Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA

A. DEFINISI AMELOBLASTOMA

Ameloblastoma merupakan tumor yang berasal dari epithelial, gingival mucosa atau
gengivomaxillary yang muncul pada gigi (Price, Sylvia A, 2006).

Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling sering terjadi di mandibula


dan maksila. Tumor ini berasal dari epitelium yang terlibat dalam proses pembentukan gigi, akan
tetapi pemicu transformasi neoplastik pada epitel tersebut belum diketahui dengan pasti. Secara
mikroskopis, ameloblastoma tersusun atas pulau-pulau epitelium di dalam stroma jaringan ikat
kolagen. Ameloblastoma juga mempunyai beberapa variasi dari tampilan histopatologis, akan
tetapi tipe yang paling sering terlihat yaitu tipe folikular dan pleksiform. Pada sebagian besar
kasus, ameloblastoma biasanya asimptomatik, tumbuh lambat, dan dapat mengekspansi rahang
(Arif, 2001). Tumor ini jarang ganas atau metastasis (yaitu, mereka jarang menyebar ke bagian
lain dari tubuh), dan kemajuan perlahan, lesi yang dihasilkan dapat menyebabkan kelainan yang
parah dari wajah dan rahang. Selain itu, karena pertumbuhan sel yang abnormal mudah infiltrat
dan menghancurkan jaringan sekitar tulang, bedah eksisi luas diperlukan untuk mengobati
gangguan ini.

Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial odontogenik. Ameloblastoma


biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat
jinak. Jadi Ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel – sel embrional dan terbentuk dari
sel – sel berpontesial bagi pembentukan enamel. Tumor ini biasanya tumbuh dengan lambat,
secara histologis jinak tetapi secara klinis merupakan neoplasma malignan, terjadi lebih sering
pada badan atau ramus mandibula dibanding pada maksila dan dapat berkapsul atau tidak
berkapsul.

B. KLASIFIKASI AMELOBLASTOMA

Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain, tipe solid/multikistik, tipe
unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.
a. Konvensional solid/multikstik (86%)

Tumor ini akan menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang terjadi
pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada usia 10 sampai 19
tahun. Tumor ini menunjukkan angka prevalensi yang sama pada usia dekade ketiga sampai
dekade ketujuh. Tidak ada prediksi jenis kelamin yag signifikan. Sekitar 85% tumor ini terjadi
pada mandibula, paling sering terjadi pada daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15%
tumor ini terjadi pada maksila biasanya pada regio posterior.

Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat pemeriksaan
radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan atau ekspansi rahang
yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh lambat membentuk massa yang
masif. Rasa sakit dan parastesis jarang terjadi bahkan pada tumor besar.

b. Unikistik (13%)

Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini ditemukan
pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90% ameloblastoma unikisik ditemukan
pada mandibula pada regio posterior. Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista
dentigerous secara klinis maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak
berhubungan dengan gigi yang erupsi.
Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki komponen kista.
Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan regio parasimfisis dan
anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai ameloblastoma unikistik pertama kali
disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan Martinez. Mereka melaporkan bahwa tipe unikistik
ini kurang agresif dan menyerang enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik
sebenarnya menunjukkan angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60% dengan demikian
enukleasi simple merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan perawatan yang
lebih radikal dengan osteotomi periferal atau terapi kiro dengan cairan atau dengan cairan
nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.

c. Periferal/Ekstraosseous (1%)

Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus ameloblastoma atau


ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau mukosa alveolar. Tipe ini
menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan
tulang dibawahnya. Periferal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku,
pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus atau granular. Tumor ini diyakini mewakili 2%
sampai 10% dari seluruh kasus ameloblastoma yang didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan
terjadi pada semua rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor
ini terjadi kebanyakan pada pria daripada wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1. 70% dari
emeloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian ramus. Dari anterior
mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena. Perawatan yang direkomendasikan
untuk tumor ini berbeda dengan perawatan tumor tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil
dan bersifat lokal pada jaringan lunak superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi
lokal dengan mengikutsertakan sebagian kecil dari margin jaringan yang normal. Margin inferior
harus diikutkan periosteoum untuk meyakinkan penetrasi sel tumor ke tulang tidak terjadi.

C. ETIOLOGI AMELOBLASTOMA

Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa ahli
mengatakan bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah pencabutan gigi, pengangkatan kista dan
atau iritasi lokal dalam rongga mulut. Ameloblastoma dapat terjadi pada segala usia, namun
paling banyak dijumpai pada usia dekade 4 dan 5. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi
prediksi pada golongan penderita kulit berwarna. Ameloblastoma dapat mengenai mandibula
maupun maksila, paling sering pada mandibula sekitar 81%-98%, predileksi di daerah
mandibula; 60% terjasi di regio molar dan ramus, 15% regiopremolar dan 10% regio simpisis.

Tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor
ini belum diketahui. Tumor ini dapat berasal dari:

o Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa
spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan
berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta
menyerupai retikulum stelata.

o Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada membran
periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin
menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista odontogenik

o Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada kasus yang
dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai ameloblastoma yang
berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah
perawatan dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.

o Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926) pada
beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan epiteluim oral

D. PATOFISIOLOGI AMELOBLASTOMA

Tumor ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi baik. Lebih dari
75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio molar dan sisanya terjadi akibat adanya kista
folikular. Tumor ini muncul setelah terjadi mutasi-mutasi pada sel normal yang disebabkan oleh
zat-zat karsinogen tadi. Karsinogenesisnya terbagi menjadi 3 tahap :

1. Tahap pertama merupakan Inisiaasi yatu kontak pertama sel normal dengan zat Karsinogen
yang memancing sel normal tersebut menjadi ganas.

2. Tahap kedua yaitu Promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon melalui
pembelahan(poliferasi).
3. Tahap terakhir yaitu Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi mendapatkan satu atau lebih
karakteristik neoplasma ganas.

E. PATHWAY AMELOBLASTOMA

Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah.

F. MANIFESTASI KLINIK AMELOBLASTOMA

Manifestasi klinik, dalam tahap awal jarang menunjukkan keluhan, oleh karena itu tumor ini
jarang terdiagnosa secara dini, umumnya diketahui setelah 4 sampai dengan 6 tahun.

a. Pembengkakan dengan berbagai ukuran yang bervariasi sehingga dapat meyebabkan


deformitas wajah.
b. Konsestensi bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang lunak

c. Terjadi ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual

d. Tumor ini meluas ke segalah arah mendesak dan merusak tulak sekitarnya

e. Terdapat tanda egg shell cracking atau pingpong ball phonemona bila massa tumor telah
mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis

f. Tidak terdapat nyeri dan parasestesi, hanya pada beberapa penderita dengan benjolan disertai
rasa nyeri.

g. Berkurangnya sensilibitas daerah distribusi n.mentalis kadang-kadang terdapat ulserasi oleh


karena penekanan gigi apabilah tumor sudah mencapai ukuran besar.

h. Biasanya berisi cairan berwarna merah kecoklatan

i. Gigi geligi pada daerah tumor berubah letak dan goyang.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG AMELOBLASTOMA

1. X-ray kepala, yang menghasilkan satu-dimensi gambar dan leher untuk membantu mencari
daerah yang tidak normal pada rahang.

2. CT scan (computed tomography scan)

CT scan, yang menghasilkan gambar dua dimensi dari kepala dan leher yang dapat
mengungkapkan apakah ameloblastoma telah invaded tisu atau organ lain.

3. MRI (magnetic resonance imaging)

MRI Scan, yang menggunakan magnet dan gelombang radio untuk membuat gambar 3 dimensi
yang dapat mengungkapkan abnormalitas kecil di kepala dan leher. Dokter juga menggunakan
MRI Scan untuk menentukan apakah ameloblastoma telah menyebar ke rongga mata atau
sinuses.

4. Tumor marker (penanda tumor)


H. PERAWATAN AMELOBLASTOMA

Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang luas,
dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini radioresisten.
Pada beberapa literatur juga dikemukakan indikasi untuk dielektrokauterisasi, bedah krio dan
penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca
operasi) penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca
operasi.

Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai jaringan sehat
yang berada dibawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan elektrodesikasi atau dengan
dirawat lukanya dengan larutan karnoy.

Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk mengikuti
pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi paska operasi
ditujukan untuk mengurangi insiden rekurensi dan harus dilakukan secara rutin. Kebanyakan ahli
bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang yang terlibat tumor dan kemudian
dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat radiosensitif tapi dengan terapi X-ray dan radium
mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan lesi ini.

Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati ameloblastoma antara
lain:

1. Enukleasi

Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Pada suatu diskusi
menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang paling tidak efisien untuk
dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun
sebuah periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah.
Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang yang sudah diivansi oleh sel tumor.

Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang-kadang tulang yang
mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum, maka harus dipisahkan.
Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang
konveksi dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke
samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah
ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak biasanya tidak
diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan endodontik sebelum
operasi dapat dilakukan.

2. Eksisi Blok

Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi sebuah bagian tulang
dengan adanya kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan apabilah ameloblastomanya kecil.
Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang meliputi semua bagian yang terlibat tumor. Insisi
dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direkseksi dibawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur
ditempatkan pada outline osteotomi, denganbur leher panjang henahan. Oesteotomi digunakan
untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan
tepi yang aman dari tulang normal dan tanpa merusak border tulang.

Setelah melakukan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk mempertahankan
posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor saja tetapi juga sebagian
tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor.
Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.

3. Hemimandibulektomi

Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin saja melibatkan
pembungkus angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan pembuangan kondilus.
Pembuangan bagian anterior mandibula sampai regio simfisis tanpa menyisakan border bawah
mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan “Andy Gump
Deformity”

Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal (bila diperluka) telah
dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting bibir bawah. Bibir bawah dipisahkan
dan sebuah insisi vertikel dibuat sampai ke dagu. Insisi itu kemudain dibelokkan secara
horizontal sekitar ½ inchi dibawah border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas
mengikuti angulus bahwa mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen
mentale mungkin saja dapat terjadi perdarahan karena adanya neurovascular.
4. Hemimaksilektomi

Akses ke maksila biasanya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson. Pemisahan bibir melalui
philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal dan infraorbital menyediakan
eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari maksila dan dari ethmoid.

Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan lunak dan ekstraksi
gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan ascillating saw dari lateral
dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari
kavitas nasal dipotong menuju alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum
keras. Kemudian pemotongan lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke
nasofaring dengan menggunakan chisel dan gunting mayo dan kemudian dilakukan pemotongan
posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas maksilektomi yang tepat diperlukan untuk
mengontrol perdarahan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN AMELOBLASTOMA

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN AMELOBLASTOMA

Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari
bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:

1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.

Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).

2. Sirkulasi
Data Obyektif : kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).

3. Integritas ego

Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)


Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.

5. Makanan dan cairan

Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan

Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.

Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

7. Nyeri dan kenyamanan

Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

Data Objektif : Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris.

9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.

Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN AMELOBLASTOMA

1. Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi pembedahan.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area
rahang.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri luka operasi.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan


tubuh.

C. RENCANA KEPERAWATAN AMELOBLASTOMA

NO DIAGNOSA PERENCANAAN

KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI

1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik NOC: Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
(luka insisi operasi) keperawatan selama 3x24 jam
pasien mampu untuk - Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi:
lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
Mengontrol nyeri dengan intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
indikator:
- observasi isyarat-isyarat non verbal dari
1. Mengenal factor-faktor ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan
penyebab nyeri untuk komunikasi secara efektif

2. Mengenal onset nyeri - Berikan analgetik sesuai dengan anjuran

3. Melakukan tindakan - Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien dapat


pertolongan non-analgetik mengekspresikan nyeri

4. Menggunakan analgetik - Kaji latar belakang budaya pasien

5. Melaporkan gejala-gejala - Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas


kepada tim kesehatan hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood,
6. Mengontrol nyeri relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran

- Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga


dengan nyeri kronis
Keterangan:
- Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol
1 = tidak pernah dilakukan nyeri yang telah digunakan

2 = jarang dilakukan - Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga

3 =kadang-kadang dilakukan - Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab,


berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan
4 =sering dilakukan
- kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
5 = selalu dilakukan pasien mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
(seperti: temperatur ruangan, penyinaran, dll)
Menunjukan tingkat nyeri
- Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri

- Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (seperti:


Indikator: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi
panas-dingin, massase)
1. Melaporkan nyeri
- Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
2. Melaporkan frekuensi nyeri
- Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan
3. Melaporkan lamanya episode
respon pasien
nyeri
- Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
4. Mengekspresi nyeri: wajah
- Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman
5. Menunjukan posisi melindungi
nyeri secara tepat
tubuh
- Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
6. kegelisahan
keluhan
7. perubahan respirasi rate
- Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota
8. perubahan Heart Rate keluarga saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk
pendekatan preventif
9. Perubahan tekanan Darah
- Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri
10. Perubahan ukuran Pupil
- Pemberian Analgetik
11. Perspirasi
- Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan
12. Kehilangan nafsu makan keparahan sebelum pengobatan

- Berikan obat dengan prinsip 5 benar

Keterangan: - Cek riwayat alergi obat

1 : Berat - Libatkan pasien dalam pemilhan analgetik yang akan


digunakan
2 : Agak berat
- Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu
3 : Sedang analgetik jika telah diresepkan

- Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik,


4 : Sedikit NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri

5 : Tidak ada - Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesuadah


pemberian analgetik

- Monitor reaksi obat dan efeksamping obat

- Dokumentasikan respon setelah pemberian analgetik


dan efek sampingnya

- Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek


analgetik (konstipasi/iritasi lambung)

2. Gangguan nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan b.d ketidak
mampuan menelan makanan,  Nutritional Status : food and Nutrition Management
nyeri area rahang. Fluid Intake
 Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak Kriteria Hasil :
cukup untuk keperluan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
metabolisme tubuh.  Adanya peningkatan berat kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
badan sesuai dengan tujuan
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
 Berat badan ideal sesuai dengan
Batasan karakteristik : tinggi badan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
- Berat badan 20 % atau lebih  Mampu mengidentifikasi
di bawah ideal kebutuhan nutrisi  Berikan substansi gula

- Dilaporkan adanya intake  Tidak ada tanda tanda  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
makanan yang kurang dari malnutrisi untuk mencegah konstipasi
RDA (Recomended Daily
Allowance)  Tidak terjadi penurunan berat  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
badan yang berarti dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Membran mukosa dan
konjungtiva pucat  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
harian.
- Kelemahan otot yang
digunakan untuk  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
menelan/mengunyah
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Luka, inflamasi pada rongga
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
mulut
yang dibutuhkan
- Mudah merasa kenyang,
sesaat setelah mengunyah
makanan Nutrition Monitoring
- Dilaporkan atau fakta adanya  BB pasien dalam batas normal
kekurangan makanan
 Monitor adanya penurunan berat badan
- Dilaporkan adanya perubahan
sensasi rasa  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
- Perasaan ketidakmampuan
untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan

- Kehilangan BB dengan  Monitor lingkungan selama makan


makanan cukup
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
- Keengganan untuk makan makan

- Kram pada abdomen  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

- Tonus otot jelek  Monitor turgor kulit

- Nyeri abdominal dengan atau  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
tanpa patologi
 Monitor mual dan muntah
- Kurang berminat terhadap
makanan  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

- Pembuluh darah kapiler mulai  Monitor makanan kesukaan


rapuh
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Diare dan atau steatorrhea
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
- Kehilangan rambut yang konjungtiva
cukup banyak (rontok)
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Suara usus hiperaktif
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
- Kurangnya informasi, lidah dan cavitas oral.
misinformasi
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

Faktor-faktor yang
berhubungan :

Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau
ekonomi.

3. Gangguan pola tidur  Anxiety Control Sleep Enhancement


berhubungan dengan rasa nyeri
luka operasi.  Comfort Level  Determinasi efek-efek medikasi terhadap tidur

 Pain level  Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat

 Sleep: extent ang patten  Fasilitasi untuk mempertahankan aktifitas sebelum


tidur (membaca)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,  Ciptakan lingkungan yang nyaman
gangguan pola tidur pasien teratasi
dengan kriteria hasil :  Kolaborasi pemberian obat tidur.

 Jumlah jam tidur dalam batas


normal

 Pola tidur,kualitas dalam batas


normal

 Perasaan fres sesudah/istirahat

 Mampu mengidentifikasi hal-


hal yang meningkatkan tidur

4. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakuakan asuhan Kontrol Infeksi


dengan tindakan pembedahan, keperawatan selama 2x24 jam
tidak adekuatnya pertahanan pasien dapat memperoleh  Bersikan lingkungan setelah digunakan oleh pasien
tubuh.
1.Pengetahuan:Kontrol infeksi  Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan

Indikator:  Batasi jumlah pengunjung

- Menerangkan cara-cara  Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu


penyebaran infeksi
 Anjurkan pasien untuk cuci tangan dengan tepat
- Menerangkan factor-faktor yang
berkontribusi dengan penyebaran  Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan

- Menjelaskan tanda-tanda dan  Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum


gejala dan setelah meninggalkan ruangan pasien

- Menjelaskan aktivitas yang dapat  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
meningkatkan resistensi terhadap pasien
infeksi
 Lakukan universal precautions
Keterangan:
 Gunakan sarung tangan steril
1 : tidak pernah
 Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
2 : terbatas
 Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
3 : sedang
 Ajarkan pasien untuk pengambilan urin porsi tengah
4 : sering
 Tingkatkan asupan nutrisi
5 : selalu
 Anjurkan asupan cairan yang cukup

 Anjurkan istirahat
2.Status Nutrisi
 Berikan terapi antibiotik
- Asupan nutrisi
 Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan
- Asupan makanan dan cairan gejala dari infeksi

- Energi  Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana


mencegah infeksi
- Masa tubuh

- Berat badan
Keterangan:

1 : sangat bermasalah

2 : bermasalah

3 : sedang

4 : sedikit bermasalah

5 : tidak bemasalah

DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC: Jakarta.

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan


Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.UI: Media.

Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai