Definisi
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2006) megungkapkan kenyamanan/rasa nyaman
adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah
dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi
harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan
hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan
kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya
a. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smatzler & Bare, 2002). Nyeri adalah suatu
sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian
dimana terjadi kerusakan IASP (dalam Potter & Perry, 2006). Nyeri adalah segala sesuatu
yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang
mengatakan bahwa ia merasa nyeri (Mc Caffery dalam Potter & Perry, 2006).
b. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah
nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang
cepat, dengan intensitas yang bervariasi ( ringan sampai berat) dan berlangsung singkat (
kurang dari enam bulan dan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih
pada area yang rusak. Nyeri kronisadalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri yangdisebabkan oleh adanya kausa keganasan seperti
kanker yang tidak terkontrol atau non keganasan. Nyeri kronik berlangsung lama (lebih dari
enam bulan ) dan akan berlanjut walaupun pasien diberi pengobatan atau penyakit tampak
sembuh. Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah diidentifikasi, intensitas nyeri
sukar untuk diturunkan, rasa nyeri biasanya meningkat, sifat nyeri kurang jelas, dan
kemungkinan kecil untuk sembuh atau hilang. Nyeri kronis non maligna biasanya dikaitkan
dengan nyeri akibat kerusakan jaringan yang non progresif atau telah mengalami
penyembuhan.
c. Fisiologi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu
resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut
saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa
rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat
pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga
tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak
pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.
a. Resepsi
Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi dan zat-zat kimia menyebabkan
pelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium, yang bergabung dengan lokasi
reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap stimulus yang membahayakan) untuk
memulai transmisi neural, yang dikaitkan dengan nyeri. Beberapa reseptor hanya berespon
pada satu jenis nyeri, sedangkan reseptor yang lain juga sensitif terhadap temperatur dan
tekanan. Apabila kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat intensitas
stimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls saraf), kemudian
terjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan ukuran tubuh, maka
Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf
perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer mengkonduksi stimulus nyeri: Serabut A-Delta
yang bermielinasi dengan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat
kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasi
sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menghantarkan impuls yang
Ketika serabut C dan A-delta mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer, maka
akan melepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan dan membuat peka respons nyeri.
Misalnya, kalium, prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel lokal mengalami kerusakan. Transmisi
stimulus nyeri berlanjut sampai transmisi tersebut berakhir dibagian kornu dorsalis medula
menyebabkan suatu transmisi spinalis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini
memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sisitem saraf pusat.
b. Neuroregulator
Neuroregulator memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri. Sustansi
ini ditemukan di lokasi nosiseptor. Neuroregulator dibagi menjadi dua kelompok, yakni
listrik melewati celah sinap diantara dua serabut saraf (eksitator dan inhibitor). Neuromodulator
memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri
tanpa secara langsung menstransfer tanda saraf melalui sebuah sinap. Endorfin merupakan
Teori Gate Kontrol dari Melzack dan Wall (1965), mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat
diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat.
Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di dalam kornu
dorsalis pada medula spinalis, talamus, dan sistem limbik. Suatu keseimbangan aktivitas dari
neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron
petahanan. Neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter
penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup
mekanisme pertahanan. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta-A dan
serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien akan mempersepsikan nyeri.
Saat impuls diantarkan keotak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi di otak yang
memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin
dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromodulator ini menutup
1) Respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan talamus,
sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Nyeri dengan
intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi “flight-atau-
fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem
saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus secara
tipikal akan melibatkan organ-organ viseral, sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu aksi.
Respon fisiologis terhadap nyeri sangat membahayakan individu. Kecuali pada kasus-kasus
nyeri berat yang menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat
adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian klien yang mengalami nyeri
2) Respon Perilaku
Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi
wajah yang mengindikasikan nyeri dapat ditunjukkan oleh pasien sebagai respon perilaku
terhadap nyeri. Respon tersebut seperti mengkerutkan dahi, gelisah, memalingkan wajah ketika
diajak bicara.
1) Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak
dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan
perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam
mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki
resiko tinggi mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya
2) Jenis kelamin
seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan
boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda
3) Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah.
Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya
menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian hal ini dapat mempengaruhi
4) Makna nyeri
Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberi kesan
ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman
5) Perhatian
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat
sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
6) Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan
suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan
7) Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
8) Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak selalu berarti
bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa datang.
9) Gaya koping
Individu yang memiiiki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai
individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti
nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal mempersepsikan faktor lain di
dalam lingkungan mereka seperti perawat sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap
Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka terhadap pasien
mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan
perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak mengeluh
atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital dan
pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut,
2) Efek perilaku
Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang khas
dan berespon secara vokal serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien seringkali
menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.
Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas
rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan higiene normal dan dapat
Penanganan Nyeri
1) Farmakologi
a) Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan kodein. Narkotik
dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan
dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat
(Tamsuri, 2007). Namun, penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernafasan di
medulla batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam
status pernafasan jika menggunakan analgesik jenis ini (Smeltzer & Bare, 2001).
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain memiliki efek
anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan
penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin dari jaringan yang mengalami
trauma atau inflamasi (Smeltzer & Bare, 2001). Efek samping yang paling umum terjadi adalah
c. Non Farmakologi
a) Relaksasi progresif
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stres. Teknik relaksasi
memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik, dan
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh
klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya. Placebo umumnya terdiri dari
larutan gula, larutan salin normal, atau air biasa (Tamsuri, 2007).
c) Teknik Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan
perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami
( Priharjo, 1996 ).
i. Pengukuran Nyeri
a. Skala Deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang
terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak
tertahankan”.
Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini
sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik.
Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri
yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini
Nyeri Sedang
Nyeri Hebat
Nyeri Ringan
6
4
Untuk mengukur skala nyeri pada pasien pra operasi apendisitis, peneliti menggunakan
skala nyeri numerik. Karena skala nyeri numerik paling efektif digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi progresif. Selain itu selisih
antara penurunan dan peningkatan nyeri lebih mudah diketahui dibanding skala yang lain.
Data perawatan yang dikaji dan mesti didapatkan pada pasien mencakup:
a. Alasan MRS, yaitu keluhan utama pasien saat MRS dan saat dikaji. Pasien mengeluh nyeri,
Data didapatkan dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Anamnesa untuk mengkaji
karakteristik nyeri yang diungkapkan oleh pasien dengan pendekatan PQRS (provokatif/paliatif,
quality, radiation, severity). Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendapatkan perubahan klinis
Data yang didapatkan mencerminkan respons pasien terhadap nyeri yang meliputi respon
1) Respons Fisiologis
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak
mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital
dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri
2) Respons Perilaku
mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan
menghinndari percakapan, menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas
menghilangkan nyeri.
3) Respons Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang
terjadi atau arti nyeri bagi klien.Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain : Bahaya
atau merusak, Komplikasi seperti infeksi, Penyakit yang berulang, Penyakit baru, Penyakit yang
4. Masalah Keperawatan
a. Nyeri akut/kronis
b. Kecemasan
c. Ketakutan
d. Kelemahan
h. Intoleran aktivitas.
5. Perencanaan
Tujuan dari rencana tindakan untuk mengatasi nyeri antara lain :
b. Meningkatkan kemampuan individu untuk dapat melakukan aktifitas fisik yang diperlukan
Secara umum rencana tindakan yang dapat diberikan adalah delegatif farmakologi sesuai
program dokter, dan non farmakologi. Tindakan non farmakologi yang secara mandiri bisa
a. Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang.
Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik),
distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main
catur). Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri,
dapat menjadi stategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang
bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya (Arntz dkk., 1991; Devine dkk., 1990).
Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem control
desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.
Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan
b. Relaksasi
ketegangan otot yang menunjang nyeri. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa relaksasi
efektif dalam meredakan nyeri punggung (Tunner dan Jensen, 1993; Altmaier dkk. 1992).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pasca
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat,
berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan
nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat
bersama setiap inhalasi (” hirup, dua, tiga ”) dan ekhalasi ( hembuskan, dua, tiga ). Pada saat
perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras
bersama pasienpada awalnya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai
teknik distraksi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan
ketegagan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri.
c. Stimulasi kutaneus
Terori gate control nyeri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bertujuan
termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan
mekanisme ini.
Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada
punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti
reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control desenden.
Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
6. Evaluasi
Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dievaluasi
setiap selesai melakukan perasat dan evaluasi hasil berdasarkan rumusan tujuan terutama
kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acauan tentang perencanaan lanjutan terhadap
Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologis (Potter & Perry, 2006).
Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman
menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pada pasien, perawat, atau petugas lainnya yang
a. Usia
b. Tingkat kesadaran
c. Emosi
d. Status mobilisasi
f. Informasi/komunikasi
h. Keadaan imunitas.
i. Status nutrisi
j. Tingkat pengetahuan
3. Macam-macam kecelakaan yang dapat terjadi. (mohon dikaji yang ada di rumah, di
4. Pengkajian Keperawatan
Kaji faktor -faktor yang berhubungan dengan sistem sensori komunikasi (halusinasi, gangguan
proses pikir, kelesuan, ilusi, kurang konsentrasi, kurang koordinasi dan keseimbangan). Kaji
juga faktor risiko yang berhubungan dengan keadaan klien (kesadaran menurun, kelemahan
5. Diagnosa keperawatan
a. Risiko injuri
Suatu kondisi pasien berisiko mengalami injuri akibat hubungan dengan kondisi lingkungan,
adaptasi, dan sumber-sumber yang mengancam. Faktor yang berhubungan seperti kurang
epilepsi, vertigo.
b. Perubahan proteksi
Suatu kondisi pasien mengalami penurunan kemampuan untuk melindungi dirinya dari penyakit,
baik dari luar maupun dari dalam. Faktor yang berhubungan seperti: defisi imunologi, malnutrisi,
efek pengobatan
c. Risti infeksi
Kondisi mempunyai risiko yang tinggi terhadap masuknya kuman patogen dalam tubuh. Faktor
yang berhubungan seperti: tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan jaringan, prosedur
6. Perencanaan keperawatan
(Mohon identifikasi tindakan keperawatan lainnya yang dapat dilakukan untuk masalah tersebut
diatas).
Daftar Pustaka
Hidayat, AAA., Musifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta:
EGC.
Potter, Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4,
Jakarta: EGC.
Tarwoto, Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Jakarta: Salemba
Medika.
Smeltzer, S.C., Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & suddarth,
Edisi 8, Jakarta: EGC
semaraputraadjoezt.blogspot.com