A. DEFINISI AMELOBLASTOMA
Ameloblastoma merupakan tumor yang berasal dari epithelial, gingival mucosa atau
gengivomaxillary yang muncul pada gigi (Price, Sylvia A, 2006).
B. KLASIFIKASI AMELOBLASTOMA
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain, tipe solid/multikistik, tipe
unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.
a. Konvensional solid/multikstik (86%)
Tumor ini akan menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang terjadi
pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada usia 10 sampai 19
tahun. Tumor ini menunjukkan angka prevalensi yang sama pada usia dekade ketiga sampai
dekade ketujuh. Tidak ada prediksi jenis kelamin yag signifikan. Sekitar 85% tumor ini terjadi
pada mandibula, paling sering terjadi pada daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15%
tumor ini terjadi pada maksila biasanya pada regio posterior.
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat pemeriksaan
radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan atau ekspansi rahang
yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh lambat membentuk massa yang
masif. Rasa sakit dan parastesis jarang terjadi bahkan pada tumor besar.
b. Unikistik (13%)
Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini ditemukan
pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90% ameloblastoma unikisik ditemukan
pada mandibula pada regio posterior. Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista
dentigerous secara klinis maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak
berhubungan dengan gigi yang erupsi.
Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki komponen kista.
Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan regio parasimfisis dan
anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai ameloblastoma unikistik pertama kali
disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan Martinez. Mereka melaporkan bahwa tipe unikistik
ini kurang agresif dan menyerang enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik
sebenarnya menunjukkan angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60% dengan demikian
enukleasi simple merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan perawatan yang
lebih radikal dengan osteotomi periferal atau terapi kiro dengan cairan atau dengan cairan
nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.
c. Periferal/Ekstraosseous (1%)
C. ETIOLOGI AMELOBLASTOMA
Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa ahli
mengatakan bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah pencabutan gigi, pengangkatan kista dan
atau iritasi lokal dalam rongga mulut. Ameloblastoma dapat terjadi pada segala usia, namun
paling banyak dijumpai pada usia dekade 4 dan 5. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi
prediksi pada golongan penderita kulit berwarna. Ameloblastoma dapat mengenai mandibula
maupun maksila, paling sering pada mandibula sekitar 81%-98%, predileksi di daerah
mandibula; 60% terjasi di regio molar dan ramus, 15% regiopremolar dan 10% regio simpisis.
Tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor
ini belum diketahui. Tumor ini dapat berasal dari:
o Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa
spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan
berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta
menyerupai retikulum stelata.
o Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada membran
periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin
menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista odontogenik
o Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada kasus yang
dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai ameloblastoma yang
berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah
perawatan dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.
o Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926) pada
beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan epiteluim oral
D. PATOFISIOLOGI AMELOBLASTOMA
Tumor ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi baik. Lebih dari
75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio molar dan sisanya terjadi akibat adanya kista
folikular. Tumor ini muncul setelah terjadi mutasi-mutasi pada sel normal yang disebabkan oleh
zat-zat karsinogen tadi. Karsinogenesisnya terbagi menjadi 3 tahap :
1. Tahap pertama merupakan Inisiaasi yatu kontak pertama sel normal dengan zat Karsinogen
yang memancing sel normal tersebut menjadi ganas.
2. Tahap kedua yaitu Promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon melalui
pembelahan(poliferasi).
3. Tahap terakhir yaitu Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi mendapatkan satu atau lebih
karakteristik neoplasma ganas.
E. PATHWAY AMELOBLASTOMA
Manifestasi klinik, dalam tahap awal jarang menunjukkan keluhan, oleh karena itu tumor ini
jarang terdiagnosa secara dini, umumnya diketahui setelah 4 sampai dengan 6 tahun.
d. Tumor ini meluas ke segalah arah mendesak dan merusak tulak sekitarnya
e. Terdapat tanda egg shell cracking atau pingpong ball phonemona bila massa tumor telah
mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis
f. Tidak terdapat nyeri dan parasestesi, hanya pada beberapa penderita dengan benjolan disertai
rasa nyeri.
1. X-ray kepala, yang menghasilkan satu-dimensi gambar dan leher untuk membantu mencari
daerah yang tidak normal pada rahang.
CT scan, yang menghasilkan gambar dua dimensi dari kepala dan leher yang dapat
mengungkapkan apakah ameloblastoma telah invaded tisu atau organ lain.
MRI Scan, yang menggunakan magnet dan gelombang radio untuk membuat gambar 3 dimensi
yang dapat mengungkapkan abnormalitas kecil di kepala dan leher. Dokter juga menggunakan
MRI Scan untuk menentukan apakah ameloblastoma telah menyebar ke rongga mata atau
sinuses.
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang luas,
dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini radioresisten.
Pada beberapa literatur juga dikemukakan indikasi untuk dielektrokauterisasi, bedah krio dan
penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca
operasi) penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca
operasi.
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai jaringan sehat
yang berada dibawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan elektrodesikasi atau dengan
dirawat lukanya dengan larutan karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk mengikuti
pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi paska operasi
ditujukan untuk mengurangi insiden rekurensi dan harus dilakukan secara rutin. Kebanyakan ahli
bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang yang terlibat tumor dan kemudian
dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat radiosensitif tapi dengan terapi X-ray dan radium
mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan lesi ini.
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati ameloblastoma antara
lain:
1. Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Pada suatu diskusi
menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang paling tidak efisien untuk
dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun
sebuah periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah.
Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang yang sudah diivansi oleh sel tumor.
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang-kadang tulang yang
mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum, maka harus dipisahkan.
Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang
konveksi dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke
samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah
ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak biasanya tidak
diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan endodontik sebelum
operasi dapat dilakukan.
2. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi sebuah bagian tulang
dengan adanya kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan apabilah ameloblastomanya kecil.
Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang meliputi semua bagian yang terlibat tumor. Insisi
dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direkseksi dibawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur
ditempatkan pada outline osteotomi, denganbur leher panjang henahan. Oesteotomi digunakan
untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan
tepi yang aman dari tulang normal dan tanpa merusak border tulang.
Setelah melakukan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk mempertahankan
posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor saja tetapi juga sebagian
tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor.
Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.
3. Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin saja melibatkan
pembungkus angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan pembuangan kondilus.
Pembuangan bagian anterior mandibula sampai regio simfisis tanpa menyisakan border bawah
mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan “Andy Gump
Deformity”
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal (bila diperluka) telah
dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting bibir bawah. Bibir bawah dipisahkan
dan sebuah insisi vertikel dibuat sampai ke dagu. Insisi itu kemudain dibelokkan secara
horizontal sekitar ½ inchi dibawah border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas
mengikuti angulus bahwa mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen
mentale mungkin saja dapat terjadi perdarahan karena adanya neurovascular.
4. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasanya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson. Pemisahan bibir melalui
philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal dan infraorbital menyediakan
eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari maksila dan dari ethmoid.
Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan lunak dan ekstraksi
gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan ascillating saw dari lateral
dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari
kavitas nasal dipotong menuju alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum
keras. Kemudian pemotongan lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke
nasofaring dengan menggunakan chisel dan gunting mayo dan kemudian dilakukan pemotongan
posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas maksilektomi yang tepat diperlukan untuk
mengontrol perdarahan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN AMELOBLASTOMA
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari
bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
2. Sirkulasi
Data Obyektif : kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area
rahang.
NO DIAGNOSA PERENCANAAN
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik NOC: Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
(luka insisi operasi) keperawatan selama 3x24 jam
pasien mampu untuk - Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi:
lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
Mengontrol nyeri dengan intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
indikator:
- observasi isyarat-isyarat non verbal dari
1. Mengenal factor-faktor ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan
penyebab nyeri untuk komunikasi secara efektif
- Dilaporkan adanya intake Tidak ada tanda tanda Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
makanan yang kurang dari malnutrisi untuk mencegah konstipasi
RDA (Recomended Daily
Allowance) Tidak terjadi penurunan berat Berikan makanan yang terpilih ( sudah
badan yang berarti dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Membran mukosa dan
konjungtiva pucat Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
harian.
- Kelemahan otot yang
digunakan untuk Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
menelan/mengunyah
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Luka, inflamasi pada rongga
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
mulut
yang dibutuhkan
- Mudah merasa kenyang,
sesaat setelah mengunyah
makanan Nutrition Monitoring
- Dilaporkan atau fakta adanya BB pasien dalam batas normal
kekurangan makanan
Monitor adanya penurunan berat badan
- Dilaporkan adanya perubahan
sensasi rasa Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
- Perasaan ketidakmampuan
untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
- Nyeri abdominal dengan atau Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
tanpa patologi
Monitor mual dan muntah
- Kurang berminat terhadap
makanan Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau
ekonomi.
- Menjelaskan aktivitas yang dapat Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
meningkatkan resistensi terhadap pasien
infeksi
Lakukan universal precautions
Keterangan:
Gunakan sarung tangan steril
1 : tidak pernah
Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
2 : terbatas
Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
3 : sedang
Ajarkan pasien untuk pengambilan urin porsi tengah
4 : sering
Tingkatkan asupan nutrisi
5 : selalu
Anjurkan asupan cairan yang cukup
Anjurkan istirahat
2.Status Nutrisi
Berikan terapi antibiotik
- Asupan nutrisi
Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan
- Asupan makanan dan cairan gejala dari infeksi
- Berat badan
Keterangan:
1 : sangat bermasalah
2 : bermasalah
3 : sedang
4 : sedikit bermasalah
5 : tidak bemasalah
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC: Jakarta.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.