Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

ABSES MANDIBULA DI RUANG ASTER


RSUD UNDATA PALU

DI SUSUN OLEH :
SRI INDRININGSI
NIM: 2020032085

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Hasni Hilipito, S. Kep Ns. Ismawati., M. Sc

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2021
BAB I
KONSEP TEORI

A. Definisi
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu
infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan
terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut
dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih inilah
yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan
nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya
tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini
merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut
Abses adalah kumpulan nanah (leukosit, eksudat radang, cairan
jaringan, dan bakteri), yang relative terisolasi dari sirkulasi (dan karena itu juga
antibiotik). Perawatannya meliputi drainase yang diteruskan sampai seluruh
nanah keluar.
B. Anatomi Fisiologi

Ruang mandibula terletak di anterior dari ruang parafaring, sebelah


inferior berbatasan dengan lapisan superfisial fascia servikalis profunda,
meluas dari os hyoid sampai ke mandibula, bagian inferiornya berbatasan
dengan korpus mandibulla dan bagian superior dengan mukosa dari dasar
mulut. Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual bagian superior dan
bagian inferior ruang submaksilla, yang dipisahkan oleh muskulus
milohyoideus. Ruang sublingual berisi kelenjar sublingual Hipoglossus
dan duktus Whartons. Ruang submaksila dibagi oleh:

Digastrikus anterior menjadi kompartemen sentral, kompartemen


submental, dua kompartemen lateral dan kompartemen submaksilla.
Semua bagian ini saling berhubungan, oleh karena kelenjar submaksilla
meluas dari ruang submaksilla sepanjang tepi posterior. Milohyoideus
sampai ke ruang sublingual sehingga dapat menyebabkan penyebaran
infeksi secara langsung.

Gambar : Struktur Ruang Mandibula


C. ETIOLOGI
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau
kelenjar limfa submandibula. Sebagian lain dapat merupakan kelanjutan
infeksi ruang leher dalam lainnya. Sebelum ditemukan antibiotik,
penyebab tersering infeksi submandibula adalah infeksi gigi, sebagian besar
kasus infeksi submandibula disebabkan oleh berbagai kuman, baik aerob
maupun anaerob. Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah
Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp,
Haemophillus sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan
kuman anaerob Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium
peptosteptococcus dan yang jarang adalah kuman
D. PATOFISIOLOGI
Jika bakteri menyusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan
dan se-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan
bakteri.sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk nanah yang mengisis rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong
jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran
infeksi lebih lanjut jika suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi yang
bersumber dari gigi dapat menyebar melalui jaringan ikat, pembuluh darah, dan
pembuluh limfe. Yang paling sering terjadi adalah perkontinuitatum karena
adanya celah atau ruang diantara jaringan yang berpotensi sebagai tempat
berkumpulnya pus.
Perjalanan infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses
palatal, abses submukosa, abses gingiva, thrombosis sinus kavernosus, abses
labial, dan abses fasial. Perjalanan infeksi pada rahang bawah dapat
membentuk abses sublingual, submental, abses submandibula, abses
submaseter, dan angina Ludovici. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak
di belakang bawah linea milohioid yang terletak di aspek dalam mandibula,
sehingga jika molar kedua atau ketiga terinfeksi dan membentuk abses,
pusnya akan menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang
parafaring.
E. PATHWAY ABSES MANDIBULA

Abses Mandibula

Bakteri / Virus Gaya hidup Aktivitas Fisik

A.
Invasi Melalui Peningkatan produk sel
B.
pembulu darah darah putih
C.

Masuknya bakteri / virus Kapsul endapan bakteri /


melalui pembuluh darah virus terbentuk Kurang informasi
tentang penyakit

Bakteri/Virus membentuk Merusak jaringan tubuh


makrofag Cemas

Resiko pembedahan
Mengendap dimandibula
Defisit
Pengetahuan
Post Pembedahan
Nyeri

Post the intry

Resiko infeksi
F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda utama dari inflamasi akut, yang terdiri dari pembengkakan, rasa
nyeri, kemerahan, rasa panas, serta hilangnya fungsi. Kadang-kadang pada
pasien terlihat adanya pembengkakan kutaneus sebagai akibat dari
pengeluaran material terinfeksi dari abses
Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi
suatu organ atau saraf. Gejalanya bisa berupa: nyeri, nyeri tekan, teraba
hangat, pembengkakan, kemerahan, dan demam
G. KOMPLIKASI
Kejadian komplikasi abses leher dalam menurun sejak pemakaian
antibiotik yang lebih luas. Walau demikian tetap harus waspada terhadap
tanda-tanda komplikasi yang muncul, yang mungkin sangat berbahaya.
Obstruksi jalan nafas dan asfiksia merupakan komplikasi yang potensial
terjadi pada abses leher dalam terutama Ludwig’s angina. Ruptur abses, baik
spontan atau akibat manipulasi, dapat mengakibatkan terjadinya
pneumonia, abses paru maupun empiema.
Komplikasi vaskuler seperti trombosis vena jugularis dan rupture arteri
karotis. Trombosis vena jugularis ditandai dengan adanya demam, menggigil,
nyeri dan bengkak sepanjang otot sternokleidomastoideus pada saat badan
membungkuk atau rukuk. Dapat terjadi bakteremia maupun sepsis. Kejadian
emboli paru mencapai 5% pada kasus pasien dengan Trombosis vena
jugularis. trombosis vena jugularis. Penyebab terbanyak adalah
bakteri Fusobacterium necroforum, dan pada penyalahgunaan obat
suntik penyebab terbanyak adalah stafilokokus.
Ruptur arteri karotis merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Ini
biasanya terjadi pada abses parafaring bagian poststiloid, infeksi meluas ke
bungkus karotis. Mediastinitis dapat terjadi akibat perluasan infeksi
melalui viseral anterior, vaskuler viseral, maupun daerah retrofaring dan
danger space. Pasien akan mengeluhkan nyeri dada dan sukar bernafas
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dijelaskan dari pemeriksan penunjang bagi Abses Submandibula yaitu:
1. Rontgen servikal lateral
Dapat memberikan gambaran adanya pembengkakan jaringan
lunak pada daerah prevertebra, adanya benda asing, gambaran udara
di subkutan, air fluid levels, erosi dari korpus vertebre. Penebalan
jaringan lunak pada prevertebre setinggi servikal II (C2), lebih 7mm, dan
setinggi servikal VI yang lebih 14mm pada anak, lebih 22mm pada
dewasa dicurigai sebagai suatu abses retrofiring
2. Rontgen Panoramiks
Dilakukan pada kasus abses leher dalam yang dicurigai berasal dari gigi
3. Rontgen toraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema
subkutis, pendorongan saluran nafas, pneumonia yang dicurigai akibat
aspirasi dari abses.
4. Tomografi Komputer (TK)
Tomografi komputer dengan kontras merupakan pemeriksaan
baku emas pada abses leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo dkk,
seperti dikutip Murray AD dkk, bahwa dengan hanya pemeriksaan
klinis tanpa tomografi komputer mengakibatkan estimasi terhadap
luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien. Kirse dan dan
Robenson, mendapatkan ada hubungan antara ketidakteraturan
dinding abses dengan adanya pus pada rongga tersebut. Pemeriksaan TK
toraks diperlukan jika dicurigai adanya perluasan abses ke
mediastinum.
5. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
leukositosis. Pemeriksaan leukosit secara serial merupakan cara yang
baik untuk menilai respons terapi. Pemeriksaan glukosa darah
diperlukan untuk mencari factor predisposisi. Pemeriksaan elektrolit
darah diperlukan untuk menilai keseimbangan elektrolit yang mungkin
terjadi akibat gangguan asupan cairan dan nutrisi
I. PENATALAKSANAAN
Perawatan ditujukan terutama pada evakuasi pus. Jika Drainase dapat
dilakukan melalui saluran akar, tidak diperlukan insisi. Insisi hanya di
indikasikan jika drainase melalui saluran akar tidak dapat di lakukan.
Berkaitan dengan drainase, pembersihan dilakukan dengan larutan saline
fisiologi atau hydrogen peroksida 3%, kemudian drain karet berbentuk T di
masukkan ke dalam luka insisi. Drain tersebut dibuat dari bahan isolator karet
yang di sterilkan, dan dapat dibuat dalam beberapa ukuran sesuai dengan
kebutuhan. Drain kemudian dijahit ke jaringan lunak disekitarnya dan
dibiarkan selama tiga hingga lima hari untuk memastikan keluarnya pus
dengan baik.
Pengobatan berupa evakuasi abses dan pemberian antibiotika
spectrum luas dosis tinggi secara parenteral. Insisi dan drainase abses dapat
dilakukan dengan anestesi lokal apabila terlokalisir dan dangkal, sedangkan
abses yang luas dan dalam insisi dan drainase dilakukan dengan bius umum.
Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang adekuat
dan drainase abses yang baik. Pemberian antibiotik berdasarkan hasil biakan
kuman dan tes kepekaan antibiotik terhadap kuman penyebab infeksi. Biakan
kuman membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan.
hasilnya, sedangkan pengobatan harus segera diberikan. Sebelum hasil
kultur kuman dan uji sensitifitas keluar, diberikan antibiotik kuman aerob dan
anaerob secara empiris.
J. PENCEGAHAN
Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan
secara parentral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam anasksi lokalal untuk
abses yang dangkal dan teriokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak
abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau
setinggi 05 tiroid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-
2 hari gejala dan tanda infeksi reda.
Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan pecah dengna
sendirinya dan mengeluarkan isinya.kadang abses menghilang secara perlahan
karena tubuh menghancurkan. infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa
infeksi, abses pecah dan bisa meninggalkan benjolan yang keras. Untuk
meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk
dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah, sehingga
pemberian antibiotik biasanya sia-sia Antibiotik biasanya diberikan setelah abses
mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik juga
diberikan jika abses menyebarkan infeksi kebagian tubuh lainnya.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan data
objektif dan subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul mencakup
informasi dari klien, keluarga dan masyarakat, lingkungan atau budaya.
Kegiatan dalam pengkajian adalam pengumpulan data adalah suatu
proses pengkajian dengan mengumpulkan informasi tentang suatu kesehatan
secara sistemik dan terus menerus.
Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai
berikut:
1. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis jenis kelamin, status pernikahan, agama,
Suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan identitas penanggung
jawab
2. Keluhan utama.
Keluhan utama alasan kalian masuk rumah sakit, biasanya keluhan
yang paling menonjol dari pasien Abses mandibula adalah adanya
bengkak pada area submandibula disertai dengan nyeri
3. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan
sampai dengan dibawa ke rumah sakit. Penjabaran dari keluhan utama
dengan pendekatan sesuai P,Q,R,S,T
4. Riwayat penyakit dahulu.
Mengkaji penyakit yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang
titik pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji Apakah klien
sebelumnya pernah mengalami pembedahan
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Mengkaji penyakit yang ada dalam keluarga apakah ada yang
memiliki penyakit serupa dengan client ataupun penyakit menular dan
turunan lainnya

6. Pemeriksaan persistem.
a. Sistem Pernapasan
1. Inspeksi : Periksa seluruh dada untuk mencari adanya jaringan
parut dan lesi. Melihat bentuk, pola nafas dalam
(kecepatan dan kedalaman pernapasan), gerakan
dinding dada sewaktu bernapas dalam istirahat .Pada
klien dengan abses biasanya akan mengalami
pernapasan cepat.
2. Palpasi : Untuk menilai posisi mediastinum, pengembangan
dada, dan peraba vomitus vocal.
3. Perkusi : Tujuannya adalah mengetuk dada dengan metode aku
serta mendengarkan dan merasakan bunyi yang
dihasilkan titik paru normal bunyinya Sonor.
4. Auskultasi : Yaitu teknik mendengarkan suara pada dinding
thorax menggunakan stetoscope. Suara napas
normal yang dihasilkan yaitu vesikuler, dan
suara napas tambahan berupa mengi (wheezing),
ronki (rales, krepitasi) dan rub. Cara ini juga
untuk menilai resonasi vocal.
b. Sistem Pencernaan
Pada abses submandibular biasanya didapatkan tanda-tanda infeksi
( rubor, kalor, dolor, tumor, fungtiolaesa) disekitar submandibular,
maksila, bibir, dapat juga menyebar ke pipi, tergantung berat infeksi.
Klien akan mengeluh nyeri rahang bagian belakang, sulit
membuka mulut dan mengunyah.
c. Sistem Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan TTV dapat ditemukan hipertensi maupun
hipotensi, takikardi, keadaan klien lemah karena anemia mungkin
terjadi
1. Inspeksi
Melihat adanya clubbing finger, keadaan kuku (diskolorasi
biru jika aliran darah perifer terganggu), anemis pada
kojungtiva, dan iktus cordis.
2. Palpasi
Menghitung kecepatan nadi dinyatakan dalam “denyut per
menit”, meraba iktus cordis pada ICS 5 di linea media clavicular
kiri.
3. Perkusi
Ditemukan batas jantung
4. Auskultasi
Bunyi jantung ke-1 (S1) penutupan katup mitral adalah
komponen utama S1 dan volumenya bergantung pada kekuatan
katup tersebut menutup. Bunyi antung ke-2 (S2) penutupan
katup aorta.
d. Sistem Endokrin
1. Inspeksi : melihat adanya pembesaran kelenjar tiroid.
2. Palpasi : menilai pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
servikalis
e. Sistem persyarafan
1. Menilai tingkat kesadara
2. Pemeriksaan 12 saraf kranial
f. System musculoskeletal
Pengkajian musculoskeletal terdiri dari inspeksi da pengkajian
terhadap rentang gerak sendi, tonus otot dan kekuatan otot
g. System penglihatan
Dilakukan pengkajian bentuk mata, kenjungtiva, pupil, pergerakan
bola mata, medann penglihatan dan buta warna
h. THT dan wicara
1. Telinga :
inspeksi struktur-struktur eksternal telinga, dan dalam telinga
dengan menggunakan otoscop, palpasi daerah depan tragus,
periksa ada tidaknya cairan yang keluar dari telinga, tes webber
dan rinne.
2. Hidung :
Inspeksi permukaan luar dan penampilan hidung, palassi tulang
hidung untuk mengetahui adanya nyeri
3. Tenggorokan
Pada klien abses submandibular mengalami keterbatasan pada
pemeriksaan tenggorokan disebabkan keterbatasan dalam
membuka mulut
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi
pembedahan.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
4. Ansietas/Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
C. Intervensi Keperawatan

Daftar NOC NIC


Diagnosa
Nyeri akut Kontrol nyeri Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
tindakan keperawatan nyeri komprehensif
selama lebih dari 1x24 yang meliputi lokasi,
jam klien dapat mengatasi karakteristik,
nyerinya ditandai dengan : onset/durasi, frekuensi,
1. Dapat mengenali kapan kualitas, intensitas atau
nyeri terjadi beratnya nyeri dan
2. Klien dapat faktor pencetus
menggunakan tindakan 2. Berikan informasi
pengurangan nyeri mengenai nyeri
tanpa analgesic 3. Ajarkan prinsip-prinsip
3. Klien melaporkan manajemen nyeri
perubahan terhadap 4. Kurangi atau eliminasi
gejala nyeri pada faktor-faktor yang
professional kesehatan dapat mencetuskan
4. Klien mengenali apa nyeri dan
yang terkait dengan meningkatkan nyeri
gejala nyeri 5. Gali bersama pasien
Klien melaporkan nyeri faktor-faktor yang
yang terkontrol dapat menurunkan dan
memperberat nyeri
6. Kolaborasi dengan
pasien, orang terdekat
dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih
dan
mengimplementasikan
tindakan penurun nyeri
non farmakologi,
sesuai kebutuhan
Resiko infeksi - Immune Status Infection Control
- Knowledge : Infection (Kontrol infeksi)
control 1. Bersihkan lingkungan
- Risk control setelah dipakai pasien
lain
Setelah dilakukan 2. Pertahankan teknik
tindakan keperawatan isolasi
dalam 1x24 jam 3. Gunakan sabun
diharapkan klien terhindar antimikrobia untuk
dari resiko infeksi dengan cuci tangan
Kriteria Hasil : 4. Cuci tangan setiap
1. Klien bebas dari sebelum dan sesudah
tanda dan gejala infeksi tindakan kperawtan
2. Jumlah leukosit 5. Gunakan baju, sarung
dalam batas normal tangan sebagai alat
pelindung
6. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
7. Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
8. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
9. Tingktkan intake
nutrisi
10. Berikan terapi
antibiotik bila perlu
Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji pengetahuan klien
pengetahuan tindakan keperawatan dan keluarga tentang
selama …. pasien penyakit
menunjukkan
pengetahuan tentang 2. Jelaskan tentang proses
proses penyakit dengan penyakit ( tanda dan
kriteria hasil: gejala )
 Pasien dan keluarga 3. Diskusikan perubahan
menyatakan gaya hidup yang
pemahaman tentang mungkin digunakan
penyakit, kondisi, untuk mencegah
prognosis dan komplikasi
program pengobatan 4. Diskusikan tentang
 Pasien dan pengobatan/terapi dan
keluarga mampu pilihannya
melaksanakan 5. Tanya kembali
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
 Pasien dan
keluarga mampu
menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan
perawat/tim
kesehatan lainnya
Cemas Anxiety control Anxiety Reduction
berhubungan 1. Gunakan pendekatan
1. Klien mampu
dengan krisis yang menenangkan dan
mengidentifikasi dan
situasi ditandai meyakinkan
mengungkapkan
dengan 2. Jelaskan semua
gejala cemas.
peningkatan prosedur termasuk sensasi
2. Mengidentifikasi,
ketegangan, yang dirasakan yang
mengungkapkan, dan
gemetar dan mungkin akan dialami
menunjukkan teknik
gelisah 3. Berikan informasi
mengontrol cemas.
factual terkait diagnosis,
3. Vital sign dalam
perawatan dan prognosi
batas normal.
4. Berada disisi klien
4. Postur tubuh, ekspresi
untuk meningkatkan rasa
wajah, bahasa tubuh
aman dan mengurangi
dan tingkat aktivitas
ketakutan
menunjukkan
5. Dengarkan klien
berkurangnya
6. Kontrol stimulus untuk
kecemasan
kebutuhan klien yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia (2017). Buku Rencana Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
.Lyndon Saputra (2014). Ilustrasi Berwarna Anatomi dan Fisiologi. Jakarta :
BINARUPA AKSARA
Nanda International, (2018). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi 2018-
2020 (10th ed). Jakarta : ECG
Pricilia Lemone RN, Karen M, Genere Bauldoff, (2016), Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Ed 5. Vol 3. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA,
intervensi NIC,
kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai