Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa, nyeri adalah suatu
perasaan atau kondisi yang tidak nyaman dan bersifat subyektif sehingga hanya
individu yang mengalami yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi nyeri yang
dialami, di mana nyeri umumnya diakibatkan oleh terjadinya rangsangan fisik
maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik,
fisiologis, dan emosional.
B. Etiologi
1. Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri (Asmadi, 2006, hlm.142; Hidayat, 2006,
hlm.214):
a. Trauma, baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik. Trauma
mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas menglami
kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas dan dingin. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau
basa yang kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh
aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
b. Gangguan pada jaringan tubuh, misal karena edema yang berakibat
penekanan pada reseptor nyeri.
c. Tumor, dapat juga menekan reseptor nyeri.
d. Iskemia pada jaringan, misal terjadi blokade pada arteria koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
e. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
f. Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.
Bentuk nyeri terdiri dari (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 208-209):
1. Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. Awitan gejalanya
mendadak, penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai
dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya
meningkatkan persepsi nyeri, periode pemulihan dapat diperkirakan.
2. Nyeri kronis
Nyeri ini biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan, penyebab bisa diketahui atau
tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan.
Selain itu, penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar
untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri ini antara lain penderita
menjadi mudah tersinggung dan sering mengalami insomnia, di samping itu
dapat pula menganggu fungsi tubuh.
D. Patofisiologi
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum
sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga
derajat mana nyeri tersebut menganggu, dipengaruhi oleh interaksi antara sistem
algesia tubuh dan transmisi sistem saraf serta intepretasi stimulus (Mubarak &
Chayatin, 2005, hlm. 204).
Sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang bertugas mendeteksi
kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan
tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri disebut nosiseptor.
Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau
kimiawi. Proses fisiologi terkait nyeri disebut nosisepsi. Nosisepsi terdiri dari
empat fase (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 204-205):
1. Tranduksi
Pada fase ini, stimulus atau rangsangan (misal bahan kimia, suhu, listrik, atau
mekanis) memicu pelepasan mediator biokimia (misal prostaglandin,
bradikinin, histamin, substansi P) yang mensensitisasi nosiseptor.
2. Transmisi
Nyeri yang telah ditranduksikan, merambat dari serabut saraf perifer ke medula
spinalis oleh dua serabut nosiseptor yaitu serabut C (yang mentransmisikan
nyeri tumpul dan menyakitkan) dan serabut A-Delta (yang mentransmisikan
nyeri tajam dan terlokalisasi). Dari medula spinalis stimulus nyeri
ditransmisikan ke batang otak dan talamus melalui jaras spinotalamikus
(spinotalamic tract/SST) yang membawa informasi menegnai sifat dan lokasi
stimulus ke talamus. Selanjutnya, sinyal tersebut ditransmisikan ke korteks
sensorik somatik-tempat nyeri dipersepsikan.
3. Persepsi
Pada fase ini, individu menyadari adanya nyeri. Persepsi nyeri tersebut
tampaknya terjadi di struktur korteks sehingga memungkinkan munculnya
berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan
afektif nyeri (McCaffery & Pasero, 1999).
4. Modulasi
Fase ini disebut juga sistem desenden, di mana neuron di batang otak mengirim
sinyal kembali ke medula spinalis. Serabut desenden tersebut melepaskan
substansi seperti opioid, serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat
impuls asenden yang membahayakan di bagian dorsal medula spinalis.
Pengalaman nyeri individu dipengaruhi oleh beberapa, antara lain (Mubarak &
Chayatin, 2005, hlm.205-207):
1. Makna nyeri
Nyeri memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang, bahkan pada orang yang
sama tetapi pada waktu yang berbeda.umumnya mausia memandang nyeri
sebagai pengalaman yang negati, walapun juga memiliki aspek positif.
Beberapa makna nyeri antara lain berbahaya/merusak, menunjukkan adanya
komplikasi (misal infeksi), memerlukan penyembuhan, menyebabkan
ketidakmampuan, merupakan hukuman akibat dosa, merupakan sesuatu yang
harus ditoleransi. Faktor yang mempengaruhi makna nyeri antara lain: usia,
jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan, pengalaman nyeri
sekarang dan masa lalu.
2. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri dalam hal ini bersifat obyektif, sangat kompleks, dan dipengaruhi
faktor-faktor yang memicu stimulus nosiseptor dan transmisi impuls nosiseptor
seperti daya reseptif dan intepretasi lokal. Persepsi nyeri bisa berkurang ate
hilang pada periode stres berat atau dalam keadaan emosi. Kerusakan pada
ujung saraf dapat memblok nyeri dari sumbernya. Sebagai contoh penderita
luka bakar derajat III tidak akan merasakan nyeri walaupun cederanya sangat
hebat karena ujung-ujung sarafnya telah rusak.
2. Nyeri kronik
a. Umumnya tanda vital dalam batas normal.
b. Kulit kering, hangat.
c. Pupil bisa normal maupun dilatasi.
d. Nyeri yang dirasakan terus berlanjut setelah penyembuhan.
e. Klien tampak depresi dan menarik diri.
f. Klien sering kali tidak menyebutkan rasa nyeri kecuali ditanya.
g. Perilaku nyeri seringkali tidak muncul.
F. Penatalaksanaan
Metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi nyeri antara
lain sebagai berikut (Asmadi, 2006, hlm.149-153; Hidayat, 2006, hlm.221-222).
1. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Beberapa teknik
distraksi yang dapat dilakukan antara lain:
a. Bernapas lambat dan berirama secara teratur.
b. Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya.
c. Mendengarkan musik.
d. Mendorong klien untuk mengkhayal (guided imagery) yaitu melakukan
bimbingan yang baik kepada klien untuk mengkhayal.
e. Pijatan (massage). Beberapa teknik pijatan:
1) Remasan, yaitu mengusap otot bahu secara bersama.
2) Selang-seling tangan yaitu memijat punggung dengan tekanan pendek,
cepat, dan bergantian tangan.
3) Gesekan, yaitu nenijat punggung dengan kedua ibu jari, gerakannya
memutar sepanjang tulang punggung dari sakrum ke bahu.
4) Eflurasi, yaitu memijat punggung dengan kedua tangan, tekanan lebih
halus dengan gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.
5) Petriasi, yaitu menekan punggung secara horisonta dengan gerakan
seperti meremas.
6) Teknik menyikat yaitu menekan punggung dengan ujung-ujung jari
untuk mengakhiri pijatan.
2. Relaksasi
Relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan
dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik ini adalah klien dalam posisi yang
nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang.
3. Hipnotis
Hipnotis adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar diri
yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh pehipnotis.
4. Obat analgesik
Analgesik mengurangi persepsi seseorang tentang nyeri, terutama lewat daya
kerjanya atas sistem saraf sentral dan mengubah respon seseorang terhadap rasa
sakit. Analgesik bekerja dengan cara mengganggu atau memblok transmisi
stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal
terhadap nyeri. Jenis analgesik ada yang berupa narkotik dan non-narkotik.
Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbukan
depresi pada fungsi vital, seperti respirasi. Jenis bukan narkotika yang paling
banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan
antiinflamasi non steroid.
Tabel I.F.1. Jenis Obat Analgetik Narkotika
Cara Lama
Nama
Nama generik Dosis pembe- Serangan Puncak khasi
dagang
rian at
Morphin sulfat - 5-20 SC, IM 5-10 60 4-6
mg menit menit jam
per 3-
4 jam
Codein sulfat - 15-60 SC, PO 5-30 30-60 3-4
mg menit menit jam
per 3-
4 jam
Hydromorphon Dilaudid 2-4 IV,IM, 5-15 1 jam 4-6
hydrocloride mg SC,PO menit jam
per 4-
6 jam
Meperidine Demeral 50- IV,IM, 10-15 30-60 2-4
hydrocloride 150 SC,PO menit menit jam
mg
per 3-
4 jam
Methadone Dolophine 2,5-10 IM,SC, 10 menit 1-2 jam 4-6
mg PO jam
per 3-
4 jam
Pentazocine Talwin 50- PO
100
mg
per 3-
4 jam
b. Intensitas nyeri/severity/scale
Skala nyeri menurut McGill (McGill Scale) mengukur intensitas nyeri
dengan menggunakan lima angka, yaitu 0 = tidak nyeri, 1 = nyeri ringan, 2
= nyeri sedang, 3 = nyeri berat, 4 = nyeri sangat berat, dan 5 = nyeri hebat.
Sedangkan skala nyeri menurut Hayward tertera dalam tabel di bawah ini.
Tabel II.A.1
Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri, tetapi masih bisa
dikontrol dengan aktivitas yang
biasa dilakukan
10 Nyeri tidak tertahankan
Selain kedua skala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker Faces
rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan
intensitas nyerinya melalui angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak
mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan
kognisi dan komunikasi.
0 1 2 3 4 5
Tidak Sedikit Sedikit Lebih Sangat Paling
sakit sakit lebih sakit sakit sakit
sakit
c. Kualitas nyeri/quality
Terkadang nyeri bisa dirasakan seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-
tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk
menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh
besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.
d. Pola nyeri
Pola nyeri meliputi awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
e. Faktor presipitasi
Perawat mengkaji segala hal dari pasien yang dapat memicu timbulnya
nyeri (misal aktivitas/lingkungan).
h. Sumber koping
Perawat mengkaji strategi koping yang digunakan untuk mengatasi nyeri
secara individual.
i. Respon afektif
Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau
perasaan gagal pada diri klien.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA, 2003 (dalam Mubarak & Chayatin, 2005, hlm.215), diagnosa
keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan adalah:
1. Nyeri akut
2. Nyeri Kronis
Stimulus dipersepsikan
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia, aplikasi konsep
dan proses keperawatan, buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder SJ. (2010). Buku ajar fundamental
keperawatan, konsep, proses, & praktik. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran.
Mubarak, WI & Chayatin, Nurul. (2005). Buku ajar kebutuhan dasar manusia, teori &
aplikasi dalam praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.