Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN ABSES SUBMANDIBULA


DI RUANG PAVILIUN SERUNI
RSU KABUPATEN TANGERANG
Diajukan Sebagai Tugas Praktik Klinik Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Pembimbing: Toto Subiakto, S.Kp., M.Kep
Kepala Ruangan : Ns. Sumiati, S. Kep

Disusun Oleh:
Anicah Sovianti
P27901121056
TINGKAT 2 SEMESTER 4

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI D3 KEPERAWATAN
TAHUN 2023
A. Konsep Dasar Abses Submandibula
1. Pengertian Abses Submandibula
Abses submandibula merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam
(deep neck infection), disertai dengan pembentukan pus pada daerah submandibula.
Pada umumnya sumber infeksi pada ruang tersebut berasal dari proses infeksi dari
gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula (Siregar, 2004). Abses
submandibula adalah abses yang terjadi di mandibula. Abses dapat terbentuk di
ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari
daerah leher (Smeltzer dan Bare, 2001).
Abses submandibula didefinisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang potensial
di regio submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok, demam dan terbatasnya
gerakan membuka mulut. 1 Abses submandibula merupakan bagian dari abses leher
dalam. Abses leher dalam terbentuk di ruang potensial di antara fasia leher dalam
sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok,
sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri
dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat

2. Etiologi Abses Submandibula


Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara antara lain
 Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril
 Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain

 Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, (2001 )abses
submandibula sering disebabkan oleh infeksi di daerah rongga mulut atau gigi.
Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan di daerah submandibula yang pada
perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi. Sering mendorong lidah ke
atas dan kebelakang dapat menyebabkan trismus. Hal ini sering menyebabkan sumbatan
jalan napas. Bila ada tanda-tanda sumbatan jalan napas maka jalan napas harus segera
dilakukan trakeostomi yang dilanjutkan dengan insisi garis tengah dan eksplorasi
dilakukan secara tumpul untuk mengeluarkan nanah. Bila tidak ada tanda- tanda
sumbatan jalan napas dapat segera dilakukan eksplorasi tidak ditemukan nanah, kelainan
ini disebabkan Angina ludovia (Selulitis submandibular). Setelah Dilakukan eksplorasi
diberikan antibiotika dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob

3. Manifestasi Klinis Abses Submandibula


Abses submandibula meliputi demam tinggi, nyeri leher disertai pembengkakan
di bawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Dapat juga terjadi
sakit pada dasar mulut, trismus, indurasi submandibula dan kulit di bawah dagu eritema
dan edema, kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus,
Staphylococcus, kuman anaerob Bacteroides atau kuman campuran. Abses leher dalam
dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses submandibula, dan ludovici
(Ludwig’s Angina).
Pada abses submandibula didapatkan pembengkakan di bawah dagu atau di bawah
lidah baik, unilateral atau bilateral, disertai rasa demam, nyeri, tenggorok dan trismus.
Mungkin didapatkan riwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan dapat berfluktuasi
atau tidak. Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa :
 Nyeri

 Nyeri tekan

 Teraba hangat

 Pembengkakan

 Kemerahan

 Demam

4. Patofisiologi dan Pathway Abses Submandibula


Patofisiologi Jika bakteri menyusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan se-
sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam
melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri.
Sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang membentuk
nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan
disekitarnya akan terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan
menjadi dinding pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut jika suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa
menyebar kedalam tubuh maupun di bawah permukaan kulit, tergantung kepada
lokasi abses (www.medicastre.com.2004)

5. Komplikasi Abses Submandibula


Proses peradangan dapat menyebar secara hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering
meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis.
Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikator melewati musculus
pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah
potensial lainnya. Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial,
ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan
medistinitis. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah.
Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehingga terjadi
perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis
dan septikemia. Faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya komplikasi adalah
usia yang lebih dari 65 tahun, penderita diabetes mellitus, adanya komorbiditas lainnya,
infeksi submandibular sekunder, pembengkakan submandibular bilateral, keterlibatan
ruang multipel, dan keterlibatan ruang viseral anterior
Komplikasi/dampak yang mungkin terjadi akibat dari Abses mandibula menurut
Siregar (2004) adalah
 Kehilangan gigi

 Penyebaran infeksi pada jaringan lunak dapat mengakibatkan selulitis wajah


dan Ludwig’s angina
 Penyebaran infeksi pada tulang rahang dapat mengakibatkan osteomyelitis
mandibula atau maksila
 Penyebaran infeksi pada daerah tubuh yang lain, menghasilkan abses
serebral, endokarditis, pneumonia, atau gangguan lainnya
6. Pemeriksaan Penunjang Abses Submandibula
 Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi
material yang bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji
resistensi antibiotik.
 Radiologis
 Rontgen jaringan lunak kepala AP
 Rontgen panoramik dilakukan apabila penyebab abses submandibula
berasal dari gigi.
 Rontgen thoraks perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum,
emfisema subkutis, pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat
aspirasi abses.
 Tomografi komputer (CT-scan)
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas
pada abses leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa
hanya dengan pemeriksaan klinis tanpa
CT scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses
yang terlalu rendah pada 70% pasien. Gambaran abses yang tampak
adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang lebih
jelas, dan kadang ada air fluid level.

Menurut Siregar (2004), abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah
dikenali.Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita abses,
biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih.

7. Penatalaksanaan Medis Abses Submandibula


Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob
harus diberikan secara parenteral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal
untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak
abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi
0,5 tiroid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala
dan tanda infeksi reda.Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan
pecah dengan sendirinya dan mengeluarkan isinya,.kadang abses menghilang secara
perlahan karena tubuh menghancurkan infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa
infeksi,abses pecah dan bisa meninggalkan benjolan yang keras.Untuk meringankan
nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya.
Suatu abses tidak memiliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia
antibiotik biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini dilakukan untuk
mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi
kebagian tubuh lainnya.
Terapi Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan
secara parenteral. Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang adekuat
dan drainase abses yang baik. Seharusnya pemberian antibiotik berdasarkan hasil biakan
kuman dan tes kepekaan terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil biakan
membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan
harus segera diberikan. Sebelum hasil mikrobiologi ada, diberikan antibiotik kuman
aerob dan anaerob. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses
yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan
luas. Adanya trismus menyulitkan untuk masuknya pipa endotrakea peroral. Pada kasus
demikian diperlukan tindakan trakeostomi dalam anestesi lokal. Jika terdapat fasilitas
bronkoskopi fleksibel, intubasi pipa endotrakeal dapat dilakukan secara intranasal. Insisi
abses submandibula untuk drainase dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau
setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Eksplorasi dilakukan secara tumpul
sampai mencapai ruang sublingual, kemudian dipasang salir

8. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doenges, 2012 diagnosa keperawatan yang lazim ditemukan pada pasien
dengan gangguan rongga mulut hingga menyebabkan abses adalah sebagai berikut:

a. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan luka pembedahan.

b. Hipertermi berhubungan dengan infeksi pembedahan.


c. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pembedahan.

9. Asuhan Keperawatan Abses Submandibula

1. Pengkajian

a. Wawancara

1) Identitas Diri Pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan, agama, suku/bangsa,


bahasa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan identitas penanggung jawab.

2) Keluhan Utama Keluhan

Keluhan utama alasan klien masuk rumah sakit, biasanya keluhan yang
paling menonjol dari pasien abses submandibula adalah adanya bengkak pada
daerah submandibula disertai dengan nyeri.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang

a. Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses
dalam seringkali sulit ditemukan.

b. Riwayat trauma seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena
peluru, dll.

c. Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat


menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa
dikeluarkan

4) Riwayat Kesehatan Dahulu

Mengkaji penyakit yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang.


Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah klien sebelumnya
pernah mengalami pembedahan

5) Riwayat Kesehatan Keluarga


Mengkaji penyakit yang ada dalam keluarga apakah ada yang memiliki
penyakit serupa dengan klien ataupun penyakit menular dan turunan lainnya.
Secara patologi abses tidak diturunkan, akan tetapi perawat perlu menanyakan
apakah pernah ada anggota keluarga yang pernah mengalaminya sebagai faktor
predisposisi di rumah.

6) Riwayat Aktivitas Sehari hari

 Riwayat Aktivitas

Pada aktivitas abses akan terganggu karena aktivitas yang banyak


akan bertambah nyeri.

 Pola Istirahat / Waktu Tidur

Pada klien dengan abses aktivitas tidurnya akan terganggu akibat


nyeri.

 Pola Personal Hygiene

Pada klien abses akan terjadi defisit perawatan diri disebabkan oleh
nyeri yang bertambah apabila terlalu banyak aktivitas.

 Pola Eliminasi Buang Air Kecil

Pada klien abses pola eliminasi tidak mengalami perubahan.

 Pola psikososial spiritual

Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang


memungkinkan tenaga kesehatan untuk memperoleh persepsi yang jelas
tentang status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat
mengumpulkan hasil pemeriksaan awal klien termasuk kapasitas fisik dan
intelektual saat ini, karena keduanya juga turut menentukan tingkat
perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang seksama (Muttaqin,
2014). Pada klien dengan abses biasanya diidentikan dengan kebiasaan
hidup yang buruk dan kurangnya klien dalam meningkatkan status
kesehatan (Muttaqin, 2014)
 Pola Makan dan Minum Jumlah dan jenis makanan

Pada klien dengan abses biasanya tidak nafsu makan, nafsu makan
akan menurun.

b. Pengkajian

1) Pemeriksaan Fisik

 Penampilan umum : Pasien tampak lemah, sakit sedang

Tingkat kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda Vital

o Tekanan darah : Normal (sistolik 80-115, diastolik 50-75)

o Nadi : Menurun < 70-145 x/ menit

o Respirasi : Meningkat (20-30 x/ menit )

o Suhu : Meningkat ( >37,5oC)

 Pemeriksaan head to toe.

a. Kepala Kulit kepala

 Tujuan : untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit


dan mengetahui adanya lesi atau bekas luka.

 Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak


meringis, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, hidung
tidak sianosis, mukosa bibir kering, biasanya adanya
pergeseran trakea

 Palpasi : teraba dan tentukan turgor kulit elastis atau tidak,


tekstur : kasar atau halus, akral dingin/hangat.

b. Rambut
 Tujuan : untuk mengetahui warna, tekstur dan
percabangan pada rambut dan untuk mengetahui mudah
rontok dan kotor.

 Inspeksi : distribusi rambut merata atau tidak, kotor atau


tidak, bercabang.

 Palpasi : mudah rontok atau tidak, tekstur kasar atau halus.

c. Kuku

 Tujuan : untuk mengetahui keadaan kuku, warna dan


panjang, dan untuk mengetahui kapiler refill.

 Inspeksi: catat mengenai warna biru : sianosis, merah


peningkatan visibilitas Hb, bentuk: clubbing karena
hypoxia pada kanker paru.

 Palpasi: catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik


kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat 5-15 detik)

d. Kepala/wajah

 Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala dan


untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala.

 Inspeksi : melihat kesimetrisan wajah jika muka kanan dan


kiri berbeda atau missal lebih condong ke kanan atau ke
kiri, itu menandakan ada parese/kelumpuhan.

 Palpasi : cari adanya luka, tonjolan patologik dan respon


nyeri dengan menekan kepala sesuai kebutuhan.

e. Mata

 Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata


(medan penglihatan visus dan otot-otot mata), dan juga
untuk mengetahui adanya kelainan atau pandangan pada
mata.
 Inspeksi : kelopak mata ada lubang atau tidak, reflek kedip
baik/tidak, konjungtiva dan sklera: merah atau
konjungtivitis, ikterik/indikasi hiperbilirubin atau
gangguan pada hepar, pupil: isokor, miosis atau midriasis.

 Palpasi : tekan secara ringan untuk mengetahui adanya


TIO (tekanan intra okuler) jika ada peningkatan akan
teraba keras (pasien glaukoma/kerusakan diskus optikus)
kaji adanya nyeri tekan.

f. Hidung

 Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung dan


mengetahui adanya inflamasi atau sinusitis.

 Inspeksi : apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi,


apakah ada secret.

 Palpasi : apakah ada nyeri tekan massa.

g. Telinga

 Tujuan : untuk mengetahui kedalaman telinga luar, saluran


telinga, gendang telinga.

 Inspeksi : daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran


bentuk, kebersihan, lesi.

 Palpasi : tekan daun telinga apakah ada respon nyeri,


rasakan kelenturan kartilago.

h. Mulut dan faring

 Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada


mulut, dan untuk mengetahui kebersihan mulut.

 Inspeksi : amati bibir apa ada kelainan kongenital (bibir


sumbing) warna, kesimetrisan, kelembaban
pembengkakan, lesi, amati jumlah dan bentuk gigi,
berlubang, warna plak dan kebersihan gigi.

 Palpasi : pegang dan tekan darah pipi kemudian rasakan


ada massa atau tumor, pembengkakan dan nyeri.

i. Leher

 Tujuan : untuk menentukan struktur integritas leher, untuk


mengetahui bentuk dan organ yang berkaitan dan untuk
memeriksa sistem limfatik.

 Inspeksi : amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan


parut, amati adanya pembengkakan kelenjar tiroid, amati
kesimetrisan leher dari depan belakan dan samping.

 Palpasi : letakkan telapak tangan pada leher klien, suruh


pasien menelan dan rasakan adanya kelenjar tiroid.

j. Dada

 Tujuan : untuk mengetahui bentuk kesimetrisan, frekuensi,


irama pernafasan, adanya nyeri tekan, dan untuk
mendengarkan bunyi paru.

 Inspeksi :

o Paru – paru; Inspeksi kaji bentuk dada, penggunaan otot


bantu nafas. Palpasi tidak ada nyeri tekan. Perkusi
terdengar suara sonor. Auskultasi suara nafas vesikuler.

o Jantung Inspeksi tidak ada pembesaran pada dada sebelah


kiri. Perkusi suara jantung terdengar redup. Auskultasi
nada S1 S2 dan lub dup Palpasi : Fremitus paru yang
terinfeksi biasanya lemah

k. Abdomen
 Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan gerakan perut ,
mendengarkan bunyi peristaltic usus, dan mengetahui
respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen.

 Inspeksi : amati bentuk perut secara umum, warna kulit,


adanya retraksi, penonjolan, adanya ketidak simetrisan,
adanya asites.

 Palpasi : adanya massa dan respon nyeri tekan.


Auskultasi : bising usus normal 10-12x/menit.

l. Ekstremitas

 Tujuan :untuk mengetahui mobilitas kekuatan otot dan


gangguan-gangguan pada daerah tertentu.

 Inspeksi :mengenai ukuran dan adanya atrofi dan


hipertrofi, amati kekuatan otot dengan member penahanan
pada anggota gerak atas dan bawah.
10. Perencanaan Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia)


Diagnosa Rencana keperawatan
keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional
kriteria hasil

(D.0077) (L. 08066)


Manajemen - Untuk
nyeri mengetahui
Nyeri akut Setelah dilakukan daerah yang
(L.08238)
berhubungan dengan intervensi mengalami
agen pencedera keperawatan Observasi
nyeri, lama
fisiologis (iskemia) selama 3x24 jam, - Identifikasi waktu yang
dibuktikan dengan maka tingkat nyeri lokasi, dirasakan serta
pasien mengeluh menurun dengan karakteristik, kualitas
nyeri, tampak kriteria hasil: durasi,
- Untuk
meringis, bersikap - Keluhan nyeri frekuensi,
mengetahui
protektif, berfokus menurun (5) kualitas,
derajat nyeri
pada diri sendiri, - Sikap meringis intensitas nyeri
yang
nafsu makan berubah, menurun (5)
- Identifikasi dirasakan
gelisah - Sikap protektif
faktor yang
menurun (5) - Untuk melihat
memperberat
- Sikap fokus pada respon nyeri
dan
diri sendiri tanpa bantuan
memperingan
menurun (5) suara
nyeri
- Sikap gelisah - Untuk
- Identifikasi
menurun (5)
pengetahuan mengetahui
- Nafsu makan dan keyakinan hal yang
membaik (5) tentang nyeri menyebabkan
nyeri
- Identifikasi
memberat dan
pengaruh
mengurangi
budaya
nyeri
terhadap
respon nyeri - Untuk menilai
perkembangan
- Identifikasi
masalah nyeri
skala nyeri
dengan
- Identifikasi
keyakinan
respons nyeri
yang dianut
non verbal
pasien
- Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup

- Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan

- Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik

- Berikan teknik
non
farmakologis
untuk
mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS,
hipnosis,
akupresur,
terapi musik,
biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi,
teknik
imajinasi
terbimbing.
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)

- Kontrol
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri (mis.
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)

- Fasilitasi
istirahat dan
tidur

- Pertimbangkan
jenis dan
sumber nyeri
dalam
pemilihan
strategi
meredakan
nyeri

Edukasi

- Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri

- Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri

- Anjurkan
memonitor
nyeri secara
mandiri

- Anjurkan
menggunakan
analgetik
secara tepat

- Ajarkan teknik
non
farmakologis
untuk
mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi (gigi)
dibuktikan dengan
Diagnosa Rencana keperawatan
keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional
kriteria hasil

(D.0001) (L. 01001)


Manajemen - Untuk
jalan napas membersihkan
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan
jalan napas
(L.01011)
tidak efektif tindakan
- Untuk
berhubungan keperawatan selama Observasi
dengan: 3x24 jam, maka
- Monitor pola mengeluarkan
Proses infeksi gig diharapkan bersihan
napas sekret sangat
dibuktikan dengan jalan napas
(frekuensi, tebal, sputum
dispnea, pola napas meningkat dengan
kedalaman, berdarah
berubah, dyspnea kriteria hasil
usaha napas) kental/ darah
dan orthopnea
- Dyspnea & cerah (misal
- Monitor bunyi
orthopnea membaik infeksi, atau
napas
(5) tidak kuatnya
tambahan (mis.
hidrasi)
- Frekuensi napas gurgling,
membaik (5) mengi, - Untuk
wheezing, memaksimalk
- Pola napas
ronkhi kering) an ekspansi
membaik (5)
paru dan
- Monitor
menurunkan
sputum jumlah,
upaya
warna, aroma)
pernapasan

- Untuk
Terapeutik
mengencerkan
- Pertahankan sekret,
kepatenan jalan membantu
napas dengan agar dahak
head-tilt dan mudah
chin-lift (jaw- dikeluarkan
thrust jika
- Untuk
curiga trauma
mengantisipas
servikal)
i pasien saat
- Posisikan batuk, posisi
semi-Fowler dan tekniknya
atau Fowler sudah tau

- Lakukan
fisioterapi
dada, jika perlu

- Lakukan
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik

- Keluarkan
sumbatan
benda padat
dengan forsep
McGill

- Berikan
oksigen, jika
perlu

Edukasi

- Anjurkan
asupan cairan
2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi

- Ajarkan teknik
batuk efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


Diagnosa Rencana keperawatan
keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional
kriteria hasil

(D.0056) (L. 05047)


Terapi aktivitas - Untuk
mengidentifik
(L.05186)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asi tingkat
berhubungan dengan intervensi Observasi
aktivitas
kelemahan dibuktikan keperawatan - Identifikasi pasien
dengan pasien selama 3x24 jam, defisit tingkat
- Untuk
mengeluh lelah maka toleransi aktivitas
mengidentifik
lemah, dispnea setelah aktivitas meningkat
- Identifikasi asi
aktivitas, merasa tidak dengan kriteria
kemampuan kemampuan
nyaman saat aktivitas hasil:
berpartisipasi aktivitas
- Frekuensi nadi
dalam aktivitas pasien
meningkat (5)
tertentu
- Kemudahan dalam - Untuk
melakukan aktivitas - Identifikasi memonitor
sehari hari sumber daya respon
meningkat (5) untuk aktivitas emosional
- Keluhan lelah dan yang pasien setelah
lemah menurun (5) diinginkan aktivitas
- Dispnea setelah - Identifikasi - Untuk
aktivitas menurun strategi memfasilitasi
- Tekanan darah meningkatkan aktivitas yang
membaik (5) partisipasi pasien pilih
- Frekuensi napas dalam aktivitas
membaik (5)
- Identifikasi - Untuk
makna menjadwalkan
aktivitas rutin rutinitas
(mis. bekerja) jadwal sehari
dan waktu hari pasien
luang

- Monitor
respons
emosional,
fisik, sosial,
dan spiritual
terhadap
aktivitas

Terapeutik

- Fasilitasi fokus
pada
kemampuan,
bukan defisit
yang dialami

- Sepakati
komitmen
untuk
meningkatkan
frekuensi dan
rentang
aktivitas

- Fasilitasi
memilih
aktivitas dan
tetapkan tujuan
aktivitas yang
konsisten
sesuai
kemampuan
fisik,
psikologis, dan
sosial

- Koordinasikan
pemilihan
aktivitas sesuai
usia

- Fasilitasi
makna
aktivitas yang
dipilih

- Fasilitasi
transportasi
untuk
menghadiri
aktivitas, jika
sesuai

- Fasilitasi
pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan
lingkungan
untuk
mengakomoda
si aktivitas
yang dipilih

- Fasilitasi
aktivitas fisik
rutin (mis.
ambulasi,
mobilisasi, dan
perawatan
diri), sesuai
kebutuhan

- Fasilitasi
aktivitas
pengganti saat
mengalami
keterbatasan
waktu, energi,
atau gerak

- Fasilitasi
aktivitas
motorik kasar
untuk pasien
hiperaktif

- Tingkatkan
aktivitas fisik
untuk
memelihara
berat badan,
jika sesuai

- Fasilitasi
aktivitas
motorik untuk
merelaksasi
otot

- Fasilitasi
aktivitas
dengan
komponen
memori
implisit dan
emosional (mis
kegiatan
keagamaan
khusus) untuk
pasien
demensia, jika
sesuai

- Libatkan dalam
permainan
kelompok yang
tidak
kompetitif,
terstruktur, dan
aktif

- Tingkatkan
keterlibatan
dalam aktivitas
rekreasi dan
diversifikasi
untuk
menurunkan
kecemasan
(mis vocal
group, bola
voli, tenis
meja, jogging,
berenang,
tugas
sederhana
permainan
sederhana,
tugas rutin,
tugas rumah
tangga,
perawatan diri,
dan teka-teki
dan kartu)

- Libatkan
keluarga dalam
aktivitas, jika
perlu Fasilitasi
mengembangk
an motivasi
dan penguatan
diri

- Fasilitasi
pasien dan
keluarga
memantau
kemajuannya
sendiri untuk
mencapai
tujuan

- Jadwalkan
aktivitas dalam
rutinitas sehari-
hari

- Berikan
penguatan
positif atas
partisipasi
dalam aktivitas

Edukasi

- Jelaskan
metode
aktivitas fisik
sehari-hari,
jika perlu

- Ajarkan cara
melakukan
aktivitas yang
dipilih

- Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial,
spiritual, dan
kognitif dalam
menjaga fungsi
dan kesehatan
- Anjurkan
terlibat dalam
aktivitas
kelompok atau
terapi, jika
sesuai

Kolaborasi

- Kolaborasi
dengan terapis
okupasi dalam
merencanakan
dan memonitor
program
aktivitas

- Rujuk pada
pusat atau
program
aktivitas
komunitas, jika
perlu

Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus
pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dimana tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana digambarkan
dalam rencana yang sudah dibuat di atas. Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan
dan perwujudan dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Pada tahap ini, perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara
integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan (Setiadi, 2010)

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. (Sumirah dan
Budiono, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Ningsih, Zulfaniah Triani. 2022. “Nyeri Akut (Abses Leher) Pada Tn. Z Di Ruangan Ruby
Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak”. Pontianak : Sekolah
Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak
Noviyanti, Anggi . 2019. “Asuhan Keperawatan Post Operasi Insisi Drainase Abses
Submandibula Dengan Nyeri Akut Di Ruang Perawatan Melati Iv Rsud
Dr.Soekardjo Kota Tasikmalaya”. Tasikmalaya : Stikes Bhakti Kencana
Bandung
Pradana, Fajar Ardian Aji. 2019. “Laporan Pendahuluan Abses Submandibula”.
Pekalongan : Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Tokai, Rohman. 2017. “LP Abses Submandibula “ dari link
https://www.scribd.com/document/356189487/Lp-Abses-Submandibula
diakses pada 13 April 2023

Anda mungkin juga menyukai