Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI PADA Tn. W.R DI RUANGAN MELATI


RSUD RUTENG

Oleh:

Inggrida Flaviana Koja

NPM: 232030216

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG


2023/2024

BAB I

PENDAHULUAN

1) Defenisi
Menurut hirarki Maslow tingkat yang paling dasar dalam kebutuhan dasar
manusia meliputi kebutuhan fisiologi seperti udara, air, makanan, tempat tinggal, rasa
nyaman, eliminasi, seks, istirahat dan tidur (Kasiati, 2016).
Kebutuhan rasa nyaman merupakan keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan rasa nyaman dari nyeri, kebutuhan ketentraman (kepuasan
yang dapat meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan yang telah
terpenuhi), dan transenden (Anna Maria Siahaan, 2017).
Rasa nyaman harus dipandang secara holistic yang mencakup empat aspek
yaitu fisik yang berhubungan dengan sensasi tubuh, sosial yang berhubungan denga
hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial, psiko spiritual, dan lingkungan
(Mubarak, 2017).
Kebutuhan rasa nyaman dapat dipersepsikan berbeda setiap orang. Dalam
konteks asuhan keperawatan ini, maka perawat harus memerhatikan dan memenuhi
rasa nyaman pasien. Kondisi yang menyebabkan ketidaknyamanan klien adalah nyeri
(Anna Maria Siahaan, 2017).Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat
individual Nyeri digambarkan juga dengan perasaan yang tidak menyenangkan yang
terkadang dialami individu (Mirasantika, 2018).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya
sangat subyektif karena merasakan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau berlaku
rasa nyeri yang dialaminya (Uliyah dan Hidayat, 2015).
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu.Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya (Anna Maria Siahaan, 2017).
2) Anatomi Fisiologis
Pada saat impuls ketidaknyamanan naik ke medula spinalis menuju kebatang
otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari
respon stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan
respon fisiologis.
Reseptor nyeri (nosireceptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima nyeri. Organ tubuh yang berperan adalah ujung saraf bebas dalam kulit
yang berespon hanya terdapat pada stimulus yang berpotensi merusak (Noorbaiti,
2019). Ada beberapa bagian yaitu:
a. Mekanik (mekano sensitif)
Kerusakan ujung saraf akibat trauma karena benturan atau gerakan.
b. Thermis (sensitif termal)
Rangsangan panas atau dingin yang berlebihan.
c. Kimia (khemo sensitif)
Rangsangan zat kimia berupa bradikinin, serotinin, ion kalium,nasam,
prostaglandin, asetilkolon, dan enzim protocolitik
Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri
yaitu resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani
salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-
abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf
inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi
tanpa hambatan ke-korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta
asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.
3) Etiologi
a. Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu penyebab yang
berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya,
penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun
elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah. Secara psikis,
penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis.
b. Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikis berkaitan dengan terganggunya serabut
saraf reseptor nyeri. Serabut saraf nyeri ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit
dan pada jaringan-jaringan tertentu yang terletak lebih dalam. Sedangkan nyeri
yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena
penyebab organik.
4) Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptornyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuhyang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas
dalam kulit yangberespons hanya terhadap stimulus kuat yang secara ptensial
merusak. Reseptor nyeridisebut juga dengan nyeri nosiseptor. Secara anatomis,
reseptor nyeri (nosiseptor) adayang bernilai dan ada yang tidak bernilai
dari saraf eferen.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf
perifer.Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari
beberapa rutesaraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di
medulla spinalis.Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak
menginterpretasi kualitas.
5) Manifestasi Klinis
a. Vakolasi
1. Mengaduh
2. Menangis
3. Sesak nafas
4. Mendengkur
b. Ekspresi wajah
1. Meringis
2. Mengeletuk gigi
3. Menutup mata, mulut dengan rapat
4. Menggigit bibir
c. Gerakan tubuh
1. Gelisah
2. Imobilisasi
3. Ketegangan otot
4. Peningkatan gerakan jari dan tangan
5. Gerakan ritmik atau gerakan menggosok
6. gerakan melindungi bagian tubuh
d. Interaksi sosial
1. Menghindari percakapan
2. Fokus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan nyeri
3. menghindari kontak sosial
4. penurunan rentang perhatian

6) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui apakah ada
perubahan bentuk atau fungsi dari bagian tubuh pasien yang dapat menyebabkan
timbulnya rasa aman dan nyaman seperti:
a. Melakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi
b. Pemeriksaan skala nyeri

1. Ringan Skala nyeri 1-3


Secara objektif pasien masih dapat berkomunikasi
dengan baik.
2. Sedang Skala nyeri 4-6
Secara objektif pasien dapat menunjukkan lokasi
nyeri, masih merespon dan dapat mengikuti instruksi
yang diberikan.
3. Berat Skala nyeri 7-9
Secara objektif pasien masih bisa merespon, namun
terkadang klien tidak mengikuti instruksi yang
diberikan.
4. Nyeri sangat berat Skala nyeri 10
Secara objektif pasien tidak mampu berkomunikasi
dan klien dengan cara memukul.

c. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan abdomen
d. Rontgen untuk mengetahui tukang dalam yang abnormal
e. CT-Scan untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah diotak
f. EKG
7) Komplikasi
a. Hipovolemik
b. Hipertermi
c. Masalah mobilisasi
d. Hipertensi
e. Gangguan pola istirahat dan tidur
f. Edema pulmonal
g. Kejang

BAB II

TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan,
pengkajian keperawatan ini bertujuan untuk menggali atau mendapatkan data utama
tentang kesehatan pasien baik itu fisik. psikologis, maupun emosional (Debora, 2013).
a. Identitas pasien
Identitas pasien yang terdiri dari, Nama, Umur, Jenis kelamin, status
perkawinan, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomer
telepon, nomer register dan tanggal masuk rumah sakit.
b. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama saat pengkajian
Keluhan yang disampaikan oleh pasien pada saat dilakukan
pengkajian. Misalnya, klien mengeluh nyeri, badannya merasa lemas,
klien merasa cemas karena nyeri yang dirasakan tidak berkurang maka
ini tanda pasien merasa tidak nyaman dengan kondisinya.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman.
Lingkungan pasien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang
mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan atau kelangsungan
hidup pasien. Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan
mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cedera yang akan
mempengaruhi rasa aman dan nyaman pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Trauma masa lalu yang terjadi pada jaringan tubuh, misalnya ada luka
bekas operasi/bedah menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan
iritasi secar langsung pada reseptor sehingga mengganggu rasa nyaman
pasien.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat ini bisa dapat menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman,
karena dengan adanya riwayat penyakit maka klien akan beresiko
terkena penyakit sehingga menimbulka rasa tidak nyaman seperti
halnya nyeri.
c. Pola Kebiasaan
1. Gerak dan aktivitas
Kaji kemampuan gerak dan aktivitas klien. Apakah aktivitas klien
terbatas akibat nyeri yang dirasakan sehingga tidak nyaman dalam
melakukan aktivitas.
2. Istirahat dan tidur
Kaji pola istirahat dan tidur klien, klien dengan keluhan nyeri biasanya
susah untuk beristirahat ataupun tidur akibat nyeri yang dirasakan
sehingga tidur klien tidak nyaman.
3. Rasa nyaman
Kaji kenyamanan klien. Adanya nyeri yang dirasakan klien akan
mengganggu kenyamanan klien
4. Rasa aman
Kaji rasa aman klien. Klien merasa cemas, gelisah akibat nyeri yang
dirasakan sehingga rasa aman dan nyaman pasien terganggu.

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,
dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (Uliyah & Hidayat, 2015)
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,
dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (Uliyah & Hidayat, 2015)
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,
dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (Uliyah & Hidayat, 2015)
d. Pemeriksaan Fisik
1. Ekspresi wajah
a) Menutup mata rapat-rapat
b) Membuka mata lebar-lebar
c) Menggigit bibir bawah
2. Verbal
a) Menangis
b) Berteriak
3. Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) pernafasan
4. Ekstremitas
Amati gerak tubuh pasien untuk mengalokasi tempat atau rasa
yang tidak nyaman.

2) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan skala nyeri
b. Rontgen untuk mengetahui tukang dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan fisik lainnya
d. CT-Scan untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah diotak
e. EKG
3) Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap adanya
pengalaman dan respon individu, keluarga ataupun komunitas terhadap masalah
kesehatan, pada risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis
keperawatan adalah bagian vital dalam menentukan proses asuhan keperawatan yang
sesuai dalam membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal. Mengingat
diagnosis keperawatan sangat penting maka dibutuhkan standar diagnose keperawatan
yang bisa diterapkan secara nasional di Indonesia dengan mengacu pada standar
diagnosa yang telah dibakukan sebelumnya (PPNI, 2016). Adapun diagnosa yang
muncul yaitu:
a. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan nyeri saat beraktivitas.
b. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
c. Nyeri Kronis berhubungan dengan agen pencedera
d. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyeri
4) Perencanaa Keperawatan
Adapun perencanaan yang di berikan sesuai dengan diagnosa yang didapatkan
yaitu:
a. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
3. Nyeri Kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal kronis
4. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyeri
b. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan gejala penyakit Setelah
dilakukan perawatan selama ... x 24 jam diharapkan gangguan rasa
nyaman teratasi, dengan kriteria hasil:
a) Mampu mengendalikan kecemasan
b) Status lingkungan yang nyaman
c) Kontrol gejala
d) Status kesehatan meningkat
Rencana Tindakan:
 Observasi ketidaknyamanan non verbal
Rasional: Untuk mengetahui tingkat kenyamanan pasien.
 Gunakan pendekatan yang menenangkan
Rasional: Untuk membina atau menjalin hubungan saling percaya
sehingga pasien merasa tenang dan nyaman.
 Ajarkan menggunakan teknik distraksi dan relaksasi
Rasional: Teknik distraksi dan relaksasi dapat membantu
mengatasi nyeri, karena mampu merasang peningkatan hormone
endorphin kemudian merangsang substansi sejenis.
 Berikan informasi terkait tindakan dan prosedur yang diberikan
Rasional: Membantu pasien memahami tindakan dan prosedur
yang akan di berikan.
 Delegative dalam pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
Rasional: Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri, diperlukan
untuk menghilangi nyeri sedang sampai berat.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik. Setelah
dilakukan perawatan selama ... X 24 jam diharapkan nyeri berkurang,
dengan kriteria hasil:
a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab, nyeri, mampu
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
c) Mengatakan rasa nyaman stelah nyeri berkurang
Rencana Tindakan:
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Rasional: Membantu menentukan pilihan intervensi dan
memberikan dasar untuk perbandingan serta evaluasi terhadap
nyeri.

 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan


Rasional: Melihat dan menilai adanya kemungkinan syock yang
terjadi akibat nyeri.
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Rasional: Mengetahui kemampuan dan pengalaman klien saat
menghadai rasa nyeri.
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
Rasional: Menghilangkan mengurangi stress yang dialami pasien
dan mencegah trauma lebih jauh.
 Ajarkan teknik non farmakologi dalam mengurangi nyeri (nafas
dalam)
Rasional: Memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan
tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
 Delegative dalam pemberian analgetik untuk
Rasional: Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri,b diperlukan
untuk menghilangi nyeri sedang sampai berat.
3. Nyeri Kronis berhubungan dengan agen pencedera Setelah dilakukan
perawatan selama ... X 24 jam diharapkan nyeri berkurang, dengan
kriteria hasil:
a) Rasa nyeri pasien berkurang
b) Pasien mampu beraktivitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
c) TTV dalam rentang normal:
TD : 110/70-120/80
N :75-120X/ menit
RR :30-60X/menit
S :360-270 C
Rencana Tindakan:
 Bangun rasa saling percaya dengan klien
Rasional: Menumbuhkan kepercayaan klien
 Kaji tingkat nyeri dengan teknik PQRST
Rasional: Untuk mengetahui tingkat nyeri dan berguna dalam
pengawasan keefektifan obat serta kemajuan kesembuhan.
 Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum pasien
 Pertahankan tirah baring selama fase nyeri
Rasional: Istirahat dapat mengurangi rasa nyeri pasien
 Ajarkan teknik distraksi dan teknik relaksasi
Rasional: Tindakan ini dapat menurunkan tekanan vaskuler
serebral dan yang memperlambat atau memblok respon simpatis
efektif dalam menghilangkan nyeri
 Delegatif pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional: Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri, diperlukan
untuk menghilangi nyeri sedang sampai berat.
4. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyeri abdomen Setelah
dilakukan perawatan selama ...X 24 jam diharapkan gangguan
mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil:
a) Meningkat dalam aktifitas fisik
b) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas fisik
c) Memperagakan penggunaan alat bantu
Rencana Tindakan:
 Kaji kemampuan pasien untuk mobilisasi
Rasional: Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam mobilisasi
 Ajarkan pasien teknik mobilisasi
:Rasional Dapat meningkatkan kemampuan klien untuk
melakukan rentang gerak
 Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai dengan kebutuhan
Rasional: Partisipasi klien akan meningkatkan kemandirian klien
dan perasaan terkontrol terhadap nyeri
 Ajarkan pasien dalam perubahan posisi
Rasional: Mempercepat pemulihan kondisi tubuh dan membentuk
kekuatan otot
 Kolaborasikan dengan terapi fisik terkait mobilisasi
Rasional: Membantu memperkuat otot abdomen dan fleksor
tulang belakang, memperbaiki mekanika tubuh sehingga dapat
mengurangi nyeri yang dirasakan.
5) Implementasi Keperawatan
Perawat mengimplementasikan dari rencana keperawatan yang telah disusun
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Implementasi
keperawatan terdiri dari 7 proses yaitu:
a. Bekerja sama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan Keperawatan.
b. Kolaborasi profesi kesehatan, meningkatkan status kesehatan.
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
kesehatan klien.
d. Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksanaan, tenaga keperawatan
dibawah tanggung jawabnya.
e. Menjadi coordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien tentang status
kesehatan dan fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.
f. Memberikan pendidikan kepada klien tentang status keluarga mengenai
konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakan.
g. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien.
6) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keoperawatan dengan cara
melakukan identitas sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tidakan keperawatan dengan criteria hasil. Menurut Nursalam
(2008), pada tahapan evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang
dilakukan dengan mengevaluasiselama proses perawatan berlangsung (evaluasi
proses) dan kegiatan melakukan evalusia dengan targettujuan yang diharapkan
(evaluasi hasil).
a. Evaluasi proses (evaluasi formatif).
Fokus padaevaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan
untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Metode
pengumpulan data evaluasi ini menggunakan analisis rencana asuhan
keperawatan, open chart audit, pertemuaan kelompok, wawancara,
observasi, dan menggunakan form evaluasi. Sistem penulisannya dapat
menggunakan system SOAP.
b. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)
Focus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah pada perubahan
perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan.
Evaluasi ini dilakukan pada akhirnya asuhan keperawatan secara
paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel, dan efesien. Metode
pelaksanaannya terdiri dari close chart audit, wawancara pada pertemuan
terakhir asuhan, dan pertanyaan kepada klien dan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai