Anda di halaman 1dari 9

1

PRINSIP INSISI DRAINASE ABSES DENTOALVEOLAR

PENDAHULUAN
Infeksi di daerah kepala dan leher dapat berasal odontogen dan non
odontogen. Infeksi odontogen adalah salah satu masalah paling sulit ditangani
dalam kedokteran gigi. Infeksi tersebut dapat bervariasi mulai berderajat rendah,
infeksi yang terlokalisir dengan baik, sampai tingkat parah yang mengancam
nyawa. Walaupun sebagian besar infeksi odontogen dapat ditangani dengan
prosedur bedah minor dan terapi pengobatan suportif, operator harus waspada
bahwa infeksi sering menjadi parah dalam waktu singkat. Infeksi odontogen
penyebab abses dentoalveolar dapat berasal dari daerah pulpa, periapikal,
periodontal dan perikoronal (Trumell dan Behnia., 2002). Pulpa terinfeksi akan
mengalami proses peradangan dan akan terus berlanjut menjadi abses
dentoalveolar, bahkan dapat menyebabkan kematian jika tidak diberikan terapi
yang tepat. Maka, operator harus mampu menegakkan diagnosa yang tepat agar
dapat memberikan terapi yang tepat.
Infeksi di dalam mulut sering berasal dari kerusakan gigi akibat karies
disertai pulpa yang terbuka, oral hygine yang jelek, pengaruh komplikasi penyakit
periodontal, komplikasi pada tindakan bedah, trauma, penyakit kelenjar ludah atau
obstruksi saluran kelenjar (Costich dan White,1971). Perwujudan dari infeksi
tersebut dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Abses adalah infeksi kronis dengan disertai rasa sakit yang terlokalisir,
pembengkakan, berbatas jelas dan terdapat fluktuasi karena kavitas berisi
pus.
2. Sellulitis adalah infeksi akut, lebih sakit dan pembengkakan lebih besar
daripada abses, diffuse, pada palpasi bervariasi dari lunak sampai dengan
keras.
Terapi utama abses dentoalveolar adalah drainase adekuat. Drainase
tersebut dapat dilakukan dengan tindakan bedah berupa insisi drainase atau
dekompresi dengan membuka atap pulpa, hingga pencabutan gigi penyebab.
2

Lokasi insisi harus mempertimbangkan keselamatan pasien, segi anatomis,


estetik, dan lokasi gigi penyebab.

PENYEBARAN INFEKSI ODONTOGEN SECARA ANATOMIS


Lokasi infeksi dapat ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu (gambar 1) (Topazian
dan Goldberg , 2004 ; Peterson, 2003) :
 Tebalnya tulang yang menyelimuti apeks gigi.
 Hubungan antara permukaan perforasi tulang dengan perlekatan otot pada
maksila dan mandibula

Gambar 1 : Jalur penyebaran infeksi ditinjau dari susunan anatomi


(Topazian dan Goldberg , 2004 ; Peterson, 2003).

Infeksi cenderung menyebar pada jaringan dengan resistensi rendah,


seperti pada facial space (G. Dimitroulis, 1997 ; Topazian dan Goldberg, 1994)
yaitu :
Pada rahang bawah :
a. Pada otot Buccinator
- dibawah perlekatan menyebabkan pembengkakan wajah
- diatas perlekatan menyebabkan pembengkakan intra oral
b. Pada otot Mylohyoid
- diatas perlekatan menyebabkan abses pada superficial sublingual space
- didepan perlekatan menyebabkan abses pada submental space
3

- dibawah perlekatan menyebabkan abses pada deep sublingual space.


c. Pada otot Masseter
- diantara kedua otot maseter dalam satu sisi menyebabkan abses pada sub
maseteric space.
- disamping otot masseter menyebabkan abses temporal space
d. Pada otot Medial Pterygoid
- disamping otot medial pterygoid menyebabkan abses pada
pterygomandibular space
- kearah medial otot medial pterygoid menyebabkan abses pada
retropharyngeal space
- dibelakang otot medial pterygoid menyebabkan abses pada
retropharyngeal space

Pada rahang atas :


a. Pada otot buccinator
- kearah lateral diatas otot buccinator menyebabkan pembengkakan wajah
- kearah lateral dibawah otot buccinator menyebabkan pembengkakan
intraoral
b. Pada palatum keras
 kearah medial menyebabkan palatal abses
c. Pada sinus maksilaris
 kearah superior menyebabkan sinusitis maksilaris.

PRINSIP TINDAKAN INSISI DRAINASE


Prinsip utama tindakan pembedahan berupa insisi drainase adalah untuk
memberikan drainase untuk kumpulan pus dan jaringan nekrotik, drainasi dan
pengeluaran bakteri dari jaringan di bawahnya. Selain itu drainase juga
mengurangi tekegangan jaringan sehingga meningkatkan aliran darah dan aliran
zat-zat yang berguna untuk pertahanan tubuh pada lokasi infeksi. Menurut
Karasutisna (2001) prinsip tindakan insisi :
1. insisi pada jaringan yang fluktuasinya paling maksimum
4

2. insisi pada daerah yang tidak mengganggu estetik dan sejajar garis wajah
3. jika mungkin insisi dilakukan pada posisi yang drainasenya dibantu oleh
gravitasi.
4. Diseksi tumpul dilakukan pada jaringan sekitarnya agar sampai pada akar
gigi yang merupakan infeksi.
5. Drain distabilasi dengan jahitan.
6. Drain diangkat segera setelah drainase minimal.
7. Prinsip tindakan aseptik harus diterapkan.
Berikut adalah skema berbagai insisi ekstra oral untuk abses pada berbagai
lokasi :

Gambar 2. Penempatan insisi untuk drainase ekstraoral infeksi kepala leher. Insisi
pada titik-titik berikut ini digunakan untuk drainase infeksi pada spasium yang
terindikasi: superficial and deep temporal, submasseteric; submandibular,
submental,sublingual;submandibular,sublingual,pterygomandibular,submasseter;
lateral pharyngeal, retropharyngeal; lateral pharyngeal, retropharyngeal (Peterson,
2004).

Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :


1. Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.
2. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan
dengan anestesi infiltrasi.
5

3. Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka


direncanakan insisi :
 Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar.
 Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial pada
titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan pengeluaran pus
sesuai gravitasi.
 Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara
estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral.
 Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat
fluktuasi positif.
4. Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses
dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan dengan
unjung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan pijatan lunak untuk
mempermudah pengeluaran pus.
5. Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan jahitan
pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan drainase.
6. Pencabutan gigi penyebab secepatnya.

Gambar 3. Insisi abses palatal (Fragiskos, 2007)


6

Gambar 4. Insisi abses sublingual dan abses pterigomandibula (Fragiskos, 2007)

Gambar 5. Insisi abses submental (Fragiskos, 2007)

Gambar 6. Insisi abses submandibula (Fragiskos, 2007).


7

Gambar 7. Insisi abses parotis (Fragiskos, 2007)

Gambar 8. Insisi abses fosa canina (Fragiskos, 2007)


 Abses fosa canina
Insisi dilakukan intraoral pada lipatan mukobukal, diseksi, kemudian
dilakukan pemasangan drain intraoral.
 Abses bukalis
Insisi sedapat mungkin dilakukan secara intra oral untuk menghindari
nervus facialis, estetik, dan pada umumnya fluktuatif di bagian intraoral.
Insisi dilakukan pada bagian posterior dan menghindari duktus stensoni.
Insisi ekstra oral dilakukan bila pus lebih dekat ke permukaan luar. Insisi
dilakukan paralel dengan batas mandibula, 2 cmm di bawah batas bawah
mandibula.
 Abses sublingualis
Insisi dilakukan secara intra oral, sejajar dengan nervus lingualis dan
duktus Warthoni.
 Abses submental
Insisi dilakukan ekstra oral di kulit di bawah dagu dalam arah horizontal
dan paralel dengan batas anterior dagu.
8

 Abses submandibula
Insisi drainase dilakukan pada kulit, sekitar 1 cm dibawah dan paralel
batas bawah mandibula. Ketika insisi letak arteri dan vena fasila dan
cabang nervus fasialis harus dipertimbangkan.
 Abses parotis
Insisi tergantung letak odema. Nervus facialis harus benar-benar
diperhatikan.
 Abses pterigomandibula
Insisi dilakukan pada mukosa rongga mulut dan sepanjang kres temporal
mesial, Insisi harus sepanjang 1,5 cm dan sedalam 3-4 mm.

KESIMPULAN
Insisi drainase dilakukan pada abses maupun selulitis untuk mengubah
lingkungan anaerob menjadi aerob, mengeluarkan pus, dan dekompresi. Lokasi
insisi drainase mempertimbangkan lokasi abses, struktur anatomis jaringan
sekitar, keadaan umum pasien, dan faktor estetik. Untuk memperoleh hasil
maksimal, hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, tetapi dalam
keadaan tertentu seperti gangguan respirasi, trismus, dan keadaan umum
penderita, insisi intra oral tidak dapat dilakukan sehingga harus dilakukan ekstra
oral dan tetap mempertimbangkan struktur anatomis terkait.
9

DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos dkk.2007.Oral Surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.New York.

Miloro,M. 2004. Peterson’s Principles Oral and Maxillofacial Surgery.2nd ed.BC


Decker Inc.London.

Peterson, L.J. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd. ed. CV.
Mosby Company. Saint Louis .

Topazian, R.G and Topazian, M.H. 2004. Oral and Maxillofacoal Infection. 3rd.
ed.WB Saunders.Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai