AMELOBLASTOMA
Oleh:
NIM. 180160100111037
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018
AMELOBLASTOMA
PENDAHULUAN
1
Gambar 1. Ameloblastoma pada pasien dengan lesi besar pada bagian kiri posterior
mandibula
Ameloblastoma muncul sebagai masa yang tidak nyeri dan tumbuh lambat.
Bacelli et al., (2000) mengamati bahwa, dalam ameloblastoma mandibular setengah
dari pasien datang dengan pembengkakan pada wilayah yang terkena (38,3%),
parestesia dari wilayah yang dinervasi dari saraf mandibula (13,3%) dan oklusi gigi
yang berubah di 10% dari kasus.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
ameloblastoma yaitu foto polos, Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Berdasarkan manifestasi radiologis ameloblastoma yang
bervariasi, H. M. Worth (1963) telah menjelaskan empat pola, yaitu :
(1) Tipe unicystic: muncul sebagai radiolusensi unilocular menyerupai kista. Namun,
tidak seperti kista, ameloblastoma menyebabkan diskontinuitas di korteks perifer dan
bahkan menunjukkan trabecula di dalam lumen.
(2) Pola spider web: tampilan dimana lesi terlihat sebagai area radiolusen besar
dengan scalloped borders. Dari pusat lumen kasar trabecula melebar ke perifer,
membentuk gambaran jaring laba-laba.
(3) Pola soap bubble: lesi ini terlihat radiolusensi multilokular dengan kompartemen
besar dengan berbagai ukuran, menimbulkan gambaran sop bubble, atau
multichambered atau gambaran multikistik 'bunch of grapes'.
(4) Honeycomb atau pola solid: Ini juga disebut pola sarang lebah. Gambaran tumor
yang belum mengalami degenerasi kistik. Oleh karena itu, terlihat banyak gambaran
radiolusen kecil yang dikelilingi oleh korteks tulang berdinding tebal heksagonal atau
poligonal, sehingga menimbulkan penampilan seperti sarang lebah.
Radiografi panoramik merupakan langkah pertama dalam mendiagnosis
ameloblastoma dengan gambaran radiografi yang bervariasi tergantung tipe tumor.
Pemeriksaan CT disarankan bila pembengkakan keras dan terfiksir ke jaringan di
sekitarnya. Pemeriksaan CT biasanya berguna untuk mengidentifikasi kontur lesi, isi
lesi, dan perluasan ke jaringan lunak yang membantu penegakan diagnosis. Foto
polos tidak dapat membedakan antara tumor dengan jaringan lunak normal, hanya
2
dapat membedakan antara tumor dengan tulang yang normal, sedangkan CT scan
dan MRI dapat memperlihatkannya dengan jelas. CT scan memberikan gambaran
anatomi dari potongan jaringan secara 2 dimensi dan 3 dimensi dengan akurat.
Keuntungan dari teknik ini adalah tidak terjadi gambaran yang tumpang tindih dan
memberikan gambaran jaringan secara detail dari area yang terlibat. MRI esensial
dalam menentukan perluasan ameloblastoma maksilar sehingga menentukan
prognosis untuk pembedahan (Gumgum et al., 2005).
3
cm di luar batas radiologis, untuk memastikan bahwa semua 'microcysts' dan
'daughter cyst’ terbuang (Vohra et al., 2009).
LAPORAN KASUS
Data Pasien
No RM 129280
Tanggal Periksa 26 Agustus 2018
Nama Pasien Tn. Nur Wakit
Jenis Kelamin Laki-laki
Tanggal Lahir/Usia 9 Juli 1979/39 tahun
Alamat Lingkungan Sembon 001/008
Satreyan Kanigoro
Anamnesis Pasien laki-laki usia 39 tahun
datang dengan keluhan
terdapat benjolan di pipi kiri
sejak + 7 bulan. Kadang keluar
cairan bening saat makan.
Tidak terasa nyeri. Tidak ada
penyakit sistemik dan alergi
obat. Riwayat penyakit keluarga
hipertensi.
Diagnosis Suspect ameloblastoma
Rencana Perawatan Enukleasi ameloblastoma
4
Hasil FNAB
5
Tata Laksana
Tanggal Perlakuan
Minggu, 26 Agustus Pasien laki-laki usia 39 tahun datang
2018 dengan keluhan terdapat benjolan di pipi
kiri ± 7 bulan. Kadang keluar cairan
bening saat makan. Tidak ada nyeri.
Tidak ada peyakit sistemik dan alergi
obat. Riwayat penyakit keluarga
hipertensi.
Pasien rawat inap di Ruang Seruni.
Senin, 27 Agustus 2018 Dilakukan pemeriksaan FNAB
Rabu, 29 Agustus 2018 Persetujuan tindakan kedokteran oleh wali
Kamis, 30 Agustus 2018 Dilaksanakan tindakan enukleasi
ameloblastoma dengan general anesthesia.
DISKUSI
6
gigi 16, 35, 36, 37, 46 dan 47. Pada pemeriksaan klinis ekstraoral terlihat asimetri
wajah. Terdapat masa di regio mandibula sinistra dengan konsistensi kenyal dan
sebagian lunak berdiameter 5x6 cm. Menurut Lagares et al. (2005), ameloblastoma
terjadi pada mandibula sekitar 80% kasus, yakni 70% terjadi di regio molar atau
pada ramus asendens. Sesuai dengan kondisi klinis pada pasien tersebut. Tumor ini
biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat pemeriksaan
radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan atau
ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh
Universitas Sumatera Utara lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit
jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar (Neville et al., 2004).
Untuk saat ini diagnosis masih belum dapat ditegakan hanya dengan
pemeriksaan klinis, maka diperlukan pemeriksaan penunjang lain untuk melihat
perluasan massa dan melihat adanya destruksi tulang sekitar lesi, maka dilakukan
pemeriksaan radiografi. Radiografi panoramik merupakan pilihan pertama dalam
membantu diagnosis ameloblastoma. Hasil foto radiografi menunjukan sebuah lesi
multikistik pada regio sinistra angulus mandibula. Lesi berbatas radiopak jelas
meluas mulai dari angulus mandibula sampai dengan daerah apikal gigi 38. Tidak
terlihat resorbsi akar gigi 38. Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-
bagian yang terpisah oleh septa tulang yang memperluas membentuk masa tumor
(Juodzbalys and Daugela, 2013). Gambaran multilokular ditandai dengan lesi yang
besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble. Ukuran lesi yang sebenarnya
tidak dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan garis batasan yang jelas
dengan tulang yang normal. Resorpsi akar jarang terjadi tapi kadang-kadang dapat
dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat (Sapp, 2004).
Penatalaksanaan ameloblastoma dibagi menjadi terapi konservatif dan
radikal (agresif). Perawatan radikal biasanya berupa reseksi segmental sedangkan
perawatan konservatif dapat berupa enukleasi (Gunadi dan Rusli, 2003). Pada
pasien ini dilaksanakan penatalaksanaan ameloblastoma dengan teknik enukleasi.
Penatalaksanaan ameloblastoma dapat dengan cara konvensional atau radikal
disesuaikan dengan faktor usia dan kondisi umum pasien, ukuran, lokasi tumor dan
tipe ameloblastoma berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Pada pasien usia muda
atau dengan kasus ameloblastoma unikistik dan ukuran yang tidak besar dapat
dilakukan tindakan konservatif enukleasi. Sedangkan pada kasus ameloblastoma
7
solid atau multikistik, terapi yang tepat adalah dengan reseksi segmental dengan
batas 1cm dari batas tumor terhadap tulang sehat (Dandriyal et al., 2011).
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka
kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor
ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis (Hasan, 2010).
Ameloblastoma tipe solid atau multikistik ditandai dengan angka rekurensi sampai
50% selama 5 tahun pasca perawatan. Oleh karena itu, ameloblastoma tipe solid
atau multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi dengan margin jaringan normal
disekeliling tumor) karena lesi multilokular dapat menginfiltrasi struktur sekitarnya
secara mikroskopik yang tidak terdeteksi, sehingga tidak terangkat saat operasi.
Seperti yang terlihat pada tumor rahang lainnya, rekurensi lebih agresif daripada
tumor ini. Pemeriksaan rutin jangka panjang bahkan seumur hidup diindikasikan
untuk tipe ini (Rusdiana et al., 2010).
KESIMPULAN
8
DAFTAR PUSTAKA
Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial surgery. 2nd ed. Missouri:
Churchill Livingstone Elsevier, 2007; 426-34,492-5,1466-8
Chung W, Cox D, Ochs M. Odontogenic cysts, tumors, and related jaw lesions. Head
and neck surgery otolaryngology, 4th edn Lippincott Williams & Wilkins Inc,
Philadelphia. 2006;p. 1570–1584.
Dandriyal R, Gupta A, Pant S, Baweja HH. Surgical management of ameloblastoma:
Conservative and radical approach. Natl J Maxillofac Surg 2011; 2(1): 27-22
Dunfee BL, Sakai O, Pistey R, Gohel A. Radiologic and pathologic characteristics of
benign and malignant lesions of the mandible. Radiographics.
2006;26(6):1751–1768.
Gumgum S, Hosgoren B. Clinical and radiologic behaviour of ameloblastoma in 4
cases. Journal- Canadian Dental Association. 2005;71(7):481.
Gunadi H, Roesli A. Perawatan ameloblastoma dengan metoda dredging. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2003; 10: 11-7
Hasan MA. Prevalensi ameloblastoma dan distribusi ameloblastoma serta
perawatannya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Journal of Dentistry Indonesia
2010; 45-46
Juodzbalys G, Daugela P. Mandibular third molar impaction: Review of literatur and
a proposal of a classification. J Oral Maxillofac Res 2013; 4(2): 1- 8.
Lagares DT, Cossio PI, Guisado JMH, Perez JLG. Mandibular ameloblastoma
review of the literatur and presentation of six cases. J Med Oral Patol Oral Cir
Bucal 2005; 10: 231-238.
Rusdiana, Sandini SU., Vitria EE., Santoso TI. Profile of ameloblastoma from a
retrospective study in Jakarta, Indonesia. Journal of Dentistry Indonesia 2011;
18(2): 27-32 11. Hasan MA. Prevalensi ameloblastoma dan distribusi
ameloblastoma serta perawatannya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Journal
of Dentistry Indonesia 2010; 45-46
Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and maxillofacial pathology.
2nd ed. Missouri: Mosby, 2004; 134-143.