Anda di halaman 1dari 13

I.

KONSEP DASAR NYERI


A. Pengertian
1. Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan
tersebut (Long, 1996 dalam Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 204).
2. Nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun
berat (Priharjo, 1992 dalam Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 204).
3. Nyeri adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti
oleh reaksi fisik, fisiologis, dan emosional (Hidayat, 2006, hlm.214).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa, nyeri adalah suatu
perasaan atau kondisi yang tidak nyaman dan bersifat subyektif sehingga hanya
individu yang mengalami yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi nyeri yang
dialami, di mana nyeri umumnya diakibatkan oleh terjadinya rangsangan fisik
maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik,
fisiologis, dan emosional.

B. Etiologi
1. Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri (Asmadi, 2006, hlm.142; Hidayat, 2006,
hlm.214):
a. Trauma, baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik. Trauma
mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas menglami
kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas dan dingin. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau
basa yang kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh
aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
b. Gangguan pada jaringan tubuh, misal karena edema yang berakibat
penekanan pada reseptor nyeri.
c. Tumor, dapat juga menekan reseptor nyeri.
d. Iskemia pada jaringan, misal terjadi blokade pada arteria koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
e. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
f. Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm.


211-212):
a. Etnik dan nilai budaya
Etnik dan nilai budaya mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi nyeri.
Sebagai contoh, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif dalam
mengungkapkan nyeri, sedangkan pada budaya lain justru memilih menahan
perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain.
b. Tahap perkembangan
Anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka
rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat
penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain prevalensi nyeri pada lansia
lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis yang mereka derita. Walaupun
ambang batas nyeri tidak berubah karena penuaan, tetapi efek analgesik
yang diberikan menurun karena perubahan fisiologi terjadi.

c. Lingkungan dan individu pendukung


Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan
aktivitas tinggi di lingkungan dapat memperberat nyeri. Selain itu,
dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting
yang mempengaruhi persepsi nyeri individu.

d. Pengalaman nyeri sebelumnya


Indivisu yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan penderitaan orang
terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa terancam dengan
peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan dengan individu yang belum
pernah mengalaminya. Keberhasilan atau kegagalan metode penanganan
nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu terhadap
penanganan nyeri saat ini.

e. Ansietas dan stres


Ansietas seringkali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang
tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di
sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang
percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan
mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang menurunkan persepsi
nyeri mereka.

C. Jenis dan Bentuk Nyeri


Ada beberapa klasifikasi nyeri (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 208; Kozier, Erb,
Berman, et.al, 2010, hlm.690-691):
1. Nyeri perifer
a. Nyeri superfisial (kutaneus), yaitu rasa nyeri yang muncul akibat
rangsangan pada kulit dan mukosa.
b. Nyeri viseral, yakni rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor
di rongga andomen, kranium, dan toraks.
c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari
rangsangan nyeri.
2. Nyeri sentral, akibat stimulasi langsung pada medula spinalis, batang otak, dan
talamus.
3. Nyeri menjalar, nyeri yang dirasakan di sumber nyeri dan meluas ke jaringan-
jaringan di sekitarnya.
4. Nyeri tak tertahankan, adalah nyeri yang sangat sulit untuk diredakan, misalnya
nyeri akibat keganasan stadium lanjut.
5. Nyeri bayangan, yaitu sensai nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang telah
hilang (misal kaki yang telah diamputasi).
6. Nyeri psikogenik, tidak diketahui penyebab fisiknya, umumnya timbul akibat
pikiran individu sendiri.

Bentuk nyeri terdiri dari (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 208-209):
1. Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. Awitan gejalanya
mendadak, penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai
dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya
meningkatkan persepsi nyeri, periode pemulihan dapat diperkirakan.
2. Nyeri kronis
Nyeri ini biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan, penyebab bisa diketahui atau
tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan.
Selain itu, penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar
untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri ini antara lain penderita
menjadi mudah tersinggung dan sering mengalami insomnia, di samping itu
dapat pula menganggu fungsi tubuh.

D. Patofisiologi
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum
sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga
derajat mana nyeri tersebut menganggu, dipengaruhi oleh interaksi antara sistem
algesia tubuh dan transmisi sistem saraf serta intepretasi stimulus (Mubarak &
Chayatin, 2005, hlm. 204).

Sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang bertugas mendeteksi
kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan
tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri disebut nosiseptor.
Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau
kimiawi. Proses fisiologi terkait nyeri disebut nosisepsi. Nosisepsi terdiri dari
empat fase (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 204-205):
1. Tranduksi
Pada fase ini, stimulus atau rangsangan (misal bahan kimia, suhu, listrik, atau
mekanis) memicu pelepasan mediator biokimia (misal prostaglandin,
bradikinin, histamin, substansi P) yang mensensitisasi nosiseptor.
2. Transmisi
Nyeri yang telah ditranduksikan, merambat dari serabut saraf perifer ke medula
spinalis oleh dua serabut nosiseptor yaitu serabut C (yang mentransmisikan
nyeri tumpul dan menyakitkan) dan serabut A-Delta (yang mentransmisikan
nyeri tajam dan terlokalisasi). Dari medula spinalis stimulus nyeri
ditransmisikan ke batang otak dan talamus melalui jaras spinotalamikus
(spinotalamic tract/SST) yang membawa informasi menegnai sifat dan lokasi
stimulus ke talamus. Selanjutnya, sinyal tersebut ditransmisikan ke korteks
sensorik somatik-tempat nyeri dipersepsikan.

3. Persepsi
Pada fase ini, individu menyadari adanya nyeri. Persepsi nyeri tersebut
tampaknya terjadi di struktur korteks sehingga memungkinkan munculnya
berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan
afektif nyeri (McCaffery & Pasero, 1999).
4. Modulasi
Fase ini disebut juga sistem desenden, di mana neuron di batang otak mengirim
sinyal kembali ke medula spinalis. Serabut desenden tersebut melepaskan
substansi seperti opioid, serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat
impuls asenden yang membahayakan di bagian dorsal medula spinalis.

Pengalaman nyeri individu dipengaruhi oleh beberapa, antara lain (Mubarak &
Chayatin, 2005, hlm.205-207):
1. Makna nyeri
Nyeri memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang, bahkan pada orang yang
sama tetapi pada waktu yang berbeda.umumnya mausia memandang nyeri
sebagai pengalaman yang negati, walapun juga memiliki aspek positif.
Beberapa makna nyeri antara lain berbahaya/merusak, menunjukkan adanya
komplikasi (misal infeksi), memerlukan penyembuhan, menyebabkan
ketidakmampuan, merupakan hukuman akibat dosa, merupakan sesuatu yang
harus ditoleransi. Faktor yang mempengaruhi makna nyeri antara lain: usia,
jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan, pengalaman nyeri
sekarang dan masa lalu.

2. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri dalam hal ini bersifat obyektif, sangat kompleks, dan dipengaruhi
faktor-faktor yang memicu stimulus nosiseptor dan transmisi impuls nosiseptor
seperti daya reseptif dan intepretasi lokal. Persepsi nyeri bisa berkurang ate
hilang pada periode stres berat atau dalam keadaan emosi. Kerusakan pada
ujung saraf dapat memblok nyeri dari sumbernya. Sebagai contoh penderita
luka bakar derajat III tidak akan merasakan nyeri walaupun cederanya sangat
hebat karena ujung-ujung sarafnya telah rusak.

3. Toleransi terhadap nyeri


Setiap orang umumnya memiliki pola penahan nyeri yang relatif stabil, tetapi
tingkat toleransi tergantung pada situasi yang ada. Toleransi akan meningkat
umumnya dipengaruhi oleh alkohol, obat-obatan, hipnosis, panas, gesekan atau
garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat. Sedangkan toleransi
akan menurun umumnya dipengaruhi oleh capai atau kelelahan, marah,
kebosanan, cemas, nyeri yang kronis, sakit atau penderitaan.

4. Reaksi terhadap nyeri


Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap nyeri. Faktor-faktor
yang mempengaruhi reaksi nyeri individu antara lain: makna nyeri bagi
individu, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan
sosial, kesehatan fisik dan mental, sikap orangtua terhadap nyeri, lokasi nyeri,
perasaan taku/cemas, usia.

E. Manifestasi (Kozier, Erb, Berman, et.al, 2010, hlm.689;


1. Nyeri akut
a. Peningkatan denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah.
b. Diaforesis
c. Dilatasi pupil
d. Umumnya tampak adanya cidera jaringan.
e. Klien tampak gelisah dan cemas.
f. Klien melaporkan rasa nyeri.
g. Klien menunjukkan perilaku yang mengindikasikan rasa nyeri misalnya
menangis, menggosok area nyeri, memegang area nyeri.

2. Nyeri kronik
a. Umumnya tanda vital dalam batas normal.
b. Kulit kering, hangat.
c. Pupil bisa normal maupun dilatasi.
d. Nyeri yang dirasakan terus berlanjut setelah penyembuhan.
e. Klien tampak depresi dan menarik diri.
f. Klien sering kali tidak menyebutkan rasa nyeri kecuali ditanya.
g. Perilaku nyeri seringkali tidak muncul.

F. Penatalaksanaan
Metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi nyeri antara
lain sebagai berikut (Asmadi, 2006, hlm.149-153; Hidayat, 2006, hlm.221-222).
1. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Beberapa teknik
distraksi yang dapat dilakukan antara lain:
a. Bernapas lambat dan berirama secara teratur.
b. Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya.
c. Mendengarkan musik.
d. Mendorong klien untuk mengkhayal (guided imagery) yaitu melakukan
bimbingan yang baik kepada klien untuk mengkhayal.
e. Pijatan (massage). Beberapa teknik pijatan:
1) Remasan, yaitu mengusap otot bahu secara bersama.
2) Selang-seling tangan yaitu memijat punggung dengan tekanan pendek,
cepat, dan bergantian tangan.
3) Gesekan, yaitu nenijat punggung dengan kedua ibu jari, gerakannya
memutar sepanjang tulang punggung dari sakrum ke bahu.
4) Eflurasi, yaitu memijat punggung dengan kedua tangan, tekanan lebih
halus dengan gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.
5) Petriasi, yaitu menekan punggung secara horisonta dengan gerakan
seperti meremas.
6) Teknik menyikat yaitu menekan punggung dengan ujung-ujung jari
untuk mengakhiri pijatan.
2. Relaksasi
Relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan
dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik ini adalah klien dalam posisi yang
nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang.

3. Hipnotis
Hipnotis adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar diri
yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh pehipnotis.

4. Obat analgesik
Analgesik mengurangi persepsi seseorang tentang nyeri, terutama lewat daya
kerjanya atas sistem saraf sentral dan mengubah respon seseorang terhadap rasa
sakit. Analgesik bekerja dengan cara mengganggu atau memblok transmisi
stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal
terhadap nyeri. Jenis analgesik ada yang berupa narkotik dan non-narkotik.
Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbukan
depresi pada fungsi vital, seperti respirasi. Jenis bukan narkotika yang paling
banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan
antiinflamasi non steroid.
Tabel I.F.1. Jenis Obat Analgetik Narkotika
Cara Lama
Nama
Nama generik Dosis pembe- Serangan Puncak khasi
dagang
rian at
Morphin sulfat - 5-20 SC, IM 5-10 60 4-6
mg menit menit jam
per 3-
4 jam
Codein sulfat - 15-60 SC, PO 5-30 30-60 3-4
mg menit menit jam
per 3-
4 jam
Hydromorphon Dilaudid 2-4 IV,IM, 5-15 1 jam 4-6
hydrocloride mg SC,PO menit jam
per 4-
6 jam
Meperidine Demeral 50- IV,IM, 10-15 30-60 2-4
hydrocloride 150 SC,PO menit menit jam
mg
per 3-
4 jam
Methadone Dolophine 2,5-10 IM,SC, 10 menit 1-2 jam 4-6
mg PO jam
per 3-
4 jam
Pentazocine Talwin 50- PO
100
mg
per 3-
4 jam

5. Pemberian stimulator listrik, yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus


nyeri dengan stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk stimulator metode
stimulus listrik meliputi:
a. Transcuteneus electrical stimulator (TENS), digunakan untuk
mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan menempatkan
beberapa elektrode luar.
b. Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator,merupakan alat
stimulator sumsum tulang belakang dan epidural yang diimplan di bawah
kulit dengan transistor timah penerima yang dimasukkan ke dalam kulit
pada daerah epidural dan columna vertebra.
c. Stimulator kolumna vertebra, sebuah stimulator dengan stimulus alat
penerima transistot dicangkok melalui kantong kulit intra klavikula atau
abdomen, yaitu elektrode ditanam melalui pembedahan pada dorsum
sumsum tulang belakang.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN NYERI


A. Pengkajian
Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yaitu (Mubarak & Chayatin,
2005, hlm.212-215):
1. Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien, meliputi:
a. Lokasi nyeri/region
Untuk menentukan lokasi nyeri yang apesifik, minta klien menunjukkan
area nyerinya. Apabila klien mengalami kesulitan, pengkajian bisa
dilakukan dengan menggunakan bagian tubuh dan klien bisa menandai
bagian tubuh yang mengalami nyeri.

b. Intensitas nyeri/severity/scale
Skala nyeri menurut McGill (McGill Scale) mengukur intensitas nyeri
dengan menggunakan lima angka, yaitu 0 = tidak nyeri, 1 = nyeri ringan, 2
= nyeri sedang, 3 = nyeri berat, 4 = nyeri sangat berat, dan 5 = nyeri hebat.

Sedangkan skala nyeri menurut Hayward tertera dalam tabel di bawah ini.
Tabel II.A.1
Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri, tetapi masih bisa
dikontrol dengan aktivitas yang
biasa dilakukan
10 Nyeri tidak tertahankan

Selain kedua skala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker Faces
rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan
intensitas nyerinya melalui angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak
mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan
kognisi dan komunikasi.

0 1 2 3 4 5
Tidak Sedikit Sedikit Lebih Sangat Paling
sakit sakit lebih sakit sakit sakit
sakit

c. Kualitas nyeri/quality
Terkadang nyeri bisa dirasakan seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-
tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk
menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh
besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.

d. Pola nyeri
Pola nyeri meliputi awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.

e. Faktor presipitasi
Perawat mengkaji segala hal dari pasien yang dapat memicu timbulnya
nyeri (misal aktivitas/lingkungan).

f. Gejala ynag menyertai


Meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut bisa disebabkan
oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.

g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari


Perawat mengkaji sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas sehari-hari
klien. Terkait dengan hal tersebut, perawat dapat mengkaji beberapa aspek
seperti tidur, nafsu makan, konsentrasi, perkerjaan, hubungan interpersonal,
hubungan pernikahan, aktivitas di rumah, aktivitas di waktu senggang, serta
status emosional.

h. Sumber koping
Perawat mengkaji strategi koping yang digunakan untuk mengatasi nyeri
secara individual.

i. Respon afektif
Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau
perasaan gagal pada diri klien.

2. Observasi respons perilaku dan fisiologis


a. Respon non verbal: menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar,
menggigit bibir bawah, seringai wajah.
b. Respon vokalisasi: erangan, menangis, berteriak.
c. Imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri.
d. Gerakan tubuh tanpa tujuan: menendang-nendang, membolak-balik tubuh di
atas kasur.
e. Pada awal awitan nyeri akut: tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernafasan
meningkat, diaforesis, dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf
simpatis. Jika nyeri telah berlangsung lama, dan sistem saraf simpatis telah
beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang bahkan
tidak ada. Untuk itu, perawat juga perlu mengkaji lebih dari 1 respon
fisiologis.

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA, 2003 (dalam Mubarak & Chayatin, 2005, hlm.215), diagnosa
keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan adalah:
1. Nyeri akut
2. Nyeri Kronis

C. Intervensi (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm.216-218)


1. Nyeri akut, berhubungan dengan:
 Trauma
 Inflamasi
 Efek kanker
 Kram andomen, diare, muntah
 Respon alergi
 Iritan kimia
 Faktor psikologis
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan … × … jam, nyeri dapat
berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil:
 Klien melaporkan nyeri berkurang/hilang.
 Skala nyeri turun menjadi …
 Tanda vital stabil/dalam batas normal.
 Perilaku klien kooperatif.
 Tidak ada perilaku distraksi sehubungan dengan nyeri.
 Klien dapat melakukan aktivitas dengan baik.
 Klien tenang dan tidak mengalami gangguan tidur.
Rencana tindakan:
 Observasi nyeri yang komprehensif meliputi P (faktor yang menimbulkan
nyeri, Q (kualitas), R (daerah), S (skala), T (waktu).
R: mengetahui dan mengevaluasi perkembangan dan tindakan penanganan
nyeri yang sudah dilakukan.
 Jelaskan penyebab nyeri.
R: meningkatkan kekooperatifan klien dan mengurangi kecemasan.
 Beri informasi yang akurat pada klien.
R: untuk mengurangi rasa takut
 Bicarakan alasan klien mengalami peningkatan atau penurunan nyeri (mis.,
keletihan [meningkat] atau adanya distraksi [menurun]).
R: memilih metode dan langkah yang tepat sesuai dengan faktor yang
menurunkan/meningkatkan nyeri.
 Beri klien kesempatan untuk istirahat siang dan dengan waktu tidur yang
tidak terganggu pada malam hari (harus istirahat bila nyeri mereda).
R: menurunkan ketegangan dan meningkatkan relaksasi.
 Tentukan bersama klien metode untuk mengurangi intensitas nyeri (mis.,
pijat punggung, masase, bernafas perlahan, teratur/nafas dalam - kepalkan
tinju – menguap; stimulasi kutan mis., air panas, air dingin, kompres es).
R: meningkatkan efek terapeutik untuk meredakan nyeri selain dari obat-
obatan.
 Kolaborasi pemberian analgesik.
R: meredakan nyeri secara langsung pada pusatnya.

2. Nyeri kronis, berhubungan dengan:


 Ketidakberdayaan fisik kronis
 Ketidakberdayaan psikososial kronis
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan … × … jam, nyeri dapat
berkurang.
Kriteria Hasil:
 Klien melaporkan nyeri berkurang.
 Skala nyeri turun menjadi …
 Tanda vital stabil/dalam batas normal.
 Perilaku klien kooperatif.
 Tidak ada perilaku distraksi sehubungan dengan nyeri.
 Klien dapat melakukan aktivitas dengan baik.
 Klien tenang dan tidak mengalami gangguan tidur.
Rencana tindakan:
 Observasi nyeri yang komprehensif meliputi P (faktor yang menimbulkan
nyeri, Q (kualitas), R (daerah), S (skala), T (waktu).
R: mengetahui dan mengevaluasi perkembangan dan tindakan penanganan
nyeri yang sudah dilakukan.
 Jelaskan penyebab nyeri.
R: meningkatkan kekooperatifan klien dan mengurangi kecemasan.
 Beri informasi yang akurat pada klien.
R: untuk mengurangi rasa takut
 Bicarakan alasan klien mengalami peningkatan atau penurunan nyeri (mis.,
keletihan [meningkat] atau adanya distraksi [menurun]).
R: memilih metode dan langkah yang tepat sesuai dengan faktor yang
menurunkan/meningkatkan nyeri.
 Beri klien kesempatan untuk istirahat siang dan dengan waktu tidur yang
tidak terganggu pada malam hari (harus istirahat bila nyeri mereda).
R: menurunkan ketegangan dan meningkatkan relaksasi.
 Tentukan bersama klien metode untuk mengurangi intensitas nyeri (mis.,
pijat punggung, masase, bernafas perlahan, teratur/nafas dalam - kepalkan
tinju – menguap; stimulasi kutan mis., air panas, air dingin, kompres es).
R: meningkatkan efek terapeutik untuk meredakan nyeri selain dari obat-
obatan.
 Kolaborasi pemberian analgesik.
R: meredakan nyeri secara langsung pada pusatnya.
III. PATHWAY

Stimulus/rangsangan (trauma, gangguan pada jaringan tubuh, tumor,


iskemik jaringan, spasme otot, dsb)

Merangsang / menekan ujung saraf nyeri

Saraf sensorik primer mendeteksi adanya stimulus

Memicu pelepasan mediator biokimia (mis., prostaglandin, bradikinin, histamin, substansi P)


Serabut C: untuk nyeri
Mensistesis nosiseptor tumpul dan
menyakitkan.
Nosiseptor mengirim stimulus ke Serabut A-Delta: untuk
medula spinalis, batang otak, nyeri tajam dan
talamus, membawa informasi terlokalisasi.
mengenai sifat & lokasi stimulus

Sinyal ditransmisikan ke korteks sensorik-somatik

Stimulus dipersepsikan

NYERI Dipengaruhi oleh:


Etnik dan nilai budaya
Tahap perkembangan
Lingkungan dan pendukung
Akut Kronik
Pengalaman nyeri sebelumnya
Ansietas dan stres
T/G: T/G:
TTV meningkat, TTV umumnya normal
diaforesis Kulit kering, hangat
dilatasi pupil Nyeri terus berlanjut setelah
gelisah dan cemas penyembuhan
Depresi dan menarik diri
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Teknik prosedural keperawatan:konsep dan aplikasi kebutuhan dasar


manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia, aplikasi konsep
dan proses keperawatan, buku 1. Jakarta: Salemba Medika.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder SJ. (2010). Buku ajar fundamental
keperawatan, konsep, proses, & praktik. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran.

Mubarak, WI & Chayatin, Nurul. (2005). Buku ajar kebutuhan dasar manusia, teori &
aplikasi dalam praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai