Sifat-Sifat Nyeri
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2. Nyeri bersifat subyektif dan individual
3. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis
tingkah laku dan dari pernyataan klien
5. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
6. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
7. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
8. Nyeri mengawali ketidakmampuan
9. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal
Reflek Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri,
meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri
ditransmisikan atau diserap.
Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius aktivitas elektrik reseptor terkait.
Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer
yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang
meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke
batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan
cortex.
Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu
telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi
nyeri di medulla spinalis.
Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan
subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan
persepsi tersebut juga tidak jelas.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan
kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a) Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab
nyeri dihilangkan.
b) Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit
dilokalisasi.
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain:
1. Usia Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika
nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda
secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex:
tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri
adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi
mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4. Makna nyeri Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap
nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan
tehnik untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa
lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi
nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di
masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri
dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali
bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh
dukungan dan perlindungan
0 :Tidak nyeri
baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
berkomunikasi, memukul.
2.8 Nyeri Akut dan Nyeri Kronik (Acute and Chronic Pain)
Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah
dan memiliki awitan yan cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai
ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau
penyakit yang akan datang.
Nyeri kronik
Adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode
tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih
dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena
pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa
berlangsung terus sampai kematian.
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik :
Nyeri Akut : Nyeri Kronik :
Lamanya dalam hitungan menit Lamanya sampai hitungan
bulan, > 6bln
Ditandai peningkatan BP, nadi, Fungsi fisiologi bersifat normal
dan respirasi
Respon pasien: Fokus pada nyeri, Tidak ada keluhan nyeri
menyetakan nyeri menangis dan
mengerang
Tingkah laku menggosok bagian Tidak ada aktifitas fisik sebagai
yang nyeri respon terhadap nyeri
R (Regional/Area/Radiasi)
1. Dimana gangguan nyeri dirasakan?
2. Apakah nyerinya menyebar?
3. Apakah merambat pada punggung atau lengan, merambat pada leher atau kaki?
S (Severity/Skala Keparahan)
Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala?
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien, adalah:
1. Respiratory : bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
2. Sirkulasi : tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
3. Persarafan : tingkat kesadaran.
4. Balutan :
Apakah ada tube, drainage ?
Apakah ada tanda-tanda infeksi?
Bagaimana penyembuhan luka ?
5. Peralatan :
Monitor yang terpasang.
Cairan infus atau transfusi.
6. Rasa nyaman : rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
7. Psikologis : kecemasan, suasana hati setelah operasi.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita nyeri atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
Pemeriksaan Fisik
Status Kesehatan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda tanda vital.
Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
Sistem Integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
Sistem Pernafasan
Penatalaksanaan Perawatan
Assesment
Pengkajian ini meliputi obyektif dan subyektif.
1. Data subyektif meliputi :
Nyeri yang sangat pada daerah perut.
2. Data obyektif meliputi :
Napas dangkal
Tensi turun
Nadi lebih cepat
Abdomen tegang
Defense muskuler positif
Berkeringat
Bunyi usus hilang
Pekak hati hilang
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
2. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Nyeri akut akibat fraktur panggul.
6. Nyeri kronis akibat arthritis.
7. Gangguan mobilitas akibat nyeri pada ekstrimitas.
8. Kurangnya perawatan diri akibat ketidakmampuan menggerakkan tangan yang
disebabkan oleh nyeri persendian.
9. Cemas akibat ancaman peningkatan nyeri.
2. Diagnosa no. 2 : Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
a) Pergerakan paien bertambah luas
b) Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri,
berjalan).
c) Rasa nyeri berkurang.
d) Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
4. Diagnosa no.4 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
a) Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit.
b) Pasien tenang dan wajah segar.
c) Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Bentuk evaluasinya antara lain :