Seorang anak laki-laki berusia 18 tahun datang ditemani ibunya dan adiknya ke
RSGM dengan keluhan benjolan pada pipi kiri yang tidak terasa sakitnamun
bertambah besar sejak 1 tahun terakhir. Selain itu pasien mengeluh adanya bau
mulut. Ia memiliki riwayat gangguan pernafasan dan setahun yang lalu dirawat di
rumah sakit karena sesak nafas. Riwayat penurunnan berat badan disangkal.
Pemeriksaan ekstraoral: asimetri wajah, benjolan pada pipi kiri berukuran 5x4x2 cm,
batas tegas, keras dan nyeri tekan negatif. Pemeriksaan intraoral: benjolan di
vestibulum regio 36 sampai posterior gigi 37, warna sama dengan sekitar. Di lingual
regio tsb teraba benjolan meskipun tidak besar. Gigi 36 dan 37 goyang derajat 2.
Gambaran panoramik: gambaaran multilocular, meluas dari gigi 35 sampai posterior
gigi 37, gigi 38 terdapat dalam area radiolusensi. Tepi inferior masih cukup tebal,
gigi 36 dan 37 tidak lagi didukung oleh tulang dan reabsorbsi pada akar 36 37.
Ibunya berusia 43 th mengeluhkan adanya benjolan dibawah lidah yang muncul sejak
3 bulan yang lalu. Benjolan sering terasa nyeri terutama pada pagi hari dan saat
makan. Pemeriksaan intraoral tampak benjolan di dasar mulut sebelah kanan, terasa
keras. Saliva kental.
Adiknya, perempuan berusia 10 tahun dengan keluhan benjolan pada bibir bawah
sejak 1 bulan. Adiknya mempunyai kebiasaan mengigit-gigit bibir. Pemeriksaan klinis:
benjolan pada mukosa bibir bawah, berbatas tegas, transparan, tidak bertangkai,
berdiameter 4 mm.
SASARAN BELAJAR
Ilmu Bedah Mulut dan Ilmu Kedokteran Gigi Anak
1. Prosedur diagnosis
Pemeriksaan klinis ekstra oral
Pemeriksaan klinis intra oral
Pemeriksaan laboratorium – jenis-jenis biopsi
Pemeriksaan radiografis : panoramik, oklusal, Eissler, sefalometri posteroanterior,
occipitomental, CT scan, 3D, CBCT
Tumor epitelial
Tumor mesenkim
Mixed odontogenic
Tumor nonodontogenik
Reactive lesion
Infectious sialadenitis
Benign neoplasma
Malignant neoplasma + rare tumors
1. Klasifikasi halitosis
2. Etiologi halitosis
3. Patogenesis halitosis
4. Faktor predisposisi halitosis
5. Prosedur diagnosis halitosis
6. Pemeriksaan penunjang halitosis
7. Penatalaksanaan halitosis
8. Klasifikasi kelainan pernafasan (beserta etiologinya)
9. Modifikasi dental pada pasien dengan kelainan pernafasan
10. Kegawatdaruratan medis yang dapat terjadi pada pasien dengan gangguan pernafasan
Ilmu Farmakologi
Pembahasan kuis
Tumor Epitelial
Dibuat oleh Claudia, Indira Annisa Sophia
Sumber:
1. Regezi J.A., Sciubba J.J. Oral Pathology : Clinical Pathologic Correlations. Jordan
R.C.K. Ed. 6th. Saunders. 2012
2. Cawson R.A, Odell E.W. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. Ed
8th. Churchill Livingstone. 2008
Epitelial neoplasma
Tumor odontogenik adalah derivate dari sisa-sisa epitel dan atau mesenkim saat
proses pembentukan gigi. Maka dari itu ditemukan di mandibula dan maxilla dan kadang di
gingival. Secara klinis, tumor odontogneik asimptomatik, menyebabkan ekspansi rahang,
migrasi gigi, resopsi akar, dan kehilangan tulang. Neoplasma yang paling umum dan telah
diklasifikasikan oleh WHO dan dapat dilihat dari tabel 8.2 dibawah ini
Cawson Essentials of
Oral Pathology and
Oral Medicine
A. Ameloblastoma
• Neoplasma rahang yang paling umum.
• Pasien berusia 30-50 tahun dan jarang pada lansia dan anak-anak. 80%
terbentuk pada mandibula dan 70 % diantaranya berkembang di regio posterior
molar dan melibatkan ramus.
• Neoplasma ini tidak akan menunjukkan ada gejala sampai pembengkakan besar.
Gambaran Klinis
4. Malignant ameloblastoma à Bentuk ganas dari ameloblastoma. Lesi primer dan sekunder
secara mikroskopik berdiferensiasi dengan ciri histologi seperti ameloblastoma
Histologi
Menunjukkan sel kolumnar palisade disekitar epithelial nests yang mirip dengan ameloblast
pada enamel organ. Beberapa subtype ameloblastoma yang terlihat secara mikroskopis,
yaitu:
Follicular ameloblatoma
Paling sering dan mudah dikenali. Terdapat pulau-pulau sel tumor yang menyerupai dental
follicle normal.
Plexiform ameloblastoma
Desmoplastic ameloblastoma
Ketika stroma mengalami desmoplatik dan pulau-pulau tumor menjadi squamoid atau
elongasi
Basal cell atau basaloid carcinoma
Neoplasma mirip dengan carcinoma cell basal
Solid ameloblastoma yang pusat sel neoplastiknya menunjukkan cytoplasmic granularity (dan
pembengkakan) yang jelas
Radiograf
- Lokasi: Kebanyakan pada regio molar (ramus mandibula) àM3 maksila dan meluas
ke sinus maksilaris serta bagian dasar nasal dan sinus maksila.
- Batas Tepi: Dibatasi oleh tulang kortikal. Seringkali batasnya melengkung dan pada
lesi yang kecil, batas serta bentuknya agak sulit dibedakan dengan kista.
- Struktur Interna: Radiolusen total hingga radiolusen bercampur
- Efek Terhadap Struktur Sekitarnya: Resoprsi akar meluas, peripindahan gigi,
perluasan dan penipisan plat kortikal, perforasi pada tulang ke jaringan lunak atau
ruang anatomis di sekitarnya, dan perluasan ramus mandibula dan kadang tepi
anterior ramus sudah tidak terlihat pada gambaran radiografi panoramik.
- Diagnosis Pembanding:
• Dentigerous cyst
• Odontogenic keratocyst
• Giant cell carcinoma
• Odontogenic myxoma
• Ossifying fibroma
Management
Patologi
• Tumor ini terdiri dari lembaran atau untaian sel epitel pada stroma jaringan ikat. Sel
epitelialnya berbentuk polyhedral dan biasanya memiliki outline jelas dan jembatan
intercellular.
• Terdapat variasi yang mencolok pada ukuran inti selnya seperti giant nuclei yang paling
terlihat (gambar 8.17). Nuclei ini biasanya hiperkromati dan akan mirip dengan
carcinoma. Namun tidak seperti kebanyakan karsinoma karena tidak menunjukkan
adanya reaksi inflammatory stromal dan didalam tumor terdapat area hyelin yang
homogen dengan karakterisitik stain dari amyloid yang kemudian akan
mengkalisifikasi dan membentuk cincin concentric didalam dan sekitar sel epitel
degenerating sehingga terbentuk massa yang besar. Selain itu juga bisa terdapat clear
cell.
Histopatologi
7. Nukleusnya memiliki variasi ukuran dan bentuk, hiperkromatik dan jarang bermitosis
8. Banyak sitoplasma dan eosinophilic
Radiografis
- Lokasi: Lebih sering pada mandibula dengan rasio 2:1, dan kebanyakan berkembang
pada area premolar-molar, dengan 52% berhubungan dengan gigi yang tidak
erupsi/impaksi. Pada gambaran radiograf awal perkembangan tumor menunjukkan area
radioLusen disekeliling mahkota yang mature dan tidak erupsi.
- Batas Tepi: Memiliki tepi kortikal seperti kista dan berbatas jelas. Beberapa tumor
berbatas tidak jelas dan dapat dibedakan.
- Struktur Interna: Unilocular atau multiocular dan tersebar. Dengan radiopak berbagai
ukuran dan densitas. Trabekula kecil, tipis, dan opak dapat melewati radilusen dari
banyak arah.
- Efek Terhadap Struktur Sekitarnya: Gigi didekatnya dapat berpindah atau gagal erupsi
- Differential Diagnosis
• Dentigerous cyst
• Ameloblastoma
yang belum erupsi. Lesi radiolusen tapi mungkin memiliki foci opaque kecil yang
terdistribusi, merefleksikan adanya kalsifikasi jaringan tumor (Gambar 11-27). Jika
letaknya berada di antara gigi anterior, mungkin terlihat divergensi akar.
c. Histopatologi:
• Profilferasi epithelial intracystic yang terdiri dari sel spindle dan polyhedral.
• Tipikal pola berupa lobular, walaupun di beberapa area syncytial.
• Karakteristiknya berupa struktur rosette dan ductlike dari sel ephitelial columnar.
• Foci periodic acid-Schiff (PAS)-positive material tersebar di lesi.
• Jumlah, ukuran, dan derajat kalsifikasi dari foci tersebut menentukan bagaimana lesi
terlihat secara radiograf.
d. Differential Diagnosis
• Kista dentigerous, karena asosiasi-nya sering dengan gigi impaksi.
• Kista periodontal lateral, karena lokasi-nya sering bersebelahan akar gigi anterior.
• Jika terlihat opacity, calcifying odontogenic cyst dan CEOT juga dipertimbangkan.
e. Perawatan
• Enukleasi. AOT termasuk lesi benign, encapsulated yang tidak mengalami rekurensi.
• Mirip ameloblastoma, walaupun tidak ada sel epitel kolumnar (Gambar 11-30).
TUMOR MESENKIM
Dibuat oleh Elmira Musdiyanti & Dhira Rama Haidar Prakasita
1. Glick M, Feaganss WM. Burket’s Oral Medicine, 12th ed. People’s Medical Publishing House:
USA; 2015. Chapter 7, p. 389-393.
2. Scully C. Oral Maxillofacial Medicine The Basis of Diagnosis and Treatment, 3rd ed. Churchill
Livingstone; 2013. Chapter 45, p. 294-296
3. Contemp Clin Dent. 2012 Jan-Mar; 3(1): 83–85.
4. Regezi JA, Sciubba JJ. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations, 6th ed. Saunders;
2012. Chapter 11, p. 282-287; Chapter 12, p. 293-306.
5. Indian J Dent Res. 2011 Mar-Apr;22(2):352-5.
6. Cawson RA, Odell EW. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine, 8th ed.
Churchill Livingstone; 2008. Chapter 8, p. 129-136.
7. Neville, Damm, Allen, Bouquot. Oral and Maxillofacial Pathology, 2nd ed. Saunders. Chapter
14, p. 563-571; Chapter 15, p. 633-638.
8. Osteochondroma. Was accesed from https://radiopaedia.org/articles/osteochondroma
9. Osteochondroma. Was accesed from https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--
conditions/osteochondroma/
Tumor Mesenkim
Odontogenic Myxoma
Cementoblastoma
Periapical Cemento-osseous
dysplasia
1. Odontogenic Myxoma
Pengertian: lesi mesenkim jinak yang secara mikroskopis mirip pulpa atau jaringan ikat
folikular
Etiologi : derivate mesenkim odontogenik
Insidensi : orang tua dan dewasa muda, sekitar usia 10-40 tahun (Scully, 2013) atau 10-50
tahun rata-rata 30 tahun (Regezi, 2012), lebih sering di wanita (Scully, 2013)
Lokasi : kebanyakan di posterior mandibular (gigi P dan M), bisa di maksila yang meluas
dari tulang alveolar, antrum hingga prosesus zigomatik
Gambaran Klinis: lesi intrabony secara perlahan meluas ke tulang korteks dan kemudian
perforasi. Jarang terasa sakit, menyebabkan displacement atau kehilangan gigi.
Gambaran Histopatologis : : jaringan ikat myxomatous aseluler, jaringan kolagen dan
fibrosa pada matriks mukopolisakarida (fibromyxoma), infiltrasi meluas di
sekitar tulang, bony island memperlihatkan residu trabekula, proliferasi rendah
Gambaran Radiografis :
• Tepi: berbatas jelas dengan gambaran radiopak
§ Lokasi : well-circumscribed, paling sering di region P dan M RB yang meluas
pada akar
§ Struktur Interna: radiolusen/diffuse dengan pola bervariasi
§ Bentuk : unilokular atau paling sering multilokular dengan pola honeycomb,
soap bubble, tennis racket; terlihat margin scalloped
Gambaran Radiografis :
• Tepi: berbatas jelas dengan gambaran radiopak (tepi sklerotik)
• Lokasi: maksila di anterior hingga M1, mandibular di posterior hingga M1
• Struktur Interna: radiolusen
• Bentuk: unilokular well defined pada ukuran kecil, multilokular pada ukuran besar
DD: secara klinis sama seperti yang disebutkan pada amleblastoma; secara mikroskopis
adalah desmoplastic fibroma (bagian tulang fibromatosis). Tetapi berbeda karena
desmoplastic fibroma akan menunjukkan sifat yang lebih agresif dan rekuren.
Perawatan: Perawatan berupa enukleasi dan kuretase atau eksisi, rekurensi jarang terjadi.
3. Cementoblastoma
Pengertian: disebut juga true cementoma, merupakan massa bulat yang menempel pada
akar, termasuk neoplasma jinak dan jarang terjadi
Etiologi: dari massa jaringan cementum-like
Insidensi: predominan pada decade ke-2/3, biasanya sebelum 25 tahun (Regezi, 2012)
Lokasi: lebih sering di mandibular dibanding pada maksila, lebih sering di posterior (di M1
RB menempel dengan akar [Cawson, 2008])
Gambaran Klinis: menyebabkan perluasan kortikal dan nyeri yang intermitten (low-grade),
gigi biasanya vital
Gambaran Histopatologis: massa padat dari materi cementum-like termineralisasi dengan
banyak reversal line. Pada bagian tepi, terdapat area jaringan yang tidak termineralisasi
dan kapsul jaringan ikat. Keterlibatan jaringan lunak yang tervaskularisasi dengan baik
mengandung sementoblast yang banyak dan besar, hiperkromatik, multinucleated giant cell
Gambaran histo mirip osteoblastoma, Kalau cementoblastoma nempel di akar gigi
Gambaran radiografis :
DD: secara mikroskopis mirip osteosarcoma karena aktifitas selular yang terkadang tampak
sangat aktif, bisa juga mirip dengan osteoblastoma namun tidak terjadi perlekatan pada
akar gigi
Perawatan: ekstraksi gigi bersamaan dengan massa yang terkalsifikasi
4. Periapical Cemento-osseous Dysplasia
Gambaran Radiografis :
• Tepi: berbatas jelas radiopak, cincin radiolusensi tipis bila sudah mencapai final stage
• Lokasi: periapikal
• Struktur Interna: radiolusensi yang berlanjut dengan ruang ligamen periodontal; bila
berprogres atau matur akan bercampur atau berpola bintik-bintik; pada final stage
radiopak
Gigi tidak perlu diekstraksi atau dilakukan perawatan endo karena gigi
masih vital
Mixed Odontogenic (Epitelial and Mesencyhmal Tumors)
Dibuat oleh: Manendra Muhtar
Sumber:
Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations, 6th ed. Saunders.
2012,
White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology and Interpretation, 7th ed. 2014.
Efek terhadap struktur sekitar: Jika lesinya besar, mungkin terjadi ekspansi dengan plat
kortikal yang masih utuh (intact). Gigi-geligi yang terliibat kemungkinan terhambat
dari erupsi normalnya atau berpindah ke arah apikal.
Gambaran Histopatologis:
DD
Ameloblastic Fibroma:
• Ameloblastoma
• Odontogenic myxoma
• Dentigerous cyst
• Odontogenic keratocyst
• Central giant cell granuloma
• Histiocytosis
DD Ameloblastic Fibro-Odontoma
• Calcifying epithelial odontogenic tumor
• Calcifying odontogenic cyst
• Developing odontoma
Perawatan:
• Tumor ini terenkapsulasi dan kapasitas invasifnya rendah sehingga bisa dirawat
dengan prosedur bedah konservatif seperti kuretase atau eksisi
• Rekurensi dapat terjadi namun sangat jarang
2. Odontoma
Gambaran Klinis:
• Terkomposisi dari jaringan keras dental epithelial serta mesenkimal (jaringan
terdiferensiasi sepenuhnya) sehingga terlihat sebagai lesi yang terkalsifikasi
• Secara biologis, odontoma sebenarnya dianggap sebagai hamartomas
dibandingkan neoplasma
• Terdapat dua jenis odontoma:
• Compound odontoma – terlihat sebagai gigi-geligi
mini yang banyak atau gigi-geligi yang belum
sempurna (rudimentary); pada tooth-bearing area, di
antara akar-akar gigi, atau di atas mahkota gigi
impaksi
DD Odontoma:
• Diagnosis compound odontoma dapat ditegakkan melalui pemeriksaan radiografis
• Complex odontoma biasanya tampak seperti gambaran radiograf pada umumnya
karena opasifikasi yang solid dengan hubungan terhadap gigi-geligi. DD dapat
meliputi lesi rahang opak lainnya seperti focal sclerosing osteitis, osteoma,
perapical cemental dysplasia, ossifying fibroma, dan cementoblastoma.
Perawatan Odontoma:
• Odontoma memiliki potensi pertumbuhan yang terbatas, meskipun terkadang
complex odontoma dapat tumbuh menjadi massa yang cukupbesar. Enukleasi
dapat dilakukan, dan tidak akan terjadi rekurensi.
TUMOR NON-ODONTOGENIK
Dibuat oleh Elmira Musdiyanti & Dhira Rama Haidar Prakasita
1. Glick M, Feaganss WM. Burket’s Oral Medicine, 12th ed. People’s Medical Publishing House:
USA; 2015. Chapter 7, p. 389-393.
2. Scully C. Oral Maxillofacial Medicine The Basis of Diagnosis and Treatment, 3rd ed. Churchill
Livingstone; 2013. Chapter 45, p. 294-296
3. Contemp Clin Dent. 2012 Jan-Mar; 3(1): 83–85.
4. Regezi JA, Sciubba JJ. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations, 6th ed. Saunders;
2012. Chapter 11, p. 282-287; Chapter 12, p. 293-306.
5. Indian J Dent Res. 2011 Mar-Apr;22(2):352-5.
6. Cawson RA, Odell EW. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine, 8th ed.
Churchill Livingstone; 2008. Chapter 8, p. 129-136.
7. Neville, Damm, Allen, Bouquot. Oral and Maxillofacial Pathology, 2nd ed. Saunders. Chapter
14, p. 563-571; Chapter 15, p. 633-638.
8. Osteochondroma. Was accesed from https://radiopaedia.org/articles/osteochondroma
9. Osteochondroma. Was accesed from https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--
conditions/osteochondroma/
Ossifying Fibroma
Fibrous Dysplasia
Osteoma
Ostechondroma
Cemento-ossifying Fibroma
Tumor Jinak
Haemangioma
Melanotic Neurectodermal
Cemento-osseus dysplasia
Osteoblastomo
Desmoplastic Fibroma
1. Ossifying Fibroma
Pengertian: tumor jinak pada tulang, bisa tumbuh meluas, menyebabkan destruksi tulang dan
rekuren
Etiologi: tidak diketahui, beberapa kasus melibatkan translokasi kromosom
Insidensi: terjadi pada decade ke-3/4 kehidupan, lebih sering terjadi pada wanita
Lokasi: pada kepala dan leher muncul di rahang dan tulang kraniofasial; pada rahang
biasanya di daerah tooth-bearing terutama di gigi P sampai M RB
Gambaran Klinis: tumbuh perlahan, asimptomatik, lesinya dapat meluas, daerah
pertumbuhan à rahang dan tulang kraniofasial, dapat menyebabkan penipisan plate
kortikal bukal dan lingual.
Gambaran Histopatologis: jaringan ikat fibrosa, dengan spindled fibroblast yang
terdiferensiasi dengan baik. Serat kolagen terbentuk acak, terlihat pola storiform. Bony
spheroid/trabecule/ island terdistribusi melalui stroma fibrosa. Tulang imatur dan dikelilingi
osteoblast
Ossifying fibroma dibagi menjadi 2 berdasarkan gambaran histopatologinya:
• Juvenile trabecular ossifying fibroma (JTOF):
o Lesi pada pasien muda. Gambaran histopatologisnya terdapat lembaran
irregular osteoid encasing plump dan osteosit yang berbentuk irregular juga.
o Terdapat banyak multinucleated osteoclast
• Juvenile psammomatoid ossifying fibroma (JPOF) :
o banyak terjadi pada tulang kraniofasial selain rahang. Prevalensi pada
pasien dengan usia relatif tua.
Gambaran Radiografis :
• Tepi: memiliki batas tepi yang jelas
• Lokasi: tooth-bearing area terutama mandibular posterior
• Struktur Interna: radiolusen hingga radiopak atau kombinasi
• Bentuk: irregular, bisa unilokular atau multilokular
DD: Fibrous dysplasia perbedaannya adalah batas ossifying fibroma jelas dan lesi ossifying
fibroma dapat diangkat dengan mudah
Perawatan: perawatan berupa kuretase atau enukleasi, jarang rekuren
2. Fibrous Dysplasia
Pengertian: tulang medular normal digantikan dengan proliferasi jaringan ikat fibrosa
abnormal sehingga tulang immature
Etiologi: diakibatkan oleh aktivitas sel mesenkim yang deranged atau defek dalam
mengontrol aktivitas sel tulang. Mutasi encoding gen GNAS 1 (disebut Gsα)
GNAS I (guanine nucleotide-binding protein, a-stimulating activity polypeptide I)
yang melakukan encoding terhadap subunit alpha dari transmembrane-signaling G
protein (Gsα)
Gambaran Histopatologis: stroma jaringan ikat fibrosa seluler (slight to moderate) yang
mengandung terbekulasi foci atau irregular dari tulang immature. Kapiler prominen dan
tersebar merata. Fibroblast menunjukkan inti berbetuk uniform spindle-shaped
Gambaran Radiograf :
Ciri khas yaitu terlihat seperti ground-glass atau peau d'orange Effect (tampak kabur)
• Tepi: Batasan tegas
• Lokasi: meluas pada rahang
• Struktur Interna: lesi radiolusen hingga massa radiopak
• Bentuk: unilokular atau multilokular radiolusen terutama pada tulang panjang
3. Osteoma
Pengertian: tumor jinak yang mengandung tulang mature, kompak dan konselus.
Etiologi: tidak diketahui; namun trauma, infeksi, dan perkembangan abnormal menjadi faktor
yang berpengaruh
Insidensi: terjadi pada decade ke 2-5 kehidupan, lebih sering pada pria
Gambaran Klinis: Pada periosteal osteoma berkembang lambat, dan keras; dapat terjadi
asimetri wajah;
■ Tumbuh dari tulang sebagai massa yang berbentuk seperti polip dan tidak bergerak
(sessile)
■ Asimptomatik, lesi tumbuh soliter
■ Paling banyak muncul di daerah mandibular/kondilus, kalau di body of mandible
biasanya di area posterior (lingual premolar RB)
■ Pertumbuhan lambat (jinak) , tetapi kadang2 bisa menyebabkan deformitas fasial
Osteoma yang timbul di permukaan tulang disebut periosteal osteomas,
bila di antara tulang disebut endosteal osteomas
■ Osteoma kanselus à tediri dari tulang trabekular yang dikelilingi lamela korteks
Gambaran Radiografis :
DD: harus dibedakan dengan eksostosis (ekskresi tulang berlebih pada aspek bukal tulang
alveolar) pada rahang; selain itu juga osteoblastoma dan osteoid osteoma (terasa sakit dan
perkembangannya lebih cepat). Secara radiograf dd nya denggan odontoma dan sclerosing
osteomyelitis.
Perawatan: bedah eksisi
4. Ostechondroma
Pengertian: pertumbahan berlebih dari kartilago dan tulang pada ujung tulang panjang
dekat growth plate
Etiologi: tidak diketahui, namun terdapat 2 tipe yaitu inherited dan non-inherited
Lokasi: permukaan tulang dekat growth plate. Lesi pada kompleks kraniofasial biasanya
muncul di septum nasal dan sinus ethmoid. Pada maksila biasanya ditemuka di anterior
sedang di mandibular pada simfisis, prosesus koronoid dan kondil
Gambaran Klinis: massa keras tidak sakit dan bergerak; satu tangan/kaki biasanya
lebih panjang dari sisi satunya; soreness pada otot di dekatnya
Gambaran Radiografis :
5. Cemento-ossifying Fibroma
Pengertian: lesi fibro-osseous pada rahang
Etiologi: muncul dari sel-sel dari jaringan periodontal yang tidak terdiferensiasi. Terdiri dari
tulang, sementum, dan jaringan fibrosa yang bervariasi.
Insidensi: pada dekada ke-3/4 kehidupan, lebih sering terjadi pada wanita
Lokasi: predominan pada gigi P atau M RB, bisa mengenai rahang dan tulang orokranofasial
lain
Gambaran Klinis: pertumbuhan lambat, lesi bersifat ekspansif namun tidak sakit, terjadi
deformitas bila dibiarkan (asimetri wajah)
Gambaran Radiografis
:
§ Tepi: berbatas jelas, jika mature batas terlihat dalam gambaran radiolusen
§ Lokasi: gigi P atau M RB, terbatas di periapikal
§ Struktur Interna: radiolusen-radiopak (bercampur), jika mature akan terlihat radiopak
§ Bentuk: unilokular well-defined atau multilokular
Perawatan: prosedur bedah eksisi bisa juga prosedur bedah disertai kuretase
Pengertian: disebut juga lesi giant cell, proliferasi fibroblast dan multinucleated giant cell,
yang terjadi terutama pada rahang
Etiologi: respon reparatif terhadap perdarahan dan inflamasi intrabony
Insidensi: predominan pada anak-anak dan dewasa mudah, 70% pada usia <30 tahun,
lebih sering terjadi pada wanita (2:1)
Lokasi: maksila (anterior sampai gigi P, kadang meluas hingga midline) dan mandibular
(ramus dan kondil)
Gambaran Klinis: tidak sakit, pembengkakak, cortical plate menipis, jarang terjadi perforasi
hingga jaringan lunak
Gambaran Radiografis :
§ Tepi: berbatas jelas/tegas, batas scalloped
§ Lokasi: maksila (anterior hingga gigi P), mandibula
DD: ameloblastoma, odontogenic myxoma, dan odontogenic keratocyst; pada usia muda dapat
ditambah ameloblastic fibroma, ossifying fibroma, dan adenomatoid odontogenic tumor.
Secara mikroskopis GCCG mirip dengan lesi giant-cell yang berasosiasi dengan
hyperparathyroidism (dibedakan pada tes biomekanikal); giant cell tumor of (long) bone
(giant-cell lebih besar, nuclei lebih banyak dan lebih homogen; jarang terjadi di rahang);
aneurysmal bone cyst (terdapat ruang sinusoidal blood di antara massa tumor); cherubism
Perawatan: eksisi atau kuretase massa tumor diikuti dengan eliminasi margin tulang
peripheral
Rekurensi sangat tinggi pada pasien anak dan remaja
Lesi dengan gambaran klinis agresif juga sering rekuren, butuh perawatan yang lebih
jauh seperti reseksi
7. Haemangioma
Pengertian : malformasi pembuluh darah intraosseous
Etiologi : Hemangioma tulang mirip seperti pada jaringan lunak. Pada umumnya kavernosa,
namun bisa juga arterivenosa (fast-flow angioma) dengan arteri besar, menyebar dengan
cepat, dan mengalami perdarahan parah apabila dibedah.
Gambaran Klinis :
• Pembesaran yang keras, slow-growing,
asimetri MANDIBULA atau maksila
• Perdarahan gingiva secara spontan
• Paresthesia atau rasa nyeri, gigi goyang
secara vertikal
• Lesi besar yang bruit dan berdenyut saat
dipalpasi pada kortikal plate
Gambaran Radiografis :
Gambaran Histopatologi :
Perawatan :
Lokasi : Anterior Maxilla pada bayi baru lahir < 6 bulan namun kadang terdapat di
mandibula, epididimis, otak, dan tengkorak
Gambaran Klinis : Berupa nonulcerated dan biasanya darkly pigmented mass à karena
produksi melanin oleh sel tumor
Gambaran Histopatologi :
• Menunjukan alveolar pattern (i.e. Nest sel tumor dengan sedikit jaringan ikat
• Ukuran nest bisa oval atau bulat, ditemukan di dalam jaringan ikat berbatas jelas
• Sel berlokasi di pusat dalam neoplastic nest dense dan compact, menirukan
neuroendocrine cells; sel perifer lebih besar dan sering mengandung melanin
• Terdapat sel pigmented dan non-pigmented pada fibrous stroma. Sel pigmented
memiliki inti lebih besar dan diisi oleh granul sitoplasmik kasar yang mengandung
melanin. Sel ini membentuk kelompok yang padat atau mengelilingi ruang-ruang kecil.
Sel non pigmented memiliki inti hiperkromatik besar yang membentuk kelompok kecil,
baik di stroma atau di ruang yang dikelilingi oleh sel- sel pigmented.
Gambaran Radiografis : ill-defined lucency yang terdapat gigi yang sedang berkembang,
area destruksi tulang, dengan ragged margins
DD : Jarang ada lesi lain pada bayi baru lahir. Keganasan pada early childhood, seperti
neurobastoma, rhabdomyosarcoma, dan “histiocytuc” tumor. Odontogenic cyst dan tumor bukan
Ddnya
9. Cemento-osseous dysplasia
Pengertian : lesi reaktif, displastik, dan neoplastic yang secara mikroskopis ditandai dengan
penggantian tulang normal dengan matriks kolagen yang mengandung trabekulasi immature
bone dan cementum-like material
Etiologi : Belum diketahui
Pada radiograf dan klinis yang dapat didiagnosa biasanya tipe periapical dan
florid. Sedangkan tipe focal hanya bisa diketahui melalui biopsy
1. Periapical cemento-osseus dysplasia
a. Lokasi : Regio periapikal anterior mandibular
b. Gejala Klinis : soliter, gigi vital, asimtomatik
c. Gambaran Radiograf :
i. Tahap awal à area radiolusensi dengan batas jelas melibatkan
area apical gigi. Pada tahap ini, lesi sulit dibedakan secara
radiograf dengan granuloma periapikal/kista periapikal.
ii. Saat sudah berprogres à lesi terkalsifikasi dan dibatasi dengan rim
radiolusen sempit.
• Dengan maturasi, trabekula tulang akan menebal strukturnya sehingga mirip dengan
akar jahe.
• Di tahap akhir radiopak, trabekula akan berfusi membuntuk massa lobular yang
terdiri atas globulus atau lembaran material cemento-osseus yang tersebar.
Gambaran Histopatologi :
Gambaran Radiograf : berbatas jelas dan pola lucent-opaque. Terdapat radiolusensi tipis
yang mengelilinginya. Ada gambaran sclerosis perilesional bone. Terdapat gambaran pola
peripheral sun ray dari pembentukan tulang baru
DD :
Gambaran Radiografis : unilocular atau multilocular. Bisa terlihat perforasi kortikal dan
resorpsi akar
Gambaran histopatologi: Interlacing bundle dan whorled aggregats dari jaringan kolagen
densely yang mengandung uniform spindled dan elongasi fibroblas, Hiperseluler dengan
plumper fibroblast nuclei, Tidak ada cytologic atypia dan mitotic
DD : Odontogenic cysts, odontogenic tumors, dan nonodontogenic lesion à yang biasa terjadi
dengan rentang usia yang sama
Lokasi : Jarang terdapat di leher. Tempat lain seperti kepala dan leher, termasuk sphenoid,
ethmoid, dan tulang temporal
Gambaran Klinis : Pertumbuhan dan ekspansi tulang lambat, tapi bisa juga cepat, nyeri,
atau parethesia
Gambaran Histopatologis :
Dulunya dikenal sebagai histiosit X dan histiosit idiopathi, kelainan yang ditandai dengan
proliferasi sel Langerhans
Etiologi : LCD akut dan kronis: adanya transformasi neoplastic. Beberapa LCD menunjukan
adanya kerusakan cell-mediated arm sistem imun. Defisiensi suppressor T cells dan rendahnya
level serum thymic factor menunjukan adanya abnormalitas thymic. Gangguan imun ini
mempengaruhi mekanisme regulator normal, dengan dihasilkannya proliferasi sel Langerhans
Gambaran Histopatologi :
Ø Ditandai dengan proliferasi sel dengan sitoplasma yang banyak, batas tidak jelas,
nuklei yang oval hingga reniform. Sel-sel ini tercampur dengan eosinophil dan sel
inflamasi lainnya (
Ø Adanya second population makrofag
Ø Multinucleated giant cells dan foci of necrosis
Ø Gambaran ultrastructure: sitoplasma rod-shaped, indetik dengan granula Birbeck
DD :
Ø Uvenile atau diabetic periodontitis, hypophosphatasia, leukimia, cyclic neutropenia,
agranulocytosis, dan primary atau metastatic malignant neoplasma
Ø Lesi yang berada di periapikal DDnya periapikal cyst atau granuloma, yang
membedakan adalah pulpa tetap vital
Ø Lesi radiolusen pada tengah rahang harus dibedakan dengan odontogenic tumors dan
cyst
Ø Radiolusensi yang banyak dan berbatas jelas mirip dengan myeloma, tapi myeloma
terjadi pada orang yang lebih tua
Perawatan :
Ø sessile (tidak bertangkai), masa tulang nodular yang simetris di sepanjang midline
palatum durum
Ø Lesi 2x lebih sering terjadi pada wanita
Ø Palatal torus biasanya muncul pada dekade kedua atau ketiga
Ø Pertumbuhan massa tulang lambat dan umumnya asimptomatik
Ø Bentuknya: nodular, spindled, lobular, atau datar
Ø Radiograf tori yang besar: lesi radiopak berbatas diffuse
Torus mandibuaris:
Exostoses:
Ø Tonjolan tulang multiple (atau single), lebih jarang terjadi dibanding tori
Ø Bony nodules asimptomatik di sepanjang bukal tulang alveolar
Ø Paling sering di posterior RA dan RB
Gambaran Histopatologis :
Ø Lesi terbentuk dari tulang yang hiperplastik yang terdiri dari mature cortical dan
tulang trabecular
Ø Permukaan luarnya halus, kontur membulat
Perawatan : Tidak perlu perawatan kecuali untuk alasan prosthetic, atau adanya trauma
pada overlying mucosa
Sumber :
Regezi J.A.. Sciubba J.J. Oral Pathology: Clinical Pathology Correlations. Jordan R.C.K. Ed 6th.
Saunders. 2012.
Cawson R.A., Odel E.W. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. Ed 8th.
Churchill Livingstone. 2008.
Neville, Damn, Allen, Bouqot. Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Saunders. 2002.
A. Osteosarcoma
Merupakan neoplasma tulang (non-odontogenic) yang sangat ganas dan paling umum. Tetapi
secara keseluruhan jarang terjadi, terutama di rahang. Osteosarkoma sulit ditentukan
penyebabnya namun beberapa kasus muncul setelah paparan radiasi ataupun Paget’s
disease pada tulang.
Gambaran Klinis
Gambaran Radiografis
Histopatologi
Treatment
Differential Diagnosis
• Scleroderma
• Osteomyelitis kornis
• Benign neoplasma lain
• Chondrosarcoma
Rangkuman :
B. Chondrosarcoma
Jadi chondrosarcoma itu setipe sama chondroma / osteochondroma, tapi versi ganasnya…
Nah sebelumnya recal chondroma dulu ya!
Chondroma
Secara histologi, chondroma terdiri dari kartilago hialin, tetapi ukuran dan distribusi sel tidak
beraturan. Sekitar 20% kasus chondrosarcoma di area maksilofasial berasal dari chondroma.
Perawatannya yaitu eksisi, termasuk batas luas dari jaringan normal, karena sulit untuk
membedakan tumor jinak (benign) dan tumor ganas (malignant).
Chondrosarcoma
Merupakan malignant tumor yang dikarakteristikan dengan formasi dari kartilago hyalin
yang tidak beraturan oleh sel tumor, bukan oleh sel tulang. Chondrosarcoma sekunder
biasanya muncul dari lesi kartilago yang jinak, contoh: osteochondroma or enchondroma.
Pasien dengan Maffucci’s syndrome (multiple enchondromas and multiple hemangiomas) dan
Ollier’s disease (multiple enchondromas without hemangiomas) punya resiko tinggi kena
chondrosarcoma.
Sekitar 20% kasus chondrosarcoma di area maksilofasial berasal dari chondroma dan sulit
membedakan antara benign chondroma dan low-grade chondrosarcoma.
Gambaran klinis
Histopatologi
• Kartilago hyaline pada tumor rahang yang abnormal, sering kali bersifat myxoid
(seperti mucus, bening, berlendir) dan poorly differentiated (gb.9.19).
• Kondrosit pleomorfik (beragam bentuk), sering kali binukleat (double nuclei) dan
memperlihatkan aktivitas mitosis (gb.9.20).
Gambaran radiografis
Treatment
• Eksisi lokal sedini mungkin, akan sulit di regio maksilofasial. Eksisi tidak adekuat
bisa menyebabkan rekurensi ke lokasi yang lebih luas dan kemunduran prognosis.
• Respon terhadap radioterapi lemah.
C. Ewing’s Sarcoma
Gejala klinis
• Banyak terjadi di rentanv umur 5 – 30 tahun, 60% dan terjadi pada laki laki
• Mempengaruhi kepala dan leher
• Nyeri, bengkak pada tulang, sampai
beberapa bulan, gigi dapat goyang
ataupun hilang, ulserasi mukosa.
• Demam, leukositosis, meningkatnya ESR
(eritosit sedimentation) dan anemia dapat
terjadi.
• Biasanya mempenetrasi korteks,
menyebabkan massa jaringan lunak di
atas tulang yang terlibat.
Gambar radiografis
Histopatologi
• Ewing’s sarcoma cell menyerupai limfosit tapi ukurannya 2 kali lebih besar dan
neuroectodermal.
• Nukleus yang berwarna gelap, dengan outline nukleus yang jelas, dan tepi
sitoplasma sel yang tidak jelas (pale).
• Sel tumornya tersusun secara tidak beraturan luas tanpa poa, kadang terpisahkan
oleh fibrovascular septa sehingga membentuk lobular pattern.
Differential Diagnosis
Treatment
Berasal dari sumsum tulang limfosit B, yang mengalami diferensiasi fungsional dalam
kemampuannya memproduksi sekret immunoglobulin. Berhubungan dengan produksi
imunoglobulin monoklonal.
I. Multiple Myeloma
Gambaran klinis
• 70% - 95% terjadi pada individu yang pernah menjalani radiografi tulang
maksila dan mandibula.
• Peningkatan ESR yang sangat besar sebagai hasil produksi berlebih dari
immunoglobulin (biasanya IgG).
• Gejala berupa rasa sakit, bengkak, mobilitas gigi, mati rasa, dan fraktur
patologis.
• Dapat terjadi kelemahan, berat badan turun, anemia, hyperviscosity syndromes.
Histopatologi
Radiografis
• terlihat punched-out multipel pada area non-corticated radiolusen hasil dari destruksi
tulang, terutama pada tengkorak dan beberapa lesi berbentuk oval (seperti kista).
Treatment
Differential Diagnosis
• metastatic carcinoma
• lymphoma
• Langerhans cell disease.
Rangkuman :
Prognosisnya lebih baik daripada plasmasitoma jaringan lunak. Lebih dari 65% pasien
bertahan lebih dari 10 tahun, namun pada akhirnya berkembang menjadi multiple myeloma.
Gejala klinis
Gambaran Radiografis
Histopatologis
Treatment
E. Amyloidosis
Amyloidosis merupakan hasil dari myeloma, berupa deposisi protein abnormal di jaringan
dengan karakteristik adanya staining.
Gejala klinis
Rangkuman :
Sel langerhans menyerupai histiosit namun dendritik / bercabang, APC pada epitel. Kadang
berkembang jadi tumor tulang.
Histopatologis
• Adanya proporsi beragam dari sel langerhans mirip histiosit, eosinofil, dan
terkadang beberapa tipe granulosit (gb.9.28).
• Sel langerhans memiliki nukleus yang pucat, bervesikel atau berlobul, serta
sitoplasma eosinofil yang tidak adekuat (gb.29).
3. Letterer-Siwe syndrome
G. Metastatic Tumor
Metastatic carcinoma paling banyak ditemukan di tulang pelvis, tulang belakang (vertebrae),
ribs (iga), tengkorak. Walaupun termasuk jarang terjadi pada rahang, tapi paling sering
terjadi dibandingkan dengan tumor lain.
Berasal dari berbagai organ: payudara, paru-paru, bronkus, prostat, tiroid, dan ginjal
(dapat bermetastasis mencapai rahang melalui aliran darah).
Gejala klinis
Gambaran radiografis
Histopatologi
Jadi,
gambaran histo nya beragam tergantung dari mana kah asal tumor primernya. Untuk
beberapa case yang sulit, digunakan immunohistochemical staining untuk cytokeratin.
Perbedaan ekspresi cytokeratins 7 and 20 (CK7, CK20, respectively) dan villin akan sangat
berguna untuk menentukan asal mula dari metastatic primary carcinoma.
Differential Diagnosis
Treatment
Diferensiasi adalah derajat kemiripan sel tumor dengan jaringan asalnya baik dari
gambaran morfologinya maupun fungsi. Makin mirip makin baik diferensiasinya. Terdapat 4
jenis diferensiasi yaitu, well differentiated, moderate differentiated, poor differentiated, dan
undifferentiated.
Proliferasi neoplastik menyebabkan penyimpangan bentuk dan susunan sel tumor. Hal ini
menyebabkan sel tumor tidak mirip sel dewasa normal jaringan asalnya. Tumor poor
differentiated atau undifferentiated menunjukkan gambaran sel primitif dan tidak memiliki
sifat sel dewasa normal jaringan asalnya.
Semua tumor jinak umumnya tersusun dari sel neoplastik yang mirip normal (well
differentiated). Sedangkan tumor ganas berkisar dari yang well differentiated sampai ke
undifferentiated. Tumor ganas yang terdiri dari sel-sel yang tidak berdiferensiasi disebut
dengan anaplastik. Anaplasia memiliki arti tanpa bentuk atau kemunduran. Menunjukan
pertumbuhan ke arah tingkatan lebih rendah atau hilangnya differensiasi struktural dan
fungsional dari suatu sel
Kebanyakan tumor jinak biasanya tumbuh lambat sedangkan tumor ganas cepat. Namun,
derajat kecepatan tumbuh tumor jinak tidak tetap, kadang kadang tumor jinak tumbuh lebih
cepat daripada tumor ganas. Hal ini tergantung pada hormon yang mempengaruhi dan
adanya penyediaan darah yang memadai. Contoh leiomyoma uterus akan tumbuh lebih
cepat apabila ada peningkatan estrogen (sedang hamil). Pada dasarnya derajat
pertumbuhan tumor berkaitan dengan derajat diferensiasi sehingga kebanyakan tumor ganas
tumbuh lebih cepat daripada tumor jinak.
3. Invasi Lokal
Hampir semua tumor jinak tumbuh sebagai massa sel tumbuh lokal dan tidak mempunyai
kemampuan menginfiltrasi, invasi atau menyebar ke tempat yang jauh seperti pada tumor
ganas. Oleh karena tumbuh dan menekan perlahan-lahan, tumor jinak biasanya dibatasi
jaringan ikat, disebut kapsul atau simpai ataupun pseudocapsul atau simpai semu, yang
memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat sekitarnya. Kapsul menyebabkan tumor jinak
berbatas tegas dan mudah digerakkan pada
operasi.
Tumor ganas biasanya tumbuh progresif, invasif dan infiltrasi ke jaringan sekitarnya. Pada
umumnya batasnya tidak tegas dari jaringan sekitarnya dan tidak berkapsul. Kebanyakan
tumor ganas bersifat invasif dan dapat menembus dinding dan organ tubuh yang belrumen
seperti usus, dinding pembuluh darah, limfe, atau ruang perineural sehingga menyebabkan
reseksi engeluaran tumor sangat sulit.
4. Metastasis
Metastasi adalah penyebaran tumor ke jaringan yang jauh dari tumor asalnya. Tumor ganas
menimbulkan metastasis sedangkan tumor jinak tidak. Metastasis ini dimulai dengan invasi sel
kanker menembus pembuluh darah, pembuluh limfe, dan rongga tubuh kemudian terjadi
penyebaran ke organ lainnya.
Gillick M, Feagans WM. Burket’s oral medicine. 12th Ed. People’s medical publishing house,
USA. 2015
1. Riwayat Medis
• Riwayat konsumsi obat yang dapat mengganggu fungsi kelenjar saliva
• Riwayat disfungsi kelenjar saliva. Gejala-gejala:
o Berkurangnya saliva
o Rasa kering di seluruh permukaan mukosa oral termasuk bibir,
tenggorokan
o kesulitan mengunyah, menelan, dan berbicara
o Rasa nyeri di rongga mulut, rasa terbakar, sakit tenggorokan yang
kronis beserta rasa sakit ketika menelan
o Mukosa menjadi senstitif ketika memakan makanan panas atau asam
2. Pemeriksaan fisik
• Bibir nampak kering, pecah-pecah, atropi, terkelupas
• Mukosa bukal pucat
• Lidah bagian dorsal nampak halus karena hilangnya papilla, eritema, dan
fissured
• kapasitas buffer saliva turun à meningkatnya lesi erosif dan karies
• Meningkatnya akumulasi debris dan plak
• Candidiasis (erythematous candidiasis)
• Angular cheilitis
• Pembesaran kelenjar saliva à akibat inflamasi, infeksi, neoplastik.
o Pembesaran kelenjar saliva yang sakit à indikasi infeksi, inflamasi
akut, atau tumor
o benjolan tidak sakit /nyeri tumpul à Neoplasma
• Normalnya saliva dapat keluar dari orifis kelenjar mayor jika ditekan secara
perlahan dengan tekanan ke arah orifis.
• Normalnya saliva tidak berwarna, transparan, encer, dan banyak.
3. Sialometri
• Tujuan: mengetahui laju saliva dihitung dari kelenjar saliva mayor individu
atau campuran sampel cairan oral yang disebut Whole Saliva (WS).
• Laju alir saliva: saliva terstimulasi & tidak.
o Tidak terstimulasi: kenyamanan dan proteksi kavitas oral. Normal: ≥
0,1 mL/menit
4. Sialokemistri
• Tujuan: memeriksa perubahan komposisi saliva.
• Parameter normal:
o Tidak berwarna; transparan
o Sedikit asam (pH 6—7)
o 99% air
o Ion anorganik: Na+, Cl-, Ca2 +, K+, HCO3-, H2PO4-, F-, I-, and
Mg2+ dan tiosinat.
o Komponen organic: urea, ammonia, asam urat, glukosa, kolesterol,
asam lemak, lemak, asam amino, hormone steroid, protein.
o Protein konstituen: mucin, amilase, agglutinin, laktoferin, IgA
5. Salivary diagnostics
• Fungsi saliva sebagai media diagnosis: kondisi sistemik, infeksi virus, infasi
bakteri, deteksi kanker, kadar alkohol dalam darah, level hormon, infark
miokardia* dan penggunaan obat-obatan terlarang.
• Keunggulan pemeriksaan saliva dari pada pemeriksaan darah: mudah
didapatkan, alat yang dibutuhkan mudah, noninvasif, ekonomis.
Biopsi kelenjar
saliva minor
Biopsi kelenjar
saliva mayor
Ultrasound-Guided
Core Needle
Aspiration
• Berguna bagi pasien lanjut usia yang tidak bisa dieksisi karena masalah
medis.
7. Pemeriksaan Serologi
Reactive Lesion
Dibuat oleh Denia Alya , Daniel Seteven
Tanda(*) = pemisah
Mukosa(jarang al palatum
) bukal Gland(p keras lebih
,anterior enyebab dibanding
ventral lidah utama),S lunak
,dan dasar ubmandi
mulut bular
dan
kelenjar
Superficial saliva
mucocele lokasi minor
terjadi dapat pada
di daerah dasar
palatum molle mulut
Karsinoma *
Infiltrat
Radang
campuran
berada
dalam
dinding
jarinngan
granulasi
ada
makrofag
banyak di
mucin pool
Dife 1.Kelenjar Neoplasma - Karsinoma Neoplasma Polip
renti liur kelenjar Sel Skuamosa Saliva Inflamatori
al 2.neoplasm Ludah * * *
diag Malformasi * Neoplasma Limfoma Hiperplasia
nosis vaskular Kista ganas * Lapisan
3.Neurofibro Dermoid kelenjar Perluasan sinus
ma saliva Penyakit akibat
* Nasopharyn Odontogen
Pada mucocele geal atau *
gingiva : sinosal Neoplasma
Kista Erupsi jaringan
lunak
lapisan
antral
Pra Dapat sembuh Untuk kista Pengank Self Limiting Biopsi Tidak
wat dengan sendiri pada atan Sembuh dapat dirawat
an apabila daerah kelenjar dalam 6-10 digunakan karena
kej.minor terisolasi subling- minggu dalam pertumbuh
* Eksisi ual dan menegakan annya
Kalau Kronis konservatif /atau diagnosa terbatas
dapat * marsupili * dan tidak
dilakukan eksisi Untuk kista asi Tidak ada destruktif,
,terutama di perawtan
pada daerah Glandular khusus
dicurigai Mayor
Eksisi pada pemindahan
daerah saliva sebagian
minor dekat kelenjar
mucocele agar *
tidak rekuren Penggunaan
Eritromisin
dan CHX
dapat
digunakan
untuk
mengurangi
rasa sakit di
mulut
*
Sialogogues
dapat
digunakan
dalam
menaikan
salivary
flow
Infectious Sialadenitis
Dibuat oleh Kartika Devy
Sumber: Regezi J.A., Sciubba J.J. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations. Jordan
R.C.K. 6th Ed. Saunders, 2012.
2. Cytomegaloviral Sialadenitis
Kondisi infeksi kelenjar saliva yang jarang terjadi dan mengenai bayi baru
lahir. Penyebaran infeksi transplasental. Merupakan penyakit sistemik yang
menyebabkan kelemahan, keterbelakangan perkembangan, dan kelahiran
premature.
Ketika ditemukan pada pasien immunosuppressed (pada pasien HIV atau
transplantasi organ), infeksi dapat menyebabkan demam, pembesaran kelenjar
saliva, hepatosplenomegaly (pembengkakan hati dan limpa), pneumonitis, dan
limfositosis. Renitis dapat menjadi komplikasi serius dari infeksi ini. Ulser di mulut,
terutama pada mereka yang immunosuppressed, dapat mengandung virus CMV
(dapat diperiksa dengan material biopsi). Pada pasien immunosuppressed yang
terinfeksi parah, dapat diberikan ganciclovir untuk mengontrol infeksi CMV. Pasien
dewasa yang tidak immunosuppressed juga dapat terinfeksi. Gejala tidak terlihat,
atau sedikit demam dan rasa tidak enak.
3. Bacterial Sialadenitis
a. Etiologi dan pathogenesis
Umumnya diasosiasikan dengan terlalu berkembangnya mikroba akibat
berkurangnya aliran saliva. Secara tradisional, bacterial sialadenitis
merupakan komplikasi post operatif bedah yang hidrasinya tidak mencukupi.
Beberapa obat-obatan yang mengurangi aliran saliva berkontribusi terhadap
munculnya infeksi ini, terutapa pada kelenjar mayor seperti kelenjar parotid.
b. Gejala klinis
• Rasa sakit tiba-tiba pada pembengkakan lateral wajah, demam, rasa
tidak enak, dan sakit kepala.
• Hasil laboratorium menunjukan meningkatnya Erythrocyte Sedimentation
Rate (ESR) dan leukositosis, sering dengan jumlah neutrofil yang
meningkat, menandakan inflamasi akut.
• Kelenjar yang terpengaruh biasanya lunak saat dipalpasi. Sering
ditemukan trismus, dan purulent pada orifis mungkin diproduksi oleh
tekanan lunak pada kelenjar yang terpengaruh.
• Jika infeksi tidak dieliminasi secara dini, supurasi dapat melebar
melewati kapsul yang membatasi kelenjar parotid. Ekstensi ke
sekeliling jaringan sepanjang bidang fasial di leher atau ekstensi
secara posterior ke kanal eksternal auditori dapat muncul kemudian.
4. Sarcoidosis
• Histopatologi
- Ditemukan adanya noncaseating granulomas. Granuloma bisa berbatas
tegas dan menyebar atau bermuara (diskrit atau konfluen).
- Dalam granuloma terdapat makrofag epiteloid dan multinucleated
giant cells, yang mungkin mengandung stellate (badan asteroid) dan
badan Schaumann.
- Infitrasi limfositik difus mungkin terlihat di sekitar pinggiran granuloma.
5. Kondisi Metabolik (Sialadenosis/ Sialosis)
Kondisi ini biasanya mempengaruhi kelenjar parotid secara bilateral, secara
tipikal tanpa gejala inflamasi. Kondisi metabolic yang dihubungkan dengan
pembengkakan kelenjar saliva adalah: alkolisme kronis, diabetes mellitus, obesitas,
defisiensi diet, obesitas, hipertensi, bulimia, anoreksia nervosam dan hyperlipidemia.
Alterasi dari fungsi kanal air aquaporin sudah diimplikasikan pada pembentukan
sialadenosis akhir-akhir ini.
• Histopatologi
- Pada pasien dengan sindroma ini, infiltrasi benign limfosit mengantikan
parenkim kelenjar saliva mayor.
- Pada lesi awal, terdapat agregasi fokal limfosit di sekitar ductus dan
terkadang sel plasma.
- Foci inflamasi membesar, sebagai respon dari level degenerasi. Dengan
bertambahnya infiltasi limfosit, terbentuk kumpulan foci inflamasi.
Terdapat epimyoepithelial islands di kelenjar mayor pada 40% kasus
dan hanya jarang terlihat pada kelenjar minor.
7. Salivary Lymphoepithelial Lesion/ Myoepithelial Sialadenitis/ Immunosialadenitis
duktus untuk memproduksi pulau epitel ireguler yang disebut sebagai epimyoepithelial
islands.
8. Scleroderma
Scleroderma merupakan penyakit kronis yang penyebabnya tidak diketahui,
meskipun secara general dianggap sebagai kondisi disfungsi imun. Terdapat 2 bentuk
scleroderma: morphea (bentuk kutanous terlokalisasi merusak yang relatif ringan) dan
sistemik scleroderma (bentuk yang berpotensi mengancam jiwa, focus bahasan).
Scleroderma sering terjadi bersamaan dengan kondisi autoimun lainnya, seperti
rheumatoid arthritis, lupus erythematosus, dermatomyositis, dan sindroma Sjogren.
Perubahan inflamasi dan obstruktif terlihat secara mikroskopis pada arteriola dan
kapiler, menunjukan bahwa perubahan pembuluh darah merupakan hal yang penting
pada pathogenesis scleroderma. Selain itu, fenomena Raynaud, kondisi pembuluh
darah perifer, sering melanjutkan manifestasi dari penyakit. Scleroderma sistemik
biasanya muncul selama paruh baya (30-50 tahun) dan dominan pada wanita (4:1).
a. Gejala Klinis
- Kulit yang biasanya terpengaruh pertama kali, meskipun keterlibatan
sendi mungkin saja menyediakan tanda inisial.
- Seiring berjalannya waktu, terjadi fibrosisi organ, sehingga mulai
muncul tanda-tanda kegagalan organ.
- Manifestasi kutan ditandai oleh edema pada awal perjalanan
penyakit, diikuti oleh keketatan dan kekakuan kulit.
- Kulit akhirnya akan menjadi kerasm halus, atrofi, dengan telangiectasia
(dilatasi kronis dari sekelompok kapiler yang menyebabkan garis
merah atau bintik pada kulit).
- Wajah akan terlihat tidak berekspresi atau seperti memakai topeng.
- Fibrosis jari mengarah ke kekakuan dan atrofi di ruas-rusanya.
- Vascular compromise, dapat menghasilkan iskemia dan ulserasi jari
jemari, fenomena yang sering terlihat pada scleroderma dan fenomena
Raynaud.
- Kekakuan dari kulit di sekitar mulut akan menyebabkan restriksi dari
lubang oral. Menjaga OH dan perawatan dental rutin menjadi sulit.
- Fibrosis dari kelenjar saliva akan menyebabkan xerostomia dan karies
servikal.
- Terdapat resorpsi tulang mandibular dan pelebaran membran
periodontal yang seragam.
b. Histopatologi
- Ciri primer dari scleroderma adalah deposisi kolagen relative aselular
dalam jumlah banyak.
- Infiltrasi limfosit perivaskuler juga sering ditemui.
- Perubahan kelenjar saliva minor termasuk fibrosis interstitial menonjol
dan atrofi asinar.
c. Perawatan
- Selain terapi suportif belum ada peratwan yang memuaskan.
- Kortikosteroid mungkin memberikan keuntungan di awal tetapi tidak
memberikan kontrol berkelanjutan pada kasus progresif.
*palliation: peringanan
• Gejala Klinis
- Gambaran klinis dari xerostomia sama apapun penyebabnya.
- Pasien mengeluhkan berbagai gejala, terutama kesulitan berbicara
atau menelan, perubahan pengecapan, rasa tidak nyaman di mulut
secara keseluruhan, dan jika menggunakan, retensi gigi tiruan yang
buruk.
- Biasanya pengurangan aliran saliva hingga 50% dibutuhkan sebelum
gejala klinis muncul.
- Pemeriksaan akan menunjukan kurangnya saliva di dasar mulut, dan
usaha untuk mengeluarkan saliva dari bukaan ductus kelenjar saliva
mayor gagal.
potensial yang paling penting. Bedah saluran nafas atas (prosedur sinus paranasal),
infeksi virus, atau neoplasma dapat mengubah fungsi olfaktori, yang secara tidak
langsung menggangu pengecapan. Prosedur bedah orofasial-ortognatik dan
tonsiektomi dapat melukai korda timpani, yang mempengaruhi setidaknya fungsi
pengecapan pada satu sisi.
− Ketika terjadi pada kelenjar saliva parotid, tumor ini umumnya bersifat tidak
nyeri dan berkembang secara perlahan.
− Umumnya pleomorphic adenoma ini terletak inferior dari telinga dan
posterior dari mandibula.
− Beberapa tumor dapat menghasilkan tekanan atrofi pada tulang ramus
mandibula.
− Ketika berada pada ujung atau kutub inferior dari kelenjar saliva parotid,
pleomorphis adenoma muncul di inferior angulus mandibula dan di anterior
otot sternocleidomastoid.
− Ketika muncul pada lobus dalam kelenjar parotid, tumor ini tidak dapat
dipalpasi dan umumnya muncul sebagai masa di dalam region lateral
faringeal.
− Jika terbentuk di kelenjar mayor umumnya terlobulisasi dan dilapisi oleh
jaringan ikat pseduocapsule.
− Jika tebentuk didalam kelenjar saliva minor, tumor ini akan memiliki kapsul
yang terbentuk kurang baik (poorly defined) atau bahkan tidak ada.
• Histopatologi
− Sekitar 1/3 tumor ini menunjukkan rasio yang seimbang antara elemen
epitelial dan mesenkimal.
− Komponen epitelial umumnya tampil sebagai duktus,
tubulus, pita (ribbons), dan lembaran yang solid.
− Komponen mesenkimal umumnya tampil sebagai jaringan ikat yang
terhialinisasi dan miksoid.
− Ciri khasnya yaitu sel myoepitelial umumnya akan muncul sebagai sel
plasmatoid atau sel spindeled.
• Perawatan
− Perawatan pilihan dari tumor ini adalah pembedahan eksisi.
− Enukleasi tidak direkomendasikan à risiko terjadi rekuren.
− Manajemen pleomorphic adenoma dalam kelenjar parotid adalah
parotidectomi superfisial (lateral lobectomi) dan penjagaan terhadap saraf
fasial.
• Perawatan
Manajemen perawatan yang direkomendasikan yaitu dengan melakukan
pembedahan eksisi konservatif, termasuk pada tepi jaringan normal yang tidak
terlihat.
3. Canalicular Adenoma
Calanicular adenoma biasanya ditemukan pada bibir atas.
• Gejala Klinis
− Biasanya ditemukan lebih sering pada wanita diatas umur 50 tahun.
− Sering ditemukan pada bibir atas (81%)
− Lesi bersifat asimptomatik dan dapat bergerak bebas
− Lesi ini berukuran beberapa mm sampai 2-3 cm.
• Histopatologi
− Adanya untai bilayer dari sel basaloid yang bercabang dan anastomosisnya
berada di dalam stroma tervaskulariasi serta mengandung sedikit fibroblast
dan kolagen.
− Individual cell berbentuk kolumnar atau kuboidal, dengan jumlah sitoplasma
eosinofilik banyak.
− Adenoma ini tidak terkapsulisasi secara menyeluruh dan multifocal.
• Perawatan
Perawatan yang dilakukan adalah eksisi dengan pemotongan pada jaringan normal.
4. Myoepithelioma
Myoepithelioma tersusun seluruhnya dari sel myoepitel. Walaupun strukturnya terlihat seperti
smooth muscle, tetapi myoepithelioma ini sering muncul pada kelenjar parotid, kemudian pada
kelenjar saliva minor dan jarang terjadi pada kelenjar submandibula.
• Gejala Klinis
− Berbentuk bulat dan tidak terasa sakit.
• Histopatologi
− Terlihat massa yang berisi sel spindle dan terdiri
dari 20% sel plasmatoid.
• Perawatan
Perawatan yang dilakukan berupa eksisi konservatif pada lesi yang muncul di
kelenjar saliva minor, meliputi selapis tipis jaringan normal di sekelilingnya. Dan
dilakukan parotidektomipada lesi yang ada di kelenjar parotid.
5. Oncocytic Tumors
Oncocytoma biasanya ditemukan pada kelenjar parotid. Lesi ini tersusun dari oncocyt, yang
merupakan sel granular asidofilik besar dengan mitokondria. Sumber histogenik dari lesi ini
diduga merupakan epitelium duktus saliva, terutama striated duct.
• Gejala Klinis
− Oncocytoma yang solid
− Berbentuk ovoid dan tekapsulisasi. Berukuran kurang dari 5 cm pada kelenjar
saliva mayor.
• Histopatologi
− Sel onkositoma berbentuk polihedral dengan sitoplasma eosinofilik granula.
− Nukleus terletak pada pusat sel dan umumnya berbentuk vesikular.
− Diagnosis onkositoma dapat ditegakkan melalui histochemical stain
phosphotungsic acid hematoxylin, yang mewarnai mitokondria intratoplasmik.
− Pertumbuhan dari neoplasma ini lambat, dan jinak.
• Perawatan
Perawatan yang dilakukan dengan eksisi kelenjar saliva minor dan superficial
parotidektomi.
Secara mikroskopik, terlihat banyak ruang kista dari batas yang ireguler berisi papillary
rojection yang dibatasi oleh onkosit, sel eosinofilik kolumnar. Lining cell juga dibatasi oleh sel
kuboidal yang terletak diatas jaringan limfoid dengan pusat germinal.
7. Sebaceous Adenoma
• Gejala klinis
Biasanya terjadi pada kelenjar submandibular dan parotid.
• Histopatologi
Jaringan ini berasal dari duktus intralobular dan tersusun secara dominan atas sel
kelenjar sebasea. Pada sebaceous lymphadenoma, dapat terlihat komponen benign
lymphoma.
• Perawatan
Perawatan yang dilakukan dengan parotidektomi dan pembedahan eksisi pada kasus
neoplasma intraoral lainnya.
8. Ductal Papilloma
Ductal papilloma meliputi sialadenoma papiliferum, inverted ductal papilloma, dan intraductal
papilloma. Tumor ini jarang terjadi dan pada umumnya muncul di dalam interlobular dan
bagian duktus ekskretori kelenjar saliva.
a. Sialadenoma papiliferum
− Jarang terjadi dan jika terjadi biasanya pada kelenjar saliva mayor dan minor.
− Umumnya dapat terlihat secara intraoral, pada mukosa bukal dan palatum.
− Tumor ini tidak terasa sakit pada permukaan mukosa dan epitelium duktus saliva.
− Tumor ini berasal dari superfisial ductis ekstretori saliva.
− Perawatan yang dilakukan dengan pembedahan konservatif.
c. Intraductal papilloma
− Umumnya menyebabkan obstruksi kelenjar saliva yang disebabkan oleh
pertumbuhan intraluminal exophytic.
− Secara histologi, ditemui lapisan single atau double dari epitelium kolumnar ataupun
kuboidal tanpa adanya proliferasi ke dalam dinding kista.
− Perawatan yang dilakukan dengan eksisi sederhana.
Sumber: 1. REGEZI JA, SCIUBBA JJ, JORDAN RCK. Oral pathology : clinical pathologic
correlations 6th ed. Elsevier Saunders; 2012
Tumor ganas pada kelenjar saliva dapat terjadi pada kelenjar saliva mayor maupun
minor. Tumor yang terjadi pada kelenjar saliva mayor dapat dilihat pada table 8-16. tumor
ganas kelenjar saliva tumbuh dengan cepat, terjadi ulserasi, metastasis, dan facial nerve
palsy. Perawatan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perawatan bedah.
Mucoepidermoid Carcinoma
Gambaran klinis à sering ditemukan pada pallatum berupa bengkak kebiruan yang
menetap dan terkadanag berfluktuasi. Pada gambaran radiografis terlihat lesi radiolusen
pada daerah gigi molar dan premolar. Pada low-grade terjadi pembengkakan yang terus
menerus dan tidak sakit. Pada high-grade terjadi keterlibatan nervus fasial bahkan
ditemukan tanda gangguan
- Low grade à terdiri dari sel penghasil mucus berbentuk kubus hingga batang
dikelilingi oleh struktur microcystic. Terdapat percampuran antara sel epithelial
dan sebukan sel epidermoid. Yang menjadi ciri khas adalah adanya
- Intermediate grade àsel mucus dan struktur microcystic ada namun lebih sedikit
dari low-grade. Atypia selular minimal.
Prognosis
- Low grade à sudah terjadi metastasis namun belum meluas. Perawatan yang
dapat dilakukan adalah perawatan bedah.
- High grade à metastasis biasanya sampai ke nodus limfa servikal. Presentasi
kesembuhan : 40%. Perawatan yang dapat dilakukan adalah perawatan bedah
dengan tambahan terapi radio setelah perawatan pada lokasi mucoepidermoid
carcinoma. Karena adanya metastasis ke bagian leher, perlu dilakukan neck
dissection.
Diduga berasal dari sel-sel paling proksimal dari ductus saliva. Perkembangannya
lambat dan jarang terjadi rekuren ataupun metastasis.
ditemukan di palatum.
Terjadi pada kelenjar sliva mayor yaitu parotid. Terbentuk dari sel-sel pada kelenjar ductus.
Semua keganasan yang terjadi pada kelenjar saliva disebut adenocarcinoma. Namun bila
ada tumor dengan gamabran mikroskopik yang tidak spesifik, maka digolongkan menjadi not
otherwise specified “NOS”.
RARE TUMORS
Dibuat oleh : Cynthia Pratiwi
Sumber: 1. REGEZI JA, SCIUBBA JJ, JORDAN RCK. Oral pathology : clinical pathologic
correlations 6th ed. Elsevier Saunders; 2012
Merupakan epithelial malignancy yang muncul pada kondisi mixed tumor yang pernah ada
dan tidak terawatt atau adanya rekurensi setelah beberapa tahun. Tanda yang munujukkan
adanya malignancy termasuk fiksasi massa ke jaringan sekitar, ulserasi dan regional
lymphoadenopathy. Perawatannya melalui bedah dan radical neck dissection.
Epimyoepithelial Carcinoma
Merupakan malignansi high grade dari kelenajr saliva mayor. Dikarakteristikkan secara klinis
pada kelenjar parotid. Lesi muncul sebagai massa yang padat, painless. secara microscopic,
papillary cribiform dan solid growth pattern dengan desmoplastic stroma dan necrosis central
atau comedo. Prognosis setelah perawatan buruk setelah 5-6 tahun perawatan. Karena
adanya metastasis pada paru-paru dan tulang.
invasive malignancy dan dengan perawatan bedah pasien dapat sembuh kembali. Namun
rekurensi dan metastasis dapat terjadi.
Munculnya penyakit ini dari kelenjar saliva merupakan keajdian yang relative jarang dan
hanya pada major salivary gland, biasanya kelenjar submandibula terlibat. Kondisi
predisposisinya adalah obstructive sialadenitis pada kelenjar sub mandibula. Tidak ada
tanda produksi mucin, rekurensi local dan metastasis nodus limfa local sering di temui.
Perawatan bedah dipilih dan tingkat keselamatannya bergantung padatingkatan klinis
daripada differensiasi histologic.
1. KLASIFIKASI HALITOSIS
Dibuat oleh Fatiany Fadillah
Sumber :
1. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza's Cilinical
Periodontology. 11th ed. Missouri: Elsevier Saunders.
2. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations.
6th ed. Elsevier. Missouri; 2012.
“Halitus” = napas
2. ETIOLOGI HALITOSIS
Dibuat oleh Fatiany Fadillah
Sumber :
1. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza's Cilinical
Periodontology. 11th ed. Missouri: Elsevier Saunders.
2. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations.
6th ed. Elsevier. Missouri; 2012.
Halitosis melibatkan peningkatan metabolit tertentu dalam sirkulasi darah, yang nanti
akan melalui alveoli paru-paru saat bernapas. Halitosis biasanya berasal dari mulut,
tetapi juga bisa dari hidung, tonsil (tonsillitis, tonsiliths), dan berbagai sumber lainnya,
tetapi sangat jarang. Dalam mulut, penyakit-penyakit gingival dan periodontal
merupakan penyebab utama malodor, yang berasal dari bakteri pathogen periodontal,
Phorphyromonas gingivalis yang menghasilkan methyl mercaptan.
• Prophyromonas gingivalis
• Prevotella intermedia
• Prevotella nigrescens
• Aggregatibacter actinomycetemcomitans
• Campylobacter rectus
• Fusobacterium nucleatum
• Peptostreptococcus micros
• Annerella forsythia
• Eubacterium spp
• Spirochetes
Selain itu, sumber-sumber halitosis lainnya adalah :
3. PATOGENESIS HALITOSIS
Dibuat oleh Fatiany Fadillah
Sumber :
1. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza's Cilinical
Periodontology. 11th ed. Missouri: Elsevier Saunders.
2. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral Pathology Clinical Pathologic
Correlations. 6th ed. Elsevier. Missouri; 2012.
• VSC’s – Methyl mercaptan, hydrogen sulfide, dimethyl sulfide & dimethyl disulfide
• Polyamides – Putrescein, cadavarine, skatole, indole
• Short chain FA – butyric, propionic, valeric & isovaleric acid
1. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza's Cilinical
Periodontology. 11th ed. Missouri: Elsevier Saunders.
2. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations.
6th ed. Elsevier. Missouri; 2012.
1. Anamnesis
• Tanyakan tentang bau mulut, kebiasaan makan, dan riwayat dental serta
medis.
• Tanyakan frekuensi halitosis (konstan, setiap hari), kapan munculnya halitosis
(setelah makan à indikasi hernia lambung
• Tanyakan jika bau mulut muncul, apakah orang lain juga merasakan (untuk
menghindari bau nafas imajiner)
• Riwayat Medis, tanyakan :
o Medikasi
o Penyakit sistemik (paru-paru, liver, ginjal, lambung, dan pancreas)
o Jika ada penyakit THT, perhatikan adanya obstruksi jalan nafas, mouth
breathing, postnasal drip, alergi, tonsillitis, disfagia.
• Riwayat Dental
o Frekuensi kunjungan ke dokter gigi
o Penggunaan obat kumur
o Penggunaan prosthesis
o Frekuensi dan instrument yang digunakan untuk membersihkan gigi,
interdental, dan lidah
• Kebiasaan Buruk
o Merokok, minum alcohol, dll.
2. Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium (PEMERIKSAAN PENUNJANG HALITOSIS)
a) Self-Examination
Melibatkan pasien dalam pemeriksaannya, pasien memantau hasil
terapi dengan pemeriksaan diri, terutama ketika penyebab intraoral telah
teridentifikasi. Hal ini dapat memotivasi
melanjutkan
instruksi dalam
menjaga kebersihan mulut.
Pengujian yang dapat dilakukan yaitu mencium salivanya sendiri
(saliva dikeluarkan ke dalam sesendok kemudian biarkan dry beberapa detik
à akan tercium bau busuknya atau dengan pasien jilat pergelangan tangan
tunggu dry nanti akan tercium), masukin tusuk gigi ke dalam interdental
kemudian dicium tusuk giginya, bisa juga dengan mencium sendok yang telah
discraping dibekang lidah
b) Oropharyngeal Examination
Pemeriksaan terhadap lesi karies yang dalam, impaksi makanan pada
interdental, wounds, perdarahan pada gingiva, poket periodontal, tongue
coating, kondisi mulut yang kering, tonsil, dan faring.
Permukaan lidah dapat diskor berdasarkan ketebalan dan lapisan.
c) Organoleptic Rating
Penguji (manusia) yang akan memeriksa/menguji breath malodor,
karena hidung manusia bisa mencium sampai 10.000 bau dan juga dapat
mengetahui situasi sehari-hari ketika pasien sedang halitosis. Penilaian
organoleptic merupakan gold standard for diagnosis of halitosis.
iii. Bau rongga mulut: pasien membuka mulut dan menahan nafas (1-20
detik), kemudian penguji meletakan hidung didekat mulut pasien
iv. Air liur: Pasien diminta menjilati pergelangan tangannya. Setelah
kering, penguji mencium dan memberi skor.
v. Lapisan lidah: penguji dan pasien mencium tongue scraping. Berguna
untuk mengevaluasi apakah bau ini mirip dengan bau yang dicium.
Agar test ini dapat berjalan baik harus menggunakan dua penguji, dan
dilakukan standarisasi bau dengan menggunakan odor solution kit untuk
mengukur respons penciuman. Pelatihan juga dipertimbangkan untuk
mengurangi kesalahan para penguji bau.
h) Electronic nose
Mengidentifikasi komponen spesifik dari baud an menganalisis susunan
kimianya
TATALAKSANA HALITOSIS
Dibuat oleh Hasti Raissa
Sumber:
• Regezi. Oral Pathology Clinical Pathologic Correlation 6th ed. p.203
• Carranza’s Clinical Periodontology 12th Ed p.549
Menurut Regezi à management of halitosis of oral origin:
Menurut Carranza :
o Essential Oils
Penggunaan larutan Listerine (yang mengandung essential oils) dapat
mengurangi tingkat bakteri odorigenic. Listerine memiliki keefektifan yang kuat
dalam mengatasi bau mulut
o Chlorine Dioxide
Agen oksidasi yang dapat mengurangi bau mulut yang disebabkan
oleh hydrogen sulfide, methylmercaptan, asam amino, methionine dan cysteine.
Chlorine Dioxide tergolong cukup baik mengatasi masalah bau mulut
o Trichlosan
Agen antibakteri spectrum luas yang terbukti efektif dalam melawan
bakteri mulut dan memiliki kesesuaian yang baik dengan senyawa lain pada
perawatan kebersihan mulut sehar-hari
o Aminefluoride/Stannous Fluoride
Dapat mengurangi bau mulut pada saat pagi hari, bahkan pada saat
kesehatan mulut sedang tidak baik.
o Hydrogen Peroxide
Berkumur dengan 3% hydrogen peroxide dapat mengurangi kurang
lebih 90% gas sulfur dalam waktu 8 jam.
o Oxidizing Lozenges
Manghisap permen atau tablet hisap dengan sifat pengoksidasi yang
memiliki efek antimalodor yang dapat mengurangi bau mulut (tongue dorsum
malodor) dalam waktu 3 jam.
o Baking Soda
Pasta gigi dengan baking soda dapat mengurangi bau mulut untuk
jangka waktu 3 jam.
Manajemen
• Klasifikasi
- Perenial (alergen di dalam ruangan seperti kecoa, debu, bulu binatang)
- Seasonal (alergen di luar ruangan seperti rumput, pohon)
• Gejala
- Gejala yang timbul pada konjungtiva : sensasi terbakar, sensasi gatal,
lakrimasi
- Gejala padan nasal :bersin, sensasi gatal, hidung tersumbat
- Gejala lain : gatal pada telinga dan palatum, rasa lelah
• Prognosis
Baik jika ditangani dengan tepat dan kualitas hidup baik
• Perawatan
- Avoiding allerge : menghindari dari hal-hal yang menyebabkan alergi
- Farmakoterapi : antihistamin bagi sneezing, pruritus, dan rhoronea. Oral
dekongestan untuk mengurangi obstruksi nasal
- Immunotherapi : bagi pasien yang sulit menghindar dari alergen, pasien yang
memilih long therm medication, dan hamil
3. Otitis Media
• Etiologi : Inflamasi pada telinga tengah dan jaringan sekitarnya. Biasanya pada usia 8
tahun. Penyebabnya adalah Streptococcus pneunomiae, Haemophillus influenza
• Klasifikasi
- Akut : gejala terlihat cepat (1-3 minggu)
- With effusion : asimtomatik, 3-26 minggu setelah fase akut
- Rekuren : terjadi 6-12 bulan setelah akut
- Supuratif kronik : attorea (keluarnya cairan otak dari telinga)
• Gejala
- Umum : demam dan otalgia
- Gejala lain : iritabilitas, anoreksia, muntah
- Otitis media with effusion : telinga tersumbat
- Pada pemeriksaan : menunjukkan cairan serosa pada telinga tengah,
hilangnya mobilitas membrane timfani, mild moderate conductive hearing loss
• Prognosis
Pada otitis media akut prognosis excellent
• Perawatan
- Terapi inisial : amoxicilin, azithromisin, dan trimethoprim sulfamethoxazole
- Kasus yang parah : amoxicilin dan asal klavunalat, turunan seflosporin,
klindamisin
- Surgical modalities : myringotomy, tympanocentesis, adenoidectomy
Bila anak sudah pernah diberikan antibiotik untuk otitis media rekuren maka saat infeksi
odontogenik dihindari untuk mencegah resistensi antibiotic
4. Sinusitis
• Etiologi
Inflamasi epitelial lining pada sinus paranasal. Menyebabkan edema mukosa dan
peningkatan sekresi mukosa
• Klasifikasi
- Akut : kurang dari 4 minggu
- Subakut : terjadi 4-8 minggu
Laryngitis : inflamasi pada laring karena virus (parainfluenza virus, coxsackievirus, adenovirus,
HSV), terjadi biasanya pada dewasa
Laryngotracheobronchitis : inflamasi pada laring, trakea, dan bronkus. Biasanya karena virus
(parainfluenza virus, RSV, adenovirus)
• Gejala
Demam, sakit tenggorokan dan batuk apabila saluran napas bawah juga terlibat
• Prognosis
Dapat pulih dalam beberapa minggu jika penanganan maksimal
• Perawatan
- Kasus ringan dan self limited : hanya supportive care
• Etiologi
Rhinovirus, coronavirus, adenovirus, epstein barr, parainfluenza, HSV, influenza
• Gejala
- Gejala utama : sakit tenggorokan, temuan lainnya berdasarkan etiologi infeksi
- Pasien dengan infeksi epsteinbarr : virus berkembang menjadi infeksi
mononukleosis, tonsilophryngitis, linfadenopati, demam, kelelahan
- Infeksi coxsackievirus : dapat menyebabkan kelainan yang berhubungan
dengan tonsilopharyngitis seperti herpangina dan HFM disease
1. Acute bronchitis
• Definisi
Infeksi saluran pernapasan besar (trakea dan bronkus). Manifestasi batuk dahak,
tanpa dahak selama 3 minggu
• Etiologi
- Virus : influenza B, influenza A, parainfluenza, RSV
- Bakteri : pnemonia, chlamydia, penumoniae, bordetella pertussis, bordetela
parapertusis
• Gejala
Onset tiba-tiba batuk dengan atau tanpa dahak, dyspnea, wheezing, chest
discomfort
• Perawatan
- Viral bronchitis : umumnya sembuh sendiri tanpa perawatan spesifik
(supportive care)
PNEUMONIA
Pneumocytes tipe II
nekrosis respon inflamasi proliferasi dan infiltrasi PMN
melapisi alveoli
• Gejala Klinis
o Demam, malaise, nyeri dada pleuritic (nyeri dada bagian posterior dan lateral;
sifatnya tajam dan menusuk), batuk disertai sputum purulent, dyspnea, panas
dingin, dan kaku.
• Perawatan
• Community acquired pneumonia: beta lactams (amoxicillin + klavulanat),
makrolid, dan fluoroquinolon. Pasien yang menjalankan terapi antibiotik 3 bulan
sebelumnya, berisiko resisten sehingga diperlukan agen baru, yaitu extended
release amoxicillin-klavulanat, ketolide telithromycin, dan oxazolidinone
linezolid.
• Nosochomial pneumonia
a. Low risk infection: sefalosporin atau fluoroquinolon.
b. High risk infection (pasien rawat inap yang lama > 5 hari, atau pasien
yang terapi antibiotiknya diperpanjang baru-baru ini à lebih resisten):
terapi spectrum luas yang lebih agresif seperti antipseudomonal
sefalosporin, carbepenem, ataufluoroquinolone disertai linezolid atau
vancomycin
• Pertimbangan Oral
o Aspirasi pathogen dapat berasal dari kolonisasi pathogen pada dental
plak.
o OH yang buruk à faktor predisposisi untuk kolonisasi patogen respirasi à
meningkatkan risiko infeksi paru-paru à perlu kontrol plak
BRONKIOLITIS
mikroetelaktasis,
emfisema,
penebalan mukosa,
penurunan kadar
hipersekresi mucus, lumen bronkiolus
oksigen dalam
dan spasme pada menyempit
darah, asidosis, dan
bronkus
kegagalan
pernapasan
• Gejala
Terdiri dari beberapa tahap:
Ø Gejala pertama: gejala infeksi saluran nafas atas, seperti demam ringan,
rhinorrhea jernih, profuse, dan batuk
Ø Gejala kedua: gejala infeksi saluran nafas bawah, seperti tachypnea, retraksi,
wheezing, penyempitan nasal dan terkadang sianosis, dapat terdengar
krepitasi dan hiperesonansi pada perkusi.
Ø Gejala tambahan: konjungtivitis, otitis media, dan faringitis.
• Diagnosis
o Pemeriksaan radiograf menunjukkan gambaran peribronkial cluffing,
hiperinflasi
o Pemeriksaan Lab: leukositosis ringan dengan leukosit PMN terlihat jelas
• DD: asma, penyakit jantung congenital, cystic fibrosis
• Manajemen
• Perawatan suportif: cool-mist oxygen tents untuk bayi, hidrasi untuk menambah
asupan air, dan aerosolized bronkodilatator.
• Antiviral (ribavirin), jarang digunakan dan biasanya untuk bronkiolitis yang
disebabkan oleh RSV dengan penyakit parah.
• Ventilasi mekanik: untuk bayi dengan kegagalan pernafasan.
• Antibodi monoklonal intramuskular terhadap protein RSV-F (palivizumab):
pencegahan penyakit RSV parah pada infant yang beresiko tinggi.
ASMA
• Definisi: penyakit inflamasi kronis pada jalan napas ditandai dengan adanya
peningkatan hiperesponsif airway yang reversible dengan adanya episode rekuren
dari dyspnea, batuk, dan wheezing.
• Etiologi dan Patofisiologi
Jenis-jenis asma:
kompleks antigen-
antibodi mendegranulasi bronkokonstriksi &
leukosit dan produksi peningkatan
vasoactive autocooids permeabilitas vaskular
serta leukotrienes
pelepasan E-selectin,
molekul adhesi sel leukosit menuju dinding
endothelial, faktor jalan napas
neutrofil dan eosinofil
3. Drug-induced asma, misalnya karena aspirin, NSAID, beta blocker, ACE inhibitor,
anestesi local dengan epinefrin, dan beberapa bahan makanan seperti
strawberry, kacang, dan susu.
4. Exercise-induced asthma: karena aktivitas yang berlebihan à Perubahan suhu
selama inhalasi à iritasi mukosa dan hiperaktivitas airway.
5. Infectious asthma: adanya respon inflamasi terhadap infeksi bronkiolus.
• Tanda Klinis
o Dyspnea, wheezing, batuk parah di malam hari, ketegangan dada, dan
flushing.
o Biasanya muncul polip nasal terutama pada asma karena drug induced
berupa aspirin.
o Onset: 10-15 menit. Selesainya serangan ditandai dengan adanya batuk
disertai mucus yang tebal dan bau.
• Histopatologi
ü Penebalan membran basal epitel bronkus (akibat deposisi kolagen)
ü Edema
ü Hipertrofi kelenjar mucus dan hyperplasia sel goblet
ü Hipertrofi otot dinding bronkus
ü Akumulasi sel mast dan infiltrasi sel radang
ü Kerusakan dan detachment sel epitel
ü Proliferasi dan dilatasi pembuluh darah.
• Pemeriksaan Lab
ü 6-minute walk test
ü spirometry sebelum dan sesudah administrasi bronchodilator
ü radiograf dada
ü skin testing
ü tes bronchial provocation
ü pemeriksaan smear sputum dan hitung sel
ü determinasi arterial blood gas
ü ELISA.
• Klasifikasi lainnya + rekomendasi manajemen obat
• Medical Management
Tujuan dari terapi asma adalah:
ü Membatasi paparan allergen
ü Mengembalikan fungsi normal pernapasan,
ü Meminimalkan serangan yang parah
ü Kontrol gejala kronis harian
ü Mencegah efek alergi dari obat-obatan.
• Pemilihan obat antiasma
o Quick Relief Drugs
v Short acting bronchodilator à inhaled β-2 agonist.
v Contoh: Fast Acting Nonselective β-agonist (Epinefrin, Ephedrine), β2
Selective Agonist Inhaler (Albuterol, Fenoterol, dll).
v Indikasi: serangan asma akut atau intermittent asthma, gunakan 2 kali atau
lebih dalam seminggu (tergantung eksaserbasi serangan).
o Long Term Control Drugs
v Indikasi: persistent asthma
v First line drugs: Inhaled corticosteroid paling efektif. Dosis aerosol: 2
kali per hari untuk mild-moderate persistent asthma, dan 4 kali/hari untuk
severe asthma.
v Corticosteroid systemic digunakan apabila asma tidak responsive terhadap
inhaled corticosteroid.
• Dental Management
• Definisi: penyakit yang ditandai dengan terbatasnya aliran napas kronis dari paru-
paru.
• Etiologi: merokok, polusi, debu, defisiensi faktor α1-antitrypsin dan paparan
terhadap bahan kimia.
• Klasifikasi:
• Manajemen
ü berhenti merokok
ü vaksinasi influenza dan pneumococcal
ü penggunaan brokodilator
ü olahraga
ü nutrisi yang baik dan hidrasi yang adekuat
• Dental Management
• KIE à beritahu pasien dampak negative dari merokok dan anjurkan untuk berhenti
merokok.
• Pasien yang datang dengan karakteristik napas pendek, batuk
produktif/terus menerus, infeksi saluran pernapasan atas, dan kadar saturasi
oksigen < 91% (diukur dengan pulse oximetry) merupakan tanda COPD yang
tidak stabil. Perawatan dental perlu di-reschedule dan rujuk pasien ke THT.
• Jika kondisi pernapasan pasien stabil, perawatan dental boleh dilakukan
dengan memperhatikan faktor-faktor berikut:
o Posisi pasien !semisupine atau tegak. Hindari posisi supine untuk
mencegah dyspnea dan ketidaknyamanan saat bernapas.
o Monitor kadar saturasi oksigen ! bila kadar O2 < 95%, berikan oksigen 2-
3 liter/menit.
o Anestesi à sebenarnya tidak ada kontraindikasi penggunaan anestesi
lokal pada pasien COPD. Namun, anestesi mandibular blok atau
bilateral palatal blok dapat menyebabkan konstriksi jalur napas pada
beberapa pasien COPD.
kebiasaan
mouth
breathing à
oral dryness
• Penggunaan
dekongestan
à
menyebakan
oral dryness.
Laryngitis & • Kebanyakan kasus self-limited
Laryngotracheobronch à perawatan suportif.
itis • Manajemen
laryngotracheobronchitis
adalah menjaga airway.
Terapi standar: terapi
kabut, kortikosteroid, dan
racemic epinephrine
Pharyngitis & Tonsilitis • Infeksi ini self-limited.
• Terapi Tonsillopharyngitis à
Larutan kumur-kumur,
analgesik dan antipiretik
terkadang membantu.
• Faringitis streptococcal akut
dirawat dengan oral
penicillin V, cephalosporins,
makrolid, clindamycin, atau
injeksi intramuscular
benzhatine penicillin G.
Lower Airway Disease
Bronkitis Akut Pasien yang • Viral Bronchitis à self
sedang limiting à terapi suportif
mengonsumsi berupa diet tinggi kalori
amoxicillin protein
untuk • Bila terjadi obstruksi jalur
intramuskular terhadap
protein RSV-F
(palivizumab), untuk
mencegah penyakit RSV
parah pada infant yang
beresiko tinggi.
Asthma Pemilihan obat anti-asthma
Quick Relief Drugs
Contoh : Fast Acting Nonselective
β-agonist (Epinefrin, Ephedrine),
β2 Selective Agonist Inhaler
(Albuterol, Fenoterol, dll).
Indikasi: serangan asma akut atau
intermittent asthma, gunakan 2 kali
atau lebih dalam seminggu
(tergantung eksaserbasi serangan).
Long Term Control Drugs
Indikasi: persistent asthma
First line drugs!Inhaled
corticosteroid paling efektif. Dosis
aerosol: 2 kali per hari untuk mild-
moderate persistent asthma, dan 4
kali/hari untuk severe asthma.
Long acting β-2 agonist inhaler
(> 12 jam), contoh Salmeterol,
Formoterol. Biasanya kombinasi
dengan inhaled corticostreroid.
Antichollinergic Bronchodilator,
contoh Ipratropium dan Tiotropium
à biasa digunakan sebagai
kombinasi dengan obat anti asma
lainnya.
Phosphodiesterase Inhibitors,
contoh Theophylline à bekerja
sebagai mild-moderate
bronchodilator.
Instruksikan pasien
untuk tenang dan
bernapas
perlahan pada paper
bag
C (Circulation) à tidak
diperlukan
perawatan
D (Dispense)
E (Ensure) à Pastikan
tanda vital,
obat, dan respon pasien
terpantau
dan tercatat
F (Facilitate) à
Pertimbangkan
menjadwalkan pertemuan
dengan
diberikan antianxiety
presedation
Aspirasi atau • Batuk dan Adanya benda Pada korban sadar :
Menelan Objek muntah yang asing pada P (Positioning) à Jaga
Asing berhubungan laring pasien untuk tetap berdiri
dengan benda atau faring atau duduk.
asing, Bertanya apakah dia
• tidak bisa dapat berbicara, atau
berbicara, apakah ia
• kemungkinan tersedak.
cyanosis dari A (Airway) à Buka jalan
sumbatan jalan napas dengan memeluk
napas, pasien dari belakang dan
• sulit bernapas, melakukan Heimlich
• nadi cepat maneuver
B (Breathing) à Ulang
maneuver hingga benda
bernapas, n, C (Circulation) à
• Dada permeabilitas Biasanya adekuat bila
mengembang, vascular, kontak pasien dalam keadaan
tebal, antara bronkiolus sadar. Komunikasikan
• cyanosis dengan mucus pasien atau staf untuk
tebal, mengambil bronchodilator
bronchopspasm untuk digunakan.
Tenangkan pasien
D (Dispense) à Inhalasi
E (Ensure) à Pastikan
tanda vital, obat, dan
respon pasien terpantau
dan tercatat
F (Facilitate) à
Mempertahankan oksigen
dalam flow rate 5-6
L/menit
Mild ( delayed • Gatal Over reaksi dari P (Positioning) à
onset) Allergic • rash alergi obat- Posisikan pasien
reaction obatan , serbuk dengan tegak dan
sari bunga nyaman
(pollens), A (Airway) à Pastikan
makanan yang jalan
menyebabkan napas terbuka dan
sel mast dengarkan
degranulate dan suara napas
melepaskan B (Breathing) à pastikan
histamin. pernapasan cukup / kuat
Sering terjadi di C (Circulation) à tidak
kulit atau boleh ada takikardia ,
mukosa. hipotensi , pusing ,
dyspnea . Informasikan
kepada pasien jika akan
diberikan antihistamin
D (Dispense/administer)
à
• Diphenhydramine
(Benadryl) 25-50
mg PO, or IM (or
IV if dentist has
ACLS or advanced
training).
• ulangi dosis
sampai 50 mg
setiap 6 jam
secara oral dalam
2 hari (jika
diperlukan)
E (Ensure) à Pastikan
tanda vital, obat, dan
respon pasien terpantau
dan tercatat
F (Facilitate/ensure next
steps in medical care.)
Severe Reaksi kulit yang cepat Over reaksi dari P: Positioning à
(Immediate seperti : alergi obat- Pasien sadar : Posisikan
Onset) • Severe pruritus ( obatan , serbuk pasien
Allergic Reaction gatal pada kulit , sari bunga dengan tegak dan
tenggorokan (pollens), nyaman
palatum) makanan yang Pasien tidak sadar :
• Severe urticaria menyebabkan posisikan pasien dengan
(rash) sel mast posisi supine
• Pembengkakan degranulate dan A (Airway) à Pastikan
bibir , alis , pipi, melepaskan jalan napas terbuka dan
faring & laring histamin di dengarkan suara napas
(angioneurotic sistem B (Breathing) à pastikan
edema) dan syok cardiopulmonary pernapasan cukup / kuat
anafilaktik C: Circulation à apply
• Respiratory à blood pressure cuff (
wheezing,terseda pulse oximeter ) untuk
B (Breathing) à Buka
mulut untuk melihat
apakah ada benda asing
lakukan.
Jika benda asing tidak
dapat diambil lakukan
Heimlich maneuver
C (Circulation) à
Mendukung tekanan
darah melalui posisi
pasien, cairan parenteral,
dan
vasopressor
D (Dispense) à Berikan
oksigen atau respirasi
artifisial, berikan
flumazenil bila digunakan
diazepam untuk sedasi
E (Ensure) à Pastikan
tanda vital, obat, dan
respon pasien terpantau
dan tercatat
F (Facilitate)
3. Farmakologi
a. Obat-obatan (penggolongan, mekanisme kerja, efek samping, interakti,
penulisan resep, dosis untuk anak dan dewasa)
• Antibiotik
o Penisilin adalah obat-obatan yang melepas histamine secara
langsung sehingga menstimulasi kontraksi otot halus pada
bronkiolis yang menyebabkan konstriksi bronchial sehingga
memicu serangan asthma.
o Antibiotik golongan makrolid, seperti Erythromycin tidak boleh
diberikan pada pasien asthma yang mengkonsumsi theopyline
karena meningkatkan toksisitas theopyline dalam darah
• Epinefrin atau Levonordefrin
Sulfite preservative pada larutan anestesi lokal yang mengandung
epinephrine atau levonordefrin bisa menyebabkan adanya serangan
asthma. Oleh karena itu, pada pasien asthma sebaiknya diberikan
anestesi lokal tanpa vasokonstriktor epinephrine
PEMBAHASAN KUIS M2 S2
Oleh Hasti Raissa
1. Kelenjar liur mayor yang paling besar adalah kelenjar submandibula (SALAH)
*Pembahasan: kelenjar yang paling besar – terkecil à kelenjar parotis (Berat 20-30
gram; panjang ductus 35-40 mm, dengan diameter 3 mm) – Submandibula (Berat 8-
10 gram; panjang ductus 40-50 mm, diameter kecil dari kelenjar parotis) –
Sublingual (Berat 2-3 gram)
Parotis
Sublingual
Submandibula
2. Kelenjar liur yang ductus kelenjarnya paling panjang adalah kelenjar parotis (SALAH)
*Pembahasan: kelenjar yang paling panjang – pendek à kelenjar parotis (panjang
ductus 35-40 mm, dengan diameter 3 mm) – Submandibula (panjang ductus 40-50
mm, diameter kecil dari kelenjar parotis) – Sublingual (Berat 2-3 gram)
3. Penyakit kista retensi yang sering ditemukan pada bibir bawah adalah mucocele
(BENAR)
*Pembahasan:
Mucoceleà Lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya duktus kelenjar saliva
minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan lunak. Umumnya oleh lip biting
dan dipisahkan di bawah permukaan mukosa. Paling sering ditemukan dalam
mukosa bibir bawah dan mukosa bukal. Pembentukan ini menyebabkan mukosanya
terelevasi, menipis, dan meregang yang terlihat seperti vesikel yang terisi oleh mukus
jernih dan kebiruan. Palpasi tidak sakit
4. Pada pasien dengan sialotit biasanya akan terasa nyeri saat makan (BENAR)
*Pembahasan:
Seorang anak usia 4 tahun mempunyai kebiasaan buruk menggigit bibir kiri bawah. Di
region tersebut dijumpai benjolan dengan diameter 2-3 mm, berwarna sama dengan
sekitarnya, tidak mudah berdarah, kosistensi kenyal, dan bertangkai.
Mucoceleà Lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya duktus kelenjar
saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan lunak. Umumnya
oleh lip biting dan dipisahkan di bawah permukaan mukosa. Paling sering
ditemukan dalam mukosa bibir bawah dan mukosa bukal. Pembentukan ini
menyebabkan mukosanya terelevasi, menipis, dan meregang yang terlihat
seperti vesikel yang terisi oleh mukus jernih dan kebiruan. Palpasi tidak sakit
(SALAH)
15. Gambaran klinis dari epulis adalah
massa pada gusi yang bertangkai
(BENAR