Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri
merupakan alasan paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun
merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri
merupakan salah satu dari gejala yang paling sedikit dipahami. Individu yang
merasakan nyeri merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri
tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan
merasakan nyeri yang dialami oleh klien. Karena nyeri bersifat subyektif. Tidak ada
dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang
sama,menghasilkan respon yang identik pada seseorang.
Nyeri terkait erat dengan kenyamanan, karena nyeri merupakan faktor utama
yang menyebabkan ketidaknyamanan pada seseorang. Pada sebagian besar klien
sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang cukup kuat untuk
berpotensi menciderai. Bagi dokter nyeri merupakan suatu masalah yang
membingungkan. Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri.
Dokter hampir semata mata mengandalkan penjelasan dari klien tentang nyeri dan
keparahannya. Nyeri alasan yang paling sering diberitakan oleh klien ketika ditanya
mengapa berobat.
Dampak nyeri pada perasaan sejahtera klien sudah semakin luas diterima
sehingga banyak institusi sekarang menyebut nyeri “ Tanda Vital Ke Lima” dan
mengelompokkannya pada tanda tanda klasik suhu,nadi,pernafasan,dan tekanan
darah.
Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien yang mengalami
nyeri dibandingkan dengan tenaga profesional perawatan kesehatan lainnya dan
perawat mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan nyeri dan
efeknya yang membahayakan. Peran memberi pearwatan primer adalah untuk
mengidentifikasi dan mengobati penyebab nyeri untuk menghilangkan rasa nyeri.
Perawat tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga profesional kesehatan lain tapi

1
juga memberikan intervensi pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi, dan
bertindak sebagai advokat klien saat intervensi tidak efektif. Selain itu, perawat
berperan sebagai pendidik untuk klien dan keluarga. Mengajarkan mereka untuk
mengatasi penggunaan analgetik atau regimen pereda nyeri untuk mereka sendiri
jika memungkinkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud nyeri?
2. Bagaimana konsep nyeri dalam perawatan?
3. Apa yang dimaksud dengan skala nyeri?
4. Bagaimana konsep skala nyeri dalam perawatan?
5. Jelaskan metode dan konsep skala nyeri dalam keperawatan
1.3 Tujuan
1. Mengatahui dan memahami makna dan konsep nyeri.
2. Mengetahui dan memahami bagaimana cara mengukur skala nyeri pada pasien

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri
1. Definisi
Nyeri secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu rasa yang tidak
nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri dapat juga didefinisikan sebagai suatu
kejadian yang bersifat individu sehingga dalam pengumpulan data, perawat
perlu secara seksama mendengarkan keluhan klien secara verbal. Nyeri dikaji
menurut lokasi, intensitas, waktu, durasi, dan kualitas serta perilaku non verbal
klien.
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan
tersebut. Secara umum, nyeri dapat diefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman,
baik ringan maupun berat.
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan
utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi
bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan
diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak
orang dibanding suatu penyakit manapun.
Definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh
yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu
mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat klien dengan nyeri adalah
berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa itu ada.
2. Fisiologi nyeri
Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri maka perlu mempelajari 3
komponen fisiologis berikut ini:
a. Resepsi
Adanya stimulus yang mengenai tubuh akan menyebabkan pelepasan
substansi kimia seperti histamin, bradikinin,kalium. Substansi tersebut
menyebabkan nonseptor beraksi, apabila nonseptor mencapai ambang nyeri,

3
maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut syaraf perifer.
Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada 2 yaitu: serabut
A delta dan serabut C. Impuls syaraf akan dibawa sepanjang serabut syaraf
sampai ke kornu dorsalis medula spinalis. Impuls syaraf tersebut akan
menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotransmiter ( substansi p).
Substansi p ini menyebkan transmisi sinapsis dari syaraf perifer ke syaraf
traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf di transmisikan
lebih jauh ke dalam sistem syaraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai ke
otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon refleksi
protektif. Contoh: apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan
sensasi terbakar, tangan juga akan merasakan refleksi dengan menarik tangan
dari permukaan setrika. Proses ini akan berjalan jika sistem syaraf perifer dan
medula spinalis utuh atau berfungsi normal.
Ada beberapa faktor yang mengganggu proses resepsi nyeri diantaranya:
1) Trauma
2) Obat obatan
3) Pertumbuhan tumor
4) Angguan metabolik ( penyakit Diabetes Melitus )
b. Persepsi
1) Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat
individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang
kompleks.
2) Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga
kemudian individu dapat bereaksi.
c. Reaksi
1) Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang
terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
2) Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial
menimbulkan reaksi “ Flight atau Fight” yang menyebabkan sindrom
adaptasi umum.
3) Proses reaksi adalah impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis
menuju ke batang otak dan talamus. Sistem syaraf otonom menjadi

4
terstimulasi syaraf simpatis dan parasimpatis bereaksi. Maka akan timbul
respon fisiologis dan akan muncul perilaku.
3. Pengalaman nyeri
a. Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal:
1) Makna nyeri
Nyeri memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang, juga untuk orang
yang sama di saat yang berbeda. Umumnya manusia memandang nyeri
sebagai pengalaman yang negatif. Walaupun nyeri juga mempunyai aspek
yang positif. Beberapa makna nyeri antara lain berbahaya atau merusak,
menunjukkan adanya komplikasi ( misalnya: infeksi ) dan memerlikan
penyembuhan. Faktor yang mempengaruhi makna nyeri bagi individu
antara lain:
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Sosial budaya
d) Lingkungan
e) Pengalaman nyeri sekarang dan masa lalu
2) Persepsi nyeri
Pada dasarnya nyeri merupakan salah satu bentuk reflek guna menghindari
rangsangan dari luar tubuh, atau melindungi tubuh dari segala bentuk
bahaya. Akan tetapi jika nyeri itu terlalu lama atau berlangsung lama dapat
berakibat tidak baik bagi tubuh, dalam hal ini akan menyebabkan klien
menjadi kurang tenang dan putus asa.
3) Toleransi terhadap nyeri
Toleransi terhadap nyeri terkait dengan integritas nyeri yang membuat
seseorang sanggup menahan nyeri sebelum mencari pertolongan. Tingkat
toleransi yang tinggi berati bahwa individu mampu menahan nyeri yang
relatif stabil.
4) Reaksi terhadap nyeri
Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap nyeri. Ada orang
yang menghadapinya dengan perasaan takut, gelisah, dan cemas. Dan
adapula yang menanggapinya dengan sikap yang optimis dan penuh

5
toleransi. Sebagian orang merespon nyeri dengan menagis, mengerang,
dan menjerir njerit, meminta pertolongan, gelisah di tempat tidur dll.
b. Secara umum bentuk nyeri terbagi menjadi 2:
1) Nyeri akut
Nyeri ini biasanya tidak lebih dari 6 bulan, gejalanya mendadak dan
biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut biasanya
tiba tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera fisik.
2) Nyeri kronis
Nyeri ini berlangsung lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri bisa diketahui atau
tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat
disembuhkan. Selain itu, penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga
klien susah untuk menentukan lokasinya. Dampak dari nyeri ini antara lain
klien lebih mudah tersinggung dan sering mengalami insomnia. Akibatnya,
mereka menjadi kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir
dari kerabat dan keluarga. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau
intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu ( misalnya: sakit
kepala migrain ).
4. Karakteristik nyeri
a. Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri
kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.
b. Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa menetap atau
menyebar.
c. Keparahan
Perawat meminta klien untuk menggambarkan seberapa parah nyeri yang
dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawat bisa menggunakan alat bantu,
skala ukur,kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini
yang mana.

6
5. Skala nyeri
a. Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan. Biarkan klien
mendiskripsikan apa yang di rasakan sesuai dengan kata katanya send
b. Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan aktivitas yang menyebabkan
nyeri dan meminta klien untuk mendemonstrasikan aktivitas yang bisa
menimbulkan nyeri.
c. Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan
kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk
mengurangi nyeri.
d. Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah,
keinginan untuk miksi dll.
e. Pedoman untuk menggunakan skala pengkajian nyeri
Menggunakan skala tertulis untuk mengkaji nyeri tidak mungkin dilakukan
jika pasien sakit serius atau dalam nyeri yang hebat atau baru saja mengalami
pembedahan. Dalam kasus ini pasien dapat ditanya: pada skala dari nol
sampai dengan sepuluh, nol “ tidak ada nyeri” dan sepuluh “ nyeri paling
buruk yang dapat terjadi “ seberapa berat nyeri yang klien rasakan saat ini.
Pasien biasanya dapat berespon tanpa kesulitan. Jika pasien tidak dapat
berbahasa indonesia atau tidak mampu mengkomunikasikan dengan
jelasinformasi yang dibutuhkan untuk mengatasi nyeri,seseorang interpreter,
penerjemah atau anggota keluarga yang terbiasa dengan metode komunikasi
pasien untuk pengkajian nyeri.
Skala yang menunjukkan letak dan pola nyeri dapat berguna bagi perawat
dalam mengidentifikasi sumber atau tempat nyeri

7
6. Monitoring nyeri
Tabel 2.1 Monitoring Nyeri

Intensitas Monitoring

Waktu evaluasi/monitoring

Skala 0-3 Tiap 24 jam

4-6 Tiap shift

7-9 Tiap 1 jam

10 Tiap 15 menit

7. Macam-macam penilaian nyeri


a. intensitas nyeri “ Wong Baker Face Scale “ untuk anak diatas 3 tahun dan
dewasa.

Gambar 2.1 wong baker face scale

8
b. Skala FLACC untuk anak anak dibawah 3 tahun
Kriteria 0 1 2 Nilai

Tidak ada Sesekali menangis Dagu gemetaran


ekspresi atau mengerutkan secara berkala atau
Face ( wajah )
tertentu kening, menarik konstan
diri, tidak tertarik

Posisi Gelisah,khawatir Menendang/menarik


normal/santai dan tegang kaki
Legs ( kaki )

Berbaring Menggeliat, Melengkung, kaku


tenang, mondar-mandir, atau menyentak
Activity (
posisi tegang
aktivitas )
normal,
bergerak
dengan
mudah

Tidak ada Mengerang/merintih Menangis secara


teriakan sesekali, mengeluh terus menerus,
Cry ( tangis )
(terjaga atau menjerit atau isak
tertidur) tangis, sering
mengeluh

Puas/senang Sesekali diyakinkan Sulit untuk dihibur


santai dengan sentuhan, atau terasa nyaman
Consolabilit(
pelukan atau diajak
bersuara )
berbicara dialihkan

TOTAL SCORE

Tabel 2.2 Skala FLACC untuk anak-anak dibawah 3 tahun

9
Keterangan:
Nilai 0 : tidak nyeri
Nilai 1-3: nyeri ringan
Nilai 4-6: nyeri sedang
Nilai 7-10: nyeri berat sekali
Tanda dan gejala nyeri pada bayi:
1) Menangis lebih keras, lebih tinggi melengking, dan dapat berlangsung
lebih lama dari biasanya
2) Tetapi jika bayi prematur, mereka mungkin tidak ada tenaga untuk
menangis, sehingga mungkin tenang meskipun kesakitan. Hal ini dapat
dilihat dari raut wajah bayi. Bayi mungkin meringis membuka mulut
mereka, mengerutkan dahi mereka. Memiliki garis yang dalam disekitar
hidung dan menekan, mata mereka tertutup.
3) Postur tubuh dan gerakan tubuh bayi mungkin tegang atau kaku dengan
lengan dan kaki baik ditarik atau semua berbaring.
4) Bayi mungkin nakal dan menggerakkan tangan dan kaki mereka masuk
dan keluar.
5) Lekas marah, mungkin bayi menjadi rewel, gelisah, menolak untuk makan
atau tidur.
6) Perubahan TTV ( detak jantung, tingkat pernafasan, dan tekanan darah )
jumlah oksigen dalam darah dan ekspresi wajah bayi dan perilaku paling
banyak digunakan untuk rasa sakit tingkat bayi.

10
c. Visual Analoque Scale ( VAS )
Berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasanya 10 cm dengan
penggambaran verbal pada masing masing ujungnya, seperti angka 0 ( tanpa
nyeri ) sampai angka 10 ( nyeri terberat )
Nilai VAS 0-<4 : nyeri ringan
4-<7 : nyeri sedang
7-10 : nyeri berat

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat
Gambar 2.2 Visual Analaque Scale (VAS)
d. Verbal Rating Scale
Terdiri dari beberapa nomor yang menggambarkan tingkat nyeri pada klien.
Klien ditanya bagaimana sifat dari nyeri yang dirasakannya. Skor tersebut
terdiri dari 4 point yaitu:
1) 0: tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak ketika ditanya
2) 1: nyeri yang ringan yang dilaporkan klien ketika ditanya
3) 2: nyeri sedang yang dilaporkan klien ketika ditanya
4) 3: nyeri dihubungkan dengan respon suara, tangan, atau lengan tangan,
wajah merintih atau menangis
e. CPOT ( Critical Care Pain Observation Tool )
Biasanya digunakan pada orang dewasa yang dalam kondisi tidak sadar (
biasanya pada klien yang terpasang ETT )
1) Ekspresi wajah
a) Skor 0: tidak ada ketegangan otot
b) Skor 1: mengerutkan kening, mengangkat alis.
c) Skor 2: menggigit selang ETT
2) Gerakan tubuh
a) Skor 0: tidak bergerak ( tidak kesakitan ) atau posisi normal ( tidak ada
gerakan lokalisasi nyeri )
b) Skor 1: gerakan hati-hati, menyentuh lokasi nyeri, mencari perhatian
melalui gerakan.

11
c) Skor 2: mencabut ETT, mencoba untuk duduk, tidak mengikuti
perintah, mengamuk, mencoba keluar dari tempat tidur
3) Kepatuhan dengan ventilator mekanik
a) Skor 0: alarm ventilator mekanik tidak berbunyi.
b) Skor 1: batuk, alarm berbunyi tapi berhenti secara spontan.
c) Skor 2: alarm sering berbunyi.
4) Nada bicara ( tidak terpasang ETT )
a) Skor 0: bicara dengan nada pelan
b) Skor 1: mendesah, mengerang.
c) Skor 2: menangis, berteriak
5) Ketegangan otot
a) Skor 0: tidak ada ketegangan otot
b) Skor 1: mengerutkan kening, mengangkat alis.
c) Skor 2: otot tegang.
Catatan:
Skor 0: tidak nyeri
Skor 1-2: nyeri ringan
Skor 3-4: nyeri sedang
Skor 5-6: nyeri berat
Skor 7-8: nyeri sangat berat
8. Ambang/ penilain nyeri berdasarkan PQRST
a. P: Provokatif/paliatif
Apa kira kira penyebab timbulya nyeri? Apakah karena ruda paksa/ benturan?
Akibat penyayatan? dll.
b. Q: Qualitas/ quantitas
Seberapa berat keluhan nyeri terasa? Bagaimana rasanya? Seberapa sering
terjadi? contoh: seperti ditusuk, tertekan, tertimpa benda berat, diiris-iris, dll.
c. R: Region/ radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan/ ditemukan? Apakah
menyebar ke daerah lain/ area penyebarannya.

12
d. S: Skala severitas
Skala kegawatan dapat dilihat melalui GCS untuk gangguan kesadaran, skala
nyeri/ ukuran lain yang berkaitan dengan keluhan.
e. T: Timming
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan/ dirasakan? Seberapa sering
keluhan nyeri tersebut dirasakan/ terjadi? apakah terjadi secara mendadak/
bertahap? Akut/kronis?

13
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perbedaan Pengukuran Skala Nyeri di RSUD dr.Soetomo dan di RS PHC


Pengukuran skala nyeri di RSUD dr.Soetomo dibedakan antara pengukuran
skala nyeri pada pasien dewasa dan anak-anak, khususnya anak-anak yang berusia
kurang dari 2 tahun. Sedangkan di RS PHC Surabaya pengukuran skala nyeri pada
pasien anak sama dengan yang digunakan untuk pengukuran skala nyeri pada
pasien dewasa. Di RSUD dr.Soetomo pengukuran skala nyeri pada anak khususnya
yang berumur dibawah 3 tahun sudah menggunakan FLACC, sedangkan di RS
PHC masih menggunakan pengukuran skala nyeri WONG BEKKER.
Pengukuran skala nyeri FLACC lebih spesifik dibandingkan dengan pengaturan
skala nyeri WONG BEKKER. Pada pengukuran skala nyeri FLACC petugas medis
dapat menilai skala nyeri bukan hanya melalui ekspresi wajah penderita atau
pasien, tetapi petugas medis dapat menilai juga melalui sbb:
1. Gerakan Kaki
a. Posisi normal atau santai
b. Gelisah, khawatir, tegang
c. Menendang atau menarik kaki
2. Aktivitas
a. Berbaring tenang, posisi normal, bergerak dengan mudah
b. Menggeliat, mondar-mandir, tegang
c. Melengkung, kaku atau menyentak
3. Tangisan
a. Tidak ada teriakan (terjaga atau tertidur)
b. Mengerang atau merintih sesekali mengeluh
c. Menangis secara terus-menerus. Menjerit atau isak tangis
4. Bersuara
a. Puas atau senang, santai
b. Sesekali diyakinkan dengan sentuhan, pelukan atau diajak berbicara,
dialihkan
c. Sulit dihibur

14
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan Dan Saran


1. Nyeri terkait erat dengan kenyamanan karena nyeri merupakan faktor utama
yang menyebabkan kenyamanan pada seseorang. Pada sebagian besar klien
sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cedera atau rangsangan yang cukup kuat
untuk berpotensi mencederai. Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya
bersama klien yang mengalami nyeri dibandingkan dengan tenaga profesional
perawatan kesehatan lainnya dan perawat mempunyai kesempatan untuk
membantu menghilangkan nyeri dan efek yang membahayakan dengan cara
mengukur skala nyeri klien.
2. Saran
Hendaknya kita selaku tenaga kesehatan dapat memahami dengan baik dan
benar mengenai konsep nyeri dan dapat mengukur skala nyeri yang dialami oleh
klien sehingga kita mempunyai kesempatan dan dapat membantu
menghilangkan nyeri dan efek yang membahayakan bagi klien.

15

Anda mungkin juga menyukai