A. DEFINISI AMELOBLASTOMA
o Ameloblastoma merupakan tumor yang berasal dari epithelial, gingival mucosa atau
gengivomaxillary yang muncul pada gigi (Price, Sylvia A, 2006).
o Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling sering terjadi di mandibula
dan maksila. Tumor ini berasal dari epitelium yang terlibat dalam proses pembentukan
gigi, akan tetapi pemicu transformasi neoplastik pada epitel tersebut belum diketahui
dengan pasti. Secara mikroskopis, ameloblastoma tersusun atas pulau-pulau epitelium
di dalam stroma jaringan ikat kolagen. Ameloblastoma juga mempunyai beberapa
variasi dari tampilan histopatologis, akan tetapi tipe yang paling sering terlihat yaitu tipe
folikular dan pleksiform. Pada sebagian besar kasus, ameloblastoma biasanya
asimptomatik, tumbuh lambat, dan dapat mengekspansi rahang (Arif, 2001).
o Definisi ameloblastoma (amel, yang berarti enamel dan blastos, yang berarti kuman)
adalah tumor, jarang jinak epitel odontogenik (ameloblasts, atau bagian luar, pada gigi
selama pengembangan) jauh lebih sering muncul di rahang bawah dari rahang atas. Ini
diakui pada tahun 1827 oleh Cusack. Jenis neoplasma odontogenik ditunjuk sebagai
adamantinoma pada 1885.
o Tumor ini jarang ganas atau metastasis (yaitu, mereka jarang menyebar ke bagian lain
dari tubuh), dan kemajuan perlahan, lesi yang dihasilkan dapat menyebabkan kelainan
yang parah dari wajah dan rahang. Selain itu, karena pertumbuhan sel yang abnormal
mudah infiltrat dan menghancurkan jaringan sekitar tulang, bedah eksisi luas diperlukan
untuk mengobati gangguan ini
o Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang tidak
menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat oleh
Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya bersifat
intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis bersifat persisten.
o Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial odontogenik. Ameloblastoma
biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal invasif dan sebagian besar tumor ini
bersifat jinak
o Jadi Ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel – sel embrional dan terbentuk
dari sel – sel berpontesial bagi pembentukan enamel. Tumor ini biasanya tumbuh
dengan lambat, secara histologis jinak tetapi secara klinis merupakan neoplasma
malignan, terjadi lebih sering pada badan atau ramus mandibula dibanding pada
maksila dan dapat berkapsul atau tidak berkapsul
B. KLASIFIKASI AMELOBLASTOMA
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain, tipe solid/multikistik,
tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.
C. ETIOLOGI AMELOBLASTOMA
Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi
beberapa ahli mengatakan bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah pencabutan
gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam rongga mulut. Ameloblastoma
dapat terjadi pada segala usia, namun paling banyak dijumpai pada usia dekade 4
dan 5. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi prediksi pada golongan penderita kulit
berwarna. Ameloblastoma dapat mengenai mandibula maupun maksila, paling sering
pada mandibula sekitar 81%-98%, predileksi di daerah mandibula; 60% terjasi di regio
molar dan ramus, 15% regiopremolar dan 10% regio simpisis.
Tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses
pembentukan tumor ini belum diketahui. Tumor ini dapat berasal dari:
o Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari
beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk
kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami
degenerasi serta menyerupai retikulum stelata.
o Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada
membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang
mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista
odontogenik
o Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada kasus
yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai ameloblastoma
yang berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang
terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi
menjadi ameloblastoma.
o Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926) pada beberapa
kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan epiteluim oral
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA
D. PATOFISIOLOGI AMELOBLASTOMA
Tumor ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi baik. Lebih dari
75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio molar dan sisanya terjadi akibat adanya
kista folikular. Tumor ini muncul setelah terjadi mutasi-mutasi pada sel normal yang
disebabkan oleh zat-zat karsinogen tadi. Karsinogenesisnya terbagi menjadi 3 tahap :
1. Tahap pertama merupakan Inisiaasi yatu kontak pertama sel normal dengan zat
Karsinogen yang memancing sel normal tersebut menjadi ganas.
2. Tahap kedua yaitu Promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon melalui
pembelahan(poliferasi).
3. tahap terakhir yaitu Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi mendapatkan satu
atau lebih karakteristik neoplasma ganas.
E. PATHWAY AMELOBLASTOMA
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA
F. MANIFESTASI KLINIK AMELOBLASTOMA
Manifestasi klinik, dalam tahap awal jarang menunjukkan keluhan, oleh karena
itu tumor ini jarang terdiagnosa secara dini, umumnya diketahui setelah 4 sampai
dengan 6 tahun.
Gambaran Klinik
a. Pembengkakan dengan berbagai ukuran yang bervariasi sehingga dapat meyebabkan
deformitas wajah.
b. Konsestensi bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang lunak
c. Terjadi ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual
d. Tumor ini meluas ke segalah arah mendesak dan merusak tulak sekitarnya
e. Terdapat tanda egg shell cracking atau pingpong ball phonemona bila massa tumor
telah mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis
f. Tidak terdapat nyeri dan parasestesi, hanya pada beberapa penderita dengan benjolan
disertai rasa nyeri.
g. Berkurangnya sensilibitas daerah distribusi n.mentalis kadang-kadang terdapat ulserasi
oleh karena penekanan gigi apabilah tumor sudah mencapai ukuran besar.
h. Biasanya berisi cairan berwarna merah kecoklatan
i. Gigi geligi pada daerah tumor berubah letak dan goyang.
G. GAMBARAN HISTOPATOLOGIS AMELOBLASTOMA
Amloblastoma menunjukkan berbagai macam variasi pola histologi bergantung pada
arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO membagi ameloblastoma
secara histologis terdiri dari folikular, pleksiform, acanthomatous, sel granular dan tipe
basal.
1. Tipe Folikular
Ameloblastoma tipe folikular menunjukkan gambaran histologi yang tipikal dengan adanya sarang-
sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah lapisan periferal dari sel-sel kolumnar dan
kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata.
Degenerasi dari jaringan yang berbentuk seperti retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan
kista.
3. Tipe Acanthomatous
Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adanya aquamous metaplasia dari retikulum
stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. Kista kecil berbentuk ditengan sarang sellular. Stroma
terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan padat.
2. Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau gambaran yang patologis.
Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi.
Pada lesi lanjut akan mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat
dari gambaran rontgen.
Gambaran Radiologis
a. Berupa lesi unilokuler atau multilokuler dengan gambaran seperti sarang tawon (honey
comb appearance) pada lesi kecil.
b. Gambaran busa sabun (soap bubble appearance) pada lesi besar.
c. Secara radiologis tepinya berbatas jelas, halus, corticated dan curved, terdapat resorpi
akar dan bergesernya gigi jauh dari tempat asal.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG AMELOBLASTOMA
1. X-ray kepala, yang menghasilkan satu-dimensi gambar dan leher untuk membantu
mencari daerah yang tidak normal pada rahang.
2. CT scan (computed tomography scan)
CT scan, yang menghasilkan gambar dua dimensi dari kepala dan leher yang dapat
mengungkapkan apakah ameloblastoma telah invaded tisu atau organ lain.
3. MRI (magnetic resonance imaging)
MRI Scan, yang menggunakan magnet dan gelombang radio untuk membuat gambar 3
dimensi yang dapat mengungkapkan abnormalitas kecil di kepala dan leher. Dokter
juga menggunakan MRI Scan untuk menentukan apakah ameloblastoma telah
menyebar ke rongga mata atau sinuses.
4. Tumor marker (penanda tumor)
J. PERAWATAN AMELOBLASTOMA
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang
luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini
radioresisten. Pada beberapa literatur juga dikemukakan indikasi untuk
dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan
perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir 50%
kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai
jaringan sehat yang berada dibawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan
elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk
mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi
paska operasi ditujukan untuk mengurangi insiden rekurensi dan harus dilakukan
secara rutin. Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang
yang terlibat tumor dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat
radiosensitif tapi dengan terapi X-ray dan radium mempunyai efek dalam menghambat
pertumbuhan lesi ini.
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain:
1. Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Pada suatu
diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang paling tidak
efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak dapat
dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin
memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang yang sudah
diivansi oleh sel tumor.
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang-
kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum,
maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat
dari tulang. Gunakan sisi yang konveksi dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf
dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah
operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan
diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak biasanya tidak diperlukan
perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan endodontik sebelum operasi
dapat dilakukan.
2. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi sebuah
bagian tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan apabilah
ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang meliputi
semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat
direkseksi dibawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada outline
osteotomi, denganbur leher panjang henahan. Oesteotomi digunakan untuk melengkapi
pemotongan. Sesudah itu, segen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang
aman dari tulang normal dan tanpa merusak border tulang.
Setelah melakukan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk
mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor saja
tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang
bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.
4. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasanya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson. Pemisahan bibir melalui
philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal dan infraorbital menyediakan eksposure
yang luas dari wajah dan aspek lateral dari maksila dan dari ethmoid.
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA
Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan lunak dan ekstraksi
gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan ascillating saw dari lateral dinding
maksila ke infraorbital rim kemudian menuju kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal
dipotong menuju alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian
pemotongan lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke nasofaring dengan
menggunakan chisel dan gunting mayo dan kemudian dilakukan pemotongan posterior. Pembuangan
spesimen dan packing kavitas maksilektomi yang tepat diperlukan untuk mengontrol perdarahan.
obat
Dokumentasikan respon setelah
pemberian analgetik dan efek
sampingnya
Lakukan
tindakan-tindakan untuk
menurunkan efek analgetik
(konstipasi/iritasi lambung)
2. Resiko infeksi Setelah dilakuakan Kontrol Infeksi
berhubungan dengan asuhan keperawatan Bersikan lingkungan setelah digunakan
3 : sedang tepat
4 : sering Ajarkan pasien untuk pengambilan urin
Keterangan:
1 : sangat bermasalah
2 : bermasalah
3 : sedang
4 : sedikit bermasalah
5 : tidak bemasalah
Batasan Tidak ada tanda tanda Yakinkan diet yang dimakan mengandung
karakteristik : malnutrisi tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berat badan 20 % Tidak terjadi penurunan Berikan makanan yang terpilih ( sudah
atau lebih di bawah berat badan yang berarti dikonsultasikan dengan ahli gizi)
ideal Ajarkan pasien bagaimana membuat
- Dilaporkan adanya catatan makanan harian.
intake makanan yang Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kurang dari RDA kalori
(Recomended Daily Berikan informasi tentang kebutuhan
Allowance) nutrisi
- Membran mukosa Kaji kemampuan pasien untuk
dan konjungtiva pucat mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
- Kelemahan otot yang
digunakan untuk Nutrition Monitoring
menelan/mengunyah BB pasien dalam batas normal
- Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi
- Kurang berminat
terhadap makanan
- Pembuluh darah
kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau
steatorrhea
- Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan
atau mengabsorpsi
zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC: Jakarta.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.UI: Media.
Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.