PENDAHULUAN
0
Gigi mana yang terkena periapikal abses ini kemudian yang akan
menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
penyebab terjadinya abses di rongga mulut, macam-macam abses di rongga
mulut serta penanganan abses di rongga mulut.
1
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Abses merupakan suatu bentuk infeksi akut atau kronis dan proses
supuratif yang dapat terjadi diseluruh tubuh. Abses rongga mulut yang
sering dijumpai adalah abses dentoalveolar yang dapat terjadi sebagai
akibat masuknya bakteri ke daerah periapikal baik melalui saturan pulpa,
jaringan periodontal maupun jaringan perikoronal. Mukosa pipi dan
palatum merupakan daerah yang senng ditempatinya. Abses dapat juga
didefinisilcan sebagai sebuah penumpukan pus dalam tubuh, dimana ini
dapat terjadi secara akut ataupun kronis. Dinding abses terdiri dan jaringan
granulasi yang sebagian besar ditempati oleb mikroorganisme untuk
penyebaran yang lebih lanjut. Kadar purulen dari suatu abses mernpunyai
sifat menekan dan dapat muncul kepermukaan.
Abses rongga mulut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor organisme
2
3. Faktor penderita
3
perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu
merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya
mengundang respon inflamasi untuk datang ke jaringan yang terinfeksi
tersebut, namun karena kondisi host tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri
cukup tinggi akan menciptakan kondisi abses.
Selain S.mutans yang merusak jaringan yang ada di daerah
periapikal, S.aureus dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi
fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah
pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang dikenal sebagai
membran abses. Membran ini melindungi dari reaksi inflamasi dan terapi
antibiotika.
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran
abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tetapi ada
pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya
adalah S.aureus. pus terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus
terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah
besar.
Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga
tersebut akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada
perjalanannya seringkali menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang cukup
mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise.
4
POLA PENYEBARAN ABSES
5
kondisi yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di
rongga yang sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan
periosteum. Pada kondisi ini, pus sudah berhasil “menembus” korteks dan
memasuki rongga subperiosteal. Karena lapisan periosteum adalah lapisan
yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh
cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan
peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous.
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam
tulang tadi, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat,
karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas
mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess. Fascial spaces
adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan
jaringan ikat.
MACAM-MACAM ABSES
1. Periodontal Absess
Merupakan inflamasi purulen akut maupun kronis yang berkembang
dari poket periodontal. Secara klinis terlihat edema di tengah gigi
disertai rasa nyeri dan kemerahan pada gusi. Gejala yang timbul tidak
separah dentoalveolar abses. Perawatan yang diberikan biasanya insisi
sederhana pada sulkus gingiva dengan probe atau scalpel. Insisi dapat
pula dilakukan pada gingiva pada titik paling tumpul dari edema.
6
2. Acute Dentoalveolar Abscess
7
3. Subperiosteal Abscess
4. Submucosal Abscess
8
palpasi, serta hilangnya lipatan mucobukal pada area infeksi. Perawatan
dilakukan dengan insisi superfisial dengan pisau bedah. Hemostat kecil
lalu dimasukkan untuk memperbesar drainase dan rubber drain
dimasukkan untuk menjaga drainase tetap terbuka minimal 48 jam.
Insisi pada palatal dilakukan dengan menghindari arteri, vena, dan
nervus palatinus mayor.
Abses ini biasanya berasal dari gigi anterior, dan jarang dari gigi
premolar. Terjadinya tanda klinis yang paling dramatis termasuk
pembengkakan substansial pada daerah atas pipi, dengan rasa sakit
yang terletak di wilayah fossa kaninus. Kulit di atasnya tampak
streched (tertarik), eritem, dan pada umumnya mengkilap. Edema
sering terjadi pada bibir atas dan kelopak mata. Jaringan lunak hidung
juga mungkin akan terkena dampaknya. Rasa sakit yang parah dan
menjalar menuju sudut orbital median merupakan indikasi
kemungkinan infeksi melalui vena. Infeksi dapat menyebar melalui
vena ini ke dalam sinus cavernous. Perawatan terdiri dari insisi
intraoral dan drainase abses, dan menghilangkan agen penyebab. Ketika
9
pembukaan abses harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari
cedera saraf infraorbital yang berasal dari tengkorak.
Anestesi diadministrasikan ekstraoral dekat foramen infraorbital.
6. Abses vestibular
10
7. Abses pada pipi
8. Mental Abscess
11
menyebar secara ekstraoral, insisi dilakukan pada kulit secara pararel di
batas bawah lidah ke arah posterior.
9. Sublingual Abscess
12
10. Submandibular Abscess
13
11. Cellulitis
14
dapat pada satu atau beberapa tempat untuk mengeluarkan eksudat.
Pada kasus yang parah sebaiknya dirujuk ke rumah sakit.
15
reda. Pada kasus dengan obstruksi nafas yang parah, pembedahan
saluran nafas harus dilakukan.
1. Pemeriksaan Radiologi
16
jaringan (karena pada daerah abses vakularisasi jaringan biasanya jelek)
sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada dan
pemberian antibiotik lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan
parut akibat drainase spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat juga
dilakukan dengan melakukan open bur dan ekstirpasi jarngan pulpa
nekrotik, atau dengan pencabutan gigi penyebab (Topazian et al, 1994).
Prosedur ini pada umumnya dilakukan apabila sudah di anaestesi lokal
terlebih dahulu, sehingga area yang sakit akan mati rasa. Jika abses
periapikal, abses akan dipindahkan melalui perawatan saluran akar
untuk mengeluarkan abses dan membuang jaringan yang rusak dari
pulpa. Kemudian ditumpat untuk mencegah infeksi peradangan lebih
lanjut. Jika abses periodontal, maka abses akan dikeluarkan, dan secara
menyeluruh membersihkan periodontal pocket. Kemudian melicinkan
permukaan akar gigi dengan scaling dan marginal gingiva untuk
membantu penyembuhan dan mencegah infeksi/peradangan lebih lanjut
a. Jika merupakan abses periapikal dan infeksi berulang, maka harus
17
d. Dalam stadium serosa dianjurkan untuk kumur-kumur air garam
fluktuasi maka dilakukan insisi dan dimasukkan kain gaas steril atau
rubber-dam sebagai drainase, kemudian diberikan obat-obatan
antibiotika, antiinflamasi, antipiretika, analgesika dan roboransia.
Pencabutan gigi yang terlibat (menjadi penyebab abses) biasanya
dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan keadaan umum
penderita membaik. Dalam keadaan abses yang akut tidak boleh
dilakukan pencabutan gigi karena manipulasi ekstraksi yang
dilakukan dapat menyebarkan radang sehingga mungkin terjadi
osteomyelitis.
Prinsip berikut ini harus digunakan bila memungkinkan pada saat
melakukan insisi dan drainase adalah sebagai berikut (Topazian et al.,
1994; Peterson, 2003; Odell, 2004).
a. Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat. Insisi yang
18
Penempatan insisi untuk drainase ekstraoral infeksi kepala leher. Insisi
pada titik-titik berikut ini digunakan untuk drainase infeksi pada spasium
yang terindikasi: superficial dan deep temporal, submasseteric,
submandibular, submental, sublingual, pterygomandibular,
retropharyngeal, lateral pharyngeal, retropharyngeal (Peterson, 2003)
Garis Langer wajah. Laserasi yang menyilang garis Langer dari kulit
bersifat tidak menguntungkan dan mengakibatkan penyembuhan yang
secara kosmetik jelek. Insisi bagian fasia ditempatkan sejajar dengan
ketegangan kulit. (Pedersen, 1996).
19
abses dengan perlahan-lahan sehingga daerah kompartemen pus
terganggu dan dapat diekskavasi. Perluas pemotongan ke akar gigi
yang bertanggung jawab terhadap infeksi
e. Tempatkan drain (lateks steril atau catheter) dan stabilkan dengan
jahitan.
f. Pertimbangkan penggunaan drain tembus bilateral, infeksi ruang
submandibula.
g. Jangan tinggalkan drain pada tempatnya lebih dari waktu yang
20
b. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan
direncanakan insisi :
1) Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah
besar.
2) Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian
jahitan pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan
drainase.
f. Pencabutan gigi penyebab secepatnya.
21
BAB III
LAPORAN KASUS
Abses yang Ditimbulkan dari Gigi impaksi Pada Usia tua dengan
Kekurangan Gizi
22
Pada kunjungan awal, pipi kanan daerah submandibular bengkak dan
kemerahan. Ia merasakan nyeri tekan pada kelenjar getah bening
submandibular kanan. Jarak pembukaan mulutnya adalah 23 mm. Dia tidak
demam (36,4∘ C) dan tidak ada nyeri telan tetapi ditemukan bengkak dan
kemerahan di daerah mukosa bukal dan alveolar Kami melihat fistula di
dalam mulut di daerah geraham kanan Fistula ini mengeluarkan nanah
berbau busuk berwarna putih kekuningan. Dia mengatakan bahwa semua
giginya telah diekstraksi Kami kemudian memeriksa dan didapatkan
Peradangan di sekitar gigi yang diduga impaksi gigi. Oleh karena itu kami
menganggap bahwa sumber Infeksi melalui luka yang disebabkan oleh gigi
yang tidak dapat impaksi sempurna.
Kami mendiagnosis abses bukal ringan Kemudian kami melakukan
tindakan drainase insisional dengan anestesi lokal.dengan membedah
sekitar 1 cm mukosa di atas gigi disertai keluarnya nanah. Kami
meresepkan antibiotik cephem100mg (3x1) selama 3 hari Pada post operasi
hari pertama. pembengkakannya telah hilang dan mulutnya sudah bisa
membuka dengan jarak mencapai 55 mm. Kami menganggap gigi yg
diekstraksi yaitu gigi geraham sebagai sumber infeksi.setelah pencabutan
gigi 20 tahun sebelumnya kemudian pasien tidak mau untuk menjalani
prosedur operasi apapun,dikarenakan faktor usia. Dia kemudian memilih
untuk menghindari prosedur bedah lebih lanjut. Karena itu kami
mengamati dia dengan saksama dan melakukan edukasi kepada pasien
tentang perawatan secara teratur, dan peradangannya tidak kambuh
lagi. Meskipun fistula tidak hilang, dan sudah merasa lebih baik dari
sebelumnya . Kami mengantisipasi pasien ini, dan mencegah risiko infeksi
di masa yang akan datang.
23
Diskusi
Cedera pada usia tua memiliki risiko kegagalan penyembuhan yang tinggi.
Selain itu, pasien yang digambarkan disini mengalami kekurangan
gizi. Nafsu makan menurun, hal ini bisa berdampak pada perawatan yang
akan dijalaninya saat ini Luka yang disebabkan oleh gigi yang tidak dapat
impaksi tersebut menimbulkan keluhan pada pasien untuk beberapa saat
,kadang kadang terasa nyeri walaupun sedikit Namun,Dalam kasus ini, kita
24
tidak hanya memberikan terapi obat, tapi juga dilakukan pembedahan
untuk pengendalian infeksi secara cepat.Kasus seperti ini akan meningkat
seiring dengan bertambahnya penduduk dengan usia tua. Pasien pertama
kali mencabut giginya kurang lebih 20 tahun yang lalu dan tidak control
sudah 10 tahun. Selanjutnya, kami mengusulkan agar dokter gigi
mempertimbangkan kualitas hidup pasien sebelum kondisi umumnya
memburuk.
25
Abses Periodontal Akut Pada Pasien Remaja
DDS, PhD. Professor, Department of Periodontology, Faculty of Dentistry,
Atatürk University, Erzurum/ Turkey
26
Tujuh hari kemudian, rasa sakit sudah mulai mereda. Setelah
itu,dilakukan scalling pada daerah supragingiva dan subgingiva, dan
perawatan saluran akar setelah itu dilakukan probing dengan hati-hati
sampai nanah berhasil dikeluarkan . Sepuluh hari kemudian setelah
kuretase subgingival dilakukan. Tiga minggu berikutnya diobservasi , dan
hasilnya dimana daerah yang terkena abses benar-benar sembuh, tidak ada
kemerahan gingiva, perdarahan, pembengkakan, dan tidak ada pembesaran
kelenjar limfe Dia diajarkan untuk menjaga kebersihan mulut yang baik
dengan sikat gigi bulu yang lembut. Dan rutin kontrol ke seorang
periodontics secara teratur selama tiga tahun sejak saat itu.
27
Diskusi
Abses periodontal adalah tipe yang paling umum Yang terjadi pada
jaringan periodontial. Dalam Kasus ini, abses periodontal berkaitan
dengan kalkulus subgingival dan adanya pocket periodontal. Diagnosis
abses periodontal harus dilakukan setela keseluruhan evaluasi dan
interpretasi dari keluhan pasien, riwayat kesehatan gigi, dan klinis dan
pemeriksaan radiografi, Abses periodontal dapat ditangani dengan
drainase, perawatan saluran akar, kuretase dan pemberian antibiotik, dan
teknik bedah Kesimpulannya, diagnosis dan pengobatan periodontal Abses
terutama berbasis empiris, karena berbasis bukti data tidak
tersedia Merawat kesehatan periodontal dan perbaiki estetika, patologi
mereka harus diobati.
28
Abses Periapikal Gigi Insisivus Bawah yang Berhubungan dengan
Tindik Lidah
Mehmet Oztel* and Paul G. Birch
Mehmet Oztel* and Paul G. Birch
29
dilakukan perawatan saluran akar pada gigi 41 dan pasien diminta untuk
kontrol kembali dalam 3 bulan.
Diskusi
Resesi gingiva atau fraktur gigi berhubungan erat dengan Cedera
traumatis dari tindik oral. Sepengetahuan kami terbentuknya lesi periapikal
timbul dari trauma mekanik dari Literatur menunjukkan bahwa ukuran
tindik, lamanya pemakaian tindik dan kebiasaan pasien memiliki pengaruh
terbesar terjadinya komplikasi , Meski pasien tidak menggambarkan
keluhan yang spesifik, dia memakai tindik lidah logam yang cukup besar
selama 11 tahun.
Temuan radiografi radiolusen gigi yang ditemukan pada gigi 41
adalah dari lesi periapikal. Meskipun Gigi tidak ada karies, restorasi,
retakan atau patah tulang, ada bukti adanya bekas pada permukaan lingual
yang kemungkinan disebabkan oleh tindik mulut. Pengujian dingin dengan
Endofrost dirasakan lambat namun ada respon positif pada gigi 41.
Pengujian vitalitas dengan uji dingin memiliki nilai prediksi negatif 0,82
menghasilkan tingkat positif palsu 18%. Pemeriksaan pasien tersebut harus
dievaluasi untuk tanda-tanda trauma yang jelas dan juga untuk tanda klinis
seperti keausan pada gigi .
30
Abses Submandibular dengan insufisiensi velofaringeal: presentasi
klinis tuberculosis yang tidak biasa
Swati Tandon*, Purodha Prasad, Vikram Wadhwa and Ishwar Singh
31
Pasien diberikan antibiotik intravena. Pada hari ketiga, pasien mulai
mengeluhkan batuk berdahak dengan kesulitan bernapas ringan. Pendapat
dokter gigi disarankan foto rontgen dada, montoux test, dahak untuk
pemeriksaanl AFB dan diberikan terapai levofloksasin selama 7 hari. Pada
sinar X dada, parenkim paru normal dengan penonjolan sudut costofrenicus
terlihat menunjukkan efusi pleura dimana pleura ultrasound didapatkan
ketebalan pleura 4 cm di sisi kanan dan 5 cm di sisi kiri. Montoux adalah
10 mm, dahak untuk AFB negatif ESR yang meningkat (72 mm / jam).
Analisis cairan pleura menunjukkan warna kuning keruh, jumlah
lymphocytic yang meningkat, peningkatan LDH (550I U / L) dan ADA
(130 U / L) s / o tuberculosis. Diagnosis tuberkulosis ekstrapulmoner,
Awalnya, pasien tidak merespon dan gangguan pernafasan memburuk.
Ulangi rontgen dada menunjukkan efusi pleura besar dimana saluran
pembuangan dada dimasukkan secara bilateral. Nanota 1000 mL
dikeringkan dari sisi kanan dan 450 mL dari sisi kiri.
Figure 1:
Pre and Post Treatment Photograph of Submandibular
Abscess.
32
DISKUSI
Dengan munculnya infeksi HIV, tuberkulosis ekstrapulmoner
(EPTB) Faktor risiko lain yang menjadi predisposisi EPTB adalah gagal
ginjal kronis, diabetes, pengobatan imunosupresif, penyalahgunaan obat
intravena, transplantasi organt dan malnutrisi berat.Dalam praktik klinis,
reaksi kutaneous terhadap PPD yang biasa dikenal dengan uji montoux
digunakan sebagai alat bantu untuk mendiagnosis TB namun nilainya
sebagai alat diagnostik terbatas pada orang dewasa di India, karena sekitar
40% populasi orang dewasa terinfeksi TB. Dalam kasus kami, montoux
adalah 10 mm sugestif TB Pemeriksaan smear untuk AFB, kultur dan
pemeriksaan histopatologis tetap sebagai tes diagnostik klasik untuk TB.
Diagnosis laboratorium TB adalah proses yang lama karena
tergantung pada pertumbuhan organisme. Pewarnaan ZN untuk
demonstrasi bacilli asam cepat pada smear adalah metode yang cepat tapi
kurang sensitif. Dalam sebuah penelitian, pewarnaan ZN dibandingkan
dengan pewarnaan neon (Auramine Rhodamine (AR)) untuk demonstrasi
AFB dan diamati bahwa pewarnaan ZN menunjukkan 23,4% AFB BTA
positif; 32,7% pada sputum dan 1,4% pada spesimen ekstra paru,
sedangkan pewarnaan AR menunjukkan 31,87% BTA positif, 41,6% pada
dahak dan 9,9% pada kasus ekstrapulmoner.
33
ABSES LIDAH
Thiago Bittencourt Ottoni de Carvalho1, Atílio Maximino Fernandes2,
Raphael Angelo Sanches3.
Pasien EF berusia 76 tahun itu datang dengan keluhan rasa sakit saat
menelan sekitar satu minggu. Pasien mengeluh nafsu makan menurun
karena rasa sakit. Ada riwayat penyakit miokard 19 tahun yang lalu,
riwayat hipertensi dan gagal ginjal kronik yang terkontrol. merokok dan
minum disangkal. Tampak dehidrasi ++ / 4+, eupneic dan tidak demam.
Pemeriksaan di rongga mulut ditemukan bulatan kasar sekitar 2x2 cm di
sisi kanan, terasa nyeri saat disentuh, tidak terasa ngganjal saat membuka
mulut. Tidak ada lesi vegetasi yang jelas atau ulserasi. Nasofibroscopy
menunjukkan penonjolan di dasar lidah sisi kanan, hiperemi epiglotis, tidak
adanya lesi pada laring. MRI menunjukkan lesi yang tidak beraturan,
multilokulasi, dengan diameter 4x3 cm pada sebagian besar pangkal lidah
di sisi kanan, ditandai dengan meningkatnya intensitas T2 dan menurunnya
intensitas T1.
Lesi menunjukkan peningkatan perifer setelah diinjeksi kontras
paramagnetik dan tampak deviasi di sebelah kiri septum interlingual. Dari
riwayat klinis, gambaran klinis dan MRI, maka pasien diberikan terapi
antibiotic intravena clindamicin dan ceftriaxone. Eksplorasi lesi dilakukan
pada hari kelima rawat inap karena pasien menggunakan AAS. Tampak
penebalan sekresi dalam tindakan bedah, didapatkan sampel untuk
anatomiopatologis dan kultur. Pada hari ke tujuh rawat inap, pasien
dipulangkan karena rasa nyeri sudah berkurang . Pemeriksaan PA dari
sampel yang diambil menunjukkan proses inflamasi kronis nonspesifik di
antara fibrosis ringan dan jaringan otot rangka, tidak ada tanda-tanda
keganasan. Hasil kultur negative
34
Figure 1. Axial contrast-enhanced T1 SPIR. Figure 2. Axial
T2 Court.
DISKUSI
Manifestasi klinis dari abses lidah bisa bervariasi. Nyeri, demam,
penonjolan, odynophagia, disfagia dan otalgia. Diagnosis harus
berdasarkan dengan riwayat klinis, yang berhubungan dengan faktor risiko
yang berkaitan dengan merokok, kebersihan mulut yang buruk,
penggunaan prostesis gigi dan seks, pemeriksaan fisik rongga mulut dan
memastikan dengan pemeriksaan foto. Ultrasonografi dapat menjelaskan
35
dan membedakan struktur kista, vaskularisasi dan abses tetapi sulit pada
lidah untuk penggunaan transduser. computed tomography menunjukkan
adanya hubungan lesi di sepertiga posterior lidah.
MRI menunjukkan penampakan yang lebih baik pada jaringan lunak
dan terhindar dari artefak rahang dan amalgam gigi, karena itu pemeriksaan
MRI dipilih dalam kasus ini. Di lihat dari perjalanan penyakit pada kasus
ini , riwayat implan gigi sebelumnya, manifestasi klinis pasien dan temuan
pada MRI, mengarahkan kita pada abses lidah, namun sangat penting kita
mempertimbangkan diagnosis banding yang tergantung pada lokasi lesi.
Diagnosis banding dari lesi anterior lidah meliputi lingual artery false
aneurysm, tuberkulosis, sifilis, neoplasma dan aktinomikosis. Lesi dari
sepertiga posterior mencakup thyroglossal cyst dan lingual tonsil abscess.
Infark, edema, macroglossia akibat hipopituitarisme, perubahan
metabolisme akibat defisiensi vitamin B12, hipotiroidisme, amyloidosis,
akromegali, defisiensi besi, juga harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding. Penatalaksanaan mencakup permeabilitas saluran napas, clinical
support, terapi antibiotik sistemik dan drainase abses. Terapi antibiotik
yang digunakan yaitu, klindamisin dan ceftriakson yang mampu melawan
mikroorganisme yang menyebabkan abses lidah. Dapat juga untuk flora
campuran yang sering ada di jalan napas superior dan flora pada rongga
mulut. Yang paling umum adalah Streptococus Viridans, Haemophilus
influenzae, Staphylococus aureus, Bacterioides e Neisseria, dan lain-lain.
Pilihan untuk surgical drainage, segera dilakukan, dilakukan setelah hari
kelima rawat inap karena pasien menggunakan agen antiplatelet dan
kondisi klinis pasien telah membaik saat awal perawatan, yang
memungkinkan untuk terhindar dari risiko perdarahan.
Dapat juga memilih untuk drainase yang dipandu oleh
ultrasonografi, ini merupakan prosedur invasif, dengan risiko perdarahan
yang lebih rendah juga efektif dalam drainase abses. Saat abses ditemukan
pada sepertiga posterior lidah, diperlukan drainase bedah dengan anestesi
umum, karena dengan edema lokal dan penyumbatan jalan nafas, dapat
meningkatkan risiko dari prosedur. Prognosis yang baik dan tidak ada
kekambuhan abses pada kasus di mana dilakukan abses drainase (bedah
atau tusukan) adalah karena faktor perlindungan yang ada pada lidah
seperti bakterisida air liur, banyaknya vaskularisasi dan otot-ototnya yang
berkontraksi membatasi radang dan rongga yang terbentuk oleh abses (1).
36
Namun gravitasi abses, tidak ada laporan dalam literatur tentang kejadian
fatal setelah penggunaan antibiotik secara ekstensif (4).
KESIMPULAN
Abses lidah adalah penyakit yang langka, tetapi harus
dipertimbangkan sebagai diagnosis banding dari tonjolan lidah. Foto
membantu dalam diagnosis. Terapi antibiotik sistemik yang terkait dengan
drainase merupakan pengobatan pilihan untuk abses lidah dan harus
dilakukan secara rutin
37
A.Pinar Sumera
Peruze Celenkb
Laporan kasus
38
Figure 1. Clinical view of the palatal abscess adjacent to the midline.
Figure 2. Panoramic radiography shows caries in the upper left
Pembahasan
39
periodontal. Sumber yang paling umum adalah dari bagian palatal dari akar
gigi molar rahang atas.
Abses palatal umumnya tampak pada bagian lateral garis tengah dan
mudah untuk mendiagnosisnya. Namun, pada kasus yang jarang
ditemukan, abses palatal dapat ditemukan berdekatan dengan garis tengah
dan dapat menimbulkan dilema diagnostik yang sulit bagi klinisi.
Pengambilan dari riwayat medis dan pemeriksaan intraoral sangat berguna
sebagai alat diagnostic jika disertai dengan pemeriksaan radiografi untuk
evaluasi abses palatal.
40
KESIMPULAN
Abses merupakan suatu bentuk infeksi akut atau kronis dan proses
supuratif yang dapat terjadi diseluruh tubuh. Abses rongga mulut yang
sering dijumpai adalah abses dentoalveolar yang dapat terjadi sebagai
akibat masuknya bakteri ke daerah periapikal baik melalui saturan pulpa,
jaringan periodontal maupun jaringan perikoronal. Abses merupakan
rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri
campuran yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.
Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang
paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik
terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri
pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus
tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial
spaces. Gigi mana yang terkena periapikal abses ini kemudian yang akan
menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi.
Adapun tahap penatalaksanaa abses odontogenik secara umum
adalah Pemeriksaan Radiologi periapikal dan panoramik sebagai skrining
awal untuk menentukan etiologi dan letak fokal infeksi, tes Serologi untuk
mengetahui etiologi dan incisi abses, dan drainase pus yang berisi bakteri.
Selanjutnya didukung dengan pemberian antibiotik, analgesik dan
roburantia.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
rats that had been subjected to neonatal malnutrition,” The British
Journal of Nutrition, vol. 107, no. 7, pp. 996–1005, 2012.
A. L. Pilgrim, D. Baylis, K. A. Jameson et al., “Measuring appetite with the
simplified nutritional appetite questionnaire identifies hospitalised
older people at risk of worse health outcomes,” Journal of Nutrition,
Health & Aging, vol. 20, no. 1, pp. 3–7, 2016.
P. W. Flint, B. H. Haughey, V. J. Lund et al., Eds., Cummings
Otolaryngology—Head & Neck Surgery, Mosby/Elsevier,
Philadelphia, Pa, USA, 5th edition, 2013.
J. M. McCoy, “Complications of retention: pathology associated with
retained third molars,” Atlasof the Oral and Maxillofacial
SurgeryClinicsofNorthAmerica,vol.20,no.2,pp.177–195,2012.
Korownyk and G. M. Allan, “Evidence-based approach to abscess
management,” Canadian Family Physician, vol. 53, no. 10, pp.
1680–1684, 2007.
DeWitt GV, Cobb CM, Killoy WJ. The acute periodontal abscess: microbial
penetration of the soft tissue wall. Int J Periodontics Restorative
Dent. 1985; 5: 38-51.
Herrare D, Rolden S, Sonz M. The periodontal Abscess: A review. J Clin
Meng HX. Periodontal Abscess. Ann Periodontol. 1999; 4: 79-82. doi:
10.1902/annals.1999.4.1.79
Mc Leod DE, Lainson PA, Spivey JD. Tooth Loss due to Periodontal
Abscess: A retrospective study. J Periodontol. 1997; 68: 963-966.
doi: 10.1902/ jop.1997.68.10.963
Vence MG, Benfenati SP. Treatment of periodontal abscess: A rationolized
approach. Quintessence Int. 1984; 15: 219-227.
43
Palmer RM. Acute lateral periodontal abscess. Br Dent J. 1984; 15: 311-
312.
44
Eviatar E, Pitaro K, Segal S, Kessler A. Lingual abscess: Secondary to
follicular tonsillitis. Otolaryngology - Head and Neck Surgery. 2004,
131(4) 558-559.
Boon M, Pribitkin E, Spiegel J, Nazarian L, Herbison GJ.Lingual abscess
from a grill cleaning brush bristle. Laryngoscope. 2009, 119(1):79-8.
Vellin JF, Crestani S, Saroul N, Bivahagumye L,Gabrillargues J, Gilain L.
Acute Abscess of the Base of the Tongue: A Rare but Important
Emergency. J Emerg Med. 2008 Nov 18.
Moya Albiol S, Estors JL, De la Fuente Arjona, UrchueguíaNavarro MT.
Tongue abscess. Report of a case and bibliographic review. Acta
Otorrinolaringol Esp. 2000, 51(6):535-8.
Ozturk M, Yorulmaz I, Guney E, Ozcan N. Masses of thetongue on mouth
floor: findings on magnatic resonance imaging. Eur Radiol. 2000,
10:1669-1674.
Zamarro MTL, Pérez ML, Soriano JAM, Sanz GM.Actinomicosis de base
de lengua. Acta Otorrinolaringol Esp. 2005, 56:222-225.
Houston GD, Brown FH. Differential diagnosis of the palatal mass.
Compendium 1993;14:1222-1224.
Odell EW. Clinical Problem solving in dentistry. 2nd ed. Elsevier Science,
2004:223-226.
Hargreaves KM, Goodis HE. Seltzer and Bender’s dental pulp. 3rd ed.
Quintessence Publishing, 1984.
Maestre Vera JR. Treatment options in odontogenic infection. Med Oral
Patol Oral Cır Bucal 2004;9:19-31.
45
Mitchell CS, Nelson Jr MD. Orofacial abscess of odontogenic origin in the
pediatric patient: Report of two cases. Pediatr Radiol 1993;23:432-
434.
Jimenez Y, Bagan JV, Murillo J, Poveda R. Odontogenic infections.
Complications. Systemic manifestations. Med Oral Patol Oral Cır
Bucal 2004;9:139-147
46