ini (Nurarif, 2015).
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Setelah itu
infeksi tersebut akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang
adalah limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang
macrofage, sehingga berkurang atau tidaknya jumlah kuman tergantung pada
jumlah macrophage. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri;
limfosit spesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10
minggu setelah pemajanan (Sudoyo, 2013). Produksi sputum merupakan gejala
yang tidak khas pada banyak penyakit paru. Umumnya, sputum merupakan
produk peradangan atau infeksi saluran pernapasan, namun dapat juga berasal
dari alveolus. Akibat sekresi mukus yang berlebihan meliputi batuk, sumbatan
saluran pernapasan dan obstruksi saluran pernapasan (Ringel, 2012). Adanya
sputum menunjukan adanya infeksi, peradangan saluran pernapasan
(Ringel,2012).
Dahak manusia merupakan sumber infeksi yang paling penting. Saat
penderita batuk, bersin maupun berbicara maka akan terjadi percikan dahak
yang sangat kecil yang mengandung kuman atau bakteri TB yang melayang-
layang diudara. Sehingga dengan mudah akan terhirup oleh manusia yang sehat
dan menyebabkan orang sehat tersebut tertular penyakit TB Paru karena
ketidaktahuannya dalam mencegah penularan (Crofton, 2002).
Pathway
Dihirup individu
Udara tercemar
rentan Kurang informasi
mycrobacterium
tuberculose

Masuk paru Kurang pengetahuan

Reaksi inflamasi /peradangan Hipertermi


a

penumpukan eksudat dalam elveoli

tuberkel produksi sekret berlebih

klasifikasi Sekret susah keluar


Ketidakefektifan Resiko
bersin infeksi
meluas bersihan jalan penyebaran pada orang
Mengalami nafas lain
Penyebaran perkejuan
hematogen limfogen

Difusi O2

Mengganggu
Asam Lambung naik perfusi

mual, anoreksia

Resti penyebaran
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari infeksi pada diri
kebutuhan tubuh sendiri

5. Klasifikasi Tuberculosis Paru


a) Pada tahun 1974 American thoracic society memberikan klasifikasi baru
yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
 Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak negatif, tes tuberkulin negatif.
 Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di
sini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
 Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin
positif, radiologis dan sputum negatif.
 Kategori III : terinfeksi tuberkulosis dan sakit (Setiati, 2014)
b) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit : (Puspasari, 2019)
 Tuberkulosis paru TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.
Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada
jaringan paru.
 Tuberkulosis ekstra paru TB yang terjadi pada organ selain paru
misalnya kelenjar limfe, pleura, abdomen, saluran kencing, kulit,
selaput otak, sendi dan tulang
c) Menurut WHO (Muttaqin,2008), Kategori didasarkan pada urutan
kebutuhan pengobatan dalam program sehingga di bagi menjadi 4 kategori :
 Kategori I : sputum positif dan penderita dalam keaadaan berat
seperti meningitis, TB miller, perikarditis, peritonitis, pleuritis masif
atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis; dan
penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB
usus, TB saluran perkemihan dan sebagainya.
 Kategori II : kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif

 Kategori III : sputum negatif tapi kelainan paru tidak luas dan kasus
TB di luar paru selain yang dissebut dalam kategori I.
 Kategori IV : tuberkulosis kronis.

6. Komplikasi Tuberculosis Paru


Menurut Wahid&Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB paru
yaitu :
 Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan :
kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
 Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di
paru.
 Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya.
 Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).

 Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang


mengakibatkan kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan pernafasan. 

7. Pemeriksaan Penunjang Tuberculosis Paru


Menurut Mansjoer, dkk (1999: 437), pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada klien dengan Tuberkulosis paru, yaitu :
 Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.

 Pemeriksaan sputum BTA : hanya 30 – 70 % klien yang dapat


didiagnosa dengan pemeriksaan ini.
 Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) : uji serologi
imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya igG spesifik terhadap basil TB.
 Tes Mantoux / Tuberkulin : suatu cara untuk mendiagnosis TBC.

 Tehnik Polymerase Chain Reaction : deteksi DNA kuman secra


spesifik melalu amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi.
 Becton Dickinson diagnostic instrumen sistem (BACTEC): deteksi
growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh mikrobakterium Tuberkulosis.
 MYCODOT : deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan
yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic,
kemudian di celupkan dalam jumlah memadai memakai warna sisir
akan berubah.
 Pemeriksaan Radiology : rontgen thorax PA dan lateral, gambaran
foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
 Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment
apikal lobus bawah.
 Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular).
 Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
 Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru.
 Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu
kemudian.
 Bayangan millie (Nurarif, 2015).

8. Penatalaksanaan Medis Tuberculosis Paru


Tuberkulosis paru terutama diobati dengan agens kemoterapi selama
periode 6-12 bulan. 5 medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH),
rifampin (RIF), Streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan Pirasinamid
(PZA). Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru
yang baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, terutama INH,
RIF, PZA selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk
tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).

Tahapan Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan


lanjutan dengan maksud :
 Tahap Awal (Intensif) : Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan
pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif
menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah
resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan
tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 Minggu. Pada minggu ke 7 dilakukan pemeriksaan sputum
BTA, jika BTA (-) dilanjutkan pada tahap lanjutan dan selanjutnya
lakukan pemeriksaan ulang dahal sesuai jadwal (pada bulan ke 5 dan
akhir pengobatan). Apabila BTA (+) pada pasien baru mendapatkan
pengobatan dengan paduan OAT Kategori 1
 Tahap Lanjutan (Lanjutan) : Pengobatan tahap lanjutan merupakan
tahap yang penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada
dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya 18 kekambuhan. Dilanjutkan dalam
pengobatan selama 4 atau 7 bulan jumlah obat yang diberikan hanya 2
jenis obat (rimfapisin dan isoniazid), pemeriksaan sputum dilakukan
pada 1 bulan sebelum fase lanjutan selesai. 

Tujuan pengobatan Tuberculosis ialah memusnahkan basil tuberkulosis


dengan cepat dan mencegah kambuh. Obat yang digunakan untuk Tuberculosis
digolongkan atas dua kelompok yaitu :
 Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol,
Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang
tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian
besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
 Obat sekunder : Exionamid, Paraminosalisilat, Sikloserin,
Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin (Depkes RI, 2011).

9. Diagnosa Keperawatan Tuberculosis Paru


 Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
adanya eksudat dialveolus
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungandengan ketidakmempuan memasukkan makanan karena
faktor biologi
 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi Ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral
 Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan,
infeksi/ kontaminan interpersonal, ancaman pada konsep diri
 Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
 Resiko perdarahan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kewaspadaan perdarahan

10. Asuhan Keperawatan Tuberculosis Paru

1. Pengkajian

a. Wawancara

1) Identitas Diri Pasien

Identitas pasien menurut (Gusti,2013) meliputi : nama, umur, jenis


kelamin, alamat, agama, pendidikan, status perkawinan, suku bangsa,
no. register, tanggal MRS, dan diagnosa keperawatan

2) Keluhan Utama Keluhan

TB paru dijuluki sebagai the great iminator yaitu suatu penyakit


yang memiliki kemiripan gejala dengan penyakit lain seperti lemah dan
demam. Menurut Arif Mutaqqin (2012) keluhan pada penderita TB paru
yaitu:

 Batuk : Keluhan batuk timbul pada awal dan merupakan


gangguan yang sering dikeluhkan oleh klien.
 Batuk darah : Keluhan batuk darah pada klien TB paru selalu
menjadi alasan utama untuk meminta pertolongan kesehatan.
 Sesak nafas : Keluhan sesak nafas ditemukan apabila
kerusakan parenkim sudah luas atau ada hal-hal lainnya
seperti efusi pleura, pneumothoraks dan lain-lain.
 Nyeri dada : Nyeri dada pada klien dengan TB paru termasuk
nyeri pleuritik ringan.
 Demam : Demam biasanya timbul pada sore atau malam hari
mirip demam atau influenza yang hilang timbul.
 Keluhan sistemis lainnya : Keluhan yang muncul biasanya
keringat malam, anoreksia, malaise, penurunan berat badan.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Jika


keluhan pada pasien adalah batuk maka perawat harus menanyakan
berapa lama batuk muncul. Jika yang menjadi alasan pasien meminta
pertolongan kesehatan adalah sesak nafas maka perawat harus mengkaji
dengan menggunakan PQRST agar memudahkan perawat dalam
pengkajian.

 Provoking incident: apakah ada peristiwa penyebab sesak


nafas, apakah sesak nafas berkurang saat istirahat?
 Quality of pain: seperti apa rasa sesak nafas yang dirasakan
pasien apakah rasanya seperti tercekik atau sulit dalam
melakukan inspirasi?
 Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernafasan?
Harus ditunjukan oleh pasien.
 Severity (scala) of pain: seberapa jauh sesak nafas yang
dirasakan klien, seberapa jauh sesak nafas mempengaruhi
aktivitas klien.
 Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan dan apakah
bertambah buruk pada malam hari atau pada siang hari.
Apakah sesak nafas timbul mendadak atau perlahan-lahan.
Tanyakan pada pasien apakah gejala terus menerus atau
hilang timbul (intermiten) (Muttaqin,2012).

4) Riwayat Kesehatan Dahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah


sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada
masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening dan
penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes mellitus.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga


Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah (Muttaqin
dalam Puspitasari, 2018)

6) Riwayat Akitivitas Sehari hari

 Riwayat Lingkungan

Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah


anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab,
jendela jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat
masuk, ventilasi minim menybabkan pertukaran udara kurang,
sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan imunisasi

 Riwayat Pengobatan Sebelumnya

a) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan


sakitnya
b) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.
c) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan
dengan penyakitnya
d) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir

 Riwayat Psiko-Sosio dan Spiritual

Pengkajian psikologis meliputi beberapa dimensi yang


memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi mengenai
status emosi,status kongnitif, dan perilaku pasien. Data ini
penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-
sosio-spiritual yang seksama (Muttaqin,2012).

 Pola Istirahat / Waktu Tidur

Dengan adanya nyeri dada dan sesak nafas pada penderita


TB akan terganggu kenyamanan tidur dan istirahat.

 Pola Personal Hygiene


Pada Personal Hygiene tidak mengalami perubahan jika
dalam keadaan sakit berat penderita TB paru membutuhkan
bantuan untuk memenuhi kebutuhan Personal Hygiene nya

 Pola Eliminasi Buang Air Kecil

Penderita TB paru urine berwarna jingga pekatdan berbau


sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin
(Muttaqin,2012).

 Pola Makan dan Minum Jumlah dan jenis makanan

Pada penderita TB paru akan mengeluh tidak nafsu makan


karena menurunnya nafsu makan, disertai batuk yang akhirnya
berakibat mengalami penurunan berat badan (Somantri,2012).

b. Pengkajian

1) Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum dan Tanda-tanda : Keadaan umum pada


penderita TB paru perlu dilakukan seperti kesadaran klien yang
terdiri dari composmentis, somnolen, apatis, sopor, soporokoma
atau koma (Muttaqin,2012). Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
klien biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara
signifikan. Frekuensi nafas meningkat apabila disertai sesak
nafas, denyut nadi meningkat seiring dengan peningkatan suhu
tubuh, frekuensi pernafasan dan tekanan darah bila ada riwayat
hipertensi (Muttaqin,2012).
 Pemeriksaan head to toe.

i. Kepala Kulit kepala

Tujuan : untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit


dan mengetahui adanya lesi atau bekas luka.
Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak
meringis, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik,
hidung tidak sianosis, mukosa bibir kering, biasanya
adanya pergeseran trakea

Palpasi : diraba dan tentukan turgor kulit elastic atau


tidak, tekstur : kasar atau halus, akral dingin/hangat.

ii. Rambut

Tujuan : untuk mengetahui warna, tekstur dan


percabangan pada rambut dan untuk mengetahui mudah
rontok dan kotor.

Inspeksi : distribusi rambut merata atau tidak, kotor atau


tidak, bercabang.

Palpasi : mudah rontok atau tidak, tektur kasar atau


halus.

iii. Kuku

Tujuan : untuk mengetahui keadaan kuku, warna dan


panjang, dan untuk mengetahuimkapiler refill.

Inspeksi: catat mengenai warna biru : sianosis, merah


peningkatan visibilitas Hb, bentuk: clubbing karena
hypoxia pada kangker paru.

Palpasi: catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik


kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat 5-15 detik)

iv. Kepala/wajah

Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala dan


untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala.

Inspeksi : lihat kesimetrisan wajah jika muka kanan dan


kiri berbeda atau missal lebih condong ke kanan atau ke
kiri, itu menunjukkan ada parase/kelumpusan.
Palpasi : cari adanya luka, tonjolan patologik dan respon
nyeri dengan menekan kepala sesuai kebutuhan.

v. Mata

Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata


(medan penglihatan visus dan otot-otot mata), dan juga
untuk mengetahui adanya kelainan atau pandagan pada
mata.

Inspeksi : kelopak mata ada lubang atau tidak, reflek


kedip baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah atau
konjungtivitis, ikterik/indikasi hiperbilirubin atau
gangguan pada hepar, pupil: isokor, miosis atau
medriasis.

Palpasi : tekan secara ringan untuk mengetahui adanya


TIO (tekanan intra okuler) jika ada peningkatan akan
teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus)
kaji adanya nyeri tekan.

vi. Hidung

Tujuan : untuk megetahui bentuk dan fungsi hidung dan


mengetahui adanya inflamasi atau sinusitis.

Inspeksi : apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi,


apakah ada secret.

Palpasi : apakah ada nyeri tekan massa.

vii. Telinga

Tujuan : untuk mengetahui kedalaman telinga luar,


saluran telinga, gendang telinga.

Inspeksi : daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran


bentuk, kebersihan, lesi.
Palpasi : tekan daun telinga apakah ada respon nyeri,
rasakan kelenturan kartilago.

viii. Mulut dan faring

Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada


mulut, dan untuk mengetahui kebersihan mulut.

Inspeksi : amati bibir apa ada kelainan congenital (bibir


sumbing) warna, kesimetrisan, kelembaban
pembengkakan, lesi, amati jumlah dan bentuk gigi,
berlubang, warna plak dan kebersihan gigi.

Palpasi : pegang dan tekan darah pipi kemudian rasakan


ada massa atau tumor, pembengkakan dan nyeri.

ix. Leher

Tujuan : untuk menentukan struktur imtegritas leher,


untuk mengetahui bentuk dan organ yang berkaitan dan
untuk memeriksa system limfatik.

Inspeksi : amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan


parut, amati adanya pembengkakan kelenjar tiroid, amati
kesimetrisan leher dari depan belakan dan samping.

Palpasi : letakkan telapak tangan pada leher klien, suruh


pasien menelan dan rasakan adanya kelenjar tiroid.

x. Dada

Tujuan : untuk mengetahui bentuk kesimetrisan,


frekuensi, irama pernafasan, adanya nyeri tekan, dan
untuk mendengarkan bunyi paru.

Inspeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan


dinding dada, biasanya pasien kesulitan saat inspirasi

Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah


Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak

Auskultasi : Biasanya terdapat bronki

xi. Abdomen

Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan gerakan perut ,


mendengarkan bunyi peristaltic usus, dan mengetahui
respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen.

Inspeksi : amati bentuk perut secara umum, warna kulit,


adanya retraksi, penonjolan, adanya ketidak simetrisan,
adanya asites.

Palpasi : adanya massa dan respon nyeri tekan.


Auskultasi : bising usus normal 10-12x/menit.

xii. Ektremitas

Tujuan :untuk mengetahui mobilitas kekuatan otot dan


gangguan-gangguan pada daerah tertentu.

Inspeksi :mengenai ukuran dan adanya atrofildan


hipertrofil, amati kekuatan otot dengan member
penahanan pada anggota gerak atas dan bawah.

11. Perencanaan Keperawatan


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas dibuktikan dengan
Diagnosa Rencana keperawatan
keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
(D.0001) (L. 01001)
Manajemen jalan - Untuk
napas membersihkan
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan
jalan napas
(L.01011)
tidak efektif tindakan keperawatan
- Untuk
berhubungan dengan: selama 3x24 jam, Observasi
mengeluarkan
Hipersekresi jalan maka diharapkan
- Monitor pola
sekret sangat
napas dibuktikan bersihan jalan napas
napas (frekuensi,
tebal, sputum
dengan dispnea, sulit meningkat dengan
kedalaman, usaha
berdarah kental/
bicara, batuk tidak kriteria hasil
napas)
darah cerah
efektif, tidak mampu - Batuk efektif
- Monitor bunyi (misal infeksi,
batuk, sputum meningkat (5)
napas tambahan atau tidak
berlebih, mengi,
- Produksi sputum (mis. gurgling, kuatnya hidrasi)
wheezing, dan/atau
menurun (5) mengi, wheezing,
ronchi kering, bunyi - Untuk
ronkhi kering)
napas tambahan, pola - Mengi menurun memaksimalka
napas berubah - Wheezing menurun - Monitor sputum n ekspansi paru
(5) jumlah, warna, dan

aroma) menurunkan
- Dipsnea membaik (5)
upaya
- Frekuensi napas pernapasan
membaik (5) Terapeutik
- Untuk
- Pola napas membaik - Pertahankan
mengencerkan
(5) kepatenan jalan
sekret,
napas dengan
membantu agar
head-tilt dan
dahak mudah
chin-lift (jaw-
dikeluarkan
thrust jika curiga
- Untuk
trauma servikal)
mengantisipasi
- Posisikan semi-
pasien saat
Fowler atau
batuk, posisi
Fowler
dan tekniknya
- Lakukan
fisioterapi dada, sudah tau
jika perlu

- Lakukan
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik

- Keluarkan
sumbatan benda
padat dengan
forsep McGill

- Berikan oksigen,
jika perlu

Edukasi

- Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari, jika
tidak
kontraindikasi

- Ajarkan teknik
batuk efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


membrane – alveolus
Diagnosa Rencana keperawatan
keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi
Rasional
hasil
(D.0003) (L.01004) Terapi Oksigen - Posisi semi
(I. 01026) fowler
Gangguan pertukaran
Setelah dilakukan memungkinkan
gas berhubungan
intervensi Observasi ekspansi paru dan
dengan perubahan
keperawatan selama - Monitor kecepatan mempermudah
membrane – alveolus
3x24 jam, maka aliran oksigen pernapasan
dibuktikan dengan
diharapkan - Monitor posisi alat - Untuk
Pasien mengatakan
pertukaran gas oksigen mengetahui
sesak napas bahkan
meningkat dengan - Monitor tanda adanya produksi
saat berbaring, PCO2
kriteria hasil tanda hipoventilasi sputum
pasien meningkat,
- Dipsnea menurun (5) - Monitor efektivitas - Untuk menilai
PO2 pasien menurun,
- Bunyi napas terapi oksigen kecepatan
Adanya napas
tambahan menurun - Monitor integritas pernapasan,
tambahan (ronkhi),
(5) mukosa hidung irama dan
Pola napas pasien
- PCO2 membaik (5) akibat pemasangan kedalaman
abnormal (cepat)
- PO2 membaik (5) oksigen - Untuk
1. meningkatkan
- Pola napas membaik
Terapeutik kemampuan otot-
(5)
- Bersihkan sekret otot pernapasan.
pada mulut, hidung - Untuk
dan trakea, memaksimalkan
- Pertahankan bernapas dan
kepatenan jalan menurunkan
napas kerja napas,
- Berikan oksigen memberikan
tambahan kelembaban pada
membrane
Edukasi mukosa, dan
- Ajarkan pasien dan membantu
keluarga cara pengenceran
menggunakan sekret
oksigen dirumah

Kolaborasi
- Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen

c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan efek samping terapi


Diagnosa Rencana keperawatan
keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil

(D.0074) (L.018064) Terapi Relaksasi - Untuk


Gangguan rasa Setelah dilakukan (I. 09326) mengetahui
nyaman berhubungan intervensi penyebab dari
dengan efek samping keperawatan selama Observasi ketidakmampuan
terapi dibuktikan 3x24 jam, maka - Identifikasi dalam
dengan Pasien diharapkan teknik relaksasi berkonsentrasi
mengeluh tidak pertukaran gas yang pernah - Untuk
nyaman, Pasien meningkat dengan efektif digunakan mengurangi efek
mengeluh mual, kriteria hasil - Identifikasi samping terapi
Pasien mengeluh - Keluhan tidak kesediaan, pada pasien
lelah, Pasien tampak nyaman menurun kemampuan, dan - Agar pasien
gelisah, Pola (5) penggunaan dapat melakukan
eliminasi pasien - Keluhan mual lelah teknik terapi relaksasi
berubah menurun (5) sebelumnya secara mandiri
 - Pasien tampak - Periksa - Agar pasien

 gelisah menurun (5) ketegangan otot, dapat


frekuensi nadi, mengetahui
- Pola eliminasi
tekanan darah, manfaat terapi
pasien membaik (5)
dan suhu relaksasi
sebelum dan
sesudah
- Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi

Terapeutik
- Berikan
informasi tertulis
tentang persiapan
dan prosedur
teknik relaksasi
- Gunakan nada
suara lembut
dengan irama
lambat dan
berirama
- Gunakan
relaksasi sebagai
strategi
penunjang
dengan analgetik
atau tindakan
medis lain, jika
sesuai
Edukasi
- Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan,
dan jenis
relaksasi yang
tersedia (mis.
musik, meditasi
napas dalam,
relaksasi otot
progresif)
- Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih
- Anjurkan
mengambil posisi
nyaman
- Anjurkan rileks
dan merasakan
sensasi relaksasi
- Anjurkan sering
mengulangi
teknik yang
dipilih
- Demonstrasikan
dan latih teknik
relaksasi (mis,
napas dalam,
peregangan, atau
imajinasi
terbimbing)
Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan
yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan
diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang sudah dibuat di
atas. Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dan
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap
ini, perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara
integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan (Setiadi, 2010)

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. (Sumirah dan Budiono, 2016). Evaluasi terhadap masalah
kebutuhan nurisi secara umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam:
a. Meningkatkan nafsu makan ditunjukkan dengan adanya kemampuan
dalam makan serta adanya perubahan nafsu makan apabila terjadi
kurang dari kebutuhan.
b. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi ditunjukan dengan tidak adanya tanda
kekurangan atau kelebihan berat badan
c. Mempertahankan nutrisi melalui oral atau parenteral ditunjukkan
dengan adanya proses pencernaan makan yang adekuat (Alimul, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, “Asuhan Keperawatan Tb Paru”, diakses tanggal 06 maret 2023 dari
jam 06.00 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/
Anonim. 2002. “Tuberkulosis Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia”.
Diakses tanggal diakses tanggal 06 maret 2023 jam 10.15 dari
http://www.klikpdpi.com/ konsensus/tb/tb.pdf 2002
Barbara, C.L., 1996, “Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses
keperawatan)”, Bandung
Dewi, Kusma . 2011. “Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis
Paru”. Diakses 06 maret 2023 jam 10.15 dari http://www.scribd.com
/doc/52033675/
Erlina, Elin. 2020. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tb Paru Di
Puskesmas Siak Hulu I Kabupaten Kampar”. Riau : Politeknik
Kesehatan Kemenkes Riau
Farista, Wendi. 2018. “Asuhan Keperawatan Pada Tb Paru Dengan Fokus Studi
Pencegahan Penularan Infeksi Di Rst Dr. Soedjono Magelang”.
Semarang : Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
Pramasari, Dita. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberculosis Paru Di
Ruang Seruni Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda”. Samarinda : Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Sapta. 2019. “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan
Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru Dan Kebutuhan Dasar Manusia
Dengan Oksigenasi Di Ruang Gardenia Rsud Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya”. Palangkaraya : Yayasan Eka Harap Palangkaraya

Anda mungkin juga menyukai