Anda di halaman 1dari 11

TEORI NYERI DAN MODULASI NYERI

(ELECTROTHERAPY)

OLEH :

YUNI ABTY FAJARSARI


PO714241161078
3 B/ DIV FISIOTERAPI

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


2018 / 2019
A. Teori Nyeri
Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP),
nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata,
berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Kerusakan
jaringan yang nyata misalnya terjadi pada nyeri akibat luka operasi.

Menurut Albert Schweittzer seperi dkuti oleh Zuhri; “Nyeri merupakan suatu
penderitaan yang seringkali lebih mengerikan dari kematian itu sendiri.” Nyeri
sering dilukiskan sebagai suatu keadaan yang berbahaya atau tidak berbahaya
seperti sentuhan ringan, kehangatan, tekanan ringan. Nyeri akan dirasakan apabila
reseptor-reseptor nyeri spesifik teraktivasi. Nyeri dapat dijelaskan secara subjektif
dan objektif berdasarkan lama atau durasi, kecepatan sensasi dan letak.

Terdapat beberapa teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosiseptor


dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang
mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali
nyeri dianggap paling relevan. (Hartwig & Wilson, 2005)
1) Teori Spesivisitas (Specivity Theory) Teori ini digambarkan oleh
Descartes pada abad ke 17. teori ini didasarkan pada kepercayaan bahwa
terdapat organ tubuh yang secara khusus mentransmisi rasa nyeri. Syaraf
ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri dan mentransmisikannya
melalui ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke talamus, yang akhirnya
akan dihantarkan pada daerah yang lebih tinggi sehingga timbul respon
nyeri. Teori ini tidak menjelaskan bagaimana faktor-faktor multi
dimensional dapat mempengaruhi nyeri. (Hartwig & Wilson, 2005)
2) Teori Pola (Pattern Theory) Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut
nyeri yaitu serabut yang mampu menghantarkan rangsang dengan cepat
dan serabut yang mampu menghantarkan dengan lambat. Dua serabut
syaraf tersebut bersinaps pada medula spinalis dan meneruskan informasi
ke otak mengenai sejumlah intensitas dan tipe input sensori nyeri yang
menafsirkan karakter dan kualitas input sensasi nyeri. (Hartwig & Wilson,
2005)
3) Teori Gerbang Kendali Nyeri ( Gate Control Theory ) Tahun 1959
Milzack dan Wall menjelaskan teori gerbang kendali nyeri, yang
menyatakan terdapat semacam pintu gerbang yang dapat memfasilitasi
transmisi sinyal nyeri. (Hartwig & Wilson, 2005) Gate Control Theory
merupakan model modulasi nyeri yang populer. Teori ini menyatakan
eksistensi dari kemampuan endogen untuk mengurangi dan meningkatkan
derajat perasaan nyeri melalui modulasi impuls yang masuk pada kornu
dorsalis melalui “gate” (gerbang). Berdasarkan sinyal dari sistem asendens
dan desendens maka input akan ditimbang. Integrasi semua input dari
neuron sensorik, yaitu pada level medulla spinalis yang sesuai, dan
ketentuan apakah gate akan menutup atau membuka, akan meningkatkan
atau mengurangi intensitas nyeri asendens. Gate Control Theory ini
mengakomodir variabel psikologis dalam persepsi nyeri, termasuk
motivasi untuk bebas dari nyeri, dan peranan pikiran, emosi, dan reaksi
stress dalam meningkatkan atau menurunkan sensasi nyeri. Melalui model
ini, dapat dimengerti bahwa nyeri dapat dikontrol oleh manipulasi
farmakologis maupun intervensi psikologis (painedu.org, 2008).

Sifat Nyeri Antara lain sebagai berikut;

• Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energy


• Nyeri bersifat subyektif dan individual
• Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
• Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
• Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
• Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
• Nyeri mengawali ketidakmampuan
• Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak
optimal

Klasifikasi Nyeri :
1. Menurut Tempa
a. Periferal Pain
1) Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
2) Deep Pain (Nyeri Dalam)
3) Reffered Pain (Nyeri Alihan) nyeri yang dirasakan pada area yang bukan
merupakan sumber nyerinya.
b. Central Pain : Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal
cord, batang otak dll
c. Psychogenic Pain : Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari
trauma psikologis.
d. Phantom Pain : Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang
sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari
stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya.
Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah
diangkat.
e. Radiating Pain : Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan
sekitar.
2. Menurut Sifat

a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang

b. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama

c. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya
menetap 10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.

d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh
pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat
dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

3. Menurut Berat Ringannya

a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah

b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis

c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi

4. Berdasarkan lama / durasi :

• Akut : kurang dari 1 bulan

• Sub akut : 1-2 bulan

• Kronis : lebih dari 2-3 bulan

Proses tejadinya Nyeri / Mekanisme Nyeri

Ada empat tahapan terjadinya nyeri;

1. Transduksi
Merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) dirubah menjadi
suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat
berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri).
Terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator nyeri mempengaruhi
juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas.
Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang
rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut di atas dan
penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang
sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan.
Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu
hipereksitabilitas neuron pada spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis dan
perubahan intraseluler yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama.
Rangsangan nyeri diubah
2. Transmisi
Merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer
melewati kornu dorsalis, dari spinalis menuju korteks serebri. Transmisi
sepanjang akson berlangsung karena proses polarisasi, sedangkan dari neuron
presinaps ke pasca sinaps melewati neurotransmitter.
3. Modulas
Adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat meningkatkan atau
mengurangi penerusan impuls nyeri.
Hambatan terjadi melalui sistem analgesia endogen yang melibatkan bermacam-
macam neurotansmiter antara lain endorphin yang dikeluarkan oleh sel otak dan
neuron di spinalis. Impuls ini bermula dari area periaquaductuagrey (PAG) dan
menghambat transmisi impuls pre maupun pasca sinaps di tingkat spinalis.
Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer medula spinalis atau
supraspinalis.
4. Persepsi
Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang
diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris,
informasi kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus
dan amigdala). Persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan.

Respon Terhadap Nyeri


Stimulus Simpatik (nyeri ringan, moderat, dan superficial)
• Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
• Peningkatan heart rate
• Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
• Peningkatan nilai gula darah
• Diaphoresis
• Peningkatan kekuatan otot
• Dilatasi pupil
• Penurunan motilitas GI
Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
• Muka pucat
• Otot mengeras
• Penurunan HR dan BP
• Nafas cepat dan irregular
• Nausea dan vomitus
• Kelelahan dan keletihan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri

 Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi.
Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka
mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka
takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri
diperiksakan.
 Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya
(ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh
nyeri)
 Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri. (ex: suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah
akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi
mereka tidak mengeluh jika ada nyeri)
 Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
dan bagaimana mengatasinya.
 Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi,
guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
 Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
 Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa
lalu dalam mengatasi nyeri.
 Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
 Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan
perlindungan.

Mekanisme Pengurangan Nyeri

Ada berbagai pendapat tentang mekanisme pengurangan nyeri, antara lain;

 mekanisme gerbang kontrol (Gate Control Teory) / mekanisme segmental


(Melzack dan Wall, 1980).
 mekanisme antidromik / mekanisme perifer, secara langsung maupuntak
langsung (Johnson, 2000).
 mekanisme ekstrasegmental / mekanisme opiat endogen dan neurotransmiter
(Chung dkk, 1984).
 mekanisme Plasebo (Renie, 1990).
 mekanisme neurovegetatif, menekankan pada aktivasi simpatis / sistem
otonom.
 mekanisme penyembuhan jaringan cedera.

B. Modulasi Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang mendorong seseorang mencari pertolongan
pelayanan kesehatan termasuk fisioterapis. Untuk itu, fisioterapis perlu memahami
mekanisme bagaimana nyeri tersebut dihilangkan atau dikurangi, dengan kata lain
bagaimana memodulasi nyeri. Modulasi nyeri sendiri dapat terjadi diperifer, daerah
dimana awal rangsangan nyeri terjadi, dan disepanjang sistem syaraf sensorik saat
transmisi impuls nyeri berlangsung dan sampai disentral.
Tubuh kita kaya dengan serabut-serabut syaraf yang hanya berfungsi untuk
mentransmisikan berbagai informasi dari dan ke sistem syaraf pusat. Adanya picuan
nyeri fisik atau kimiawi pada awalnya diterima oleh reseptor khusus nociceptor
yang diikuti dengan transmisi nyeri disepanjang syaraf sensorik. Bila nociceptor
perifer disensitisasi, respon nyeri terhadap stimulus sakit ditingkatkan. Fenomena
ini disebut hiperalgesia. Di perifer, kepekaan nociceptor terhadap stimulus yang
menyakitkan makin meningkat oleh adanya prostaglandin, bradikinin, histamine
dan lainnya. Dengan demikian mekanisme modulasi nyeri di perifer adalah berawal
dari adanya sensitisasi ujung syaraf oleh mediator prostaglandin yang terbentuk
akibat cedera jaringan. Memang benar, hasil penelitian menunjukkan adanya peran
sentral bradikinin (dibebaskan dari plasma darah) dan sitokin (dibebaskan dari
jaringan dan sel-sel) dalam kejadian nyeri inflamasi.Selanjutnya akan
mensensitisasi nocicieptor perifer yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri.
Mekanisme nyeri, nyeri timbul setelah menjalani proses transduksi, transmisi,
modulasi dan persepsi. Transduksi adalah rangsang nyeri diubah menjadi
depolarisasi membran reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf. Transmisi,
saraf sensoris perifir yang melanjutkan rangsang ke terminal di medula spinalis
disebut sebagai neuron aferen primer, jaringan saraf yang naik dari medula spinalis
ke batang otak dan talamus disebut neuron penerima kedua, neuron yang
menghubungkan dari talamus ke kortek serebri disebut neuron penerima ketiga.
Selanjutnya modulasi, proses dimana terjadi interaksi antara system analgesic
endogen (endorphin, serotonin, noradrenalin) dengan asupan nyeri yang masuk ke
kornus posterior sehingga asupan nyeri dapat ditekan. Jadi merupakan proses
desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, pada fase modulasi terdapat suatu
interaksi dengan system inhibisi dari transmisi nosisepsi berupa suatu analgesic
endogen. Konsep dari system ini yaitu berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan
morfologi dari sirkuit yang termasuk koneksi antara periaqueductal gray matter dan
nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar dan menuju ke medulla spinalis
Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer, medula spinalis atau supraspinal
Modulasi nyeri ditentukan oleh keseimbangan antara aktivitas reseptor
penghambat (inhibitory) dan pemacu (excitatory). Persepsi, nyeri sangat
dipengaruhi oleh faktor subyektif, walaupun mekanismenya belum jelas. Nyeri
dapat berlangsung berjam-jam sampai berhari- hari.Fase ini dimulai pada saat
dimana nosiseptor telah mengirimkan sinyal pada formatio reticularis dan thalamus,
sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan efek. sinyal ini kemudian dilanjutkan
ke area limbik. Area ini mengandung sel sel yang bisa mengatur emosi. Area ini
yang akan memproses reaksi emosi terhadap suatu nyeri. Proses ini berlangsung
sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera menghasilkan emosi. Tahap
Persepsi ini merupakan tahapan yang amat komplek. Sangat banyak faktor yang
mempengaruhinya secara berkaitan.

Ada beberapa tingkat dalam susunan aferen dimana nyeri dapat dikelola atau dapat
di modulasi antara lain :
a) Tingkat reseptor : Pada tingkat ini sasaran modulasi pada reseptor di perifer.
Modulasi diperoleh dengan cara menurunkan ekstabilitas reseptor,
menghilangkan faktor perangsang reseptor misalnya dengan memperlancar
proses pembuangan iritan melalui peredaran darah (peredaran pembuluh
darah menjadi lancar sehingga zat-zat penghantar nyeri yaitu Zat mediator
inflamasi diantaranya adalah: bradikinin, histamin, katekolamin, sitokinin,
lekotrien, prostaglandin dan substansi-P terbawa oleh aliran darah, serta
menurunkan aktifitas nosisensorik misalnya dengan pemanasan.
b) Tingkat spinal : Pada tingkat ini sasaran modulasi pada substansia
gelatinosa dengan tujuan memberikan inhibisi terhadap transmisi impuls
nyeri. Berdasarkan teori gerbang kontrol nyeri oleh Melzack dan Wall maka
untuk dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri, substansia gelatinosa
harus diaktifkan sehingga gerbang menutup, untuk dapat menutup gerbang
tersebut, perlu ada stimulasi terhadap serabut berdiameter besar (A-beta)
dengan rangsang non-reciceptive,Apabila serabut berukuran besar
terangsang, SG menjadi aktif dan gerbang menutup, ini berarti bahwa
rangsang yang menuju ke pusat melalui Transiting Cell (T-Cell) terhenti
atau menurun. Serabut A-beta adalah penghantar rangsang non-nociceptif,
misalnya sentuhan, propioceptif. Apabila kelompok berdiameter kecil (A-
delta dan C) terangsang, SG menurun aktifitasnya sehingga gerbang
membuka. A-delta dan C serabut pembawa rasa nociceptive, sehingga kalau
serabut ini terangsang, gerbang akan membuka dan rangsang nyeri
diteruskan ke pusat. Pada tingkat ini juga diaktifkan sistem neuron
penghambat (inhibitory neuronal sistem) supraspinal dan turun ke sel-sel
sensoris (dorsal horn) medulla spinalis interneuronal pool di medulla
spinalis sehingga menghambat impulse serabut afferent pembawa nyeri
(nociceptive) atau serabut afferent tipe A delta dan C melalui serabut
afferent tipe II/III A. Cara ini dapat dilakukan misalnya dengan: TENS dan
manipulasi yang lembut.
c) Tingkat Supraspinal : Metode ini dapat menggunakan stimulasi elektris
dengan arus frekuensi rendah dan frekuensi menengah (arus interfernsi)).
Pada prinsipnya akan merangsang nociceptive untuk pembebasan substance
P yang bermanfaat sebagai vasodilatator pembuluh darah perifer sehingga
akan terjadi perbaikan sistem vaskularisasi. Pada tingkat ini kontrol nyeri
dilakukan oleh peri aquaductal gray matter (PAG) di midbrain. PAG
mengirim stimulus ke nucleus rache magnus (NRM) yang selanjutnya ke
tanduk belakang medulla spinalis (PHC). NRM akan menghambat aferen A
delta. Selain itu NRM juga memacu timbulnya serotonin. PAG juga
memodulasi nyeri memalui produksi endorfin di PHC dengan perantaraan
NRM. Melalui locus ceruleus (LC) dan medial lateral pada brachial nucleus.
PAG juga memodulasi nyeri dengan enkephalin di PHC. Mayer dan Price
menemukan bahwa Low frequency high voltage TENS menghasilkan
endorphin (endogenous morphine seperti substansia, identik dengan opium).
Dengan uraian tersebut, maka modulasi nyeri pada tingkat supraspinal
mempunyai 2 kemungkinan mekanisme yang terlibat, yaitu jalur endorphine
dan jalur serotonin.
d) Tingkat sentral : Pada tingkat sentral ini komponen kognitif dan psikologis
berperan di dalam memodulasi nyeri. Hal ini ditentukan oleh sikap
seseorang terhadap nyeri dan emosi yang mengendalikan. Misal seorang
tentara yang sedang berperang tidak merasa nyeri yang hebat meskipun
menderita luka berat. Hal ini menunjukkan bahwa nyeri meliputi dua aspek
sensoris dan aspek psikologis. Dengan demikian susunan saraf pusat juga
berperan dalam memodulasi nyeri. Konsep dari system ini yaitu berdasarkan
dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk koneksi
antara periaqueductal gray matter dan nucleus raphe magnus dan formasi
retikuler sekitar dan menuju ke medulla spinalis. Sistem analgesik endogen
ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu posterior dan proses
desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior diibaratkan
sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam
menyalurkan input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian,
motivasi, pendidikan, status emosional & kultur seseorang.

Anda mungkin juga menyukai