Anda di halaman 1dari 37

JURNAL READING

Direct Posterior Composite Restorations Using Stamp


Technique-Conventional and Modified: A Case Series

Dosen Pembimbing: drg. I Gusti Ayu Fienna Novianthi Sidiartha, Sp.KG

Oleh:

Ni Putu Ayu Sakura


1902641015

PROGRAM STUDI SARJANAKEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 9 OKTOBER 2020

Pembimbing

drg. I Gusti Ayu Fienna Novianthi Sidiartha, Sp.KG


NIK 1988111020181123001

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Resin Komposit 2
2.1.1 Definisi 2
2.1.2 Klasifikasi 2
2.1.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Ukuran Partikel Filler 3
2.1.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Viskositas 5
2.1.3 Indikasi dan Kontraindikasi 6
2.1.3.1 Indikasi Resin Komposit 6
2.1.3.2 Kontraindikasi Resin Komposit 7
2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan 7
2.1.4.1 Kelebihan Restorasi Komposit 7
2.1.4.2 Kekurangan Restorasi Komposit 8
2.2 Teknik Penumpatan Komposit 8
2.2.1 Teknik Bulk 8
2.2.2 Teknik Inkremental Konvensional 9
2.2.2.1 Teknik Horizontal Layering 10
2.2.2.2 Teknik Oblique Layering 11
2.2.2.3 Teknik Vertical Layering 11
2.2.2.4 Teknik Centripetal Buildup 12
2.2.2.5 Teknik Split- Increment Horizontal Layering 13
2.2.2.6 Teknik Successive Cusp Buildup 13
2.2.2.7 Teknik Three- Site 14
2.3 Teknik Stamp 15
2.3.1 Definisi 15
2.3.2 Indikasi dan Kontraindikasi 15
2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan 16
2.3.3.1 Kelebihan Teknik Stamp 16
2.3.3.2 Kekurangan Teknik Stamp 16
2.3.4 Prosedur 17
BAB III. PEMBAHASAN 21
3.1 Laporan Kasus 21

iii
3.1.1 Kasus 1 21
3.1.2 Kasus 2 21
3.1.3 Kasus 3 23
3.1.4 Kasus 4 23
3.1.5 Kasus 5 24
3.1.6 Kasus 6 25
3.2 Diskusi 26
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 28
4.1 Diskusi 28
4.2 Diskusi 28
DAFTAR PUSTAKA 29

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Resin Komposit 2
Gambar 2. Perkembangan Partikel Resin Komposit 5
Gambar 3. Teknik Tumpatan Komposit Bulk 9
Gambar 4. Teknik Tumpatan Inkremental Konvensional 10
Gambar 5. Teknik Tumpatan Horizontal Layering 10
Gambar 6. Teknik Tumpatan Oblique Layering 11
Gambar 7. Teknik Tumpatan Vertikal Layering 12
Gambar 8. Teknik Tumpatan Centripetal Buildup 12
Gambar 9. Teknik Tumpatan Split- Increment Horizontal Layering 13
Gambar 10. Teknik Tumpatan Successive Cusp Buildup 14
Gambar 11 Teknik Tumpatan Three-Site 14
Gambar 12. Isolasi, Baseplate wax, Separating Agent 17
Gambar 13. Pembuatan Cetakan Stamp Oklusal 18
Gambar 14. Profilaksis, Eksavasi Jaringan Karies, Preparasi 19
Gambar 15. Proses Etsa dan Bonding 20
Gambar 16. Hasil tumpatan Akhir dengan Teknik Stamp 21
Gambar 17. Tahapan Teknik Stamp Kasus 1 22
Gambar 18. Tahapan Pembuatan Cetakan Stamp Kasus 2 22
Gambar 19. Tahapan Pencetakan Kasus 2 22
Gambar 20. Hasil Akhir Kasus 2 23
Gambar 21. Tahapan Teknik Stamp Kasus 3 23
Gambar 22. Tahapan Teknik Stamp Kasus 4 24
Gambar 23. Tahapan Teknik Stamp Kasus 5 25
Gambar 24. Tahapan Teknik Stamp Kasus 6 26

v
BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan dan kemajuan seiring dengan berjalannya waktu telah


banyak terjadi tak terkecuali di bidang kedokteran gigi. Perkembangan dan
kemajuan tidak serta merta terjadi melainkan dipacu oleh tuntunan masyarakat
serta diiringi dengan kesadaran dari praktisi kedokteran gigi untuk memberikan
pelayanan terbaik. Tuntunan masyarakat modern terkait restorasi semakin
meningkat, restorasi dianggap baik dan berhasil apabila dapat menyerupai
anatomi dari gigi aslinya. Peningkatan tuntunan masyarakat mengubah era
ekstraksi menjadi era restorasi fungsional, hingga akhirnya sekarang menjadi era
biomimetik (Alleman dkk., 2017).
Biomimetik secara harfiah dapat diartikan dengan meniru alam. Proses
restorasi komposit direk yang dapat menghasilkan restorasi dengan biomimetik
tinggi secara manual tentunya akan sulit didapatkan, operator membutuhkan
pengalaman dan keterampilan atau kemahiran yang sangat tinggi. Pendekatan
biomimetik kedokteran gigi seiring dengan berjalannya waktu semakin
berkembang dengan terjadinya proses penyempurnaan dari teknik lama serta
munculnya banyak teknik-teknik baru. Salah satu teknik yang berkembang dan
dapat menghasilkan restorasi dengan sifat biomimetik tinggi adalah Teknik
Stamp.
Teknik Stamp merupakan salah satu teknik restorasi komposit yang
diperkenalkan oleh Dr. Waseem Riaz, teknik ini menghasilkan restorasi yang
menyerupai anatomi gigi asli melalui proses seperti stamping/mengecap. Teknik
stamp dilakukan dengan cara membuat cetakan stamp oklusal gigi asli sebelum
dilakukan perawatan. Cetakan stamp yang diperoleh kemudian akan ditekankan
pada bahan komposit sebelum akhirnya akan dilakukan curing sehingga
didapatkan replika dari anatomi gigi asli pra-operasi. Teknik stamp dapat
dilaksanakan pada kasus ketika gigi yang dirawat memiliki keadaan anatomi yang
utuh, seperti pada kasus karies tersembunyi dengan kavitasi yang tidak terlihat
secara klinis (Mary dan jayadevan, 2017).

1
2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin Komposit


2.1.1 Definisi
Resin komposit merupakan salah satu bahan tumpatan sewarna gigi yang
sering digunakan dikedokteran gigi. Komposit didefinisikan sebagai gabungan
atau kombinasi dari dua atau lebih bahan yang memiliki sifat dan struktur yang
berbeda, kombinasi ini akan menghasilkan sifat-sifat unggul atau lebih baik yang
tidak dapat didapatkan apabila bahan-bahan tersebut berdiri sendiri (McCabe dan
Walls, 2008; Anusavice dkk., 2013). Resin komposit terdiri dari tiga komponen
atau bahan utama yaitu komponen organik (resin) yang membentuk matriks,
bahan pengisi (filler) anorganik dan bahan interfasial untuk menyatukan resin dan
filler yang disebut coupling agent (Noort, 2013).

Gambar 1. Struktur Resin Komposit (Manappallil, 2010).

2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi resin komposit sejak pertama kali ditemukan berdasarkan
ukuran partikel fillernya dapat dibedakan menjadi resin komposit makrofiller,
resin komposit mikrofiller, resin komposit hibrid (termasuk hibrid tradisional,
midihibrid, mikrohibrid, dan nanohibrid), serta resin komposit nanofiller.
Komposit dapat di klasifikasikan pula berdasarkan viskositasnya, yaitu resin

3
komposit flowable dan resin komposit packable (Anusavice dkk., 2013; Noort,
2013).
2.1.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Ukuran Partikel Filler
1) Resin Komposit Makrofiller
Resin Komposit makrofiller yang dikenal dengan Komposit
tradisional/konvensional merupakan komposit yang sudah digunakan
sejak akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Kemudian sudah
mengalami sedikit modifikasi selama bertahun-tahun. Komposit
Makrofiller memiliki ukuran bahan partikel pengisi yang relatif besar
yaitu rata- rata 10-50 µm (Ferracane, 2010; Anusavice dkk., 2013)
Ukuran partikel yang cukup besar dan sifatnya yang sangat keras
dan kuat, menyebabkan resin komposit makrofiller memiliki struktur
permukaan yang kasar (Heymann dkk., 2006). Sifat kuat dan keras yang
dimiliki komposit makrofiller sehingga sering digunakan sebagai bahan
restorasi pada gigi posterior. Permukaan kasar pada resin komposit
makrofiller menyebabkan bersifat mudah dalam hal menyerap cairan
sehingga rentan terjadi diskolorasi serta restorasi akan terasa sangat
berbeda dengan gigi asli (Anusavice dkk., 2013; Manappallil, 2010).

2) Resin Komposit Mikrofiller


Resin komposit mikrofiller diperkenalkan pada akhir tahun
1970an. Resin Komposit mikrofiller didesain untuk menggantikan resin
komposit makrofiller/konvensional yang memiliki struktur yang terlalu
besar serta permukaan yang kasar (Anusavice dkk., 2013). Resin
komposit mikrofiller memiliki ukuran partikel kurang lebih 40-50nm
(0,04-0,05 µm), ukuran partikel yang lebih kecil menjadikan bahan
restorasi ini memiliki kekuatan terhadap fraktur yang rendah namun
memiliki permukaan yang halus sehingga memiliki estetik yang cukup
baik (Ferracane, 2010; Anusavice dkk., 2013).

3) Resin Komposit Hibrid

4
Resin komposit hibrid merupakan resin komposit kombinasi antara
resin komposit makrofiller/konvensional dan resin komposit
mikrofiller, mengandung partikel filler berukuran 10-50 µm dan 40 nm
(Ferracane, 2010). Kelebihan resin komposit hibrid yaitu memiliki
tingkat kekuatan yang tinggi serta memiliki permukaan yang halus
sehingga resin komposit jenis hibrid sering digunakan untuk bahan
restorasi gigi anterior maupun posterior. Resin komposit hibrid juga
memliki kekurangan seperti resin konvensional yaitu mudah mengalami
diskolorasi atau perubahan warna (Manappallil, 2010). Komposit
Hibrid dalam perkembangannya dikenal beberapa jenis yaitu
(Ferracane, 2010):
a) Resin Komposit Midihibrid
Resin komposit midihibrid merupakan komposit Hibrid yang
mengalami perkembangan sekitar tahun 1980-an, ukuran partikel
pada komposit hibrid yang sebelumnya lebih diperkecil sehingga
dikenal dengan resin komposit midihibrid atau midfill. Resin
komposit midihibrid memiliki ukuran partikel sebesar 1-10 µm dan
40 nm (Ferracane, 2010).
b) Resin Komposit Mikrohibrid
Resin komposit mikrohibrid merupakan komposit midihibrid
yang mengalami perkembangan lagi sehingga partikel semakin kecil
sampai memiliki rata-rata ukuran 1 µm. Resin komposit mikrohibrid
mengandung partikel berukuran 0,6 – 1,0 μm dan 40 nm (Ferracane,
2010).
c) Resin Komposit Nanohibrid
Komposit nanohibrid merupakan gabungan antara komposit
mikrofil dan komposit nanofil. Resin komposit nanohibrid
merupakan salah satu jenis resin komposit hibrid yang mengandung
partikel filler berukuran nano yaitu 0,005-0,01 μm. Komposit
nanohibrid memiliki kekuatan yang cukup baik. Ukuran partikel
yang kecil menghasilkan restorasi yang lebih baik bila dinilai dari

5
tekstur permukaan komposit, shrinkage lebih sedikit, dan perubahan
warna lebih sedikit (Ferracane, 2010; Anusavice dkk., 2013).

4) Resin Komposit Nanofiller


Komposit nanofiller memiliki ukuran partikel yang sangat kecil
yaitu rata-rata sekitar 0,005-0,01 μm sehingga memiliki kekuatan dan
permukaan yang sangat kuat dan estetik. Partikel nano yang kecil
menjadikan resin komposit nanofil dapat mengurangi polymryzation
shrinkage dan mengurangi adanya microfissure pada tepi email yang
berperan pada marginal leakage, dan perubahan warna (McCabe dan
Walls, 2008)

Gambar 2. Perkembangan Partikel Resin Komposit (Ferracane, 2010).

2.1.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Viskositas


1) Resin Komposit Packable

6
Resin Komposit packable merupakan resin komposit dalam bentuk
pasta yang memiliki viskositas tinggi (Sakaguchi dan Power, 2012).
Viskositas yang tinggi ini akan memudahkan saat diaplikasikan pada
gigi. Resin komposit packable memiliki filler 70% volume. Komposisi
filler yang tinggi membuat terjadinya peningkatan viskositas resin
komposit sehingga resin komposit ini menjadi kental dan cenderung
sulit dalam mengisi celah kavitas yang kecil. Sebaliknya, dengan
semakin besarnya komposisi filler dapat mengurangi pengerutan selama
polimerisasi (Heymann dkk., 2006).

2) Resin Komposit Flowable


Resin Komposit flowable merupakan resin komposit yang
memiliki viskositas rendah karena memiliki kandungan filler yang
rendah. Komposisi filler yang rendah menyebabkan resin ini memiliki
kemampuan flow yang tinggi sehingga dapat dengan mudah mengisi
kavitas yang kecil. Rendahnya komposisi filler maka resin ini memiliki
sifat fisik dan mekanis yang lebih rendah dibandingkan dengan resin
komposit jenis lain yang mengandung filler lebih banyak. Resin jenis
ini juga memiliki resiko polimerisasi shrinkage yang lebih tinggi
(Heymann dkk., 2006; Sakaguchi dan Power, 2012).

2.1.3 Indikasi dan Kontraindikasi


2.1.3.1 Indikasi Resin komposit

Indikasi Restorasi Komposit yaitu (Sulastri, 2017; Istikharoh, 2018; Garg


dan Garg, 2015):

1. Restorasi kelas I, II, III, IV, V dan VI


2. Fondasi atau corebuildups
3. Sealant dan restorasi komposit konservatif (restorasi resin preventif)
4. Prosedur estetis tambahan
a. Partial veneers

7
b. Full veneers
c. Modifikasi kontur gigi
d. Penutupan/perapatan diastema
5. Semen (untuk restorasi tidak langsung)
6. Restorasi sementara
7. Periodontal splinting
8. Restorasi pada pasien yang alergi terhadap material restorasi lain
seperti logam.

2.1.3.2 Kontraindikasi Resin Komposit


Kontraindikasi Restorasi Komposit yaitu (Istikharoh, 2018; Garg dan
Garg, 2015):
1. Restorasi posterior pada gigi dengan kontak oklusi yang berat
2. Insidensi karies tinggi sehingga henya menyisakan sedikit struktur
gigi
3. Daerah operasi terkontaminasi saliva atau darah yang tidak dapat atau
sulit untuk di kontrol
4. Kebersihan rongga mulut/oral hygne (OH) yang buruk
5. Pasien dengan kebiasaan buruk seperti clenching dan bruxism
6. Pengalaman atau kompetensi dokter gigi yang kurang
7. Pasien dengan alergi terhadap material komposit

2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan


2.1.4.1 Kelebihan Restorasi Komposit
Kelebihan dari Resin Komposit yaitu (Sulastri, 2017; Istikharoh, 2018;
Garg dan Garg, 2015):
1. Memiliki kualitas estetik yang baik
2. Memiliki sifat mekanis dan fisik yang baik
3. Mudah dalam pengaplikasian dan manipulasi
4. Memiliki biokompatibilitas yang cukup baik
5. Dapat bertahan minimal 3 tahun, sekitar 3-10 tahun

8
6. Tidak membuang banyak jaringan
7. Tidak menimbulkan reaksi galvanis

2.1.4.2 Kekurangan Restorasi Komposit


Kekurangan dari Resin Komposit yaitu (Sulastri, 2017; Istikharoh, 2018;
Garg dan Garg, 2015):

1. Polymerization shrinkage yang terjadi setelah polimerisasi komposit


mengakibatkan:
a. Postoperative sensitivity
b. Secondary caries
c. Discoloration.
2. Keausan permukaan dibawah tekanan kunyah besar
3. Waktu pengerjaan yang cenderung lama
4. Menyerap air sehingga harus isolasi dengan baik. Apabila
terkontaminasi resiko restorasi mudah lepas

2.2 Teknik Penumpatan Komposit


2.2.1 Teknik Bulk
Teknik bulk adalah teknik restorasi yang dilakukan dengan sekali
peletakan bahan resin komposit sampai memenuhi seluruh kavitas (4-5 mm)
sebelum akhirnya disinar polimerisasi. Aplikasi penumpatan bahan resin komposit
secara sekaligus tentunya menguntungkan dalam hal efiensi waktu. Teknik ini
direkomendasikan untuk tumpatan menggunakan packable komposit. Beberapa
praktisi banyak yang merekomendasikan teknik bulk ini karena teknik ini
dikatakan dapat mengurangi stress pada cavosurface margins (Garg dan Garg,
2015; Yadav dkk., 2019)
Teknik ini sudah lama dikenal namun tidak dilaksanakan sesering teknik
inkremental, hal teresebut terjadi karena beberapa kekurangannya yang
mengakibatkan kegagalan restorasi. Teknik bulk berdasarkan hasil penelitian

9
ditemukan mempunyai nilai kebocoran mikro yang lebih tinggi daripada
menggunakan teknik inkremental (Nadig dkk., 2011).

Gambar 3. Teknik Tumpatan Komposit Bulk (Ferracane, 2010).

2.2.2 Teknik Inkremental Konvensional


Teknik penumpatan inkremental konvensional merupakan teknik tumpatan
komposit yang dilakukan dengan meletakkan resin komposit dengan ketebalan 2
mm atau kurang secara berlapis, kemudian tiap lapisan dipolimerisasi. Tindakan
ini dilakukan sampai kavitas penuh terisi komposit. Teknik ini cocok digunakan
untuk restorasi komposit berukuran sedang sampai besar (Garg dan Garg, 2015).
Teknik ini dilakukan dengan tujuan mengurangi stress kontraksi karena
reaksi polimerisasi. Dinding kavitas yang beradhesi dengan resin komposit lebih
sedikit sehinga kontraksi yang terjadi tentunya juga lebih sedikit. Keuntungan
teknik ini yaitu didapatkan derajat polimerisasi yang baik karena hanya selapis
tipis bahan restorasi saja yang dipolimerisasi. Hasil polimerisasi yang adekuat
tentunya akan meningkatkan sifat fisik, memberikan adaptasi tepi yang baik, serta
mengurangi toksisitas resin komposit.
Kerugian yang dapat terjadi pada teknik ini yaitu
kemungkinan terjadinya celah atau kontaminasi diantara lapisan komposit,
kegagalan ikatan antara lapisan, kesulitan peletakan karena terbatasnya besar
kavitas, serta membutuhkan waktu lebih untuk peletakan dan melakukan
polimerisasi terhadap setiap lapisan. Langkah peletakan bahan sangatlah penting,

10
sehingga perlu mempertahankan isolasi daerah kerja untuk menjamin kesuksesan
restorasi (Safty dkk., 2012; Yadav dkk., 2019). Beberapa teknik inkremental
dibagi lagi menjadi beberapa macam yaitu seperti Teknik Horizontal Layering ,
Oblique Layering, Vertical Layering, Centripetal Buildup, Split-Increment
Horizontal Layering, Successive Cusp Buildup, serta Three-Site.

Gambar 4. Teknik Tumpatan Inkremental Konvensional (Garg dan Garg, 2015)

2.2.2.1 Teknik Horizontal Layering


Teknik inkremental horizontal dilakukan dengan meletakkan beberapa
lapisan secara horizontal. Lapisan pertama diletakkan pada dasar
dinding servikal, lalu lapisan kedua, sampai seluruh kavitas terisi penuh. Setiap
lapisan disinar dengan lampu curing. Teknik ini cocok digunakan pada
restorasi kecil. Kekurangan utama teknik ini yaitu terjadi peningkatan C-factor,
yang mengakibatkan meningkatnya shrinkage stress (Garg dan Garg, 2015;
Yadav dkk., 2019).

Gambar 5. Teknik Tumpatan Horizontal Layering (Garg dan Garg, 2015)

11
2.2.2.2 Teknik Oblique Layering
Teknik Oblique Layering merupakan teknik tumpatan komposit yang
dilakukan dengan cara peletakan lapisan pertama dengan bentuk wedge-shaped
di dinding gingiva. Lapisan kedua diletakkan diatas lapisan pertama dengan
arah oblik berkontak dengan dinding bukal dan aksial. Lapisan ketiga
diletakkan dengan arah oblik dan mengisi seluruh kavitas. Masing-masing
lapisan disinar curing selama 40 detik. Pada teknik ini polimerisasi dimulai dari
dinding kavitas dan berakhir pada permukaan oklusal. Keuntungan dari teknik
ini adalah lebih sedikitnya hasil C-factor, sehingga mencegah terjadinya
deformasi pada dinding kavitas yang biasanya ditemukan pada teknik restoratif
lainnya (Garg dan Garg, 2015; Yadav dkk., 2019).

Gambar 6. Teknik Tumpatan Oblique Layering (Garg dan Garg, 2015)

2.2.2.3 Teknik Vertical Layering


Teknik Vertical Layering adalah teknik tumpatan komposit dengan cara
meletakkan lapisan kecil material komposit secara vertikal pada salah satu
dinding ( bukal atau lingual) kemudian dilanjutkan secara vertical sampai pada
dinding lainnya. Curing pada teknik ini dilakukan dari sisi berlawanan dari
dinding material komposit ditempatkan. Keuntungan teknik ini yaitu dapat
mengurangi celah pada dinding gingiva yang disebabkan oleh penyusutan pada
saat polimerisasi (Garg dan Garg, 2015; Yadav dkk., 2019).

12
Gambar 7. Teknik Tumpatan Vertical Layering (Garg dan Garg, 2015)

2.2.2.4 Teknik Centripetal Buildup


Teknik centripetal buildup yaitu teknik yang dilakukan dengan
meletakkan resin komposit secara inkremental dari tepi ke arah tengah kavitas.
Teknik ini mengkonversi kavitas kelas II menjadi kelas I. Lapisan pertama
komposit diletakkan berkontak dengan permukaan dinding kavitas proksimal
pada matriks sampai setinggi setengah jarak oklusal-servikal, kemudian lapisan
kedua diletakkan diatas lapisan pertama dan berkontak dengan tepi permukaan
kavitas proksimal dan membentuk marginal ridge. Masing-masing kedua
lapisan komposit disinar curing selama 40 detik. Hasil kedua lapisan tersebut
berupa kavitas kelas I. Lalu kavitas direstorasi dengan dua lapisan horizontal
dan masing-masing disinar curing selama 40 detik (Nadig dkk., 2011; Yadav
dkk., 2019).

Gambar 8. Teknik Tumpatan Centripetal Buildup (Nadig dkk., 2011)

13
2.2.2.5 Teknik Split- Increment Horizontal Layering
Komposit yang ditambahkan secara horizontal menghasilkan jumlah C-
factor yang tinggi, sehingga dilakukan modifikasi melalui teknik split
incremental horizontal layering. Penambahan resin komposit dilakukan secara
horizontal dan dibagi menjadi empat bagian berbentuk segitiga, penempatan
komposit pada masing-masing dinding dan dasar kavitas. Satu bagian daerah
diagonal diisi dengan komposit sewarna dentin kemudian curing. Bagian
diagonal lainnya diisi dan dilakukan curing setengah demi setengah bagian
(Nadig dkk., 2011).

Gambar 9. Teknik Tumpatan Split- Increment Horizontal Layering (Nadig


dkk., 2011; Hassan dan Khier 2005)

2.2.2.6 Teknik Successive Cusp Buildup


Teknik Successive Cusp Buildup merupakan teknik tumpatan komposit
yang dilakukan dengan cara build up komposit percupsnya sampai tingkat
oklusal. Kemudian apabila terdapat daerah yang kosong dapat ditambahkan
bahan komposit. Teknik ini cukup memakan waktu, namun kelebihan yang
dimiliki teknik ini yaitu dapat memberikan kekuatan yang baik karena
meminimalkan c-factor serta memiliki estetik yang baik (Garg dan Garg, 2015;
Yadav dkk., 2019).

14
Gambar 10. Teknik Tumpatan Successive Cusp Buildup (Chandrasekhar dkk.,
2017)
2.2.2.7 Teknik Three-Site
Teknik Three Site merupakan teknik penumpatan komposit yang dalam
proses light curing menggunakan clear matrix and reflective wedges untuk
menghasilkan hasil restorasi yang baik. Pada teknik ini polimerisasi dilakukan
dengan mengarahkan light cure ke 3 lokasi (Giachetti dkk., 2006). Pertama
light cure diarahkan melalui clear matrix and reflective wedges sehingga
mengarahkan vektor polimerisasi kearah margin gingiva untuk mencegah
timbulnya celah (Deliperi, 2002). Material komposit diletakkan secara
inkremental untuk menghambat terjadinya distorsi dan mengurangi c factor.
Polimerisasi dilakukan pula dengan mengarahkan light cure pada dinding
kavitas (bukal maupun lingual), serta melalui arah oklusal. (Garg dan Garg,
2015; Yadav dkk., 2019).

Gambar 11. Teknik Tumpatan Three-Site (Garg dan Garg, 2015)

15
2.3 Teknik Stamp
2.3.1 Definisi
Teknik Stamp merupakan salah satu teknik restorasi komposit yang
diperkenalkan oleh Dr. Waseem Riaz di London. Teknik stamp meupakan teknik
yang dapat menghasilkan restorasi yang menyerupai anatomi gigi asli melalui
proses seperti stamping/mengecap. Cetakan stamp dibuat terlebih dahulu sehingga
nantinya dapat ditekankan pada bahan komposit, proses tersebutlah yang terlihat
seperti sedang mengecap sehingga disebut teknik stamping. Cetakan stamp yang
diperoleh kemudian akan ditekankan pada bahan komposit sebelum akhirnya akan
dilakukan curing sehingga didapatkan replika dari anatomi gigi asli (Mary dan
Jayadevan, 2016).

2.3.2 Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi penggunaan teknik stamp direk pada gigi terutama pada kasus
gigi dengan lesi karies (kelas I atau II) tanpa/dengan kavitas ringan dimana masih
memiliki struktur anatomi secara utuh yang banyak. Teknik ini dalam beberapa
kasus dilakukan pula pada gigi dengan kavitas besar, stamp dibuat secara tidak
langsung pada model gigi yang telah di restrorasi dengan wax. (Nishad dan
Sharma, 2018) (Shikha, 2019) (Modi dkk., 2018). Teknik Stamp dapat dilakukan
untuk meningkatkan dan/atau memodifikasi volume pada satu atau lebih gigi baik
pada sekstan posterior maupun anterior (Ammannato dkk., 2014). Rekonstruksi
gigitan vertical pada kasus gigi yang aus sedang karena abrasi atau erosi dapat
pula menggunakan teknik stamp (Mary dan Jayadevan, 2016). Kontraindikasi
penggunaan teknik stamp yakni tidak dapat dilakukan pada gigi yang memiliki
kavitas yang meluas sampai permukaan akar, serta apabila operator belum
sanggup menggunakan teknik ini karena dalam pelaksanaannya diperlukan
keterampilan dan ketajaman klinis agar dapat dilakukan dengan benar.

16
2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan
2.3.2.1 Kelebihan
Kelebihan dari Teknik Stamp yaitu (Shikha, 2019; Nishad dan Sharma,
2018; Tambake, 2017):
1. Menghemat waktu pengerjaan, karena anatomi gigi secara instan
dapat dicapai sehingga dokter gigi dapat menginvestasikan waktu
berharga mereka untuk melakukan banyak kasus dalam jadwal yang
padat
2. Menghemat penggunaan bahan
3. Mereplikasi anatomi gigi dengan akurasi yang tinggi seperti gigi
aslinya dibandingkan membuat restorasi secara manual
4. Tidak memerlukan instrument khusus
5. Mengurangi kejadian porositas pada restorasi akhir, proses penekanan
stamp pada teknik ini membantu dalam mengeluarkan oksigen serta
mencegah terbentuknya gelembung mikro yang menghambat proses
polimerisasi. Proses polimerisasi yang berjalan lancar akan
menghasilkan keberhasilan restorasi jangka panjang.
6. Meningkatkan reputasi dokter gigi pada pasien, dokter gigi dapat
bekerja dengan cepat dengan hasil yang mirip seperti anatomi gigi asli
pasien sehingga memberika rasa nyaman pada pasien terkait prosedur
pengerjaannya

2.3.2.2 Kekurangan
Kekurangan dari Teknik Stamp yaitu (Shikha, 2019; Nishad dan Sharma,
2018; Modi dkk., 2018; Mary dan Jayadevan, 2016):
1. Cakupan jumlah kasus yang dapat dikerjakan dalam teknik ini masih
terbatas. Namun, dengan modifikasi dalam teknik dan penelitian lebih
lanjut, cakupannya dapat diperluas.
2. Membutuhkan keterampilan dan ketelitian operator agar dapat
dilakukan dengan benar.

17
3. Cetakan yang dihasilkan kurang sempurna apabila pada pit dan fissure
yang dalam tidak tercetak baik pada stamp.
4. Kemungkinan stamp lepas dari tongkat sehingga dapat menyebabkan
pasien tersedak
5. Flowable Komposit yang harganya cenderung mahal. Untuk
mengatasi kekurangan ini, dapat digunakan komposit flowable atau
resin akrilik yang expired untuk membuat stamp

2.3.4 Prosedure
Prosedur teknik stamp diawali dengan pembuatan cetakan stamp, isolasi
daerah kerja terlebih dahulu menggunakan rubber dam (Gambar 20A). Kavitas
yang ada pada permukaan gigi dapat ditutup menggunakan baseplate wax
(Gambar 20B). Aplikasikan petroleum jelly/vaseline sebagai separating agent
pada permukaan oklusal menggunakan ujung aplikator (Gambar 20C). Tahapan
aplikasi bahan separating agent dalam beberapa kasus tidak dilakukan, namun
apabila gigi dengan pit dan fissure sangat dalam disarankan melaksanakan
tahapan ini (Shikha, 2019; Mary dan Jayadevan, 2016).

Gambar 12. A) Isolasi Daerah Kerja; B) Aplikasi Baseplate Wax; C) Aplikasi


Separating Agent (Mary dan Jayadevan, 2016)

Ujung dari microbrush dipotong menggunakan gunting yang digunakan


sebagai pegangan stamp nantinya (Gambar 21A). Material komposit diaplikasikan
pada permukaan oklusal (Gambar 21B), bahan komposit yang sering digunakan
yakni flowable composite, namun banyak material yang dapat digunakan seperti
gingival barrier, pit and fissure sealant, serta resin akrilik transparan (Tambake,
2017). Untuk membuat teknik ini lebih hemat biaya dapat digunakan bahan

18
seperti dijelaskan sebelumnya yang telah expired (Tambake,2017). Microbrush
kemudian ditempatkan di atas bahan komposit dengan tekanan ringan (Gambar
21C). Lakukan light cured (Gambar 21D) sehingga akan dihasilkan cetakan dari
stamp gigi (Gambar 21E) (Mary dan Jayadevan, 2016).

Gambar 13. A) Pemotongan Ujung Microbrush; B) Aplikasi Material Komposit;


C) Penekanan Microbrush ; D) Lightcure; E) Hasil Cetakan Stamp Gigi (Mary
dan Jayadevan, 2016)

Bersihkan permukaan gigi dengan melakukan oral profilaksis


menggunakan pumice ataupun rubber cup pada contra angle micromotor
handpeice dengan kecepatan rendah untuk menghilangkan separating agent dan
debris (Gambar 22A). Hilangkan jaringan karies dan preparasi kavitas
menggunakan tungsten karbida bur (Gambar 22B dan 22C) (Mary dan Jayadevan,
2016).

19
Gambar 14. A) Profilaksis; B) Eksavasi Jaringan Karies; C) Preparasi Kavitas
(Mary dan Jayadevan, 2016)

Lakukan etsa pada enamel dengan asam fosfat 37% (Gambar 23A) dan
bilas dengan air menggunakan jarum suntik sekali pakai. Keringkan kavitas
dengan chip blower untuk mendapatkan tampilan frosty white pada email,
sedangkan dentin dikeringkan secara blot-dry (Gambar 23B). Bonding agent
diaplikasikan dengan ujung aplikator dan light cured selama 20 detik (Gambar
23C) (Mary dan Jayadevan, 2016).

Gambar 15. A) Pengetsaan; B) Tampilan Frosty White dan Dentin yang Moist;
C) Bonding (Mary dan Jayadevan, 2016)

Tumpat kavitas dengan packable resin komposit dengan teknik


inkremental, light cured selama 20 detik pada setiap lapisannya. Lapisan komposit
terakhir (Gambar 24A) sebelum dilakukan light cured diaplikasikan Teflon tape
ataupun cling film dipermukaan tumpatannya (Gambar 24B). Stamp yang
sebelumnya dibuat ditekankan di atas cling film (Gambar 24C). Kelebihan-
kelebihan komposit dibersihkan dengan hand instrument. Light cure tumpatan
komposit (Gambar 24D). Periksa hasil tumpatan dan lakukan finishing serta
polishing pada tumpatan sehingga didapatkan tumpatan yang sesuai dengan
anatomi gigi asli (Gambar 24E dan 24F) (Shikha, 2019; Mary dan Jayadevan,
2016).

20
Gambar 16. A) Tumpatan Komposit Lapisan Akhir; B) Aplikasi Cling Film; C)
Proses Pencetakan dengan Cetakan Stamp; D) Lightcure; E) Polishing; F) Hasil
Tumpatan Akhir (Mary dan Jayadevan, 2016).

21
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Laporan Kasus


3.1.1 Kasus 1
Seorang pasien wanita berusia 29 tahun mengunjungi klinik mengeluhkan
rasa sensitivitas ringan terhadap dingin pada gigi belakang kiri atasnya.
Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya karies Kelas I pada gigi 27, 28 (Gambar
1A). Setelah dilakukan pemeriksaan dan diskusi dengan dokter, pasien
memutuskan untuk melakukan restorasi pada gigi 28 menggunakan teknik stamp
dengan putty (Gambar 1B). Preparasi pada gigi 28 dilakukan setelah mencetak
anatomi giginya terlebih dahulu (Gambar 1C), dilanjutkan tahapan etsa dengan
asam ortofosporat 37% dan bonding dengan Universal 3M bond. Setelah
mencapai penumpatan komposit terakhir (3M Filtek Supreme), cetakan
ditempatkan seperti mengecap pada gigi untuk mereplikasi anatomi gigi
sebelumnya. Setelah cetakan diangkat, komposit yang berlebih dihilangkan dan
dilanjutkan pada tahap curing (Gambar 1D). Dokter gigi pada kasus ini
pertamakali melakukan teknik stamp.

Gambar 17. A) Gambaran Intraoral; B) Cetakan yang Terbuat dari Putty;


C) Tahapan Preparasi; D) Hasil akhir

3.1.2 Kasus 2

Seorang pria berusia 20 tahun mengunjungi klinik dengan keluhan


perubahan warna berupa kehitaman pada gigi belakang kanan bawahnya. Setelah
dilakukan pemeriksaan, ditemukan adanya kavitas Kelas I pada gigi 45 (Gambar

22
2A). Setelah dilakukannya profilaksis dan isolasi dengan rubber dam, sejumlah
kecil flowable komposit (aliran Filtek, 3M ESPE, St Paul, MN, USA)
ditempatkan pada permukaan oklusal gigi 45 (Gambar 2B). Ujung dari tip brush
dibenamkan ke komposit tersebut kemudian dilakukan curing sehingga
didapatkan cetakan stamp gigi 45 tersebut (Gambar 2C).

Gambar 18. A) Gambaran Intraoral; B) Flowable Composite yang diletakkan


diatas Gigi; C) Penanaman Microbrush Pada Komposit

Setelah mendapatkan cetakan stamp dari gigi 45 maka dilanjutkan dengan


melakukan preparasi kavitas (Gambar 3A). Penumpatan komposit dilakukan
sampai pada komposit lapisan terakhir (3M Filtek Supreme) (Gambar 3B) curing
dilakukan setelah stamp oklusal dari gigi dipasang kembali pada gigi untuk
mereplikasi anatomi sebelumnya (Gambar 3C).

Gambar 19. A) Tahapan Preparasi; B) Penumpatan Komposit ; C) Setelah


dilakukan Stamping

Gambar 4A menunjukkan hasil akhir dari restorasi, Gambar 4B setelah


diperiksa dengan articulating paper 20 mikron. Kasus ini menggunakan satu
shade dari komposit.

23
Gambar 20. A) Hasil Akhir; B) Pemeriksaan Oklusi

3.1.3 Kasus 3
Pasien memiliki lesi serupa seperti pada kasus II yaitu di sisi kontralateral
(Gambar 5A). Teknik yang sama diterapkan untuk mendapatkan "cetakan stamp
oklusal" (Gambar 5B). Preparasi kavitas dilaksanakan (Gambar 5C) dan restorasi
diselesaikan menggunakan langkah yang sama seperti pada kasus-kasus
sebelumnya (Gambar 5D, 5E, 5F). Dalam kasus ini digunakan dua macam shade
komposit.

Gambar 21. A) Gambaran Intraoral; B) Pembuatan Stamp menggunakan


mikrobrush dan komposit flowable; C)Preparasi Kavitas; D) Penumpatan
Komposit; E) Hasil Akhir; F) Pemeriksaan Oklusi

3.1.4 Kasus 4
Pasien wanita berusia 43 tahun datang ke klinik dengan keluhan nyeri di
daerah gigi belakang kanan bawah. Hasil radiografi dengan jelas menunjukkan
adanya karies interproksimal yang tersembunyi pada permukaan mesial dan distal,

24
lesi ini membutuhkan intervensi endodontik (Gambar 6A). Stamp oklusal dalam
kasus ini dibuat sebelum dilakukannya akses kedalam kavitas (Gambar 6B), karies
dibersihkan dan perawatan endodontik dilakukan (Gambar 6C). Restorasi pasca-
obturasi diselesaikan menggunakan stamp oklusal untuk mereplikasi anatomi pra-
operasi yang asli (Gambar 6D).

Gambar 22. A) Gambaran Intraoral dan Radiografi; B) Pembuatan Stamp


menggunakan mikrobrush dan komposit; C) Preparasi Kavitas dan Obturasi; D)
Hasil Akhir Secara Klinis dan Radiografi.

3.1.5 Kasus 5
Pasien berusia 21 datang ke klinik untuk dilakukan restorasi. Ketika defek
berukuran besar hadir dalam waktu yang lama, sering dialami bahwa gigi
antagonis bergeser ke arah defek. Setelah menyelesaikan restorasi, oklusi yang
tepat dengan gigi antagonis tidak dapat dicapai. Namun, hal ini dapat dihindari
dengan metode berikut: Selama tahapan preliminary mock up, pasien menggigit
lapisan komposit yang belum di curing dan anatomi yang diharapkan akan
diperoleh kemudian dilakukan curing. Lapisan komposit tadi digunakan untuk
memprediksi anatomi dan digunakan untuk membuat cetakan stamp sehingga
didapatkan restorasi akhir (Gambar 7A-F).

25
Gambar 23. A) Preoperative; B) Pemeriksaan Oklusi; C) Komposit diletakkan
Kemudian Pasien Menggigit untuk Memprediksi Anatomi Akhir ; D) Preparasi
Kavitas; E) Penumpatan Komposit; F) Hasil Akhir

3.1.6 Kasus 6

Seorang laki-laki berusia 56 tahun datang ke klinik untuk melaksanakan


penggantian restorasi sebelumnya di daerah gigi belakang kiri atas. Improvisasi
dilakukan pada teknik indirect, karena dengan adanya defek yang relatif besar,
sulit untuk membangun cusp yang cukup akurat untuk dioklusikan dengan gigi
antagonisnya. Cetakan silikon dan model gigi dibuat. Setelah itu wax digunakan
untuk membangun anatomi yang diinginkan kemudian cetakan stamp oklusal
dibuat dari wax, cetakan stamp kemudian digunakan untuk menstimulasikan
restorasi langsung pada gigi (Gambar 8A-F).

26
Gambar 24. A) Preoperative; B) Model pada gigi Preoperative; C) Preparasi
Kavitas pada Model ; D) Penumpatan pada Model Sesuai Bentuk Anatomi yang
Diinginkan; E) Pembuatan Stamp pada Tumpatan Komposit di Model ; F) Hasil
Akhir

3.2 Diskusi

Gigi posterior lesi karies primer dapat timbul dengan morfologi


intaktoklusal meskipun sesungguhnya telah terjadi kerusakan pada
dentinoenameljunction. Lesi karies banyak muncul dengan sedikit atau tanpa
kerusakan pada email, namun sesungguhnya telah terjadi kerusakan pada dentin di
bawahnya. Untuk mencapai dentin yang nekrotik, enamel yang sehat harus
dihilangkan melalui preparasi. Anatomi alami dari gigi yang ada sebelumnya akan
hilang karena tindakan preparasi tersebut. Hal tersebutlah yang menimbulkan
timbul konsep dalam penggunaan teknik stamp komposit sebelum dilakukan
prosedur tindakan.
Prevalensi karies gigi telah menurun dalam beberapa dekade terakhir.
Penggunaan fluoride yang efektif dapat dianggap sebagai faktor utama yang
berkontribusi terhadap hal ini. Terutama mengenai lesi karies pada permukaan
gigi. Pengenalan besar-besaran dari agen-agen berfluoride yang berbeda
tampaknya mengakibatkan banyak lesi yang muncul tanpa adanya kerusakan pada
permukaan gigi, namun disisi lain adanya kerusakan pada dentin. Fenomena ini
telah diidentifikasikan sebagai 'bom fluorida' yang menunjukkan hubungan
langsung penggunaan fluorida dengan peningkatan resistensi permukaan email.
Lesi yang tersembunyi di dalam email, dimana gigi memiliki permukaan
oklusal utuh namun terdapat kerusakan didalam. Apabila diperhatikan dapat

27
ditemukan terdapat area perubahan warna kebiruan / hitam di bawah permukaan
email, atau lebih jelas apabila diperiksa secara radiografik. Metode lain yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi lesi tersebut melalui endoskopi
(AcuCam), laser fluoresensi (DIAGNOdent), transilluminasi serat optik,
radiografi digital, monitor dan deteksi karies listrik (ECM), dll.
Seperti teknik-teknik yang lainnya, teknik stamp inipun memiliki pro dan
kontra. Pro yang paling mepengaruhi yakni dalam hal waktu pengerjaan, waktu
penyelesaian restorasi berkurang karena hubungan cusp-fossa yang diinginkan
hampir didapatkan secara instan. Teknik ini tentunya menjadi keuntungan bagi
para praktisi yang sibuk serta dapat meningkatkan reputasi diantara pasien apabila
dapat menyelesaikan restorasi dalam waktu lebih cepat serta dengan tumpatan
yang bagus. Derajat pororsitas pada pasca restorasi sangat berkurang. Hal ini
disebabkan karena pada saat penggunaan teknik stamp akan memberikan tekanan
pada komposit, sehingga mengurangi pembentukan gelembung mikro serta
mengurangi gangguan oksigen dengan polimerisasi lapisan akhir komposit.
Faktor-faktor ini telah terbukti menjadi penentu utama untuk keberhasilan jangka
panjang restorasi komposit.
Kontraindikasi teknik ini yaitu membutuhkan keterampilan dan ketajaman
klinis agar dapat dilakukan dengan benar. Meskipun teknik ini telah digunakan
untuk kavitas Kelas 2, namun tidak salah untuk mengasumsikan bahwa sebagian
besar kasus di mana anatomi pra-operasi dipertahankan adalah karies pada kavitas
Kelas I. Karena komposit flowable biasanya lebih disukai dalam teknik ini,
diperkirakan akan terjadi penurunan dalam hal kekuatan. Oleh karena itu, kasus
yang diindikasikan untuk teknik ini harus dipilih.
Selain itu, waktu yang digunakan untuk menguasai dan melatih teknik ini
terkadang cukup lama. Tetapi teknik ini dapat dengan mudah diatasi dengan
latihan. Penempatan stamp oklusal dengan posisis yang benar dan tepat
merupakan prasyaratan untuk mencapai hubungan cusp-fossa yang akurat.
Penempatan yang kurang tepat akan menyebabkan distorsi.

28
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Teknik Stamp merupakan salah satu teknik restorasi komposit yang dapat
menghasilkan restorasi yang menyerupai anatomi gigi asli melalui proses seperti
stamping/mengecap. Teknik stamp diindikasikan terutama pada kasus gigi dengan
lesi karies (kelas I atau II) tanpa/dengan kavitas ringan dimana masih memiliki
struktur anatomi secara utuh yang banyak. Teknik stamp memiliki keunggulan
dapat mereplikasi anatomi gigi dengan akurasi yang tinggi seperti gigi asli dalam
waktu yang cepat. Adapun kekurangan teknik ini yaitu cakupan jumlah kasus
yang dapat dikerjakan masih terbatas.

4.2 Saran
Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut baik itu in vitro and in vivo
terkait penggunaan Teknik Stamp pada kasus-kasus lainnya serta kesuksesan
dalam penggunaan teknik stamp dalam jangka waktu panjang.

29
DAFTAR PUSTAKA

Alleman, S. D., Nejad, A. M., Alleman, S. D., 2017, The Protocols of Biomimetic
Restorative Dentistry: 2002 to 2017, Inside Dentistry, 13(6) :64-72
Ammannato, R., Ferraris, F., Marchesi, G., 2014, The “Index Technique” in Worn
Dentition: a New and Conservative Approach, The International Journal
Of Esthetic Dentistry, 9(4): 1-31
Anusavice, K. J., Shen, C., Rawls, H. R., 2013, Philip’s Science of Dental
Materials 12th ed, Missouri: Elsevier Saunders, hal. 275-280
Chandrasekhar, V., Rudrapati, L., Badami, L., Tummala, M., 2017, Incremental
Techniques in Direct Composite Restoration, India J Conserv Dent, 20(6):
386–391.
Deliperi, S., David, N., Bardwell, D. M. D., An Alternative Method to Reduce
Polymerization Shrinkage in Direct Posterior Composite Restorations, J
Am Dent Assoc, 133(10): 1387-1398
Ferracane, J. L., 2010, Review Resin Composite-State of the Art, Dental
Materials, 27(1): 29-38
Garg, N., Garg, A., 2015, Textbook of Operative Dentistry 3rd ed, New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers, hal. 252-284
Giachetti, L., Scaminaci, R. D., Bambi, C., Grandini, R., 2006, A Review of
Polymerization Shrinkage Stress: Current Techniques for Posterior Direct
Resin Restorations, J Contemp Dent Pract, 4 (7): 79-88
Hassan, K., Khier, S., 2005, Split Increment Horizontal Layering: A Simplified
Placement Technique for Direct Posterior Resin Restorations, General
Dentistry, 53(6):406-409
Istikharoh, F., 2018, Dental Resin Komposit: Teori, Instrumentasi, dan Aplikasi,
Malang: Universitas Brawijaya Press, hal. 18-22
Manappallil, J. J., 2010, Basic Dental Materials 3 th Ed, New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers, hal. 121-130.
Mary, G., Jayadevan, A., 2016, Microbrush Stamp Technique to Achieve
Occlusal Topography for Composite Resin Restorations - A Technical
Report, Journal of Scientific Dentistry, 6(2): 76-82

30
McCabe, J. F., Walls, A. W., 2008, Applied Dental Materials Ninth Edition,
Blackwell Munksgaard: Singapura, hal. 195-205
Modi, R. R., Rakesh, J., Manoj, G. G., Chandak, Bhutda, P., 2018, Stamp
Technique-a New Perspective for Composite Resin Restoration: A Case
Report, International Journal of Current Research, 10(7): 71406-71408
Nadig, R. R., Bugalia, A., Usha, G., Karthik, J., Rao, R., Vedhavathi, B., 2011,
Effect of Four Different Placement Techniques on Marginal
Microleakage in Class II Composite Restorations: An in vitro Study,
World Journal of Dentistry, 2(2): 111-116
Nishad, S. V., Sharma, U., 2018, Stamp Technique for Posterior Composite
restorations A Case Report, IOSR Journal of Dental and Medical
Sciences,17(8): 13-15
Noort, R. V., 2013. Introduction to Dental Materials Fourth Edition, Missouri:
Elsevier Saunders, hal. 73-90
Roberson, Theodore M., Heymann, H.O., Swift Jr, E.J., 2006, Sturdevant’s Art
and Science of Operative Dentistry 5 th ed, Philadelphia: Elsevier Mosby,
hal. 500-505.
Safty, S. E., Silikas, N. A., Watts, D. C., 2012, Creep Deformation of Restorative
Resin Composites Intended for Bulk-fill Placement, Dental Material,
28(8):928-935
Sakaguchi, R. L., Powers, J. M., 2012, Craig’s Restorative Dental Materials 13th
ed, Philadelphia: Elsevier Mosby, hal. 2, 143.
Shikha, S., 2019, Biomimetic Dentistry Using Stamp Technique for Direct
Posterior Composite Restorations: A Case Report, Acta Scientific Dental
Sciences, 3(9): 63-73
Sulastri, S., 2017, Dental Material: Bahan Ajar Keperawatan Gigi, 1 st ed,
Jakarta: PPSDMK Kemenkes RI, hal. 77-80
Tambake, J. N., Tambake, S., Gandhi, N., Jadhav, Y., Madhu, K., Burad, P.,
2017, Stamp Technique New Perspective of Aesthetic Dentistry : A Case
Report, Journal of Dental and Medical Sciences, 16(6): 49-51

31
Yadav, K. D., Prasad, P. S., Chaganti, H., Saleem, M., Pai, A., 2019, Techniques
in Direct Composite Restoration, Mod App Dent Oral Health, 3(5): 307-
309

32

Anda mungkin juga menyukai