Anda di halaman 1dari 25

A.

Konsep Teori Kebutuhan Rasa Nyaman dan Aman

Kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan


dasar yaitu : kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi
diri, manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat hetorogen. Setiap orang
pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena budaya, maka
kebutuhan tersebutpun ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhan manusia
menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada (Setiadi,2020).
1. Definisi Nyaman Aman

Menurut Mahardika (2018), keamanan adalah keadaan bebas dari


segala fisik fisiologis yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus
dipenuhi, serta dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sedangkan
kenyamanan sebagai suatu keadaan terpenuhi kebutuhan dasar manusia
meliputi kebutuhan akan ketentraman, kepuasan, kelegaan dan atau suatu
yang melebihi maslah atau nyeri.

Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat


aspek yaitu :
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh

b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal,keluarga,dan sosial.


c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur alamiah
lainnya.
Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman
adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia.
Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan
kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang di
tunjukkan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien seperti ketika ada
nyeri, pasien menunjukkan perilaku protektif dan tidak tenang. Peningkatan
tekanan, frekuensi nadi, peningkatan atau penurunan napas, diaforesis, dan
perilaku distraksi, seperti menangis dan merintih. Sedangkan rasa nyaman
pada hipo/hipertermia merupakan suatu keadaan yang di alami pasien
dengan merasakan kedinginan atau kepanasan yang ditandai dengan suhu
dibawah 35,5oC (hipotermia) dan di atas 37oC (hipertermia) (Setiadi, 2020).
Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologis atau
bisa juga keadaan aman dan tentram, terhindar dari ancaman bahaya yang
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi.
Lingkungan pelayanan kesehatan dan komunitas yang aman merupakan hal
yang penting untuk kelangsungan hidup klien. (Widyawati, 2017).
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keamanan Dan Kenyamanan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
pasien antara lain adalah (Ngurah, 2020) :
a. Emosi kecemasan, depresi, dan marah akan mudah terjadi dan
mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
b. Status mobilisasi, keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan
kesadaran menurun memudahkan terjadinya resiko injury.
c. Gangguan persepsi sensory, mempengaruhi adaptasi terhadap
rangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman dan
penglihatan.
d. Keadaan imunitas, gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh
kurang sehingga mudah terserang penyakit.
e. Tingkat kesadaran, pada pasien koma, respon akan menurun terhadap
rangsangan, paralisis, disoreantasi dan kurang tidur.
f. Informasi atau komunikasi, gangguan komunikasi seperti aphasia atau
tidak dapat membaca dapat menimbulkan kecelakaan.
g. Gangguan tingkat pengetahuan, kesadaran akan terjadi gangguan
keselamatan dan keamanan dapat diprediksi sebelumnya.
h. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional antibiotik dapat menimbulkan
resisten dan anaflaktik syok.
i. Status nutrisi keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan
mudah menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya dapat beresiko
terhadap penyakit tertentu.
j. Usia pembedaan perkembangan yang di temukan diantara kelompok
usia anak-anak dan lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri.
k. Jenis kelamin secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam merespon nyeri dan tingkat kenyamanannya.
l. Kebudayaan keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri dan tingkat kenyamanan yang mereka punyai.
3. Manifestasi Klinis

a. Nyeri Akut

1) Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal

2) Menunjukan kerusakan

3) Gangguan tidur

4) Muka dengan ekspresi nyeri

5) Tingkah laku ekspresif (Gelisah, merintih, nafas panjang,


mengeluh)
6) Posisi untuk mengurangi nyeri

7) Penurunan Tanda-tanda vital

b. Nyeri Kronis

1) Perubahan berat badan

2) Melaporkan secara verbal dan non verbal

3) Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus padadiri


sendiri
4) Kelelahan

5) Perubahan pola tidur

6) Takut cedera

7) Interaksi dengan orang lain menurun

4. Gangguan Rasa Aman Nyeri

a. Pengertian nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi


tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri merupakan
kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bagi mekanisme tubuh,
timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri tersebut serta
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah
yang dapat nyeri yang dialaminya.

Istilah dalam nyeri


a) Nosiseptor : Serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri
b) Non-nosiseptor : Serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan
nyeri
c) System nosiseptif : System yang teribat dalam transmisi dan persepsi
terhadap nyeri
d) Ambang nyeri : Stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan
nyeri
e) Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yang individu
ingin untuk dapat ditahan
b. Karakteristik Nyeri
P (Pemacu) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (Quality) : seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat
R (Region) : daerah perjalanan nyeri
S (Severity/Skala Neri) : keparahan / intensitas nyeri
T (Time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri
c. Fisiologi Nyeri

Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya


rangsang. Rerseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan
ujung-ujung safar sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak
memiliki nyelin, dingin arteri, hati dan kadung empedu. Reseptor nyeri
dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsagan.
Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti bradikini, hastamin,
prostaglandin, dan macam-mcam asam yang dilepas apabila terdapat
berupa termal, listik atau mekanis.
d. Klasifikasi Nyeri
a) Berdasarkan sumbernya
1) Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan
subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). (contoh:
terkena ujung pisau atau gunting)
2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari
ligament, pembuluh Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar &
lebih lama daripada cutaneous. (contoh: sprain sendi)
3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme
otot, iskemia, regangan jaringan
b) Berdasarkan penyebab:
1) Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (contoh: fraktur femur)
2) Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah
diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak
disadari. (contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri
pada dadanya). Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab
tersebut
c) Berdasarkan lama/durasinya
1) Nyeri akut. Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan
umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut
mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal
ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar
terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi
serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan
tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini
umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang
dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan
sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam
bulan.
2) Nyeri kronik. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten
yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini
berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan
sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera
spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang
ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena
biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan
yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat
menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan
sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah
dengan sendirinya.
d) Berdasarkan lokasi/letak
1) Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di
dekatnya (contoh: cardiac pain)
2) Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg
diperkirakan berasal dari jaringan penyebab
3) Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri
kanker maligna)
4) Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg
hilang (contoh: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh
yang lumpuh karena injuri medulla spinalis
Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua tipe yaitu nyeri
adaptif dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses
survival dengan melindungi organisme dari cedera atau sebagai
petanda adanya proses penyembuhan dari cedera. Nyeri
maladaptif terjadi jika ada proses patologis pada sistem saraf atau
akibat dari abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi ini
merupakan suatu penyakit (pain as a disease). Pada praktek klinis
sehari-hari kita mengenal 4 jenis nyeri:
(a) Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan
kerusakan jaringan. Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak
memerlukan terapi khusus karena perlangsungannya yang
singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada stimulus yang cukup
kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan adanya
stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi fisiologis vital.
Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri. Contoh:
nyeri pada operasi, nyeri akibat tusukan jarum, dll.
(b) Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini
dapat terjadi akut dan kronik dan pasien dengan tipe nyeri ini,
paling banyak datang ke fasilitas kesehatan. Contoh: nyeri
pada rheumatoid artritis.
(c) Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf
perifer (seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik
neuralgia, radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada
nyeri pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan
nyeri pada sklerosis multipel).
(d) Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak
ditemukannya abnomalitas perifer dan defisit neurologis.
Nyeri disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf terutama
hipersensitifitas aparatus sensorik. Beberapa kondisi umum
memiliki gambaran nyeri tipe ini yaitu fibromialgia, iritable
bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri dada non-kardiak,
dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui mengapa pada
nyeri fungsional susunan saraf menunjukkan sensitivitas
abnormal atau hiper-responsifitas (Widyawati, 2018).
Nyeri nosiseptif dan nyeri inflamatorik termasuk ke dalam nyeri
adaptif, artinya proses yang terjadi merupakan upaya tubuh untuk
melindungi atau memperbaiki diri dari kerusakan. Nyeri neuropatik dan
nyeri fungsional merupakan nyeri maladaptif, artinya proses patologis
terjadi pada saraf itu sendiri sehingga impuls nyeri timbul meski tanpa
adanya kerusakan jaringan lain. Nyeri ini biasanya kronis atau rekuren, dan
hingga saat ini pendekatan terapi farmakologis belum memberikan hasil
yang memuaskan.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Pengalaman nyeri seseorang dapat dipengaruhi oleh bebrapa hal, antara lain
(Ngurah, 2020) :
a. Arti nyeri

Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir


sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan,
merusak dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagi faktor,
seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, dan
pengalaman.
b. Persepsi nyeri

Persepsi nyeri merupakan penilaiam yang sangat subyektif tempatnya


pafa korteks( pada funsi evaluatif kognitif). Persepsi ini dipengaruhi
oleh faktor yang dapat memicu stimuli nociceptor.
c. Toleransi nyeri

Toleransi ini erat hubunganya dengan intensitas nyeri yang dapat


emepengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain: alkohol, obat-
obatan, hipnotis, dan lain-lain. Sedangakan faktor yang dapat
menurunkan toleransi nyeri antra lain: kelelahan, rasa marah, bosan,
cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain
d. Reaksi terhadap nyeri

Reaksi terhadap nyeri merupakan brntuk respons seseorang terhadap


nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua
ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu,
nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut,
cemas, usia dan lain-lain.
6. Macam - Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Rasa Aman
Dan Nyaman :
a. Jatuh

Jatuh merupakan 90% jenis kecelakaan dilaporkan dari seluruh


kecelakaan yang terjadi di rumah sakit. Resiko jatuh lebih besar dialami
pasien lansia.
b. Oksigen

Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen akan


mempengaruhi keamanan pasien.
c. Pencahayaan

Rumah sakit merupakan sarana pelayanan publik yang penting. Tata


pencahayaan dalam ruang rawat inap dapat mempengaruhi kenyamanan
pasien rawat inap (Kasiati, 2016).
7. Penanganan Nyeri

a. Penanganan nyeri farmakologis

1) Analgesik narkotik

Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti


morfin dan kodien. Narkotik dapat memberikan efek penurunan
nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengaktifkan penekan nyeri
endogen pada susunan safar pusat. Namun penggunaan obat ini
menimbulkan efek menekan pusat pernapasaan di medulla batang
otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan
dalam status pernapasaan jika menggunakan analgesic jenis ini
2) Analgesik non narkotik

Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen


selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan
anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri
dengan menghambat produksi prostalglandin dari jaringan yang
mengalami atau inflamasi. Efek samping yang paling umum terjadi
adalah gangguan pecernaan seperti adanya ulkus gaster dan
perubahan gaster.

b. Penanganan nyeri non farmakologi

1) Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien apada


sesuatu selain nyeri, atau dapat diperhatiakan alin bahwa distraksi
adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke ahal-hal di luar
nyeri. Dengan demikian, diharapakan pasien tidak terfokus pada
nyeri lagi dan dapat menunurukan kewaspadan pasien terhadap nyeri
bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Distraksi diduga dapat menurunakan presepsi nyeri dengan
menstimulasi system control desenden, yang mengakibatakan lebih
sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan
distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
memgbangkitkan input sensori selain nyeri. Berikut jenis-jenis
distraksi :
a) Distraksi visual/penglihatan

Yaitu pengalihan perhatikan selain nyeri yang diarahkan ke


dalam tindakan-tindakan visual atau melalui pengamatan.
b) Distraksi audio/pendengaran

Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan dalam


tindakan melalui organ pendengaran.
c) Distraksi intelektual

Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang dialihkan ke dalam


tindakan-tindakan dengan menggunakan daya intelektual yang
pasien miliki
2) Relaksasi

Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan


fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan
toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sedehana terdiri atas
napa abdomen dengan fekuensi lambat, berirama. Pasien dapat
memjamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman.
Irama yang kostan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam
hati dan lambat bersama setiap inhalasi("hirup, dua. tiga) dan
ekhalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan
ini, sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien
pada awalnya. Napas yang lambat, berirama, juga dapat digunakan
sebagai teknik distraksi. Hamper semua orang dengan nyeri
mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode
relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan
ketegangan otot yang terjadi dengan nyri akut yang meningkatkan
nyeri.
3) Imajinasi Terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah mengguakan imajinasi seseorang dalam


efek positif tertentu. Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang
cukup. Upayakan kondisi lingkungan klien mendukung untuk
tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan, bau menyengat, atau cahaya
yang sangat terang perlu dipertimbangkan agar tidak menggangu
klien untuk berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan cara
menutup matanya (Wahyudi, 2016).
8. Patofisiologi Nyeri
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat
kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian
ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak
bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri.
Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas
dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan
disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat
berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang
dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk
mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi
potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf pusat.
a) Tahapan Fisiologi Nyeri
1. Tahap Trasduksi
(a) Stimulus akan memicu sel yang terkena nyeri utk melepaskan
mediator kimia (prostaglandin, bradikinin, histamin, dan substansi
P) yg mensensitisasi nosiseptor
(b) Mediator kimia akan berkonversi mjd impuls-impuls nyeri
elektrik
2. Tahap Transmisi
Terdiri atas 3 bagian :
(a) Nyeri merambat dari serabut saraf perifer (serabut A-delta dan
serabut C) ke medula spinalis
(b) Transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan thalamus
melalui jaras spinotalamikus (STT) -> mengenal sifat dan lokasi
nyeri
(c) Impuls nyeri diteruskan ke korteks sensorik motorik, tempat nyeri
di persepsikan
3. Tahap Persepsi
(a) Tahap kesadaran individu akan adanya nyeri
(b) Memunculkan berbagai strategi perilaku kognitif utk mengurangi
kompenen sensorik dan afektif nyeri
4. Tahap Modulasi
(a) Disebut juga tahap desenden
(b) Fase ini neuron di batang otak mengirim sinyal-sinyal kembali ke
medula spinalis
(c) Serabut desenden itu melepaskan substansi (opioid, serotonin, dan
norepinefrin) yang akan menghambat impuls asenden yang
membahayakan di bag dorsal medula spinalis
9. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan dengan skala nyeri

b. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di


abdomen
c. Rontgen untuk mengetahui tulang dalam yang abnormal

d. Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan fisik


lainnya
e. CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang parah diotak

f. EKG

g. MRI

B. Konsep Aspek Legal Etik Keperawatan


Aspek Legal Etik Keperawatan adalah aspek aturan keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya
yang diatur dalam undang-undang keperawatan. (Utami, uly, 2018). Konsep
aspek legal etik keperawatan sebagai berikut:
1. Autonomy (Otonomi)
Prinsip otomoni (autonomy) Klien dibeberskan dalam menentukan atau
mengatur diri sendiri dengan hakikat manusia yang mempunyai hagra diri
dan martabat. Misalnya, Klien berhak menolak tindakan yang akan
dilakukan perawat. Pada prinsip ini perawat tidak boleh memaksakan
kehendak atau memekasa klien untuk bersdia menerima tindakan invasive
yang akan dilakukan karena klien memliki hak otonomi dan otoritas untuk
diri sendiri. Maka, dari itu perawat harus menjelaskan dengan detail tenteng
tindakan yang akan dilakukan baik dari segi urgensi manfaat, tujuan dan
lailn-lain sehingga klien dapat mengambil keputusan setelah
mempertimbanagan atas dasar kesadaran dan pemahamnya.
2. Beneficience (Berbuat Baik)
Prinsip beneficienceperawat melakukan yang terbaik bagi klien, tidak
merugikan klien dan dapat mencegah bahaya bagi klien. Contohnya klien
yang tidak dapat berjalan dengan baik keruang perawatan maka, sebaiknya
klien dibantu dengan menggunakan kursi roda.
3. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan menjelaskan bahwa perawat harus adil pada setiap klien
dalam memberikan asuhan keperawtan. Misalnya pada saat perawat
mendapatakan klien dengan total care, maka perawat harus memberikan
perawatan seperti memandikan klien sesuai dengan prosedur tanpa
membeda-bedakan klien. Namaun , jika klien tersebut sudah mamapu dalam
melakukan perawatan secara mandiri maka perawat tidak perlu lagi
melakukanya.
4. Non Malaficience (tidak merugikan)
Prinsip Non malaficience ini menjelaskan bahwa dalam melakukan tindakan
asuhan keprawatan perawat tidak boleh menimbulkan bahaya, cedera atau
kerugian baik secara fisik maupun psikologi pada klien akibat dari tindakan
asuhan keperawtan yang dilakukan baik pada individu mapun kelompok
5. Veracity (kejujuran)
Pada prinsip Veracity perawat harus menyapaikan kebenaran mengenai
seluruh informasi dengan akurat dan secara menyeluruh mengenai kondisi
klien semasa klien menerima perawatan.
6. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan (Confidentiality) dalam prinsip ini perawat harus menjaga
kerahasiaan mengenai informasi klien yang terdapat dalam rekam medic.
7. Fidelity (Menepati janji)
Prinsip fidelity dubutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia pasien.
8. Informed Consent
"Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti
persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung
pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi.
Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai
persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya
serta resiko yang berkaitan dengannya.
9. Accountability (Akuntabilitasi)
Akuntabilitasi merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

a. Riwayat Keperawatan

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman.


Lingkungan pasien mencakup semua faktor fisik dan psikososial
yang mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan atau
kelangsungan hidup pasien. Keamanan yang ada dalam lingkungan
ini akan mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cedera yang
akan mempenngaruhi rasa aman dan nyaman pasien.
2) Riwayat Penyakit Dahulu

Trauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/bedah


menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secar
langsung pada reseptor sehingga mengganggu rasanyaman pasien.
3) Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat ini bisa dapat menyebabkan gangguan rasa aman dan


nyaman, karena dengan adanya riwayat penyakit maka klien akan
beresiko terkena penyakit sehingga menimbulka rasa tidak nyaman
seperti nyeri.
a) Perilaku non verbal: Beberapa perilaku non verbal yang dapat
kita amati antara lain ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit
bibir bawah, dll.
b) Kualitas: Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan
kualitas dan nyeri. Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang
dia ketahui.
c) Faktor presipitasi : Beberapa faktor presipitasi yang
meningkatkan nyeri antara lain lingkungan, suhu ekstrim,
kegiatan yang tiba-tiba.
d) Intensitas : Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak
tertahankan, atau dapat menggunakan skala dari 0-10.
e) Waktu dan lama : Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan
nyeri mulai, berapa lama, bagaimana timbulnya, juga interval
tanpa nyeri, kapan nyeri terakhir timbul.
f) Karakteristik nyeri (PQRST)

- P (provokatif) : faktor yang mempengaruhi gawat dan

ringannya nyeri

- Q (quality) : seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul,

atau tersayat)

- R (region) : daerah perjalanan nyeri

- S (Skala nyeri) : keparahan/intensitas nyeri

- T (time) : lama/waktu serangan/frekuensi nyeri

g) Pengkajian Skala Nyeri

- Skala nyeri 1-3 nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktivitas tak
terganggu)
- Skala nyeri 4-6 nyeri sedang (mengganggu aktivitas fisik)

- Skala nyeri 7-10 nyeri berat (tidak dapat melakuka aktivitas


secara mandiri)

h) Pemeriksaan Fisik

- Ekspresi wajah : Menutup mata rapat-rapat, membuka mata


lebar-lebar, menggigit bibir dibawah
- Verbal : Menangis, berteriak

- Tanda-tanda Vital : Tekanan darah, nadi,pernafasan

- Ekstremitas : Amati gerak tubuh pasien untuk mengalokasi


tempat atau rasa yang tidak nyaman.
2. Diagnosis Keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman

b. Nyeri

c. Gangguan pola tidur

d. Intoleransi aktivitas

3. Intervensi Keperawatan dan Rasional

RENCANA
NO Diagnosa
Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Observasi
rasa nyaman intervensi
Observasi 1. Untuk mengetahui
keperawatan
lokasikarakteristik,
1. Identifikasi lokasi,
selama 3x 24 jam
durasi, frekuensi,
karakteristik, durasi,
dengan
kualitas, intensitas
frekuensi, kualitas,
Kriteria Hasil :
nyeri
intensitas nyeri
- Keluhan tidak
2. Untuk mengetahui
2. Identifikasi skalanyeri
nyaman
skalanilai 1-10 nyeri
menurun 3. Identifikasi respon
3. Untuk melihat
- Gelisah nyeri non verbal
bagaimana responnyeri
menurun
4. Identifikasi faktor
klien
- Keluhan sulit
yang memperberatdan
tidur menurun 4. Untuk mengetahui hal
memperingan nyeri
- Kelelahan yang dapat
menurun meringankan atau
Terapeutik
memperberat nyeri
5. Berikan teknik non
farmakologis untuk
Terapeutik
menguranginyeri
5. Tindakan ini
memungkinkan klien
Edukasi:
mendapatkan rasa
6. Jelaskan strategi
kontrol terhadap nyeri
meredakan nyeri

Edukasi
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian 6. Untuk memberikan
analgesic pemahaman mengenai
cara meredakan nyeri
Kolaborasi
7. Untuk mengurangi rasa
nyeri yang dialami
klien
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Observasi
intervensi
Observasi 1. Untuk mengetahui
keperawatan
lokasikarakteristik,
1. Identifikasi lokasi,
selama 3x 24 jam
durasi, frekuensi,
karakteristik, durasi,
dengan
kualitas, intensitas
frekuensi, kualitas,
Kriteria Hasil :
nyeri
intensitas nyeri
- skala nyeri klien
2. Untuk mengetahui
2. Identifikasi skalanyeri
0-2.
skala nilai 1-10 nyeri
- Expresi wajah 3. Identifikasi respon
3. Untuk melihat
nyeri non verbal
klien tenang.
bagaimana responnyeri
- Postur tubuh 4. Identifikasi faktor
klien
rileks. yang memperberatdan
4. Untuk mengetahui hal
- Dapat meringankan nyeri
yang dapat
tidur/istirahat Terapeutik
meringankan atau
dengan cukup.
5. Berikan teknik
memperberat nyeri
- Klien
nonfarmakologi untuk
Terapeutik
menyatakan
menguranginyeri
nyeri hilang. 5. Tindakan ini
6. Kontrol lingkungan
memungkinkan klien
yang memperberat
mendapatkan rasa
nyeri
kontrol terhadap nyeri
Edukasi
6. Untuk mengontrol
7. Jelaskan penyebab, lingkungan yangdapat
periodedan pemicu memperberat nyeri
nyeri Edukasi

8. Anjurkan 7. Untuk menambah


menggunkaan pengetahuan klien
analgetik secaratepat tentang penyakitnya
Kolaborasi
8. Untuk mengajarkan
9. Kolaborasi pemberian
klien mengenai
analgetik, jikaperlu
pemberiananalgesik

Kolaborasi
9. Untuk mengurangi
rasanyeri yang
dialami klien
3 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan tidur: Observasi
Pola Tidur tindakan
Observasi 1. Untuk mengetahuipola
keperawatan
aktivitas tidur
1. Identifikasi pola
selama 3 x 24 jam
aktivitas tidur 2. Untuk mengetahui
diharapkan pola
faktor pengganggu
tidur kembali 2. Identifikasi faktor
tidur
normal dengan pengganggu tidur
kriteria hasilsebagai (fisik/psikologis) 3. Untuk mengetahuiobat
berikut: tidur yang dikonsumsi
3. Identifikasi obat
- Pola tidur Terapeutik
tidur yang
kembali normal
dikonsumsi 4. Untuk mengatasi
- Aktivitas
lingkungan yangdapat
Terapeutik
kembali normal
mengganggu polatidur
4. Modifikasi
lingkungan (mis. 5. Untuk mendapatkan
Pencahayaan, kualitas tiduryang
kebisingan, suhu,dan optimal
tempat tidur)
6. Untuk menghilangkan
5. Tetapkan jadwaltidur
stress sebelum tidur
rutin
Edukasi
6. Fasilitasi
7. Untuk membantu
menghilangkan stres
menangani kesulitan
sebelumtidur
tidur
Edukasi
Terapeutik
7. Ajarkan teknik
relaksasi 8. Untuk mengatur
aktivitas danistirahat
Edukasi
klien
Aktivitas/istirahat:
Edukasi
Terapeutik
8. Sediakan materidan 9. Untuk menambah
mediapengaturan pengetahuan klien
aktivitas dan istirahat tentang pentingnya
Edukasi aktivitas/ olahragarutin

9. Jelaskan pentingnya 10. Klien dapat


melakukan aktivitas mengidentifikasi
fisik/olahragasecara kebutuhan istirahat
rutin secara mandiri

10. Ajarkan cara


mengidentifikasi
kebutuhan
istirahat(mis.
Kelelahan,sesak
nafas saat
aktivitas)
4 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi Observasi
Aktivitas intervensi
Observasi 1. Untuk mengetahui
keperawatan
gangguan fungsitubuh
1. Identifikasi
selama 3x 24 jam
yangmengakibatkan
gangguan fungsi
dengan Kriteria
Hasil : tubuh yang kelelahan
- Menunjukkan mengakibatkan
2. Untuk memonitor
tingkat energi yang kelelahan
kelelahan fisikdan
stabil
2. Monitor kelelahan emosional
- Melakukan yang stabil
3. Untuk memonitorpola
aktivitas fisik
3. Melakukan aktivitas dan jam tidur
Pemulihan energi
fisik
4. Untuk memonitor
setelahistirahat
4. Pemulihan energi lokasi dan
setelahistirahat fisik ketidaknyamanan
dan emosional selama aktivitas
Terapeutik
5. Monitor pola dan
jam tidur 5. Untuk
menenangkanklien
6. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan 6. Untuk
selama melakukan mengoptimalkan
aktivitas proses pemulihan
Terapeutik Edukasi

7. Berikan aktivitas 7. Untuk mengatasi atau


distraksi yang mencegahkelelahan
menenangkan
8. Untuk mengelola
8. Fasilitasi duduk di penggunaan energi
sisi tempat tidur, jika Kolaborasi
tidak dapat 9. Untuk mendapatkan
berpindah atau asupan makanyang
berjalan optimal
Edukasi

9. Anjurkan tirah
baring

10. Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap

Kolaborasi
11. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan
asupan makanan

4. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah pelaksanaan tindakan yang


telah ditentukan, denngan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah implementasi keperawatan
terhadap pasien secara urut sesuai prioritas masalah yang sudah dibuat dalam
rencana tindakan asuhan keperawatan, termasuk di dalamnya nomor urut dan
waktu ditegakkannya suatu pelaksanaan asuhan keperawatan (Basri, Utami,
& Mulyadi, 2020). Sedangkan pada kenyamanan, implementasi dilakukan
untuk mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya
ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan kebosanan
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian
ulang rencana keperawatan. Evaluasi menilai respon pasien yang meliputi
subyek, obyek, pengkajian kembali (assessment), rencana tindakan
(planning) (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020). Sedangkan evaluasi terhadap
masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespons
rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya
intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang baik dan pasien mampu
melakukan aktifiitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri (Kasiati, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi Nyeri. 13 (1).

Kasiati & Ni Wayan Dwi Rosmala. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan.

Muhammad Yusuf, P., & Misbah, S. R. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. W
Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Pada Hipertensi Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman Di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Kendari). Diakses pada tanggal 15 Maret 2021 pada link
http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/id/eprint/570

Ngurah, G. 2020. Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi Dengan


Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri. Jurnal Gema Keperawatan. 13
(1), 35-42.

Putri Widhia Lestari, P. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Hipertensi Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman (Doctoral dissertation,
Universitas Kusuma Husada Surakarta). Diakses pada tanggal 15 Maret
2021 pada link http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/2208/1/

Setiadi, D. I. 2020. Keperawatan Dasar. Sidoarjo: Pindomedia pustaka.

Utami, N. D. 2016. Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesional. Jakarta: Modul Bahan
Ajar Cetak Keperawatan.

Wahyudi, A. S. 2016. Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Yogi, A. M. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (Ggk)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Dan Nyaman: Kecemasan (Doctoral
dissertation, STIKes Kusuma Husada Surakarta). Diakses pada tanggal 15
Maret 2021 pada link http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/27/
Pathway

Faktor Presipitasi
(agen cedera, agen biologis, agen kimiawi, agen pencedera,
dilatasi serviks, eksblusi fetal)

Reseptor Nyeri

Persepsi Nyeri

Menekan Saraf Nyeri Mobilitas fisik


terganggu

Nyeri dipersepsikan Gangguan Rasa


Nyaman Intoleransi
Aktivitas

Nyeri Kronis

RAS teraktivasi

REM Menurun

Gangguan Pola
tidur

Anda mungkin juga menyukai