Anda di halaman 1dari 24

ABSES RONGGA MULUT

Dina Wulandari, S.Ked


FAB 117 023

Pembimbing :
Drg. Munifah , Sp.BM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF KESEHATAN GIGI DAN MULUT


RSUD dr. DORIS SYLVANUS/PSPD UNPAR
PALANGKA RAYA
OKTOBER
2018
PENDAHULUAN

 Rongga mulut merupakan tempat berkumpulnya bakteri.


 Bakteri yang biasanya terdapat dalam mulut diantaranya adalah Streptococcus
mutans, Streptococcus viridians, Staphylococcus aureus epidermidis,
Staphylococcus pneumonia, dan Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus
sering ditemukan sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir pada
manusia.
 Abses gigi terjadi ketika terinfeksi bakteri dan menyebar ke rongga mulut atau
dalam gigi. Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi
bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot.
 Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara
leluasa ke segala arah
DEFINISI ABSES

Abses merupakan infeksi yang gambaran utamanya


berupa pembentukan pus. Pus merupakan pertahanan efektif
terhadap penjalaran infeksi dan cenderung berpindah akibat
pengaruh tekanan, gravitasi, panas lokal atau lapisan otot dekat
permukaan. Abses pada rongga mulut dapat terjadi akibat infeksi
dentoalveolar.Infeksi dentoalveolar dapat didefinisikan sebagai
infeksi pada gigi dan jaringan sekitarnya (seperti periodontium dan
tulang alveolar) yang menghasilkan pus.
Etiologi Dan Patofisiologi Abses

Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang


disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan
dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses ini
memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk
mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3
enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu
streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase
adalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel, yang pada
fase aktifnya nanti, enzim ini berperan layaknya parang yang
digunakan petani untuk merambah hutan.
Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab
adalah enzim dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan
menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum
akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam,
yaitu jaringan periapikal.
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal,
tentunya mengundang respon inflamasi untuk datang ke jaringan
yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisi host tidak terlalu baik,
dan virulensi bakteri cukup tinggi akan menciptakan kondisi abses.
Pola Penyebaran Abses

Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3


kondisi, yaitu :
 virulensi bakteri
 ketahanan jaringan
 perlekatan otot
Abses periapikal

Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di


daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan
eksaserbasi akut. terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah
periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi,
pembengkakan dan demam
Abses subperiosteal

Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan


lunak mulut dan daerah maksilofasial.
Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit sedikit
merah pada daerah gigi yang terkena . Penderita merasakan sakit yang
hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah
bila berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas
dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba.
Abses submukosa

Abses ini disebut juga abses spasium vestibular,


merupaan kelanjutan abses subperiosteal yang kemudian pus
berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah periosteum
tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan
pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu masih
terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai
demam
Abses fosa kanina

Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal


dari gigi rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan
lemak, serta memudahkan terjadinya akumulasi cairan jaringan.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka,
kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah
sehingga tampak tertutup, bibir atas bengkak, seluruh muka
terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah
Abses spasium bukal

Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga


rahang atas masuk ke dalam spasium bukal. Abses ini berisi
jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot
pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium
infratemporal.
Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa
bukaldan menonjol ke arah rongga mulut.
Abses spasium infratemporal

Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat


berbahaya dan sering menimbulkan komplikasi yang fatal.
Spasium infratemporal terletak di bawah dataran horisontal
arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus
mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna.
Abses spasium submasseter

Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang
bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium
ini.
Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus
mansibula bagian dalam, pembengkakan jaringan lunak muka
disertai trismus yang berjalan cepat, toksik dan delirium. Bagian
posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan sakit pada
penekanan.
Abses spasium submandibula

Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses


dentoalveolar, abses periodontal dan perikoronitis yang berasal
dari gigi premolar atau molar mandibula. Abses berisi kelenjar
ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual.
Abses sublingual

Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal.


Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan
lidah terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual
aan tampak menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di
bawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan menelen dan
terasa sakit.
Abses spasium submental

Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau premolar. Gejala


klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Pada
npemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan.
Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari
jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar
juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.
Ludwig’s Angina (Phlegmon)

Merupakan infeksi cellular akut yang secara bilateral


melibatkan ruang submandibular, sublingual, dan submental serta
dapat berakibat fatal. Pasien mengalami demam disertai kesulitan
menelan, berbicara dan bernafas. Secara klinis terlihat bebesaran
yang keras seperti papan dikarenakan pus terletak pada jaringan
yang dalam. Secara intra oral, terdapat edema dasar mulut yang
keras sehingga lidah terangkat dan menyebabkan tersumbatnya
saluran udara.
PENATALAKSANAAN
Tahap Pemeriksaan Secara Umum adalah:
 Tanda – tanda vital : Tekanan darah , pernapasan , nadi dan
suhu
 Darah Lengkap
 Pemeriksaan Radiologi
 Tes Serologi

 Jika merupakan abses periapikal dan infeksi berulang, maka harus


membuang jaringan yang rusak
 Jika abses periodontal dan infeksi berulang, maka perawatannya
dengan membuang poket periodontal dan membentuk kembali
jaringan gingiva.
 Dalam stadium periostal meningkat tinggi dan sub periostal
dilakukan trepanasi untuk mengeluarkan abses dan gas gangren
yang terbentuk, kemudian diberikan obat-obatan antibiotik,
antiinflamasi, antipiretik, analgesik. Dengan cara ini diharapkan
abses tidak meluas dan dapat sembuh.
 Dalam stadium serosa dianjurkan untuk kumur-kumur air garam
hangat dan kompres hangat, supaya abses masuk ke arah
rongga mulut.
 Dalam stadium submukosa dan subkutan dimana sudah terjadi
fluktuasi maka dilakukan insisi dan dimasukkan kain gaas steril
atau rubber-dam sebagai drainase, kemudian diberikan obat-
obatan antibiotika, antiinflamasi, antipiretika, analgesik. .
Pencabutan gigi yang terlibat (menjadi penyebab abses)
biasanya dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan
keadaan umum penderita membaik. Dalam keadaan abses yang
akut tidak boleh dilakukan pencabutan gigi karena manipulasi
ekstraksi yang dilakukan dapat menyebarkan radang sehingga
mungkin terjadi osteomyelitis.
Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
 Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.
 Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan
dengan anestesi infiltrasi.
 Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka
direncanakan insisi :
1. Menghindari duktus dan pembuluh darah besar.
2. Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial pada
titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan pengeluaran pus
sesuai gravitasi.
3. Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara estetik,
jika memungkinkan dilakukan secara intraoral.
4. Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat
fluktuasi positif.
 Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga
abses dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan
dengan unjung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan pijatan
lunak untuk mempermudah pengeluaran pus.
 Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan
jahitan pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan
drainase.
 Pencabutan gigi penyebab secepatnya.
KESIMPULAN

Abses merupakan suatu bentuk infeksi akut atau


kronis dan proses supuratif yang dapat terjadi diseluruh
tubuh. Abses rongga mulut yang sering dijumpai adalah
abses dentoalveolar yang dapat terjadi sebagai akibat
masuknya bakteri ke daerah periapikal baik melalui saturan
pulpa, jaringan periodontal maupun jaringan perikoronal.
Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang
disebabkan oleh infeksi bakteri campuran yaitu
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.
Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial
space yang paling sering oleh karena penyebaran kuman dari
penyakit odontogenik terutama komplikasi dari periapikal
abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal abses
akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan
akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial
spaces. Gigi mana yang terkena periapikal abses ini kemudian
yang akan menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena
infeksi.
Adapun tahap penatalaksanaa abses odontogenik
secara umum adalah Pemeriksaan Radiologi periapikal dan
panoramik sebagai skrining awal untuk menentukan
etiologi dan letak fokal infeksi, tes Serologi untuk
mengetahui faktor penyebab mikroorganisme,bisa
dilakukan incisi dan drainase pus yang berisi bakteri.
Selanjutnya didukung dengan pemberian antibiotik,
analgesik.
DAFTAR PUSTAKA

Morgan, M., 2008, Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus and Animals: Zoonosis or Humanosis?,
Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 62: 1181-1187

Robertson, D., dan Smith, J., 2009, The Microbiologgy of The Acute Dental Abscess, Journal of Medical
Microbiology, 58: 155-162.

Sabiston, D.C., Jr, M.D. 2004. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC. p. 364-384.

Pedlar J, John W.Frame. Oral and Maxillofacial Surgery. 2ed Philadelphia: Churchill Living Stone Elsevier;
2007.

Mahmood, MHS. & Mahmood, SSA. Odontogenic Neck Infections. The Journalof Teachers Association.
18(1): 55-59.

Kapner, Michael. MedlinePlus Medical Encyclopedia: Tooth Abscess, 2004.

Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis

Peterson, LJ. 2003. Contemporaray Oral and Maxillofacial Surgery. FouthEdition. St. Louise: Mosby Ltd.

Topazian RG, Goldberg MH. Oral and Maxillofacial infection. 2nd ed. London: WB Saunders Co, Philadelphia,
1981:413 –5.

Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB Saunders, Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai