Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR

MANUSIA PADA TN “B” DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN NYAMAN NYERI DI
RUANG FLAMBOYAN ATAS
RSUD dr. H. SOEWONDO
KENDAL

DI SUSUN OLEH :
ELIYA VITA AFIYANTI
1407014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG
2018/2019
A. Konsep Kebutuhan Nyaman Nyeri
1. Definisi
Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan
tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari
perawatan kesehatan. Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang
paling sering terjadi di bidang medis, nyeri merupakan salah satu yang
paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri merasa
menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah
yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya
(Aziz Alimul, 2006). Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang
pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan. Serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat hingga akhir yang dapat diantisipasi
atau di prediksi. (NANDA, 2015).
Perawat meggunakan berbagai intervensi untuk dapat
menghilangkan nyeri tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien.
Perawat tidak dapat melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh
klien karena nyeri bersifat subjektif. Tidak ada dua individu yang
mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang sama
menghasilkan respon yang identik pada seseorang. Nyeri dapat
diekspresikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku.
Nyeri yang bersifat subjektif membuat perawat harus mampu dalam
memberikan asuhan keperawatan secara holistic dan menanganinya.
2. Fisiologi Sistem
Untuk memudahkan dalam memahami nyeri, maka perlu mempelajari 3
komponen fisiologi nyeri, antara lain:
a. Resepsi : Proses perjalanan nyeri.
b. Persepsi : Kesadaran seseorang terhadap nyeri
Adanya stimulus yang mengenai tubuh ( mekanik, termal, kimia )
akan menyebabkan pelepasan substansi kimia ( histamine,
bradikinin, kalium ). Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor
bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri maka akan
timbul impuls saraf yang akan dibawa menghantarkan sensasi berupa
sentuhan, getaran, suhu hangat dan tekanan halus. Reseptor terletak
di struktur permukaan.
c. Reaksi : Respon fisiologis dan perilaku setelah mempersepsikan
nyeri
3. Patofisiologi
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subyektif nyeri
terhadap empat proses tersendiri: Transduksi, transmisi, modulasi, dan
persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang
mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri.
Trasmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat
terinduksi melewati saraf perifer sampai termal di medula spinalis dan
jaringan neoron-neuron pemancar yang naik dan medula spinalis ke
otak. Medulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf
desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri yang
setinggi medula spinalis. Medulasi juga melibatkan faktor-faktor
kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas direseptor
nyeri aferen primer. Akhirnya, persepsi nyeri adalah pengalaman
subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas
transmisi nyeri oleh saraf.
Teori gate control merupakan teori yang digunakan untuk
menjelaskan hubungan natra nyeri dan emosi, dimana nyeri tidak
hanya respon fisiologi tetapi juga dipengaruhi ole faktor psikologis
sperti perilaku dan emosi. Berdasarkan teori ini, stimulus nyeri
dialirkan melalui serabut syaraf tulang belakang (syaraf A Delta dan
Serabut C). stimulus nyeri ini berjalan menuju ujung dorsal syaraf
tulang belakang yang disebut dengan subtansi gelatiniosa. Sel-sel (Sel
T) syaraf tulang belakang yang terdapat di substansi gelatinosa dapat
menghambat atau memfasilitasi proses transmisi stimulus nyeri ke
otak. Saat aktivitas sel T ini terhambat, maka gerbang akan tertutup
dan stimulus nyeri dapat ditransmisikan ke otak, sebaliknya jika
gerbang ini terbuka, maka stimulus nyeri dapat dihambat dan tidak
sampai ke otak,. Mekanisme ini juga terjadi di talamus dan korteks
serebri yang mengatur tentang persepsi dan emosi termasuk
kepercayaan dan keyakinan, saat nyeri muncul persepsi dan emosi
seseorang dapat dimodifikasi fenomena nyeri yang muncul sehingga
nyeri yang dirasakan akan sesuai dengan yang akan dipersepsikan.
Teori ini sangata membantu perawat untuk memahami nyeri secara
kompresi yang memungkinkan perawat melakukan tindakan non
farmakologis untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
(Ignatavicius & Workman, 2010)
4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Sistem
Oksigenasi
a. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri. Pada orang dewasa
kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami
kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
b. Jenis Kelamin
Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang
berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri (Potter & Perry, 2010). Gill
(2000) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor
budaya (contoh: tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri,
wanita boleh mengeluh nyeri).
c. Budaya
Perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar
tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri
dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam
menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2008).
d. Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah
kehadiran dari orang terdekat. Individu yang mengalami nyeri
seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
e. Ansietas ( Cemas )
Ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri (Smeltzer & Bare,
2008).
f. Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di
rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-
menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk
mengontrol lingkungan termasuk nyeri.

5. Faktor – faktor penyebab nyeri


a. Stimulasi Mekanik: disebut trauma mekanik adanya suatu
penegangan akan penekana jarinagan
b. Stimulus Kimiawi: disebabkan oleh bahan kimia
c. Stimulus Thermal: adanya kontak atau terjadinya suhu yang
ekstrim panas yang dipersepsikan sebagai nyeri 44°C-46°C
d. Stimulus Neurologik: disebabkan karena kerusakan jaringan saraf
e. Stimulus Psikologik: nyeri tanpa diketahui kelainan fisik yang
bersifat psikologis
f. Stimulus Elektrik: disebabkan oleh aliran listrik
6. Macam – Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Sistem
Oksigenasi
a. Gangguam tidur
b. Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
c. Perubahan nafsu makan
d. Tekanan darah meningkat
e. Pernafasan meningkat
f. Depresi

B. Rencana Asuhan klien dengan gangguan kebutuhan oksigenasi


1. Pengkajian
a. Keamanan
Memastikan lingkungan yang aman, perawat perlu memahami hal-
hal yang memberi kontribusi keadaan rumah, komunitas, atau
lingkungan pelayanan kesehatan dan kemudian mengkaji berbagai
ancaman terhadap keamanan klien dan lingkungan
1) Komunitas
Ancaman keamanan dalam komunitas dipengaruhi oleh
terhadap perkembangan, gaya hidup, status mobilisasi,
perubahan sensorik, dan kesadaran klien terhadap keamanan.
2) Lembaga pelayanan kesehatan
Jenis dasar resiko terhadap keamanan klien di dalam
lingkungan pelayanan kesehatan adalah terjadi kecelakaan yang
disebabkan klien, kecelakaan yang disebabkan prosedur, dan
kecelakaan yang menyebabkan penggunaan alat.
b. Kenyaman Nyeri
Merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang bersifat
subyektif dan hanya yang menerimanya yang dapat
menjelaskannya. Tanda-tanda yang menunjukan seseorang
mengalami sensasi nyeri:
1) Posisi yang memperlihatkan pasien Pasien tampak takut
bergerak, dan berusaha merusak posisi yang memberikan rasa
nyaman
2) Ekspresi umum
Tampak meringis, merintih, cemas, wajah pucat, ketakutan bila
nyeri timbul mendadak, keluar keringat dingin , kedua rahang
dikatupkan erat-erat dan kedua tangan tampak dalam posisi
menggenggam, pasien tampak mengeliat karena kesakitan
3) Pasien dengan nyeri perlu diperhatikan saat pengkajian adalah:
 Lokasi nyeri
 Waktu timbulnya nyeri
 Reaksi fisik/psikologis pasien terhadap nyeri ·
 Karakteristik nyeri
 Faktor pencetus timbulnya nyeri
 Cara-cara yang pernah dilakukan untuk mengatasi nyeri
c. Pemeriksaan fisik : Head To Toe
1) Keadaan umum:
a) Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat medis
b) Tampak sakit ringan: bed rest ,terpasang infus
a) Tampak sakit sedang: bed rest, lemah, terpasang infus, alat
medis
b) Tampak sakit berat: menggunakan oksigen, coma
2) Kesadaran:
a) Compos mentis: Pasien sadar penuh
b) Apatis: Pasien acuh tak acuh
c) Somnolen: Pasien cenderung mengantuk walaupun sedang
diajak bicara
d) Soporocoma: Dengan sedikit rangsangan masih bisa
berespon (reflek kornea)
e) Coma: Tidak ada respon sama sekali
3) Tanda-tanda vital:
a) Suhu: Dapat diukur per axila, oral, dan rektal.
- Normal: 36°C-37°C
- Hipotermia: 34°C-35°C
- Pyrexia: 39°C-40°C
- Hiperpirexia: 41°C-42°C
b) Nadi: Dapat diukur pada arteri (radialis, temporalis,
brankialis, femoralis, dan karotis). Iramanya (kuat, lemah,
cepat, tidak teratur, frekuensi, volume?
- Normal: 60-100x/menit
- Tachicardi: > 100x/menit
- Bradicardi: <60x/menit
c) Pernapasan: Cepat, irama, jenis (dada, perut), frekuensi?
Normal (16-24x/menit), kusmaul (cepat dalam), chignus
stroke (cepat dangkal, hilang, tachypneu (>24x/menit)
d) Tekanan darah: Dapat dilakuan dengan psisi duduk atau
baring?
- Optimal: <120/<80
- Normal: 120–129/80–84
- High Normal: 130–139/85–89
- Hipertensi: Grade I (ringan)è140–159/90–99, Grade II
(sedang)è160–179/100–109, Grade III (berat)è180 –
209/100 – 119, Grade IV (sangat berat)è>210/>120
e) Status gizi: tinggi badan, berat badan, berat badan normal,
berat badan ideal?
b. Pemeriksaan sistemik (Head to toe):
1) Kulit, rambut, dan kuku:
a) Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
b) Inspeksi rambut lihat penyebaran/distribusi
c) Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat
adanya abnormalitas
d) Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur
(halus/kasar)edema, dan massa
2) Kepala:
a) Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri (tergantung
kondisi pasien). Bila pasien menggunakan alat bantu
lepaskan
b) Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi,
massa)
c) Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke
bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk
mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa,
dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
3) Mata:
a) Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan
kesimetrisannya
b) Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau
jaringan lunak dibawah bidang orbital.
c) Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka
kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
d) Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan
berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya
tidak langsung.
e) Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak
langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek
terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
4) Hidung:
a) Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk,
kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang
keluar.
b) Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya
nyeri, massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk,
serta palpasi sinus-sinus hidung.
c) Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan
lubang hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung.
Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan
pasien membau (nervus olfaktorius).
5) Telinga:
a) Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
b) Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya
lesi.
c) Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan
lunak.Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah
daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
d) Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
e) Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang.
Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian
amati liang telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan
peradangan.
f) Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/
bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne,
Swabacch).(nervus auditorius).
6) Mulut dan faring:
a) Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan
koninetal
b) Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu
dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya
caries.
c) Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan,
warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
d) Inspeksi faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
7) Leher:
a) Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus
sternokleidomastoideus)
b) Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus
aksesorius)
c) Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan
amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal
(normalnya tidak dapat dilihat)
d) Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
e) Palpasi kelenjar tiroid
8) Dada
a) Paru – paru
- Inspeksi : Kesimetrisan dada kanan dan kiri, retraksi
dada simetris atau tidak
- Palpasi : adanya nyeri tekan, pembengkakan, (taktil
fremitus) dengan meminta pasien menyebutkan angka
atau huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru
kanan dan kiri.
- Perkusi : dari puncak paru ke bawah, catat suara
perkusi: sonor/hipersonor/redup.
- Auskultasi buyi paru saat inspirasi dan ekspirasi
(vesikuler, bronkhovesikuler, bronchial, tracheal; suara
abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
b) Jantung
- Inspeksi : ictuc cordis terlihat atau tidak pada ics 4 dan
5
- Palpasi : tidak terdapat massa, ictuc cordis teraba atau
tidak
- Perkusi : untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah,
kanan-kiri) normalnya pekak.
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap
katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan
atau tidak.
9) Abdomen:
a) Inspeksi : dari depan dan samping pasien (adanya
pembesaran, datar, cekung, kebersihan umbilikus)
b) Auskultasi : 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1
menit, bising usus)
c) Palpasi : epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
d) Perkusi : 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
10) Genitourinari:
a) Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan
lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk
mengetahui pembesaran prostat).
b) Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan,
lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau.
c) Inspeksi alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa,
cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran penis,
keabnormalan prepusium dan gland penis.
11) Ekstremitas:
a) Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi,
massa
b) Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
c) Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil
time, dan edema
d) Kaji kemampuan pergerakan sendi
d. Pengkajian nyeri
Pengkajian keperawatan pada masalah nyeri dengan
memperhatikan tanda-tanda verbal dan nonverbal, secara umum
mencangkup lima hal, yaitu pemicu nyeri, kualitas nyeri, lokasi
nyeri, intensitas nyeri, dan waktu serangan. Cara mudah untuk
mengingatnya adalah dengan PQRST.
P = Provoking (pemicu), yaitu faktor yang menimbulkan nyeri dan
memengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
Q = Quality (kualitas nyeri), misalnya rasa tajam atau tumpul.
R = Region (daerah/lokasi), yaitu perjalanan ke daerah lain.
S = Severity (keparahan), yaitu intensitas nyeri.
T = Time (waktu), yaitu jangka waktu serangan dan frekuensi nyeri.

1) Pangukuran Intensitas Nyeri


2) Intensitas nyeri dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain
dengan menggunakan skala nyeri menurut Hayward, skala
nyeri menurut McGill (McGill Scale), dan skala wajah atau
Wong-Baker FACES Ratting Scale.
a) Skala Nyeri Menurut Hayward
Pengukuran intensitas nyeri dengan mengunakan skala nyeri
Hayward dilakukan denganmeminta penderita untuk
memilih salah satu bilangan (dari 0-10) yang menurutnya
paling menggambarkan pengalaman nyeri yang ia rasakan.
Skala nyeri menurut Hayward dapat di tuliskan sebagai
berikut:
0 = tidak nyeri
1 = nyeri ringan
4-6 = nyeri sedang
7-9 = sangat nyeri, tetapi masih dapat dikendalikan dengan
aktivitas yang bias dilakukan
10 = sangat nyeri dan tidak bias dikendalikan

b) Skala nyeri menurut McGill


Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala
nyeri McGill dilakukan dengan meminta penderita untuk
memilih salah satu bilangan (dari 0-5) yang menurutnya
paling menggambarkan pengalaman nyeri yang ia rasakan.
Skala nyeri menurut McGill dapat dituliskan sebagai berikut:
0 = tidak nyeri
1 = nyeri ringan
2 = nyeri sedang
3 = nyeri berat atau parah
4 = nyeri sangat berat
5 = nyeri hebat

c) Skala Wajah atau Wong-Baker FACES Rating Scale


Pengukuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan
dengan cara memerhatikan mimik wajah pasien pada saat
nyeri tersebut menyerang. Cara ini diterapkan pada pasien
yang tidak dapat menyatakan intensitas nyerinya dengan
skala angka, misalnya anak-anak dan lansia.
Skala wajah dapat di gambarkan sebagai berikut:

e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui
adanya gangguan nyaman nyeri yaitu:
1) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri
tekan di abdomen
2) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang
abnormal
3) Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan
lainnya
4) Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh
darah yang pecah di otak

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
oksigenasi adalah:
a. Diagnosa 1: Nyeri akut (00132)
1) Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau
yang digambarkan sebagai kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (International Association for the Study of Pain);
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
2) Batasan Karakteristik
- Perubahan selera makan
- Perubahan pada parameter fisiologis
- Diaforesis
- Laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan aktivitas
- Perilaku distraksi
- Putus asa
- Dilatasi pupil
- Sikap melindungi area nyeri
- Keluhan Intensitas menggunakan standar skala nyeri
(misal: skala Wong Baker Faces, skala analog visual, skala
penilaian numerik)
3) Faktor yang berhubungan
- Agen cedera biologis
- Agens cedera kimiawi
- Agens cedera fisik
b. Diagnosa 2: Hipertermia (00007)
1) Definisi
Suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi
2) Batasan Karakteristik
- Postur abnormal - Kejang
- Apnea - Takikardi
- Kulit kemerahan - Takipnea
- Koma, stupor - Vasodilatasi
- Hipotensi - Gelisah
- Letargi
3) Faktor yang berhubungan
- Dehidrasi - Aktivitas berlebihan
- Pakaian yang tidak sesuai
c. Diagnosa 3: Insomnia (00095)
1) Definisi
Gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang menghambat
fungsi
2) Batasan Karakteristik
- Perubahan afek - Bangun terlalu dini
- Perubahan pola tidur - kesulitan memulai tidur
- Gangguan status kesehatan - kekurangan energi
- Kesulitan mempertahankan tidur nyenyak
3) Faktor yang berhubungan
- Konsumsi alkohol
- Ansietas
- Depresi
- Ketidaknyaman fisik
3. Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri akut (00132)
a. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, nyeri
berkurang dengan kriteria hasil:
1) Tingkat nyeri berkurang
2) Tingkat kecemasan berkurang
3) Tingkat ketidaknyamanan berkurang
4) Tanda – tanda vital dalam batas normal
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
1) Kaji nyeri secara komprehensif
R/ mengetahui karakteristik nyeri klien
2) Monitor tanda – tanda vital
R/ mengetahui perkembangan kondisi klinis klien
3) Atur posisi senyaman mungkin : semi fowler
R/ meningkatkan kenyamanan pasien
4) Kolaborasikan dalam pemberian obat analgetic
R/ obat analgetic dapat menekan rasa nyeri
5) Ajarkan tehnik non farmakologi : teknik relaksasi otot progesif
R/ untuk mengurangi dan mengontrol nyeri
Diagnosa 2: Hipertermia (00007)
a. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam,
termoregulasi klien normal dengan kriteria hasil:
1) Suhu tubuh dalam batas normal
2) Nadi dan RR dalam batas normal
3) Tidak ada peubahan warna kulit
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
1) Monitor temperatur suhu tubuh
R/ Perubahan temperatur dapat terjadi pada proses infeksi akut.
2) Observasi tanda – tanda vital (suhu,tensi, nadi, pernafasan, dan
perubahan warna kulit).
R/ Tanda – tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien
3) .Anjurkan pasien untuk minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24
jam.
R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan yang
banyak.
4) Ganti pakaian klien dengan bahan tipis menyerap keringat.
R/ Pakaian yang tipis menyerap keringat dan membantu
mengurangi penguapan tubuh akibat dari peningkatan suhu dan
dapat terjadi konduksi.
5) Berikan antipiretik sesuai program tim medis
R/ menurunkan panas pada pusat hipotalamus
Diagnosa 3: Insomnia (00095)
a. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam,
kebutuhan istirahat tidur klien tercukupi dengan kriteria hasil:
1) Melaporkan istirahat tidur malam yang optimal.
2) Tidak menunjukan perilaku gelisah.
3) Wajah tidak pucat dan konjungtiva mata tidak anemis karena
kurang tidur. malam.
4) Klien dapat tidur 6-8 jam dengan nyenyak dan nyaman
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
1) Pantau keadaan umum pasien dan TTV
R/ Mengetahui kesadaran, dan kondisi tubuh dalam keadaan
normal atau tidak.
2) Kaji pola tidur
R/ Untuk mengetahui kemudahan dalam tidur
3) Kaji faktor yang menyebabkan gangguan tidur (nyeri, takut,
stress,ansietas, imobilitas,gangguan eliminasi seperti sering
berkemih, gangguan metabolisme, gangguan
transportasi,lingkungan yang asing, temperature,aktivitas yang
tidak adekuat).
R/ Untuk mengidentifikasi penyebab aktual dari gangguan
tidur
4) Anjurkan atau berikan perawatan pada petang hari (mis;
hygienepersonal, linen dan baju tidur yang bersih).
R/ Kenyaman dalam tubuh pasien terkait kebersihan diri dan
pakai
5) Ajarkan relaksasi distraksi.
R/ Untuk menenangkan pikiran dari kegelisahan dan
mengurangi ketegangan otot

4. Evaluasi
Dalam menyelesaikan masalah keperawatan kebutuhan nyaman nyeri,
perawat melakukan tindakan berdasarkan jurnal yaitu: relaksasi otot
progresif
a. Relaksasi otot progresif dapat menurunkan nyeri kepala
Selain penanganan secara farmakologi, cara lain adalah dengan
manjemen nyeri non farmakologi dengan melakukan tehnik
relaksasi, yang merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi
respon internal individu terhadap nyeri. Manjemen nyeri dengan
tindakan relaksasi mencakup relaksasi otot, nafas dalam, masase,
meditasi dan perilaku.
Relaksasi otot progresif merupakan tehnik relaksasi yang
memusatkan perhatian pada suatu aktifitas otot, dengan
mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan
ketegangan dengan melakukan tehnik relaksasi untuk mendapatkan
perasaan rileks. Pada latihan relaksasi ini perhatian individu
diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat
kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot – otot
dalam kondisi tegang.
Nyeri kepala primer paling umum terjadi pada orang dewasa
adalah nyeri kepala tipe tegang (tension type). Penderita tension
type headache selalu mengeluhkan gejala nyeri dan kekuatan otot
(spasme otot) terutama pada daerah leher. Terapi non farmakologi
yang efektif untuk menurunkan nyeri kepala tension type yaitu
dengan menggunakan terapi relaksasi otot progresif dengan
mengidentifikasi otot yang tegang. Gerakan latihan relaksasi otot
progresif dilakukan ±3hari dengan 15 macam gerakan yang terdiri
dari area tangan, bahu, wajah, punggung, perut, dada, dan kaki.
Berdasarkan penelitian yang menjelaskan bahwa keuntungan dari
tehnik relaksasi otot progresif adalah menurunkan ketegangan
otot, kecemasan, insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme
otot, nyeri leher dan punggung, dan tekanan darah tinggi.
Dalam jurnal penelitian ini didapatkan hasil setelah dilakukan
relaksasi otot progresif terbukti nyeri kepala pasien dapat
berkurang. Dengan adanya relaksasi otot progesif ini menunjukkan
bahwa nyeri kepala dapat diatasi dengan cara nonfarmakologis.
Sehingga ini dapat menjadi referensi bagi perawat dalam
menangani pasien dengan gangguan nyaman nyeri.
Daftar Pustaka

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Hidayat, Alimul, Azis. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta :


Salemba Medika

Mubarak, W. I. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan


Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: Media Aesculapius

Nanda.Diagnosis Keperawatan Definisi dan klasifikasi 2018-2020. Jakarta:


EGC

Nic. Pengukuran Intervensi Kesehatan. Edisi 5. 2013. Indonesia: Mocomedia

Noc. Pengukuran Outcomes Kesehatan. Edisi 5. 2013. Indonesia: Mocomedia

Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC

Rahmasari, Ikrima. 2014. Relaksasi otot progresif dapat menurunkan nyeri


kepala di RSUD Moewardi Surakarta.
Wartonah. 2006.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai