Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DENGAN GANGGUAN

NYERI

TUGAS

Salah Satu Tugas Estase KDP Pada Program Ners


Fakultas Ilmu Kesahatan Universitas Galuh

Oleh

Putri Daratama
1490120071

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (NERS)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2020
1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatanya, dan hanya orang tersebutlah yang dpat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut
adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri.
a. Mc. Coferry mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika
orang tersebut pernah mengalaminya.
b. Wolf Weifsel Feurst mengatakan bahwa nyeri meupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa
menimbulkan ketegangan.
c. Arthur C. Curton mengatakan bahwa nyeri merpakan suatu mekanisme
produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan
menyebabkan individu tersebut beraksi untuk menghilangkan
rangsangan nyeri.
d. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai keadaan yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik ataupun dari serabt
saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaki fisik, fisiologis, dan
emosional (Hidayat & Uliyah, 2014)
2. Fisiologi Nyeri
Proses rangsangan yang menimbulkan nyeri bersifat desdruktif
terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf penghantar
impuls nyeri. Serabut saraf ii disebut juga serabut nyeri, sedangkan
jaringan tersebut disebut jaringan peka-nyeri. Bagaimana seseorang
menghayati nyeri tergantung pada jenis jaringan yang dirangsang, jenis
serta sifat rangsangan, serta pada kondisi mental dan fisiknya. Reseptor
untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor adalah ujung saraf
tidak bermielin A delta dan ujung saraf C bermielin. Distribusi nosiseptor
bervariasi diseluruh tubuh dengan jumlah terbesar terdapat di kulit.
Nosiseptor terletak di jaringan subkutis, otot rangka, dan sendi. Nosiseptor
yang terangsang oleh stimulus yang potensial dapat menimbulkan
kerusakan jaringan. Stimuls ini disebut sebagai stimulus noksius.
Selanjutnya stimulus noksius ditransmisikan ke sistem saraf pusat, yang
kemudian menimbulkan emosi dan perasaan tidak menyenangkan
sehingga timbul rasa nyeri dan eaks menghindar.
Antara stimulus cidera jaringan dan pengalaman subjektif terdapat
empat proses, yaitu:

1) Proses transduksi
Transduksi nyeri adalah rangsang nyeri (noksius) diubah menjadi
depolarisasi membran reseptor yag kemudian menjadi impuls saraf
resepto nyeri. Rangsangan ini dapat berupa rangsangan fisik
(tekanan), suhu (panas), atau kimia.
2) Proses Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf
perifer melewati kornu dorsalis menuju korteks serebri. Saraf
sensoris perifer yang melanjutkan rangsang keterminal dimedula
spinalis disebut neuron aferen primer. menghubungan jaringan saraf
yang naik dari medula spinalis kebatang otak dan talamus disebut
neuron penerima kedua. Neuron yang menghubungkan dari talamus
ke korteks serebri disebut neuron peenerima ketiga.
3) Proses Modulasi
Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem
analgesi endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan impuls nyeri
yang masuk ke kornu posterior medua spinalis. Sistem analgesi
endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin
memiliki efek yang dapatmenekan impuls nyeri pada kornu posterior
medula spinalis. Proses medulasi ini dapat dihambat oleh golongan
opioid.
4) Proses persepsi
Proses persepsi merupakan hasil ahir proses interaksi yang kompleks
dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan
modulasi yang pada giliranya menghasilkan suatu perasaan yang
subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri. (Giri Wiarto,2017)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
McCaffery dan Pasero (1999) dalam Prasetyo (2010) menyatakan
bahwa hanya klienlah yang paling mengerti dan memahami tentang
nyeri yang ia rasakan. Terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi individu terhadap nyeri. Faktor-faktor tersebut
antara lain
a. Usia
Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan
prosedur yang dilakuan perawat yang menyebabkan nyeri. Sebab,
mereka beum dapat mengucapan kata-kata untuk mengungkapkan
secara verbal dan mengekspesikan nyeri kepada orang tua atau
petugas kesehatan. Pada sebagian anak, terkadang segan untu
mengungkapkan keberadaan nyeri yang ia alami disebabkan
mereka takut akan tindakan perawatan yang harus mereka trima
nantinya. Pada pasien lansia, seorang perawat harus melakukan
pengkajian secara lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan
adanya nyeri. (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna
dalam berespon terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis
kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian
nyeri (Gil,1990 dalam Potter & Pery, 2006).
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan memengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan
apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi
bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskerud, 1991
dalam Poter & Perry, 2006).
d. Makna Nyeri
Makna seseorag yang dikaitkan dengan nyeri memengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya
individu tersebut. Apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman,
suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Misalnya, seorang
wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri berbeda
degan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat edera karena
pukulan pasanganya. Derajat dan kualitas nyeri akan dipersepsikan
klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Pery, 2006).
e. Perhatian
Tingkat seseorang klien memfokuskan perhatianya pada nyeri
dapat memengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun (Gill, 1990 dalam Potter & Pery,2006).
f. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas
seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Paice (1991) dikutip dari
Potter & Pery (2006), melaporkan suatu bukti bahwa stimulus
nyeri mengaktifkan bagian sistem limbic yang diyakini
mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas.
g. Keletihan
Keletihan/ kelelahan yang dirasakanseseorang akan menigkatkan
persepsi nyeri. Rasa kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri
semakin insentif dan menurunkan kemampuan koping. Apabila
keletihan disertai sulit tidur, persepsi nyeri bahkan dapat terasa
lebih berat lagi. Nyeri sering kali lebih berkurang setelah individu
mengalami suatu periode tidur yang lelap (Potter & Pery, 2006).
6

h. Pengalaman Sebelumnya
Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian
episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang
berat maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat muncul.
Sebaliknya, apabila indivu mengalami nyeri dengan jenis yang
sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan
berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut
untuk menginterpretasikan sensasi nyeri akibtnya, klien akan lebih
siap untuk meakuan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
menghilangkan nyeri (Potter & Pery, 2005).
i. Gaya Koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian
maupun keseluruhan/ total. Pasien sering kali menemukan
berbagai cara untuk mengembankan koping terhadap efek fisik dan
psikologis nyeri. Penting untuk memaham sumber-sumber koping
pasien selama ini mengalami nyeri. Sumber-sumber seperti
berkomunikasi dengan keluarga pendukung melakua latihan, atau
menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan keperawatan
dalam upaya mendukung pasien da mengurangi nyeri sampai
tingkat tertentu (Potter & Pery, 2006).
j. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang bermakna memengaruhi respon nyeri ialah
kehadiran orang-orang terdekat pasien da bagaimana sikap mereka
terhadap pasien. Individu yang mengalami nyeri sering kali
bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun
nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai pasien
akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada
keluarga atau teman, sering kali pengalaman nyeri membuat pasien
semakin tertekan. Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-
anak yang sedang mengalami nyeri (Potter & Pery, 2006).
7

4. Jenis dan Karakteristik Nyeri


a. Nyeri Berdasarkan Durasi
1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit,
atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung
untuk waktu yang singkat. Nyeri akut dapat dijelaskan sebagai
nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
Fungsi nyeri akut ialah memberi peringatan akan suatu cidera atau
penyakit yang akan datang.
2) Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau interminten yang menetap
sepanjang satu periode waktu. Nyeri kroik berlangsung lama,
intensitas yang bervariasi, dan biasanya berangsung lebih dari 6
bulan. ( Sulistyo Andarmoyo, 2017)

Tabel 2.1 Perbandingan karakteristik nyeri akut dan nyeri kronis


(Sulistyo Andarmoyo, 2017)

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Tujuan/ Memperingatkan adanya Tidak ada
keuntungan cedera atau masalah
Awitan Mendadak Terus-menerus atau
Intermiten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi Durasi singkat (dari Durasi lama ( 6 bulan atau
beberapa detik sampai 6 lebih)
bulan)
Respon Konsisten dengan Tidak terdapat respon
otonom respon stres simpatis otonom

Frekuensi jantung
meningkat
8

Tekanan darah
meningkat

Dilatasi pupil
meningkat

Aliran saliva menurun


(mulut kering)
Komponen Ansietas Depresi
psikologis
Mudah marah

Menarik diri dan


minat dunia luar

Menarik diri dari


Persahabatan
Respon Tidur terganggu
jenislainya Libido menurun
Nafsu makan menurun
Contoh Nyeri bedah, trauma Nyeri kanker, artritis,
neuralgia trigeminal

b. Nyeri berdasarkan asal


1) Nyeri nosiseptif
Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) merupakan nyeri yang
diakibatkan oleh aktivasi atau sensitisasi nosiseptor perifer yang
merupaka reseptor khusus yang mengantarkan stimulus noxios.
Nyeri nosiseptif perifer dapat terjadi karena adanya stimulus yang
mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain. Hal
ini dapat terjadi pada nyeri post opertif dan nyeri kanker
2) Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas
yang didapat pada struktur saraf perifer maupun sentral. Berbeda
dengan nyeri nosiseptif, Nyeri neuropatik bertahan lebih lama dan
merupakan proses input saraf sensorik yang abnormal oleh sistem
9

sarap ferifer. Nyeri ini lebih sulit diobati pasien akan mengalami
nyeri seperti terbakar.
c. Nyeri Berdasarkan Lokasi
1) Superficial atau Kutaneus
Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulusi kulit.
Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi.
Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contoh tertusuk
jarum suntik.
2) Viseral Dalam
Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ
internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar
kebeberapa arah. Durasinya bervariasi tetapi biasanya berlangsung
lebih lama dari nyeri superficial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul,
tergantung organ yang terlibat.Contoh sensasi pukul (crushing)
seperti angina pectoris
3) Radiasi
Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat
awal cedera kebagian tubuh yang lain. Karakteristik nyeri terasa
seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanang bagian
tubuh. Nyeri dapat menjadi interminten atau konstan. Contoh nyeri
punggung bagian bawah akibat diskus intravertebral yang ruptur
disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf
skiatik. (Andarmoyo, 2017)
5. Pengukuran Skala Nyeri
Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah
nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran skala nyeri sangat subjektif
dan
10

individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan


sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan
teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu
sendiri (Tamsuri, 2007 dalam Giri Wiarto, 2017).
Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan mengunakan
skala sebagai berikut:
a. Numerical Rating Scale (NRS)
Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah divalidasi. Berat
ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan
mengobyektifkan pendapat subjektif nyeri. Skala numerik dari 0
hingga 10, di bawah ini, nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas
nyeri, sedangkan sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat hebat.

b. Visual Descriptif Scale (VDS)


Terdapat skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa
bebas mengekpresikan nyeri, arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan
sakit tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang.
Pasien diminta menunjukan posisi nyeri pada garis antara kedua nilai
ekstrem. Bila anda menunjuk tengah garis, menunjukan nyeri yang
moderate/ sedang.
c. Visual Analogue Scale (VAS)
Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan mengunakan
Visual Analogue Scale (VAS). 34 Skala berupa suatu garis lurus yang
panjangnya biasanya 10 cm (atau 100 mm), dengan penggambaran
verbal pada masing-masing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri)
11

sampai angka 10 (nyeri berat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri ringan, 4 - <7
= nyeri sedang 7 – 10 = nyeri berat.

6. Pengkajian

Pengkajian Lengkap
a) Data Biografi
Meliputi:
1. Identitas pasien yaitu nama,umur, jenis kelamin, agama,
suku atau bangsa, status perkwinan, pendidikan, pekerjaan,
alamat, tanggalmasuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
catatan kedatangan
2. Keluaga terdekat yang dapat dihubugi yaitu nama, umur,
jenis keamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, sumber
informasi, beserta nomor telepon.
b) Riwayat kesehatan atau perawatan
Meliputi:
1. Keluha utama / alasan masuk rumah sakit. Biasanya klien
mengeluh nyeri pada saat miksi, pasien juga sering
mengeluh sering BAK berulang-ulang (anyang-anyangan),
terbangun untuk miksi pada malam hari, perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak, kalau mau miksi harus
menunggu lama, harus mengedan, kencing terputus-putus.
12

2. Riwayat kesehatan sekarang

Pasien mengeluh sakit pada saat miksi dan


harusmenunggu lama, dan harus mengedan.

Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan


seksual

Pasien mengatakan buang air kecil tidak bisa.


Pasien mengeluh BAK berulang-ulang
Pasien mengeluh sering bangun malam untuk miksi
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan
apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Mungin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit pasien
sekarang
c) Pola fungsi kesehatan
Meliputi:
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan
metabolisme, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola
istirahat dan tidur, pola kognitif dan persepsi, persepsi diri dan
konsep diri, pola peran hubungan, pola seksual reproduksi, pola
koping dan toleransi stress, keyakinan dan kepercayaan.
d) Pemeriksaan fisik
Pada waktu melakukan inspeksi keadaan umum pasien
megalami tanda-tanda penurunan mental seperti neuropati
ferifer. Pada waktu palpasi adanya nyeri tekan pada kandung
kemih.
Data dasar pengkajian pasien
1. Sirkulasi
Tanda ; peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala:
13

Penurunan kekuatan / dorongan aliran urine tetesan


Keragu-raguan pada berkemih awal
Ketidak mampuan mengosongkan kandung kemih
dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih

Nokturia, dysuria, haematuria


Duduk untuk berkemih
Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis
urinaria)
Konstivasi (protrusi prostat kedalam rectum)

Tanda:

Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung


kemih), nyeri tekan kandung kemih

Hernia inguinalis, hemorrhoid (mengakibatkan


peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan
pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan)
3. Makanan / Cairan
Gejala:

Anoreksia, mual, muntah


Penurunan berat badan
4. Nyeri / Kenyamanan
Gejala:

Nyeri suprapubik, pinggul atau puggung, tajam, kuat


(pada prostates akut)

Nyeri punggung bawah


5. Keamanan
Gejala:

Demam
6. Seksualitas
Gejala:

Masalah tentang efek kondisi / penykit kemampuan


seksual
Takut inkontinentia / menetes selama hubungan intim
Penrunan kekuatan kontraksi ejakulasi
7. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala:

Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal

Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan,


antibiotik urinaria atau gen antibiotik, obat yang dijual
bebas, batuk flu/ alergi obat mengandung
simpatommetik
8. Aktifitas / istirhat

Riwayat pekerjaan
Lamanya istirahat
Aktivitas sehari-hari
Pengaruh penyakit terhadap aktivitas
Pengaruh penyakit terhadap istirahat
9. Hygiene

Penampilan umum
Aktivitas sehari-hari
Kebersihan tubuh
Frekwensi mandi
10. Integritas ego

Pengaruh penyakit terhadap stress


Gaya hidup
Masalah finansial
11. Neurosensori

Apakah ada sakit kepala


Status mental
Ketajaman pengelihatan
12. Pernapasan

Apakah ada sesak napas


Riwayat merokok
20

Frekwensi pernapasan
Bentuk dada
Auskultasi
13. Interaksi Sosial

Status perkawinan

Hubungan dalam masarakat


Pola interaksi keluarga
Komunikasi verbal / nonverbal
Pengkajian Nyeri
e) Data Biografi
Meliputi:
1) Identitas pasien yaitu nama,umur, jenis kelamin, agama,
suku atau bangsa, status perkwinan, pendidikan, pekerjaan,
alamat, tanggalmasuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
catatan kedatangan
2) Keluaga terdekat yang dapat dihubugi yaitu nama, umur,
jenis keamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, sumber
informasi, beserta nomor telepon.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan perawat dalam mengkaji
nyeri (Prasetyo, 2010)
1. Penentuan ada tidaknya nyeri;
2. Faktor-faktor yang menyebabkan/ mempengaruhi nyeri;
3. Pengalaman nyeri;
4. Ekspresi nyeri
5. Karakteristik nyeri;
6. Responden dan efek nyeri (fisiologis, perilaku dan pengaruhnya
terhadap aktivitas sehari-hari);
7. Persepsi terhadap nyeri;
8. Mekanisme adaptasi terhadap nyeri;
1) Penentuan Ada Tidaknya Nyeri

Dalam memulai pengkajian terhadap nyeri pada klien, hal


terpenting yang perlu diperhatikan oleh perawat adalah penentuan
21

ada tidaknya nyeri pada klien. Perawat harus mempercayai ketika


pasien melaporkan adanya ketidaknyamanan (nyeri) walaupun
dalam observasi perawat tidak ditemukanya cidera atau luka.

2) Faktor-faktor Yang Memengaruhi Nyeri

Seperti dijelaskan di bab sebelumnya, faktor-faktor yang


memengaruhi nyeri yang bisa dikaji dan digali lebh dalam oleh
perawat antara lain 1) usia, 2) jenis kelamin, 3) kebudayaan, 4)
makna nyeri, 5) perhatian, 6) ansietas, 7) keletihan, 8) pengalaman
sebelumnya, 9) gaya koping, 10) dukungan keluarga dan sosial.

3) Pengalaman Nyeri

Hal terpenting juga yang perlu diperhatikan oleh perawat


adalah pengalaman nyeri yang dialami oleh klien. Hal ini akan
sangat membantu bagi perawat untuk mengetahui pada fase apa
nyeri yang yang dirasakan klien, dan apakah klie mengetahui nyeri
yang sedang dialami.

4) Ekspresi Nyeri

Amati cara verbal dan nonverbal kliendalam


mengomunikasiakan rasa ketidaknyamanan. Meringis, menekuk
salah satu bagian tubuh, dan postur tubuh yang tidak lazim
merupakan contoh ekspresi nyeri secara nonverbal. Anak-anak
ungin tida mengerti makna “nyeri” sehingga dalam melakukan
pengkajian perawat perlu menggunakan kata-kata, seperti “ouh”,
“aduh”. Atau “sakit”. Untuk klien yang mengalami gangguan
kognitif, perlu menggunakan pendekatan pengkajian yang
sederhana, yakni dengan melakukan observasi terhadap perubahan
prilaku klien.
22

5) Karakteristik Nyeri

Untuk membantu klien dalam mengutarakan masalah/


keluhanya secara lengkap, pengkajian yang bisa dilakukan oleh
perawat untuk mengkaji karakteristik nyeri bisa menggunakan
pendekatan analisis symptom. Komponen pengkajian analisis
symptom meliputi (PQRST):
P (Paliatif/ Provocatif = yang menyebabkan timbulnya masalah)
Q (Quality dan Kuantity = Kualitas dan kuantitas nyeri yang
dirasakan)
R (Region = lokasi nyeri)
S (Severity = keparahan)
T (Timing = waktu)

6) Respon dan Efek Nyeri


a) Respons fisioligis
Amati dan perhatikan respons fisiologis yang terjadi pada klien.
Respons ini bisa meliputi respons stimulasi simpatik seperti
dilatasi saluran bronkeolus dan peningkatan pernapasan,
peningkatan frekuensi denyut jantung, vasokontriksi perifer
(pucat, peningkatan tekanan darah), peningkatan kadar glukosa
darah, diaphoresis, peningkatan tegangan otot, dilatasi pupil,
dan penurunan motilitas usus.
b) Respons prilaku
Perilaku efek nyeri pada klien meliputi 1) vokalisasi (mengaduh,
menangis, dan sesak napas); 2) ekspresi wajah (meringis,
menggelutukkan gigi, mengernyitkan dahi, menggigit bibir); 3)
gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot,
peningkatan gerakan jari dan tangan); 4) interaksi sosial
(menghindari percakapan, fokus hanya pada aktivitas
menghilangkan nyeri).
23

c) Efek pada aktivitas sehari-hari


Pasien yang mengalami nyeri, biasanya akan mempuyai efek
pada aktivitas sehari-hari yang ia jalankan Dalam hal ini
perawat perlu menanyakan hal sebagai berikut. Bagaimana
kemampuan klien dalam berpartisipasi dalam aktivitas sehari-
hari, apakah bisa dijalankan secara madiri atau perlu bantuan?
7) Persepsi Terhadap Nyeri
Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien
terhadap nyeri, bagaimana anggapan klien terhadap masalah yang
dihadapinya saat ini, dan bagaimana klien menghubungkan antara
nyeri yang ia alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri
ataulingkungan disekitarnya.
8) Mekanisme Adaptasi Terhadap Nyeri
Masing-masing individu memiliki cara yang berbeda dalam
menyikapi dan beradaptasi dengan nyeri yang ia rasakan. Perawat
dalam hal ini perlu mengkaji cara-cara apa saja yang biasa kien
pergunakan dalam menurunkan nyeri yang ia alami.
7. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dalam proses
keperawatan. Diagnosis keperawatan juga merupakan penilaian
klinis terhadap kondisi individu, keluarga, atau komunitas
(agregat) baik yang bersifat aktual, risiko, atau masih merupakan
gejala. Penilaian ini didasarkan pada hasil analisis data pengkajian
dengan cara berpikir kritis. Diagnosis keperwatan dibuat untuk
megefektifkan komunasi antara tim kesehatan tentang kebutuhan
medis klien. (Debora, 2011)
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik prosedur
operasi
2) Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
3) Ansietas berhubungan dengan rencana operasi
24

8. Rencana asuhan keperawatan teoritis


Diangnosa Intervensi Utama Intervensi
Pendukung

Nyeri akut Manejemen nyeri 1. Aroma terapi


berhubungan Mengidentifikasi dan 2. Dukungan
dengan agen mengelola pengalaman hipnosis diri
pencedera fisik sensorik atau emosional 3. Dukungan
prosedur operasi yang berkaitan dengan pengungkapan
Tujuan: kerusakan jaringan atau kebutuhan
Setelah fungsional dengan onset 4. Edukasi
dilakukan asuhan mendadak atau lambat dan efeksamping
keperawatan 3x berintensitas ringan hingga obat
24 jam berat dan konstan. 5. Edukasi
diharapkan Tindakan: manajemen
masalah dapat 1. Identifikasi lokasi, nyeri
teratasi dengan karakteristik, durasi, 6. Edukasi proses
kriteria hasil: frekuensi, kualitas, penyakit
1. Mampu intensitas nyeri 7. Edukasi teknik
mengontrol 2. Identivikasi skala nyeri nafas
nyeri (tahu 3. Identifikasi skala nyeri dan 8. kompres dingin
penyebab respon verbal 9. kompres panas
nyeri, 4. Identivikasi faktor yang 10. konsultasi
maupun memperhambat dan 11. latihan
menggunakan memperingan nyeri pernafasan
tehnik 5. Identifikasi pengetahuan 12. manajemen
nonfarmakolo dan keyakinan tentang nyeri efeksamping
gis untuk 6. Identifikasi pengaruh obat
mengurangi budaya terhadap respon 13. manajemen
nyeri, nyeri kenyamanan
mencari 7. Identivikasi pengaruh nyeri lingkungan
bantuan) pada kualitas hidup 14. pemantauan
25

2. Melaporkan 8. Monitoring keberhasilan nyeri


bahwa nyeri terapi komplementer yang
berkurang sudah diberikan
dengan 9. Monitor efek samping
menggunakan penggunaan analgetik
manajemen Trapeutik
nyeri 1. Berikan teknik non
3. Mampu farmakologis untuk
mengenal mengurangi rasa nyeri (
nyeri (skala, mis, TENS, hipnosis,
intensitas, akupresur, terapi musik,
frekuensi dan biofeedback, terapi pijat,
tanda nyeri) aromaterapi, teknik
4. Menyatakan imajinasi terbimbing,
rasa nyaman kompres hangat/dingin,
stelah nyeri terapi bermain)
berkurang 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemeliharaan sttrategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
26

4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Anjurka teknik
\ nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Sumber: Siki 2018

Anda mungkin juga menyukai