Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR RASA AMAN DAN NYAMAN


DI RUANG LAVENDER BAWAH
RSUD KARDINAH TEGAL

LAPORAN PENDAHULUAN KE – 1

DISUSUN OLEH :
NAMA : AQUAR FEBRYANA
NIM : 210104014

PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2021/2022
A. DEFINISI KEBUTUHAN DASAR
Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan
adalah suatu kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan yang terkadang dialami oleh individu. Kebutuhan terbatas
dari rasa nteri itu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang merupakan
tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada seprang pasien di rumah
sakit.(Perry & Potter, 2009).
Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis.
Pemenuhan kebutuhan keamanan dilakukan untuk menjaga tubuh bebas
dari kecelakaan baik pasien, perawat atau petugas lainnya yang bekerja
untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. (Asmadi, 2018).
Nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul
ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut
bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri (Arthur C Curton, 1983
dalam Alimul, A, 2009).

B. ANATOMI SISTEM TERKAIT KEBUTUHAN DASAR


Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri
yang berasal dari luar sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan
nyeri yang berasal dari dalam dinamakan nyeri neurogenik atau
neuropatik. Nyeri dapat dirasakan ketika stimulus yang berbahaya
mencapai serabut-serabut saraf nyeri. Mekanisme proses terjadinya nyeri
terdiri dari empat proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan
persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu
sehingga menimbulkan aktifitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri
melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi
melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan jaringan
neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak.
Modulasi nyeri melibatkan aktifitas saraf melalui jalur-jaur saraf desenden
dari otak yang dapat memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla
spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor- faktor kimiawi yang
menimbulkan atau meningkatkan aktifitas di reseptor nyeri aferen primer.
Persepsi nyeri adalah pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga
dihasilkan oleh aktifitas transmisi nyeri oleh saraf. (Price and Wilson,
2006).

C. FISIOLOGI KEBUTUHAN DASAR


Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas
ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus
cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses
tersendiri menurut Tansumri, Anas (2006) dalam Bachrudin, Muhammad
(2017) yaitu :
1. Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls
nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini,
yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara
maksimal terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai
serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta
dan C. Silent nociceptor juga terlibat dalam proses transduksi,
merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi
eksternal tanpa adanya mediator inflamasi.
2. Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu
dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju
otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif
dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis
medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron
spinal.
3. Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain
related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis
medula spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya.
Serangkaian reseptor opioid sepertimu, kappa, dan delta dapat
ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur
desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak
lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya
menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah
penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu
dorsalis.
4. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi
merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi,
aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri
adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor
Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan
ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN


DASAR AMAN DAN NYAMAN
1. Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai contoh
anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami
kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan
rasa nyarinya, sementara lansia mungkin tidak akan melaporkan
nyerinya dengan alasan nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka
terima (Potter & Perry, 2006).
Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan
mempengaruhi jenis kelamin misalnya ada yang menganggap bahwa
seorang anak laki-laki harus 22 berani dan tidak boleh menangis
sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi
yang sama (Andari, 2015).
2. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengruhi individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang ajarkan dan apa yang diterima
oleh kebudayaan mereka (Andari, 2015).
3. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini
merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi
untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi
terbimbing (guided imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan
perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, misalnya
pengalihan pada distraksi (Fatmawati, 2011).
4. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Namun nyeri juga
dapat menimbulkan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian
system limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang
khususnya ansietas (Widjarnoko, B, 2012).
5. Kelemahan
Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa
kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping (Fatmawati, 2011).
6. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak
lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah
sembuh maka ansietas atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika
individu mengalami jenis nyeri yang sama berulang-ulangtetapi nyeri
tersebut dengan berhasil dihilangkan akan lebih mudah individu
tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri (Andari, 2015).
7. Makna nyeri
Individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan
tantangan. Misalnya seorang wanita yang bersalin akan
mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan wanita yang mengalami
nyeri cidera kepala akibat dipukul pasangannya. Derajat dan kualitas
nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri
(Potter & Perry, 2006).

E. MACAM-MACAM GANGGUAN YANG MUNGKIN TERJADI


PADA KEBUTUHAN DASAR AMAN DAN NYAMAN
1. Jatuh
Jatuh merupakan 90% jenis kecelakaan dilaporkan dari seluruh
kecelakaan yang terjadi di rumah sakit. Resiko jatuh lebih besar
dialami pasien lansia
2. Oksigen
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen
akan mempengaruhi keamanan pasien.
3. Pencahayaan
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan public yang penting. Tata
pencahayaan dalam ruang rawat inap dapat mempengaruhi
kenyamanan pasien rawat inap.

F. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Nyeri akut
1) Mengkaji perasaan klien
2) Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi
nyeri
3) Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri
b. Nyeri kronis
Pengkajian difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan kognitif.
Selain itu terdapat komponen yang harus diperhatikan dalam
memulai mengkaji respon nyeri yang dialami pasien.
1) Penentu ada tidaknya nyeri
Dalam pengkajian nyeri, perawat harus percaya Ketika pasien
melaporkan adanya nyeri, meskipun dalam observasi perawat
tidak menemukan adanya cidera atau luka.
2) Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P, Q, R,
S, T yaitu :
a) P (Palliative) yaitu yang menyebabkan rasa nyeri
b) Q (Quality) yaitu kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk,
dipukul-pukul dan lainnya
c) R (Region) yaitu lokasi nyeri, meliputi nyeri abdomen
kuadran bawah, luka post operasi dan lainnya.
d) S (Skala) yaitu skala nyeri ringan, sedang, berat, atau
sangat nyeri
e) T (Time) yaitu waktu nyeri meliputi kapan dirasakan,
berapa lama dan berakhir
c. Respon fisiologis
1) Respon simpatik
a) Peningkatan frekuensi pernafasan
b) Dilatasi saluran bronkiolus
c) Peningkatan frekuensi jantung (nadi)
d) Dilatasi pupil
e) Penurunan mobilitas saluran cerna
2) Respon parasimpatik
a) Pucat, kelemahan, kelelahan
b) Ketegangan otot
c) Penurunan denyut jantung
d) Mual dan muntah
3) Respon perilaku
Yang biasanya ditunjukkan dari pasien adalah perubahan
postur tubuh, mengusap, menopang wajah bagian nyeri yang
sakit menertakan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan
alis, dan lainnya.
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
b. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring
c. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
3. Intervensi keperawatan

Diagnosa SLKI SIKI


Kep
(SDKI
)
Nyeri Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
akut keperawatan selama 3x24 jam, 1. Identifikasi PQRST
b.d agen diharapkan nyeri akut pasien 2. Identifikasi Skala
pencedera dapat teratasi dengan kriteria Nyeri
fisik hasil: 3. Indentifikasi respon
Tingkat nyeri (L. 08066) nyeri non ferbal
No Indikator A A
4. Berikan Tehnik non
w k
farmakologis untuk
1 Kemampuan 2 5
mengatasi nyeri
menurunkan
(Misal: Tehnik Tarik
aktivitas
Nafas dalam,
2 Keluhan 2 4
Aromaterapi, terapi
nyeri
musik, message,
3 Meringis 2 4
Tehnik imajinasi
4 Sikap 2 4
terbimbing)
protektif
5. Kontrol lingkungan
yang
memperberat nyeri (
Suhu, ruangan,

Keterangan : pencahayaan,
1 = Menurun kebisingan)
2 =Cukup menurun 6. Fasilitasi
3= Sedang istirahat dan tidur
4= Cukup meningkat 7. Kolaborasi
5 = Meningkat pemberian
analgetik
Intoleran Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
si keperawatan selama 3x24 jam, (I.05178)
aktifitas diharapkan intoleransi aktivitas 1. Identifikasi
b.d tirah tertasi dengan kriteria hasil : gangguan
baring Toleransi aktivitas (L. 05047) fungsi
N Indikator A A tubuh yang
o w k mengakibatkan
1 Kemudahan 2 5 kelelahan
dalam 2. Monitor
melakukan kelelahan fisik dan
aktivitas emosional
2 Kecepatan 2 5 3. Monitor pola
berjalan jam tidur
3 Jarak berjalan 2 5 4. Monitor lokasi dan
4 Kekuatan 2 4 ketidaknyamanan
tubuh bagian selama
atas melakukan aktivitas
5 Toleransi 2 5 5. Sediakan
dalam menaiki lingkungan nyaman
tangga dan rendah stimulus
(misal
Keterangan :
cahaya, suara,
1 = Menurun
lingkungan)
2 =Cukup menurun
6. Lakukan latihan
3= Sedang
rentang gerak aktif
4= Cukup meningkat
dan pasif berikan
5 = Meningkat
aktivitas distraksi
yang menenangkan.
7. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
8. Anjurkan
melakukan aktivitas
secara bertahap
9. Anjurkan
strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
10. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan.

Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur ( I.05174)


pola tidur keperawatan selama 3x24 jam,
b.d diharapkan gangguan pola tidur 1. Identifikasi pola
hambatan dapat teratasi dengan kriteria aktifitas dan tidur.
lingkunga hasil: 2. Identifikasi faktor
n Pola Tidur (L.05045) pengganggu tidur
(fisik/psikologis).
No Indikator A A
3. Modifikasi
w k
Lingkungan
1 Keluhan sulit 2 4
(Pencahayaan,
tidur
tempat tidur,
2 Keluhan 2 4
Suhu)
sering
4. Batasi Tidur siang.
terjaga
5. Fasilitasi
3 Keluhan pola 2 4
menghilangkan
tidur berubah
stress sebelum
Keterangan : tidur
1 = Menurun 6. Tetapkan jadwal
2 =Cukup menurun tidur rutin
7. Lakukan prosedur
3= Sedang
untuk meningkatkan
4= Cukup meningkat
kenyamanan
5 = Meningkat
(pengaturan posisi
tidur, aromaterapi)
8. Sesuaikan jadwal
pemberian obat atau
tindakan untuk
menunjamg siklus
tidur terjaga.
9. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit.
10. Anjurkan tidak
makan atau minum
yang dapat
mengganggu saat
tidur misal kopi.
11. Anjurkan untuk
relaksasi otot
autogenik atau cara
non farmakologi
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti. 2017. Manajemen Nyeri Pada Lansia Dengan


Pendekatan Non Farmakologi. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surabaya : Surabaya

Andari, F, N. 2015. Pengaruh Pelatihan Peregangan Senam


Ergonomis Terhadap Penurunan Skor Nyeri
Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuat
Kaleng Aluminium
Alimul H, A. Aziz. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Bahrudin, Mochamad. 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain). Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang: Jawa
Timur

Bulecheck, et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi


Keenam.

Singapore: Elsevier.
Ekowati, dkk. 2012. Efek Teknik Massase Effleurage pada Abdomen
terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Desminore
Primer Mahasiswa PSIK FKUB Malang. Poltekes Malang:
Jawa Timur

Fatmawati, Lis. (2011). Pengaruh teknik relaksasi pernafasan


terhadap tingkat rasa nyeri pada ibu bersalin kala 1 di
BPS Mu’rofah.

Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2018). NANDA International


Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications, 2018-
2020. Oxford: Willey-Blackwell

Anda mungkin juga menyukai