Anda di halaman 1dari 13

Laporan Pendahuluan

Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman “Nyeri “


1. landasan Teori
1.1 Definisi
Keamanan adalah keadan bebas dari cidera fisik dan psiikologis atau bisa juga keadaan
aman dan tentram (Potter& Perry, 2006).
Perubahan kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dan berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, Linda
Jual, 2000).
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri
dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat dikategorikan sebagai
ancaman mekanis,, kimiawi, retmal dan bakteriologis. Kebutuhan akan keaman terkait
dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan
sesuatu yang mengancam tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya
imajinasi (mis, penyakit, nyeri, cemas, dan sebaginya). Dalam konteks hubungan
interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi,
kemampuan mengontrol masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten
dengan orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan
lingkungannya. Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat perasaan cemas dan tidak
aman. (Asmadi, 2005)
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2006) megungkapkan kenyamanan/rasanyaman
adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan
ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah
dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu :
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiriyang
meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusiaseperti
cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan,
harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan
hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan
kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan
timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri merupakan sensori
subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan
secara aktual atau potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk
mencari perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan
dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri dapat mengganggu dan
menyulitkan banyak orang.
1. Faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri adalah usia, jenis kelamin, obat-obatan,
budaya, pemahaman tentang nyeri, perhatian, kecemasan, pola koping, dan pengalaman masa
lalu.
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak
dan lanjut usia. Menurut tahap tumbuh kembang dibedakan, neonatus (lahir-28 hari), bayi (1
bulan-1 tahun), toddler (1-3 tahun), pre sekolah (3-6 tahun), usia sekolah (6-12 tahun),
remaja (12-18/20 tahun), dewasa muda (20-40 tahun), dewasa menengah (40-65 tahun), dan
lansia (65-74 tahun). Perbedaan perkembangan yang ditemukan di antara kelompok usia ini
dapat mempengaruhi begaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.
b. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons
terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor
dalam mengekspresikan nyeri.
c. Obat-obatan
Obat-obatan termasuk obat analgetik yang diberikan akan mempengaruhi pemberian
makna nyeri oleh pasien. Waktu paruh obat analgetik yang belum berakhir akan
mempengaruhi nyeri yang dirasakan. Obat-obatan analgesik NSAID (Non Steroidal Anti-
Inflamatory Drugs) rata-rata memiliki waktu paruh yang berkisar antara 4-6 jam,sedangkan
analgesik jenis opioid memiliki waktu paruh berkisar antara 2-4 jam.
d. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah,
sedangkan kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup (introvert).
e. Pemahaman tentang nyeri
Seseorang memberikan makna terhadap nyeri dipengaruhi oleh pengalaman nyeri dan
cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara
berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman,
dan tantangan.
f. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun (18).
g. Kecemasan
Hubungan antara nyeri dan kecemasan bersifat kompleks. Kecemasan seringkali
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan cemas.
Individu yang sehat secara emosional, biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri sedang
hingga berat daripada individu yang memiliki status emosional yang kurang stabil.
h. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola
koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
i. Pengalaman masa lalu
Individu yang mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau
menderita nyeri yang berat, maka rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, individu yang
mengalami nyeri dengan jenis yang sama berulang-ulang dan kemudian nyeri tersebut
berhasil dihilangkan, individu akan lebih mudah untuk menginterpretasikan sensasi nyeri.
2. Klasifikasi
Dua kategori dasar dari nyeri adalah:
a. Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang berkaitan dengan cedera spesifik seperti kerusakan
atau cedera jaringan. Manifestasi klinis nyeri akut adalah onset waktu yang cepat, berakhir
dengan singkat dan sembuh dengan sendirinya. Nyeri akut biasanya hilang dengan sendirinya
tanpa tindakan setelah kerusakan atau cedera jaringan sembuh. Nyeri akut merupakan gejala
dimana intensitas nyeri berkorelasi dengan beratnya lesi atau stimulus. Nyeri akut terjadi
dalam waktu singkat dari 1 detik sampai kurang dari 6 bulan.
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode waktu. Nyeri kronis berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan
sering tidak dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis tidak mempunyai
awitan yang ditetapkan dengan tepat. Nyeri kronis sulit untuk diobati karena nyeri kronis
tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri
kronis mempunyai awitan yang berlangsung selama enam bulan atau lebih.
3. Mekanisme Nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit.
Reseptor nyeri disebut juga nociceptor, saraf perifer sebagai reseptor nyeri secara anatomis
ada yang bermielin dan ada yang tidak bermielin.
Berdasarkan letaknya, nociceptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh
yaitu pada kulit (cutaneus), somatic dalam (deep somatic), dan pada daerah visceral. Nyeri
diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi bradikinin,
prostaglandin) dilepaskan sehingga menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan
pesan nyeri dari area yang terluka ke otak, dan menyusun tahap untuk penyembuhan (respon
inflamasi). Sinyal nyeri dari area yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia
disepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (area pada spinal yang menerima sinyal dari
seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak dimana
sensasi seperti panas, dingin, nyeri dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan kemudian
dihantarkan ke cortex, dimana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan.
Persepsi dari nyeri dan respons motoriknya terjadi di otak. Kedua kejadian itu
diperankan oleh mekanisme neural yang secara keseluruhan disebut action system. Sel-sel
khusus di cornu dorsalis medulla spinalis bertindak sebagai inisiator action system tersebut.
Daerah sel-sel khusus itu dinamakan target area. Intervensi yang disalurkan melalui serabut
besar bertindak sebagai penghambat aktivitas yang dikeluarkan oleh target area, sehingga
pintu gerbang untuk masuk ke action system tertutup.
Penyembuhan nyeri dimulai sebagai sinyal dari otak kemudian turun ke spinal cord.
Pada bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di area
yang terluka.
4. Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan nyeri dapat dibagi dua cara, yaitu:
a. Manajemen farmakologi
1) Analgetika narkotika
Obat analgetik narkotika merupakan kelompok obat yang memiliki sifat opium atau
morfin. Jenis obat ini dapat menyebabkan ketergantungan. Jenis obat ini digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri hebat, seperti pada kasus patah tulang dan penyakit kanker kronis.
2) Analgetika non narkotika
Obat analgesik non nakotik dikenal dengan istilah analgetik/ analgetika/analgesik
perifer. Analgetika non nakotik terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak
bekerja sentral. Penggunaan obat analgetik non narkotik cenderung mampu menghilangkan
atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan
hingga efek menurunkan tingkat kesadaran.
b. Manajemen non farmakologi
1) Distraksi
Distraksi merupakan metode mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga
pasien akan lupa pada nyeri yang dialami (16).
2) Relaksasi
Relaksasi merupakan pembebasan mental dan fisikal dari ketegangan (16).
3) Stimulasi kulit
a) Kompres hangat
Kompres hangat merupakan pemberian rasa hangat pada pasien dengan menggunakan
cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukan (16).
b) Kompres dingin
Kompres dingin merupakan pemberian suatu zat dengan suhu rendah pada tubuh untuk
tujuan terapeutik (16).
5. Skala Nyeri
Skala nyeri adalah alat untuk mengukur gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu. Ukuran skala nyeri sangat subjektif dan bersifat individual. Nyeri
dalam intensitas yang sama dapat dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Perawat dapat menggunakan skala nyeri untuk pengukuran derajat nyeri sebelum dan sesudah
terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk serta menilai apakah nyeri mengalami
penurunan atau peningkatan.
Gambar skala penilaian derajat nyeri adalah sebagai berikut :
a. Skala Analog Visual

Gambar 2.1 Skala Analog Visual


Digunakan untuk mengetahui skala nyeri, skala ini terdiri dari enam wajah kartun yang
diurutkan dari seorang yang tersenyum (tidak ada rasa sakit), meningkat ke wajah yang
kurang bahagia sampai ke wajah yang sedih, wajah penuh air mata (rasa sakit yang paling
buruk).
b. Skala Deskriptif Verbal (Verbal Discriptor Scale (VDS))

Gambar 2.2 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif


Terdiri dari sebuah garis lurus dengan 5 kata penjelas dan berupa urutan angka 0
sampai dengan 10 yang mempunyai jarak yang sama sepanjang garis. Gambaran tersebut di
susun dari “ tidak nyeri” sampai dengan “nyeri berat tidak terkontrol atau nyeri sangat berat”.
c. Skala Intensitas Nyeri Numerik (VNS)

Gambar 2.3 Skala Intensitas Nyeri Numerik


Skala ini biasa dipergunakan dan telah divalidasi. Berat ringannya rasa sakit atau nyeri
dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik,
dari 0 -10.
d. Skala Nyeri Bourbanis
Gambar 2.4 Skala Nyeri Bourbanis
Keterangan:
0 = Tidak nyeri
1-3 = Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 = Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, mendeskripsikan nyeri, serta dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 = Nyeri berat terkontrol, secara obyektif klien tidak dapat mengikuti
perintah tetapi masih memberikan respon pada tindakan, menunjukkan
lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendeskripsikan nyeri dan tidak dapat
diatasi dengan perubahan posisi, nafas panjang serta distraksi.
10 = Nyeri berat tidak terkontrol, pasien tidak dapat lagi berkomunikasi
untuk mengungkapkan nyeri.
6. Proses Pengukuran Nyeri
Pengukuran nyeri perlu dilakukan pengkajian karakteristik nyeri untuk membantu
perawat membentuk pengertian pola nyeri dan tipe nyeri. Perawat mengajukan pertanyaan
untuk menentukan awitan, durasi, rangkaian nyeri, kemudian perawat meminta pasien
menunjukkan lokasi nyeri. Alat pengkajian skala nyeri berupa numerik, deskriptif dan analog
visual. Pasien menetapkan suatu titik pada skala yang berhubungan dengan persepsi pasien
tentang derajat nyeri pada waktu melakukan pengkajian.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang afektif.
Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada
masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi
nyeri, seperti factor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian
nyeri terdiri atas dua komponen utama, yakni (a) riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari
klien dan (b) observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian
adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek. Pengkajian
dapat dilakukan dengan cara PQRST :
 P (pemicu) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
 Q (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
 R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
 S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri.
 T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
a. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan klien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata
mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawt memahami makna nyeri bagi klien dan
bagaimana ia berkoping terhadap aspek, antara lain :
1). Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan area nyerinya.
Pengkajian ini biasanya dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien biasanya menandai
bagian tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang
memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
2). Intensitas Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk
menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang
0-5 atau 0-10. Angka “0” menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi
menandakan nyeri “terhebat” yang dirasakan klien. Intensitas nyeri dapat diketahui dengan
bertanya kepada pasien melalui skala nyeri wajah, yaitu Wong-Baker FACES Rating Scale
yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala
angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lan sia
yang mengalami gangguan komunikasi.
3). Kualitas Nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”. Perawat
perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya sebab
informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan
tindakan yang diambil.
4). Pola
Pola nyeri meliputi: waktu awitan, durasi/lamanya nyeri dan kekambuhan atau interval
nyeri. Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang dan kapan nyeri terakhir kali muncul.
5). Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicumunculnya nyeri. Sebagai contoh: aktivitas
fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan (lingkungan
yang sangat dingin atau sangat panas), stresor fisik dan emosional juga dapat memicu
munculnya nyeri.
6). Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi: mual, muntah, pusing dan diare. Gejala tersebut bisa disebabkan
oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
7). Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian klien akan akan
membantu perawat memahami persepsi klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang
perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan
interpesonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah, aktivitas waktu seggang serta status
emosional.
8). Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri.
Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh
agama/budaya.
9). Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung pada situasi, derajat
dandurasi nyeri, interpretasi tentang nyeri dan banyak faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji
adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi atau perasaan gagal pada diri klien.
b. Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan indikator nyeri diantaranya :
1). Ekspresi wajah:
a) Menutup mata rapat-rapat
b) Membuka mata lebar-lebar
c) Menggigit bibir bawah
2). Vokalisasi:
a) Menangis
b) Berteriak
3). Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan digerakan tubuh tanpa tujuan
yang jelas):
a) Menendang-nendang
b) Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber dan
durasi nyeri. Pada awal awitan nyeri akut, respons fisiologis:
1) Peningkatan tekanan darah
2) Nadi dan pernapasan
3) Diaforesis
4) Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis.
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis telah beradaptasi, respon
fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Karenanya, penting bagi
perawat untuk mengkaji lebih dari satu respons tersebut merupakan indikator yang buruk
untuk nyeri.
2 Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik atau trauma
Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul
secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan
sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi
kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
 Laporan secara verbal atau non verbal
 Fakta dari observasi
 Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
 Gerakan melindungi
 Tingkah laku berhati-hati
 Muka topeng
 Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
 Terfokus pada diri sendiri
 Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan)
 Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
 Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)
 Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
 Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
 Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
NOC :
 Pain Level,
 Pain control,
 Comfort level
Kriteria Hasil :
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Pain Management
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.
Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih
dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
DAFTAR PUSTAKA

1. Herdman, TH. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and classification


2009-2011. Wiley-Blackwell: Singapore, 2009.

2. Brunner and Suddart. Buku ajar ilmu keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Vol 2. Jakarta:
EGC, 2001.

3. Yusrizal. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Massase terhadap Penurunan
Skala Nyeri pada Pasien Pasca Appendectomy di Ruangan Bedah RSUD DR. M. Zein
Painan 2012. (http://www.allbookez.com/pdf/67jbjw/) diakses 14 Mei 2014.

4. Sjamsuhidajat, R. & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC, 2004.

5. Smeltzer, S.C & Brenda G.B. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Vol.1. Jakarta: EGC, 2001.

6. Asmadi.Konsep dasar Keperawatan. Jakarta : EGC,2005.

7. Carpenito& Lynda Jual. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta : EGC,2006

8. Christensen, Paula dan W.Kenney, Janet. Aplikasi Model Konseptual. Jakarta :


EGC,2009

9. Potter&Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, danPraktik.


Jakarta: EGC, 2005

Anda mungkin juga menyukai