Anda di halaman 1dari 96

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OBAT NSAID

PADA PASIEN OSTEOARTRITIS DI POLI ORTOPEDI RAWAT


JALAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS JAKARTA
UTARA PERIODE JULI – DESEMBER 2020

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Oleh
FITRI FEBRIANI
201751126

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOGI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL
JAKARTA
2022
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OBAT NSAID PADA
PASIEN OSTEOARTRITIS DI POLI ORTOPEDI RAWAT JALAN
RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS JAKARTA UTARA
PERIODE JULI – DESEMBER 2020

ABSTRAK

Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang progresif di mana rawan


kartilago yang melindungi ujung tulang mulai rusak. Penyakit ini merupakan jenis
artritis yang paling sering terjadi di Indonesia dengan prevalensi secara radiologis
mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun.
Terapi obat untuk penanganan osteoartritis adalah dari golongan NSAID, suplemen dan
relaksan otot. Meningkatnya jumlah obat yang tersedia, pengguna obat serta regimen
obat yang lebih kompleks menyebabkan lebih banyaknya efek samping dan interaksi
obat. Hal tersebut dapat berakibat pada terjadinya Drug Relatd Problems (DRPs) yang
dapat mengganggu tujuan terapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi Drug Related Problems (DRPs) obat NSAIDs pada pasien osteoartritis
di rawat jalan di RS Royal Progress Periode Juli – Desember 2020. Penelitian ini
merupakan studi deskriptif non eksperimental yang dilakukan secara retrospektif. Hasil
penelitian pada DRPs yang terjadi pada pasien dengan diagnose osteoarthritis kategori
indikasi tanpa obat sebesar 0%, ketidaktepatan pemilihan obat sebesar 3,33%, ketidak
tepatan dosis (underdoses atau overdoses) sebesar 18,33% dan interaksi obat sebesar
23,33%.

Kata Kunci : Drug Related Problems (DRPs), Osteoartritis, Obat NSAIDs, Interaksi
Obat

i
IDENTIFICATION OF NSAID DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)
IN OSTEOARTHRITIS PATIENTS IN OUTPAGE ORTHOPEDIC POLY
ROYAL PROGRESS HOSPITAL NORTH JAKARTA
PERIOD JULY – DECEMBER 2020

ABSTRACT

Osteoarthritis is a progressive degenerative joint disease in which the cartilage that


protects the ends of bones begins to break down. This disease is the most common type
of arthritis in Indonesia with a radiological prevalence of 15.5% in men and 12.7% in
women aged between 40-60 years. Drug therapy for the treatment of osteoarthritis is
from the NSAID class, supplements and muscle relaxants. The increasing number of
drugs available, drug users and more complex drug regimens lead to more side effects
and drug interactions. This can result in the occurrence of Drug Related Problems
(DRPs) which can interfere with the goals of therapy. The purpose of this study was to
identify Drug Related Problems (DRPs) of NSAIDs in outpatient osteoarthritis patients
at Royal Progress Hospital for the period July – December 2020. This study was a non-
experimental descriptive study conducted retrospectively. The results of the study on
DRPs that occurred in patients with a diagnosis of osteoarthritis in the indication
category without drugs were 0%, inappropriate drug selection was 3.33%, dose
inaccuracy (underdoses or overdoses) was 18.33% and drug interactions were 23.33%.

Keywords : Drug Related Problems (DRPs), Osteoarthritis, NSAIDs Drugs, Drug


Interactions

ii
PERNYATAAN SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul
“IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OBAT NSAID PADA
PASIEN OSTEOARTRITIS DI POLI ORTOPEDI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT
ROYAL PROGRESS JAKARTA UTARA PERIODE JULI – DESEMBER 2020”
adalah karya saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar akademik, baik di Institut Sains dan Teknologi AL-KAMAL maupun
di Perguruan Tinggi lain. Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam daftar
rujukan yang dituliskan dalam skripsi ini.

Jakarta, Desember 2021

Fitri Febriani
NIM :
201751126

iii
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL

PENGESAHAN SKRIPSI

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OBAT NSAID


PADA PASIEN OSTEOARTRITIS DI POLI ORTOPEDI RAWAT
JALAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS JAKARTA
UTARA PERIODE JULI – DESEMBER 2020

OLEH
Fitri
Febriani
201751126

Dipertahankan Dihadapan Penguji Skripsi


Program Studi Farmasi Institut Sains Dan Teknologi Al-Kamal
Pada tanggal

Mengesahkan,
Ketua Program Studi Farmasi

(apt. Drs. R. Muhammad Sadikin, M.M.)

Penguji Skripsi :

1. apt. Penguji 1 1. .........................................


2. apt. Penguji 2 2...........................................
3. apt. Penguji 3 3...........................................

v
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi Sarjana Farmasi tidak dipublikasikan, namun terdaftar dan tersedia


diperpustakaan Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal, Jakarta, dan terbuka untuk
umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang. Referensi kepustakaan
diperkenalkan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dilakukan seizin
pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh isi skripsi haruslah seizin
Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal.

Perpustakaan yang meminjamkan skripsi ini untuk keperluan anggotanya harus mengisi
nama dan tandatangan peminjam dan tanggal peminjaman.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan berkat, rahmat, serta
hidayah-Nya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Skripsi
yang berjudul “Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Obat NSAID Pada
Pasien Osteoartritis Di Poli Ortopedi Rawat Jalan Rumah Sakit Royal Progress
Jakarta Utara Periode Juli – Desember 2020” diajukan guna memperoleh gelar
Sarjana Farmasi dari Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta. Dalam penyusunan
dan penyelesaian skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Dede Rukmayadi, S.T., M.Si. selaku Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-
Kamal Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan di Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta.
2. apt. Drs. R. Muhammad Sadikin, M.M. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta.
3. Dr. apt. Delina Hasan, M.Kes. selaku Ketua Program Studi Farmasi Institut Sains
dan Teknologi Al-Kamal Jakarta.
4. apt. Febri Hidayat, S.Si., M.B.A. selaku Dosen Pembimbing I yang selalu
memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam mengarahkan penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
5. apt. Hendry Candra Dewanto, M.Farm selaku Dosen Pembimbing II yang selalu
memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam mengarahkan penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
6. apt. Dewi Rahma Fitri, M.Farm selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing, mengarahkan, memberikan masukan dan semangat hingga
terselesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan staf Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta yang telah
membantu terselesaikannya skripsi ini.
8. Ayah, Ibu, dan keluarga yang selalu memberikan doa, nasihat, semangat dan
perhatian
9. Teman-teman penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang turut
memberikan bantuan, dorongan dan dukungannya selama ini.

vii
10. Dr. Evan., SPOT. Selaku dokter spesialis tulang Rumah Sakit Royal Progress telah
membantu mengarahkan, memberikan masukan dan semangat hingga terselesaikan
skripsi ini.
11. Dr. Bobby Nelwan., SPOT. Selaku dokter spesialis tulang Rumah Sakit Royal
Progress telah membantu memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam
mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
12. Dr. IGM Febry Siswanto., SPOT. Selaku dokter spesialis tulang Rumah Sakit Royal
Progress telah membantu mengarahkan, memberikan masukan dan semangat hingga
terselesaikan skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya akan adanya kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini, sebagaimana keterbatasan yang dimiliki penulis. Dengan segala kerendahan hati
penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Jakarta, Desember 2021

Penulis

viii
DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................................. i
ABSTRAC................................................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iii
PERSETUJUAN SKRIPSI SARJANA FARMASI .................................................. ix
PENGESAHAN SKRIPSI SARJANA FARMASI................................................... v
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI................................................................... vi
KATA PENGANTAR............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................... 3
C. BATASAN MASALAH ..................................................................... 4
D. TUJUAN PENELITIAN..................................................................... 4
E. MANFAAT PENELITIAN................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
A. DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) ............................................. 5
1. Definisi.......................................................................................... 5
2. Klasifikasi Drug Related Problems (DRPs) ................................. 6
B. OSTEOARTITIS ................................................................................ 8
1. Definisi Osteoartritis ..................................................................... 8
2. Klasifikasi Osteoartritis................................................................. 9
3. Etiologi.......................................................................................... 9
4. Faktor Resiko ................................................................................ 10
5. Patofisiologi....................................................................................... 12
6. Tanda dan Gejala ............................................................................... 14
7. Diagnosis ........................................................................................... 14
C. PENATALAKSANAAN OSTEOARTRITIS .................................... 16
1. Terapi Non Farmakologi ............................................................... 16
2. Terapi Farmakologi....................................................................... 21
D. NSAIDs (Non Steroid Antiinflammatory Drugs) ............................... 24
1. Mekanisme Kerja Obat ................................................................. 24
2. Indikasi Obat ................................................................................. 25
3. Peringatan ..................................................................................... 26
4. Efek samping................................................................................. 26
E. NYERI ................................................................................................ 28
1. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan waktu............................................ 28
2. Klasifikasi Berdasarkan Organ ..................................................... 28
3. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Nyeri.......................................... 29
4. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Nyeri .......................................... 29
5. Respon terhadap Nyeri .................................................................. 30
F. REKAM MEDIS................................................................................. 30
1. Isi Rekam Medis Rawat Jalan ....................................................... 30

ix
2. Isi Rekam Medis Rawat Inap ........................................................ 30
3. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat ................................. 31
G. RENCANA ASUHAN FARMASI..................................................... 31
H. RUMAH SAKIT................................................................................ 32
1. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian Di RS .................... 33
2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ................................................... 33
3. Jenis Rumah Sakit ....................................................................... 33
4. Klasifikasi Rumah Sakit .............................................................. 33
I. PROFIL RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS............................. 36
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................... 36
A. JENIS PENELITIAN .......................................................................... 36
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN........................................... 36
C. POPULASI DAN SAMPEL ............................................................... 36
1. Populasi ......................................................................................... 36
2. Sampel........................................................................................... 36
D. KERANGKA KONSEPTUAL ........................................................... 37
E. DEFINISI OPERASIONAL ............................................................... 38
F. PERSIAPAN PENELITIAN............................................................... 39
1. Permohonan Izin ........................................................................... 39
2. Pelaksanaan Pengumpulan Data ................................................... 39
G. PENGOLAHAN DATA ..................................................................... 40
1. Editing ........................................................................................... 40
2. Entry Data ..................................................................................... 40
3. Tabulasi ......................................................................................... 40
4. Cleaning ........................................................................................ 40
H. RENCANA ANALISIS DATA .......................................................... 40
I. SKEMA KERJA PENELITIAN ......................................................... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 42
A. KARAKETRISTIK PASIEN.............................................................. 42
1. Jenis Kelamin ................................................................................ 42
2. Usia ............................................................................................... 43
3. Lokasi Nyeri.................................................................................. 43
4. Kadar Asam Urat .......................................................................... 44
5. Diagnosis Pasien ........................................................................... 44
B. PROFIL PENGGUNAAN OBAT ...................................................... 46
C. DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs).............................................. 48
1. Indikasi Tanpa Obat ...................................................................... 48
2. Ketidaktepatan pemilihan obat...................................................... 49
3. Ketidaktepatan Dosis .................................................................... 49
4. Interaksi Obat ................................................................................ 50
D. KETERBATASAN PENELITIAN..................................................... 52
1. Kendala ......................................................................................... 52
2. Kelemahan .................................................................................... 52
3. Kekuatan ....................................................................................... 53
4. Peluang Penelitian......................................................................... 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................55
LAMPIRAN..................................................................................................................58

x
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Beberapa penyakit yang kontraindikasi untuk melakukan latihan fisik bagi
pasien osteoarthritis......................................................................................................19
Tabel II.2 Rekomendasi dosis NSAIDs (Non Steroid Antiinflammatory Drug) untuk
pengobatan osteoarthritis..............................................................................................27
Tabel II.3 Empat prinsip dasar tujuan dari rencana Pharmaceutical care.................32
Tabel IV.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin.....................................42
Tabel IV.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia.....................................................43
Tabel IV.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Lokasi Nyeri.......................................43
Tabel IV.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Kadar Asam Urat................................44
Tabel IV.5 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta...............................45
Tabel IV.6 Profil Jumlah Pemberian Obat..................................................................46
Tabel IV.7 Distribusi Obat Osteoartritis Berdasarkan Kelas Terapi..........................46
Tabel IV.8 Indikasi Tanpa Obat Berdasarkan Jumlah Pasien.....................................48
Tabel IV.9 Ketidaktepatan Pemilihan Obat Berdasarkan Jumlah Pasien...................49
Tabel IV.10 Ketidaktepatan Dosis Potensial Berdasarkan Jumlah Pasien...................50
Tabel IV.11 Interaksi Obat Berdasarkan Jumlah Pasien..............................................51
Tabel IV.12 Interaksi Obat Berdasarkan Jumlah Peresepan Obat................................51

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1 Kerangka Konsep Penelitian.............................................................. 37


Gambar III.2 Skema Kerja Penelitian...................................................................... 41

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ISTA ............................................. 58


Lampiran 2. Surat Izin Penelitian RS. Royal Progress ............................................ 59
Lampiran 3. Time Schedule Penelitian .................................................................... 60
Lampiran 4. Contoh resep dan data rekam medik ................................................... 61
Lampiran 5. Kartu Bimbingan Pembimbing I ......................................................... 63
Lampiran 6. Kartu Bimbingan Pembimbing II........................................................ 64
Lampiran 7. Data Sampel Penelitian (60 Pasien Osteoatritis)................................. 65
Lampiran 8. Rekapitulasi obat mengalami DRPs kategori obat tanpa indikasi ...... 74
Lampiran 9. Hasil Rekapitulasi Obat Yang Mengalami DRPs ............................... 75

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit sendi merupakan salah satu penyakit fisik yang tingkat kejadiannya cukup
tinggi. Osteoartritis (OA) adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang paling umum
terjadi. OA adalah gangguan kronis sendi sinovial yang ditandai dengan pelunakan
progresif dan kehancuran (disintegrasi) tulang rawan sendi disertai pertumbuhan
tulang rawan dan tulang pada osteofit, pembentukan kista dan sklerosis di
subchondral tulang, sinovitis ringan dan kapsul fibrosis. Penyakit tersebut paling
sering mengenai usia setengah baya dan lanjut usia, meskipun orang-orang muda
mungkin akan terpengaruh sebagai akibat dari cedera (1).
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit yang berkembang dengan lambat, biasa
mempengaruhi terutama sendi diartrodial perifer dan rangka aksial. Penyakit ini
ditandai dengan kerusakan dan hilangnya kartilago artikular yang berakibat pada
pembentukan osteofit, rasa sakit, pergerakan yang terbatas, deformitas, dan
ketidakmampuan (2).
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, menurut WHO pada tahun
2025 populasi usia lanjut di Indonesia akan meningkat 414% dibanding tahun 1990.
Di Indonesia prevalensi OA yang tampak secara radiologis mencapai 15,5% pada
pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun. Insidensi dan
prevalensi OA bervariasi pada masing-masing negara, tetapi data pada berbagai
negara menunjukkan bahwa OA merupakan salah satu jenis artritis yang paling
banyak ditemui, terutama pada kelompok usia dewasa dan usia lanjut. Prevalensinya
meningkat sesuai pertambahan usia (3).
Terapi farmakologi untuk osteoarthritis salah satunya adalah obat golongan
NSAIDs (Non-steroidsanti-inflammatory Drugs) baik pada osteoarthritis daerah
pinggul, lutut maupun tangan (2). Pengobatan menggunakan NSAIDs secara oral
dapat meningkatkan resiko komplikasi gastrointestinal seperti ulkus peptikum
perforasi, obstruksi, dan pendarahan yang awalnya 3 kali lipat menjadi 5 kali
lipat. Berdasarkan meta analisis dan sistematis review di identifikasi bahwa
beberapa

1
2

NSAIDs secara oral beresiko tinggi menimbulkan gangguan gastrointestinal seperti


piroksikam, ketorolak dan azapropazone. Golongan NSAIDs yang beresiko sedang
terjadi pada rofexocib, sulindak, diklofenak, meloksikam, nimesulide, ketoprofen,
tenoksikam, naproxen, indometasin, diflunisal dan yang beresiko rendah pada
penggunaan aceklofenak, celexocib, dan ibuprofen. Dosis harian yang tinggi pada
beberapa NSAIDs dapat meningkatkan resiko pada gastrointestinal 2 sampai 3 kali
lipat bila dibandingkan dengan dosis rendah sampai menengah untuk periode waktu
yang lebih singkat dapat meminimalkan toksisitas pada gastrointestinal (4).
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah terkait obat atau Drug
Related Problem (DRPs). Dalam pelayanan kefarmasian Rumah Sakit khususnya
pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian untuk menganalisa adalanya masalah
terkait obat dan pelayanan resep. Dalam pelayanan kefarmasian khususnya pada
pasien yang menerima banyaknya jenis dan jumlah obat merupakan resiko
terjadinya kesalahan pengobatan (medication errors) (5).
Semakin banyak jumlah obat yang diterima pasien, semakin besar kemungkinan
terjadinya masalah terkait obat. Terjadinya masalah terkait obat dapat mengurangi
pencapaian terapi yang diharapkan terjadi pada pasien. Drug Related Problem
(DRPs) di definisikan sebagai suatu peristiwa yang tidak diinginkan atau risiko yang
dialami oleh pasien, yang melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat. Terjadinya
DRPs dapat mengurangi pencapaian terapi yang diharapkan timbul pada pasien.
DRPs sebenarnya adalah peristiwa yang telah terjadi pada pasien, sedangkan
potensial DRPs adalah suatu peristiwa yang kemungkinan besar akan terjadi jika
apoteker tidak melakukan intervensi yang tepat untuk mengurangi DRPs tersebut
(6).
Penelitian DRPs pada pasien OA sebelumnya dilakukan oleh Putu 2015 tentang
pola pengobatan serta interaksi obat pada pasien osteoartritis usia lanjut di Instalasi
rawat jalan rumah sakit dr. H Koesnadi Bondowoso dan hasilnya adalah
ditemukan potensi interaksi sebanyak 17 kasus (15,74%) (7). Penelitian lainnya
dilakukan oleh Fadhillah 2016 tentang studi penggunaan obat OA dan kajian DRPs
di rumah sakit Universitas Airlangga dan ditemukan 3 kasus DRPs yaitu
ketidaktepatan dosis (1,7%), efek samping obat aktual (23,3%) dan interaksi obat
potensial (31,7%) (8).
3

Untuk pencegahan kasus DRPs, kontrol ketepatan terapi obat pada pasien sangat
dibutuhkan, dan ini merupakan salah satu tugas farmasis sebagai tenaga kesehatan
yang ahli dibidang obat-obatan. Cara untuk mengontrol ketepatan terapi salah
satunya adalah dengan meninjau ketepatan dosis serta monitoring interaksi obat.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 58 tahun 2014 bahwasanya
salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit meliputi pelayanan
farmasi klinik di mana salah satu tugasnya melakukan penelusuran riwayat
pemakaian obat pada pasien (9).
RS Royal Progress Jakarta Utara memiliki poli ortopedi rawat jalan dengan
jumlah pasien OA dan sendi yang cukup banyak. Berdasarkan tingginya jumlah
pasien OA di RS Royal Progress Jakarta Utara serta belum pernah dilakukan
penelitian terkait DRPs pada pasien osteoartritis, maka perlu dilakukan penelitian
tentang identifikasi Drug Related Problems (DRPs) potensial kategori indiksi tanpa
obat, ketidaktepatan pemilihan obat, obat tanpa indikasi, underdse, overdose, dan
interaksi obat. Identifikasi DRPs pada pengobatan osteoartritis penting dilakukan
dalam rangka mencegah atau mengurangi kejadian DRPs dimasa mendatang,
mengurangi morbiditas, mortalitas, dan biaya terapi obat pasien. Hal ini juga
membantu dalam meningkatkan efektivitas terapi obat terutama pada penyakit-
penyakit yang sifatnya kronis, progresif dan membutuhkan pengobatan sepanjang
hidup (10).

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana karakteristik pasien osteoarthritis di Poli orthopedi Rawat Jalan
Rumah Sakit Royal Progress Jakarta Utara?
2. Bagaimana pola pengobatan pasien osteoarhtritis di poli orthopedi Rawat Jalan
Rumah Sakit Royal Progress Jakarta Utara?
3. Berapakah persentase tertinggi pada kategori Drug Related Problem (DPRs)
osteoarthritis di poli orthopedi Rawat Jalan Rumah Sakit Royal Progress Jakarta
Utara?
4

C. BATASAN MASALAH
Penelitian ini dibatasi hanya mengenai insiden terjadinya DRPs pada
pasien osteoartritis dengan terapi NSAIDs di poli ortopedi Rumah Sakit Royal
Progress pada periode Juli - Desember 2020 dengan rekam medis pasien lengkap.

D. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui karakteristik jumlah pasien osteoartritis dengan terapi NSAIDs di
poli orthopedi Rawat Jalan Rumah Sakit Royal Progress Jakarta Utara periode
Juli
– Desember 2020.
2. Mengetahui pola penggunaan obat NSAIDs pada pasien osteoarhtritis di poli
orthopedi Rawat Jalan Rumah Sakit Royal Progress Jakarta Utara.
3. Mengetahui presentase kejadian Drug Related Problem (DPRs) pada pengobatan
pasien dengan diagnosa osteoartritis yang mendapatkan terapi obat NSAID.

E. MANFAAT PENELITIAN
1. Penelitian ini dapat memberikan ilmu pengetahuan, bagaimana menganalisa
Drug Related Problem (DPRs) pada pasien osteoartritis di Rumah Sakit Royal
Progress.
2. Penelitian ini merupakan sarana bagi peneliti untuk lebih mendalami
pharmaceutical care khususnya terkait manajemen terapi farmakologi pada
pasien osteoartritis.
3. Sebagai salah satu landasan bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan upaya
pelayanan khususnya bidang pelayanan kefarmasian terhadap pasien osteoartritis
agar efektifitas terapi obat dapat dicapai
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DRUG RELATED PROBLEM (DRPs)


Sebagai seorang farmasis, peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi
kepada pasien atau yang lebih dikenal dengan patient oriented sangat penting untuk
dilakukan. Praktek pharmaceutical care merupakan suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (11),
salah satu dari upaya peningkatan mutu pelayanan terhadap pasien ini dapat
dilakukan melalui suatu proses pelayanan kefarmasian salah satunya dengan cara
melakukan pengkajian terhadap masalah-masalah terkait penggunaan obat yang
sekarang lebih dikenal dengan Drug Related Problem (DRPs).
1. Definisi
Drug Related Problem (DRPs) merupakan peristiwa yang tidak diinginkan yang
dialami pasien yang memerlukan atau diduga memerlukan terapi obat dan
berkaitan dengan tercapainya tujuan terapi yang diinginkan. Identifikasi DPRs
menjadi fokus penilaian dan pengambilan keputusan terakhir dalam proses dari
patient care (12).
Menurut Pharmaceutical Care Network Europe, Drug Related Problem
(DRPs) adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara
nyata atau potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (12).
Drug Related Problem (DRPs) sering disebut juga dengan Drug Therapy
Problem atau masalah terkait penggunaan obat. Kejadian DRPs ini menjadi
masalah aktual maupun potensial yang sering dibicarakan dalam hubungan
antara farmasi dengan dokter yaitu masalah yang sudah terjadi pada pasien dan
sebagai farmasis harus berusaha untuk menyelesaikan masalahnya, sedangkan
masalah DRPs potensial adalah suatu masalah yang mungkin menjadi resiko
yang dapat berkembang pada pasien jika seorang farmasis tidak melakukan
tindakan untuk mencegahnya. Sehingga seorang farmasis sangat memegang
peranan penting dalam mencegah maupun mengendalikan masalah tersebut (13).

5
6

2. Klasifikasi Drug Related Problems (DRPs)


Drug Related Problems (DRPs) dikategorikan ke dalam 5 kelompok yaitu :
a. Indikasi tanpa obat
Indikasi tanpa obat adalah terjadi ketika ada kebutuhan untuk mengobati
indikasi sebelumnya yang tidak diobati (terapi tambahan), untuk
menambahkan terapi obat sinergis atau potensiasi untuk memberikan terapi
obat profilaksis dan pencegahan. Misalnya, jika seorang pasien sedang
diobati dengan tepat untuk penyakit pembuluh darah perifer, namun tidak
menerima pengobatan untuk efek samping yaitu anemia, kondisi utamanya
sedang diobati tetapi tidak ada terapi obat yang diberikan untuk mengobati
penyakit baru. Contoh lain dari indikasi tanpa obat adalah menggunakan
terapi obat tunggal bukan kombinasi obat yang tepat untuk mengobati
kondisi medis (13).
b. Obat tanpa indikasi
Obat tanpa indikasi adalah suatu kejadian ketika pasien mendapatkan terapi
obat yang tidak diperlukan, yang indikasi klinisnya tidak ada pada saat itu.
Ada beberapa penyebab obat tanpa indikasi. Yang pertama, kondisi medis
dapat lebih tepat diobati dengan terapi tanpa obat seperti diet, olahraga atau
operasi. Yang kedua, pasien mungkin akan mendapatkan Adverse Drug
Reactions (ADR) dari obat utama atau yang sedang dikonsumsi misalnya
pasien sedang mengkonsumsi obat antihistamin akan mendapatkan obat
tambahan seperti antasida untuk mengurangi efek samping dari obat
antihistamin yaitu peningkatan asam lambung. Yang ketiga, penyalahgunaan
narkoba, tembakau dan konsumsi alkohol semua mungkin menyebabkan
masalah. Keempat, terapi obat kombinasi dapat digunakan untuk mengobati
kondisi yang hanya membutuhkan terapi obat tunggal. Sebagai contoh,
beberapa pasien menerima lebih dari satu pencahar untuk pengobatan
sembelit, beberapa pasien menerima lebih dari satu antidiare untuk
pengobatan diare dan beberapa pasien menerima lebih dari satu analgesik
untuk pengobatan nyeri (13).
c. Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Ketidaktepatan pemilihan obat merupakan keadaan di mana pasien telah
diresepkan obat yang salah seperti :
7

1) Terapi obat yang digunakan untuk mengobati kondisi medis pasien tidak
efektif.
2) Terdapat banyak obat yang lebih efektif tetap tidak diresepkan untuk
pasien.
3) Obat yang kontraindikasi atau menimbulkan alergi pada pasien
diresepkan untuk pasien.
4) Pasien menerima terapi obat kombinasi yang sama efektifnya dengan
terapi obat tunggal.
5) Pasien menerima obat yang lebih mahal bukan obat yang lebih murah
dan memiliki efektivitas yang sama (13).
d. Ketidaktepatan pemberian dosis
Ketidaktepatan pemberian dosis dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Dosis rendah
Hal ini sering menyebabkan tenaga kesehatan sulit untuk memastikan
dosis obat yang sesuai untuk pasien yang melakukan dialisis karena
potensi kenaikan komorbiditas dari waktu ke waktu dan mengubah
parameter laboratorium, parameter farmakokinetik, farmakodinamik dan
pada pasien yang mendapatkan perawatan dialisis (13).
Penyebab dosis rendah, seperti frekuensi pemberian dosis yang tidak
sesuai, jarak dan waktu pemberian terapi obat terlalu singkat,
penyimpanan obat yang tidak sesuai misalnya, menyimpan obat di
tempat yang terlalu panas atau lembab, dapat menyebabkan degradasi
bentuk sediaan dan dosis subterapi, pemberian obat yang tidak sesuai dan
interaksi obat (13).
2) Reaksi obat yang merugikan
Reaksi obat yang merugikan didefinisikan sebagai efek negatif yang
tidak diinginkan yang disebabkan oleh obat-obatan yang tidak dapat
diprediksi berdasarkan konsentrasi dosis atau tindakanfarmakologis.
Menurut WHO, reaksi obat yang merugikan Adverse Drug Reactions
(ADR) digambarkan sebagai tanggapan terhadap obat yang berbahaya
dan yang tidak diinginkan, dan yang terjadi pada dosis yang biasanya
digunakan untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit, atau untuk
8

modifikasi fungsi fisiologis. Pasien dapat mengalami reaksi obat yang


merugikan karena pemberian obat yang tidak aman, reaksi alergi,
pemberian obat yang salah, interaksi obat, penurunan atau peningkatan
dosis yang cepat atau efek yang tidak diinginkan dari obat yang tidak
bisa diprediksi (12).
e. Ketidakpatuhan pasien
Istilah adherence lebih disukai daripada compliance dalam praktek medis.
Compliance menunjukkan bahwa pasien menyetujui atau mematuhi intruksi
dokter, sedangkan adherence mendefinisikan pasien sebagai orang yang
cerdas dan mandiri yang mampu membuat keputusan pengobatan
berdasarkan rekomendasi dari resep tersebut. Perbedaan utama antara
adherence dan compliance adalah adherence membutuhkan kesepakatan
pasien untuk rekomendasi resep itu (13).
Ketidakpatuhan pasien merupakan ketidakmampuan pasien atau
keengganan untuk mengikuti regimen obat yang telah diresepkan oleh dokter
dan dinilai secara klinis tepat, efektif dan mampu memberikan hasil yang
diinginkan tanpa efek berbahaya (13).

B. OSTEOARTITIS
1. Definisi Osteoartitis
Artritis adalah istilah umum untuk peradangan (inflamasi) dan pembengkakan
di daerah persendian. Terdapat lebih dari 100 macam penyakit yang
mempengaruhi daerah sekitar sendi, yang paling banyak adalah Osteoartritis
(OA), gout artritis(pirai), Reumatoid Artritis (RA), dan fibromialgia. Gejala
klinis yang sering adalah rasa sakit, ngilu, kaku, atau bengkak di sekitar sendi
(3).
Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang progresif di mana
rawan kartilago yang melindungi ujung tulang mulai rusak, disertai perubahan
reaktif pada tepi sendi dan tulang subkhondral yang menimbulkan rasa sakit dan
hilangnya kemampuan gerak. Insidensi dan prevalensi OA berbeda-beda antar
negara. Penyakit ini merupakan jenis artritis yang paling sering terjadi yang
mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa (3).
9

2. Klasifikasi osteoartritis
Berdasarkan waktu kejadian dan derajat keparahannya osteoarthritis di
klasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu :
a. Osteoarthritis primer
Osteoarthritis primer terjadi setelah usia 45 tahun merupakan proses
penuaan alami, penyebab pasti tidak diketahui dan tidak ada keterkaitan
dengan penyakit sistemik, hal ini terjadi karena adanya perubahan lokal pada
sendi yang menyerang secara perlahan tetapi progresif, dan dapat mengenai
lebih dari satu persendian.Paling sering menyerang sendi yang menanggung
berat badan seperti lutut, panggul, penggung, leher, dan jari-jari.
Osteoarthritis primer dikelompokkan lagi menjadi dua yaitu osteoarthritis
lokal yaitu osteoarthritis yang hanya mengenai suatu sendi spesifik dan
osteoarthritis general yaitu osteoarthritis yang melibatkan tiga atau lebih
sendi (9).
b. Osteoarthritis sekunder
Osteoarthritis sekunder terjadi sebelum usia 45 tahun, biasanya disebabkan
trauma (instabilitas) yang menyebabkan luka pada sendi seperti patah tulang
atau permukaan sendi tidak sejajar, akibat sendi yang longgar, dan
pembedahan pada sendi. Penyebab lain dari osteoarthritis sekunder adalah
kelainan endokrin, inflamasi, faktor genetik dan penyakit metabolik atau
faktor lainnya (9).

3. Etiologi
Beberapa faktor resiko yang berperan dalam kejadian osteoartritis di antaranya
adalah kadar estrogen rendah, kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-1) rendah,
usia, obesitas, jenis kelamin wanita, ras, genetik, aktifitas fisik yang melibatkan
sendi yang bersangkutan, trauma, tindakan bedah ortopedik seperti menisektomi,
kepadatan massa tulang, merokok, endothelial cell stimulating factor dan
diabetes melitus (3). Pada OA primer ada dua faktor resiko utama terjadinya OA
adalah usia meskipun OA sering terjadi pada lansia dimana >70% pada umur 75
tahun, ini bukanlah bersifat universal dan tidak bisa dijadikan sebagai salah satu
manifestasi normal dari penuaan. Kedua yaitu keausan pada tulang subchondral
diketahui mengalami mikrofraktur pada penggunaan normal. Fraktur berulang
10

dan proses penyembuhannya mengakibatkan tulang ini mengalami penurunan


kemampuan dalam mentolerir syok dan bisa meningkatkan risiko terjadinya
patah tulang. Selanjutnya otot melemah dikarenakan kurangnya olahraga,
diiringi dengan nyeri sendi serta berkurangnya penunjang sendi yang adekuat
sebab pertambahan usia. Kerusakan tulang rawan lebih lanjut terjadi jika ada
pergerakan yang abnormal pada sendi.
Adapun pada OA sekunder, dipercepat dengan kerusakan atau malfungsi
sendi. Seperti pada kasus obesitas dan cedera olahraga, dapat menyebabkan
terjadinya gangguan atau proses perbaikan yang tidak tepat sehingga terbentuk
osteofit. Kondisi ini bisa mengakibatkan efek jangka lama hingga 50 tahun yang
merupakan efek dari OA (12).

4. Faktor resiko
a. Obesitas
Osteoartritis pada bagian panggul, lutut, dan tangan sering dihubungkan
dengan peningkatan berat badan. Obesitas merupakan penyebab yang
mengawali osteoartritis, bukan sebaliknya bahwa obesitas disebabkan
immobilitas akibat rasa sakit karena osteoartritis. Pembebanan lutut dan
panggul dapat menyebabkan kerusakan kartilago, kegagalan ligamen dan
dukungan struktural lain. Setiap penambahan berat +½ kg, tekanan total pada
satu lutut meningkat sebesar +1–1½ kg. Setiap penambahan 1 kg
meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis sebesar 10%. Bagi orang
obesitas, setiap penurunan berat walau hanya 5 kg akan mengurangi fakor
risiko osteoartritis di kemudian hari sebesar 50% (13).
b. Okupasi, olahraga, trauma
Hubungan antara okupasi dengan risiko terserang osteoartritis tergantung
dari tipe dan intensitas aktivitas fisiknya. Aktivitas dengan gerakan berulang
atau cedera akanmeningkatkan risiko terjadinya osteoartritis. Aktivitas fisik
dengan tekanan berulang pada tangan atau tubuh bagian bawah akan
meningkatkan risiko osteoarthritis pada sendi yang terkena tekanan. Umur
pada saat cedera akan mempengaruhi peningkatan risiko osteoartritis.
Cedera
11

ligamen pada manula cenderung menyebabkan osteoartritis berkembang


lebih cepat dibanding orang muda dengan cedera yang sama (13).
c. Genetik
Faktor genetik mempunyai peranan penting pada beberapa bentuk
osteoarthritis. Perkembangan osteoarthritis sendi-sendi intraflang distal
tangan (nodus herbeden) dipengaruhi oleh jenis kelamin dan lebih dominan
pada perempuan. Nodus herbeden 10 kali lebih sering ditemukan pada
perempuan dibandingkan laki-laki (8). Faktor keturunan mempunyai peran
terhadap terjadinya osteoarthritis (13). Sinovitis yang terjadi sering
dihubungkan dengan adanya mutasi genetik, yaitu gen Ank. Gen tersebut
berkaitan dengan peningkatan pirofosfat intraselular dua kali lipat yang dapat
menyebabkan sinovitis. Pengaruh faktor genetik mempunyai kontribusi
sekitar 50% terhadap risiko terjadinya osteoartritis tangan dan panggul, dan
sebagian kecil osteoartritis lutut (14).
d. Nutrisi
Fakta menunjukkan bahwa paparan terhadap oksidan bebas secara terus
menerus dalam jangka waktu lama berkontribusi terhadap berkembangnya
penyakit yang berkaitan dengan penuaan (penyakit degeneratif), termasuk
osteoartritis. Karena antioksidan dapat memberikan perlindungan terhadap
kerusakan jaringan, maka asupan tinggi dari antioksidan dapat melindungi
pasien terhadap osteoarthritis (9). Metabolisme normal dari tulang
tergantung pada adanya vitamin D. Kadar vitamin D yang rendah di jaringan
dapat mengganggu kemampuan tulang untuk merespons secara optimal
proses terjadinya OA dan akan mempengaruhi perkembangannya.
Kemungkinan Vitamin D mempunyai efek langsung terhadap kondrosit di
kartilago yang mengalami osteoartritis, yang terbukti membentuk kembali
reseptor vitamin D (14).
e. Hormonal
Hormon seks dan faktor-faktor hormon lain berkaitan dengan perkembangan
osteoarthritis. Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang dan
prevalensi osteoarthritis pada perempuan menunjukkan bahwa hormon
memainkan peranan aktif dalam perkembangan dan progesivitas
12

osteoarthritis. Pada kartilago terdapat reseptor estrogen, dan estrogen


mempengaruhi banyak penyakit inflamasi dengan merubah pergantian sel,
metabolisme, dan pelepasan sitokin. Perempuan perimenopause lebih
cenderung menderita arthritis inflamatorik, hal ini menunjukkan bahwa
estrogen berperan dalam osteoarthritis. Perempuan yang mendapat
estrogen replacement therapy mempunyai kemungkinan menderita
osteoarhtritis lebih kecil (8).
Kartilago sendi biasanya licin, mengkilat, dan basah. Pada sendi yang
sehat, kartilago melindungi permukaan yang bergerak satu sama lain dengan
gesekan sekecil mungkin. Kartilago biasanya menyerap nutrisi dan cairan
seperti spons, dan ini dapat mempertahankan kartilago tetap sehat dan licin.
Pada penderita osteoartritis, kartilago tidak mendapatkan nutrisi dan cairan
yang dibutuhkan.Lama-kelamaan kartilago dapat mengering dan retak
sehingga mengakibatkan kartilago yang kasar bergerak. Pada kasus yang
ekstrim habisnya kartilago menyebabkkan terjadinya kontak antara tulang
dengan tulang. Rasa sakit pada osteoartritis tidak ada hubungannya dengan
rusaknya kartilago tetapi timbul karena aktivasi dari nosiseptif ujung-ujung
saraf di dalam sendi oleh iritan mekanis ataupun kimiawi. Nyeri pada
osteoarthritis dapat disebabkan karena penggelembungan dari kapsul sinovial
oleh peningkatan cairan sendi, mikrofaktur, iritasi periosteal, atau kerusakan
ligamen, sinovium, atau meniscus. Bagian tubuh yang sering terkena
osteoarthritis adalah ujung jari tangan, ibu jari, leher, punggung bawah,
lutut dan panggul (8).

5. Patifisiologi
Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang paling sering mengenai rawan
kartilago. Kartilago merupakan jaringan licin yang membungkus ujung-ujung
tulang persendian. Kartilago yang sehat memungkinkan tulang-tulang
menggelincir sempurna satu sama lain. Selain itu kartilago dapat menyerap
renjatan (shock) dari gerakan fisik. Pada penderita osteoarthritis dengan sobek
dan ausnya lapisan permukaan kartilago. Akibatnya tulang–tulang saling
bergesekan, menyebabkan rasa sakit, bengkak, dan sendi dapat kehilangan
kemampuan bergerak.
13

Akibatnya tulang–tulang saling bergesekan, menyebabkan rasa sakit,


bengkak, dan sendi dapat kehilangan kemampuan bergerak. Lama kelamaan
sendi akan kehilangan bentuk normalnya, dan osteofit dapat tumbuh di ujung
persendian. Sedikit dari tulang atau kartilago dapat pecah dan mengapung di
dalam ruang persendian. Akibatnya rasa sakit bertambah, bahkan dapat
memperburuk keadaan (9).
Kondroisit adalah sel yang bertugas membentuk proteoglikan dan kolagen
pada rawan sendi. Sintesis proteoglikan dan kolagen akan meningkat tajam pada
pasien osteoarthritis, tetapi substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan
yang lebih tinggi sehingga pembentukan tidak mengimbangi kebutuhan.
Sejumlah kecil kartilago tipe 1 menggantikan tipe II yang normal sehingga
terjadi perubahan pada diameter dan prientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanika dari kartilago. Rawan sendi kemudian kehilangan sifat
kompresibilitasnya, walaupun penyebab yang sebenarnya dari osteoarthritis
tetap tidak di ketahui, tatapi kelihatannya proses penuaan ada hubungannya
dengan perubahan-perubahan dalam fungsi kondrosit, menimbulkan perubahan
pada komposisi rawan sendi yang mengarah pada perkembangan
osteoarthritis (8).
Kartilago sendi biasanya licin, mengkilat, dan basah. Pada sendi yang sehat,
kartilago melindungi permukaan yang bergerak satu sama lain dengan gesekan
sekecil mungkin. Kartilago biasanya menyerap nutrisi dan cairan seperti spons,
dan ini dapat mempertahankan kartilago tetap sehat dan licin. Pada penderita
osteoartritis, kartilago tidak mendapatkan nutrisi dan cairan yang dibutuhkan.
Lama-kelamaan kartilago dapat mengering dan retak sehingga mengakibatkan
kartilago yang kasar bergerak. Pada kasus yang ekstrim habisnya kartilago
menyebabkkan terjadinya kontak antara tulang dengan tulang (13).
Rasa sakit pada osteoartritis tidak ada hubungannya dengan rusaknya
kartilago tetapi timbul karena aktivasi dari nosiseptif ujung-ujung saraf di dalam
sendi oleh iritan mekanis ataupun kimiawi. Nyeri pada osteoarthritis dapat
disebabkan karena penggelembungan dari kapsul sinovial oleh peningkatan
cairan sendi, mikrofaktur, iritasi periosteal, atau kerusakan ligamen, sinovium,
atau meniscus ( 8 ) .
14

6. Tanda dan gejala


Gejala klinis yang terjadi pada penderita osteoartritis umumnya berupa nyeri
sendi terutama apabila sendi bergerak atau menanggung beban. Nyeri akan
berkurang bila pasien beristirahat, dan bertambah bila sendi digerakkan atau
memikul beban tubuh. Terjadinya kekakuan sendi setelah sendi tersebut tidak
digerakkan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi
digerakkan. Kekakuan terjadi pada pagi hari yang bertahan dalam beberapa
menit, dibandingkan dengan kekakuan sendiri yang terjadi pada artritis
rheumatoid yang terjadi lebih lama. Spasme otot atau tekanan pada saraf di
daerah sendi yang tertanggu adalah sumber nyeri. Terjadinya kekakuan
keterbatasan dalam gerakan, nyeri tekan lokal, pembesaran tulang di sekitar
sendi , sedikit efusi sendi dan krepitasi (8).
Gejala khas pada penderita osteoarthritis :
a. Perubahan pada tangan adanya nodus herbeden atau pembesaran tulang
sendi interfalang distal dan nodus baucard atau pembesaran tulang
interflangs proksimal.
b. Perubahan pada tulang belakang yang akan menjadi nyeri, kaku, dan
mengalami keterbatasan dalam gerakan, terjadi pertumbuhan tulang yang
berlebihan atau spur dapat mengiritasi radiksyang keluar dari tulang
vertebrata sehingga terjadi perubahan neuromuskular seperti nyeri,
kekakuan, dan keterbatasan gerak.
c. Sakit kepala terjadi sebagai akibat langsung dari osteoarthritis pada tulang
belakang bagian leher.

7. Diagnosis
Sasaran diagnosis osteoarthritis meliputi :
a. Membedakan antara arthritis primer dan sekunder
b. Menegaskan sendi yang mana yang terkena dan tingkat keparahannya
c. Respons terhadap terapi sebelumnya.

Diagnosis osteoarthritis secara dapat dilakukan dengan beberapa cara :


a. Menggali riwayat pengobatan pasien
15

b. Pemeriksaan fisik
1) Adanya hambatan gerak
2) Krepitasi (rasa gemeratak kadang –kadang dapat terdengar pada sendi
yang sakit)
3) Pembengkakan sendi yang asimetris (adanya efusi sendi dan osteofit)
4) Adanya tanda-tanda peradangan (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata dan warna kemerahan)
5) Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen
6) Perubahan gaya berjalan
c. Pemeriksaan laboratorium
Osteoarthritis merupakan gangguan artritis lokal, sehingga tidak ada
pemeriksaan darah khusus untuk menegakkan diagnosa. Uji laboratorium
adakalanya dilakukan untuk menyingkirkan artritis bentuk lain seperti
melalui tes serum untuk mengetahui rheumatoid. Pada osteoarthritis biasanya
laju endap darah akan meningkat bila terjadi sinovitis yang luas.
Pemeriksaan cairan sinovial menunjukkan lebih kental dan adanya
leukositosis ringan (<2000 ml/mm) (12)
d. Pemeriksaan radiologi
Pada gambaran radiologi menunjukkan adanya penyempitan ruang sendi
karena rawan sendi menyusut. Pada sendi lutut penyempitan ruang sendi
dapat terjadi pada salah satu konpartemen saja. Selain itu juga terjadi
peningkatan densitas tulangdi sekitar sendi. Osteofit (spur) bisa terlihat pada
aspek marginal dari sendi, kadang terjadi perubahan kistik dalam berbagai
ukuran.
Bukti radiologis 85% ditemukan pada pasien yang berumur diatas 75
tahun, sedangkan pasien yang mengeluh nyeri dan kaku sendi persentasenya
jauh lebih rendah. Radiogram khusus dapat membantu untuk
mengevaluasi osteoarthritis. Radiogram sendi lutut yang sedang memikul
beban tubuh dapat memberikan gambaran lebih baik tentang efek penyakit
bila dibandingkan dengan gambaran sendi yang tidak sedang memikul beban
tubuh. Osteoartritis bukan suatu penyakit yang simetris, sehingga pembuatan
radiogram sendi kontralateral akan dapat membantu (8).
16

C. PENATALAKSANAAN OSTEOARTRITIS
Penatalaksanaan osteoarthritis bersifat multifokal dan individual. Tujuan
penatalaksanaan osteoarthritis untuk mencegah atau menahan kerusakan yang lebih
lanjut pada sendi tersebut, untuk mengatasi nyeri dan kaku sendi dalam
mempertahankan mobilitas. Melindungi sendi dari trauma untuk memperlambat
perjalanan penyakit. Evaluasi pola bekerja dan aktivitas sehari-hari membantu
untuk mencegah segala kegiatan yang meningkatkan tegangan berat badan pada
sendi yang sakit (8). Tujuan terapi osteoarthritis ada 5 yaitu :
1. Menghilangkan rasa nyeri dan kekakuan
2. Menjaga atau meningkatkan mobilitas sendi
3. Membatasi kerusakan fungsi
4. Mengurangi faktor penyebab
5. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup
Terapi farmakologis untuk penatalaksanaan rasa nyeri, paling efektif bila
dikombinasikan dengan strategi terapi non farmakologis. Terapi non farmakologis
adalah dasar dari rencana asuhan kefarmasian untuk osteoartritis, harus dilaksanakan
untuk semua pasien dan dimulai sebelum atau bersama-sama dengan analgesik
sederhana seperti parasetamol. Komunikasi antara pasien, klinisi, dan farmasis
merupakan faktor yang penting dalam penatalaksanaan rasa nyeri, hasil terapi
terbaik dapat dicapai dengan aliansi pihak-pihak ini (9).
Penatalaksanaan osteoarthritis meliputi kombinasi 2 terapi yaitu terapi
farmakologi dan non farmakologi. Keduanya efektif dalam mengurangi rasa sakit,
cacat fisik dan membatasi kerusakan pada sendi yang terkena.The American Collage
of Rheumathology (ACR), the European League Against Rheumatism (EULAR), the
Osteoarthritis Research Society International (OARSI), and the American Academy
of Orthopaedic Surgeons (AAOS) juga merekomendasikan penatalaksanaan pasien
dengan diagnosa osteoarthritis dilakukan kombinasi terapi farmakologi dan non
farmakologi (2).
1. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi terdiri dari terapi fisik, edukasi dengan melakukan
intervensi agar pasien mampu melakukan ontrol terhadap diri sendiri,
perubahan gaya hidup pasien dalam upaya menurunkan berat badan (18).
17

Terapi non farmakologi meliputi edukasi pasien, terapi fisik, okupasional,


aplikasi dingin atau panas, latihan Fisik, istirahat dan merawat persendian,
penurunan berat badan, bedah (pilihan terakhir), akupunktur, biofeedback,
cognitive behavioural therapy, hypnosis, teknik relaksasi (yoga dan meditasi).
Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat melakukan aktivitas
optimal dan tidak tergantung pada orang lain. Terapi ini terdiri dari pendinginan,
pemanasan dan latihan penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik dan terapi
kerja dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak
sendi dan latihan aerobik. Latihan tidak hanya dilakukan pada pasien yang tidak
menjalani tindakan bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien yang akan dan
sudah menjalani tindakan bedah, sehingga pasien dapat segera mandiri setelah
pembedahan dan mengurangi komplikasi akibat pembedahan (9).
Langkah awal pada terapi non farmakologi adalah memberikan edukasi pada
pasien tentang peyakit, prognosis, dan pendekatan manajemennya. Pemberian
konseling diet bagi pasien dengan obesitas juga sangat diperlukan (13).
1. Terapi fisik dan Occupational Therapy
Terapi fisik panas atau dingin akan membantu menjaga dan mengembalikan
rentang gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan kejang otot. Mandi atau
berendam air hangat mengurangi rasa sakit dan kekakuan. Efek fisiologi dari
suhu adalah relaksasi otot dan mengurangi rasa sakit. Analgesik yang lebih
baik kadang diperoleh dengan aplikasi es daripada panas (19).
Beberapa cara penyembuhan tanpa obat yang dapat dilakukan (9) :
a. Handuk hangat, kantung panas (hot packs), atau mandi air hangat,
dapat mengurangi kekakuan dan rasa sakit.
b. Kantung es (cold packs) dibungkus handuk dapat menghilangkan rasa
sakit atau mengebalkan bagian yang ngilu. osteoartritis di lutut, pasien
dapat memakai sepatu dengan sol tambahan yang empuk untuk
meratakan pembagian tekanan akibat berat, dengan demikian akan
mengurangi tekanan di lutut.
2. Edukasi pasien
Edukasi kepada pasien, keluarga pasien, teman merupakan bagian integral
dari penatalaksanaan osteoarthritis. Pasien harus dimotivasi untuk
berpartisipasi
18

dalam program-program yang ada misalnya program edukasi pasien,


program self-management, kelompok pendukung arthritis. Dalam studi-studi
ternyata pasien yang berpartisipasi akan mengalami penurunan rasanyeri,
penurunan frekuensi kunjungan ke dokter, peningkatan aktivitas fisik, dan
peningkatan kualitas hidup (20).
Pasien didorong untuk membaca brosur, pamflet, buku panduan dan
melakukan konseling tentang osteoarthritis yang di dapat dari
perkumpulan osteoartritis, internet maupun dari sumber-sumber yang lain.
Dalam program ini pasien belajar memahami osteoarthritis proses penyakit,
prognosis, pilihan terapi, dan perubahan paradigma bahwa osteoartritis
dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat dihindari, merupakan proses
penuaan, belajar mengurangi rasa sakit, latihan fisik dan relaksasi,
komunikasi dengan staf kesehatan, dan pemecahan masalah, dapat
menghadapi secara fisik, emosi dan mental, mempunyai kendali lebih baik
terhadap osteoartritis, meningkatkan percaya diri untuk hidup aktif dan
mempunyai hidup yang tidak tergantung orang lain. Hasil studi menegaskan
bahwa konsep peningkatan komunikasi dan edukasi adalah faktor penting
untuk mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan fungsi pada pasien
osteoartritis, selain itu bahwa program ini menguntungkan untuk jangka
panjang (9).
3. Latihan fisik
Jumlah dan bentuk olahraga tergantung dari persendian yang terlibat,
kestabilan dan adanya indikasi dilakukan pembedahan sebelumnya. Latihan
fisik secara teratur (penguatan, rentang gerakan, isometrik, isotonik,
isokinetik, postural), kartilago dapat dipertahankan tetap sehat, mendorong
gerakan, dan membantu pengembangan otot dan tendon untuk meredam
tekanan dan mencegah kerusakan selanjutnya akibat osteoartritis. Latihan
fisik juga bertujuan membantu menjaga dan mengembalikan rentang
pergerakan sendi dan mengurangi rasa sakit spasmus otot. Program olahraga
dengan menggunakan teknik isometrik didesain untuk menguatkan otot,
memperbaiki fungsi sendi dan pergerakan, menurunkan ketidakmampuan,
rasa sakit, dan kebutuhan akan penggunaan analgesik (13).
19

Ada panduan dari American Geriatrics Society untuk latihan fisik bagi
pasien osteoartritis. Lebih dianjurkan latihan fisik isometrik dibandingkan
dengan isotonik karena isotonik akan memperburuk sendi yang terkena.
Latihan fisik harus diajarkan kepada pasien sebelum pasien mempraktekan di
rumah. Latihan fisik sebaiknya dilakukan tiga sampai empat kali sehari. Bila
terasa sakit, kurangi pengulangan. Rujukkan kepada terapis fisik atau
okupasi sangat dibutuhkan bagi pasien yang sudah cacat fungsi sendinya.
Terapis dapat menilai kekuatan otot, stabilitas sendi, dan dapat
merekomendasikan latihan fisik dan metoda untuk melindungi sendi yang
terkena, dari tekanan berlebihan. Terapis juga dapat memberikan alat bantu
seperti tongkat yang dipakai saat latihan fisik maupun kegiatan sehari-hari
(21).
Beberapa contoh latihan fisik :
a. Latihan untuk menguatkan (latihan dengan ban elastik, alat tidak
mahal, menambah resistensi).
b. Aktivitas aerobik (membuat paru dan peredaran darah lebih baik)
c. Aktivitas rentang gerakan (membuat sendi lentur, lemah gemulai)
d. Latihan kegesitan, ketangkasan (menjaga kegesitan sehari-hari)
e. Latihan untuk menguatkan leher dan punggung (menguatkan tulang
belakang kuat dan lentur)
Pasien harus belajar melakukan latihan ini secara benar, karena kalau
tidak, justru dapat menimbulkan masalah. Beberapa penyakit yang
kontraindikasi untuk latihan fisik dapat melakukan ombinasi aerobik
(berjalan), latihan resistensi (olahraga beban), dan peregangan (yoga) akan
sangat membantu pasien osteoarthritis (9).
Tabel II.1. Beberapa penyakit yang kontraindikasi untuk melakukan
latihan fisik bagi pasien osteoarthritis (9)
Mutlak Relatif
Aritmia yang tidak terkontrol Kardiomiopati
Heart Block tingkat tiga Penyakit jantung vulvular
Perubahan elektrokardiograf Baru Tekanan darah tidak terkendali
Penyakit metabolik yang tidak
Angina tidak stabil
terkendali
Acute myocardial infarction
20

4. Pengendalian Berat Badan


Kelebihan berat badan meningkatkan beban biomekanik pada sendi
penyangga berat dan merupakan faktor utama yang dapat memperberat
penyakit osteoartritis. Maka penurunan berat badan mendekati berat badan
ideal sangat diperlukan. Kelebihan berat badan meningkatkan beban
biomekanik pada bantalansendi. Penurunan berat badan 5 kg dapat
menurunkan beban sendi dalam menahan beban. Penurunan berat badan
dikaitkan dengan penurunan gejala dan kecacatan. Intervensi diet untuk
pasien osteoarthritis dengan kelebihan berat badan sangat penting dan pasien
harus dimotivasi dalam mengikuti program penurunan berat badan
terstruktur (13).
Modifikasi gaya hidup termasuk penurunan berat badan, kegiatan
berjalan atau melompat beralih latihan berenang atau bersepeda,
danmeminimalkan kegiatan yang memperburuk kondisi, seperti memanjat
tangga.Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk memperparah kondisi
osteoarthritis terutama pada lutut. Penurunan berat badan ini sangat berguna
untuk pasien yang menderitaobesitas karena telah menunjukkan manfaat
yang signifikan dalam meningkatkan gejala dan perkembangan artritis,
mengurangi rasa sakit danmeningkatkan fungsi fisik. Hal ini dapat dicapai
melaluiprogram diet rendah kalori intensif. perubahan gaya hidup ini harus
dilakukan terus selama hidup. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
penurunan berat badan 10% dan meningkatkan fungsi fisik sebesar 28%
(22).
5. Istirahat dan merawat persendian
Rencana penyembuhan termasuk penjadwalan istirahat. Pasien harus belajar
mendeteksi tanda-tanda tubuh, harus bisa mengatur aktivitas sehari-hari
untuk mencegah rasa sakit karena aktivitas berlebihan. Pasien bisa
melakukan teknik relaksasi, pengurangan stres, dan biofeedback sangat
membantu. Penggunakan tongkat atau bidai untuk melindungi persendian
dari tekanan. Bidai atau penahan (braces) memberikan dukungan ekstra pada
otot yang lemah. Mereka juga menjaga persendian pada posisi yang benar
selama tidur maupun beraktivitas. Bidai hanya dipakai untuk masa
terbatas sebab otot
21

membutuhkan latihan untuk mencegah kekakuan dan kelemahan.Terapis


atau dokter dapat membantu menentukan bidai yang tepat (9).
6. Pembedahan
Prosedur pembedahan (misalnya osteotomy, pengangkatan sendi,
penghilangan osteofit, artroplasti parsial atau total, joint fusion)
diindikasikan untuk pasien dengan rasa sakit parah yang tidak memberikan
respon terhadap terapi konservatif atau rasa sakit yang menyebabkan
ketidakmampuan fungsional substansial dan mempengaruhi gaya hidup
(13).
Kebanyakan orang, operasi dapat menghilangkan rasa sakit dan cacat
akibat osteoartritis. Bedah arthroscopic merupakan pembedahan pada lutut
dengan cara memasukkan arthroscope dimasukkan dalam sendi lutut
bertujuan untuk pembilasan, menghilangkan partikulat seperti fragmen
kartilago dan kristal kalsium sehingga permukaan articular dan osteofit
menjadi lebih halus. Prosedur ini untuk mengurangi sinovitis dan
menghilangkan interferensi mekanis gerakan sendi (23).
Ahli bedah memilihkan desain dan komponen prostese sesuai dengan
berat pasien, sex, umur, tingkat aktivitas dan kondisi medis lain. Keputusan
untuk dibedah tergantung beberapa hal. Dokter maupun pasien
menganggap tingkat kecacatan, intensitas rasa sakit, gangguan dengan gaya
hidup , umur , dan pekerjaan pasien.Saat ini, lebih dari 80% dari kasus bedah
osteoartritis adalah penggantian sendi panggul dan lutut. Setelah operasi dan
rehabilisasi, pasien biasanya hilang rasa nyeri dan bengkaknya berkurang,
dan lebih mudah bergerak (9).

2. Terapi Farmakologi
Terapi obat pada osteoarthritis ditargetkan untuk menghilangkan dan
mengurangi rasa sakit serta meningkatkan fungsi. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam memberi obat untuk pasien osteoarthritis antara lain
intensitas rasa sakit, efek samping yang potensial dari obat dan penyakit
penyerta. Osteoarthritis umumnya dialami pasien lanjut usia dengan
berbagai kondisi medis lainnya dan pengobatan osteoarthritis digunakan
dalam jangka panjang maka terapi obat berfokus pada kebutuhan
22

pasien tiap individu. Beberapa obat yang digunakan pada pengobatan


osteoarthritis antara lain :
1. Paracetamol
Parasetamol merupakan analgesik non opioid lini pertama yang
diberikan pada penderita osteoartritis dengan keluhan nyeri yang tidak
begitu berat sebelum pemberian analgetika yang lebih kuat. Paracetamol
cenderung aman dan dapat ditoleransi dengan baik, terutama pada pasien
usia tua. Kombinasi parasetamol atau opiat seperti coproxamol bisa
digunakan jika parasetamol saja tidak membantu. Tetapi jika
dimungkinkan, penggunaan opiat yang lebih kuat hendaknya dihindari
(13).
Paracetamol direkomendasikan dalam penatalaksanaan osteoarthritis
dalam mengaatasi rasa nyeri sebagai analgesik lini pertama.
Rekomendasi ini berdasarkan penelitian yang menunjukkan keefektifan
asetaminofen yang sangat baik dibandingkan dengan plasebo dalam
mengobati rasa sakit karena OA dan bila dibandingkan dengan NSAID
yang secara konsisten menyebabkan timbulnya efek samping lebih besar
(24).
2. Opioid
Pada nyeri akut yang sangat berat pemberian morfin sulfat secara IM
atau IV dosis 10 mg dapat membantu mengurangi rasa nyeri. Pemberian
morfin secara oral tidak efektif karena obat langsung mengalami
biotransformasi di liver dan dieksresi ke dalam urin. Tramadol sebagai
analgetika yang kuat mempunyai sediaan oral selain injeksi, bekerja
dengan menghambat reuptake serotonin dan norefinefrin. Dosis tramadol
adalah 50 – 100 mg setiap 6 jam. Opioid dibedakan menjadi opioid
aksi pendek (morfin sulfat, kodein, hidrokodon, oksikodon, hidromorfin,
profoksifen, tramadol, metadon) dan opioid aksi lama (Morfin-SR,
oksikodon-SR, fentanil transdermal) (3).
3. NSAIDs ( Non Steroid AntiInflamasi Drugs)
NSAIDs merupakan pengobatan osteoarthritis lini kedua bila
pengobatan pada lini pertama dengan paracetamol pasien masih
menunjukkan gejala selain itu diberikan pada osteoarthritis dengan nyeri
sedang sampai berat. NSAIDs direkomendasikan untuk bila nyeri
persisten dan tidak
23

teratasi dengan paracetamol maupun NSAIDs topikal. Penggunaan


NSAIDs menunjukkan keberhasilan yang lebih besar dengan kasus
osteoarthritis pada lutut dan panggul dengan tingkat keparahan yang
tinggi ( 1 3 ) .
NSAIDs mempunyai aktifitas antiinflamasi, analgesik dan
antipiretik, namun obat – obat golongan ini tidak bisa menghentikan
perjalanan alamiah suatu penyakit rematik. Prinsip mekanisme NSAIDs
sebagai analgetik adalah blokade sintesa prostaglandin melalui hambatan
cyclooxcigenase (Enzim COX-1 dan COX-2), dengan mengganggu
lingkaran cyclooxygenase. Enzim COX-1 adalah enzim yang terlibat
dalam produksi prostaglandin gastroprotective untuk mendorong aliran
darah di gastrik dan menghasilkan bikarbonat. COX-1 berada secara
terus menerus di mukosa gastrik, sel vascular endotelial, platelets,
renalcollecting tubules, sehingga prostaglandin hasil dari COX-1 juga
berpartisipasi dalam hemostasis dan aliran darah di ginjal. Sebaliknya
enzim COX-2 tidak selalu ada di dalam jaringan, tetapi akan cepat
muncul bila dirangsang oleh mediator inflamasi, cedera atau luka
setempat, sitokin, interleukin, interferon dan tumor necrosing factor.
Blokade COX-1 (terjadi dengan NSAID nonspesifik) tidak diharapkan
karena mengakibatkan tukak lambung dan meningkatnya risiko
pendarahan karena adanya hambatan agregasi platelet. Hambatan dari
COX-2 spesifik dinilai sesuai dengan kebutuhan karena tidak
memiliki sifat di atas, hanya mempunyai efek antiinflamasi dan
analgesik (13).
4. Terapi lokal
Menurut The European Society for Clinical and Economic Aspects of
Osteoporosis and Osteoarthritis (ESCEO) merekomendasikan
pemberian asam hialuronat intra artikular untuk managemen
osteoarthritis lutut pada pasien yang tetap merasakan gejala walaupun
sudah diberikan NSAID. Penelitian membuktikan bahwa injeksi asam
hiauronat memberikan manfaat yang signifikan dalam mengurangi rasa
nyeri dengan cara viskoskalasi mekanis sendi yang memungkinkan
penyerapan pelumas dan pembentukan kembali homeostatis sendi
melalui induksi produksi
24

asam hialuronat endogen yang berlanjut cukup lama setelah pemberian


injeksi eksogen (25).
Pemberian injeksi asam hialuronat merupakan salah satu dalam
penatalaksanaan osteoarthritis. Asam hialuronat mempunyai molekul
tinggi dengan berat polisakarida yang terkandung di dalam cairan
sinovial dan berkontribusi pada elastisitas dan viskositas. Cairan sinovial
berperan dalam membantu mempertahankan karakteristik struktural dan
fungsional dari matriks tulang rawan. Hal ini juga menghambat
pembentukan dan pelepasan prostaglandin, menginduksi agregasi dan
sintesis proteoglikan, dan memodulasi inflamasi. Degradasi asam
hialuronat dapat meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan kartilago
artikular. Osteoarthritis menyebabkan penurunan ukuran molekuler dan
konsentrasi asam hialuronat dalam cairan sinovial. Menurut penelitian
injeksi asam hialuronat mampu mengembalikan viskoelastisitas cairan
sinovial, meningkatkan aliran cairan sendi, menormalkan sintesis
hialuronat, menghambat degradasi hialuronat, mengurangi nyeri sendi
dan memperbaiki fungsi sendi (26).
5. Glukosamin dan kondroitin
Menurut The European Society for Clinical and Economic Aspects of
Osteoporosis and Osteoarthritis (ESCEO) glukosamin dan kondroitin
direkomendasikan untuk penatalaksanaan osteoartritis lutut kronis
sebagai obat slow acting simtomatik pada jangka menengah sampai
jangka panjang. Glukosamin bila diberikan dengan dosis sekali sehari
(1500 mg) terbukti mampu mengurangi rasa sakit dengan efek
modifikasi penyakit, menunda perubahan struktural sendi sehingga dapat
menunda kebutuhan total sendi, pengurangan kebutuhan analgetik dan
NSAID (27).

D. NSAIDs (Non Steroid Antiinflammatory Drugs)


1. Mekanisme Kerja Obat
Prinsip mekanisme NSAIDs sebagai analgetik adalah blokade sintesa
prostaglandin melalui hambatan cyclooxcigenase (Enzim COX-1 dan COX-2),
25

dengan mengganggu lingkaran cyclooxygenase. Enzim COX-1 adalah enzim


yang terlibat dalam produksi prostaglandin gastroprotective untuk mendorong
aliran darah di gastrik dan menghasilkan bikarbonat. COX-1 berada secara terus
menerus di mukosa gastrik, sel vascular endotelial, platelets, renalcollecting
tubules, sehingga prostaglandin hasil dari COX-1 juga berpartisipasi dalam
hemostasis dan aliran darah di ginjal. Sebaliknya enzim COX-2 tidak selalu ada
di dalam jaringan, tetapi akan cepat muncul bila dirangsang oleh mediator
inflamasi, cedera atau luka setempat, sitokin, interleukin, interferon dan tumor
necrosing factor. Blokade COX-1 (terjadi dengan NSAID nonspesifik) tidak
diharapkan karena mengakibatkan tukak lambung dan meningkatnya risiko
pendarahan karena adanya hambatan agregasi platelet. Hambatan dari COX-2
spesifik dinilai sesuai dengan kebutuhan karena tidak memiliki sifat di atas,
hanya mempunyai efek antiinflamasi dan analgesik (13).

2. Indikasi Obat
Indikasi penggunaan NSAID antara lain rheumatoid artritis (RA) (kecuali
ketorolak, asam mefenamat dan meloksikam) dan osteoarthritis (OA) (kecuali
ketorolak dan asam mefenamat untuk meredakan gejala, mengatasi nyeri ringan
dan sedang, desmenorea pimer (28).

3. Kontraindikasi
NSAID dikontraindikasikan untuk pasien dengan riwayat hipersensitivitas
terhadap asetosal atau NSAID lainnya termasuk serangan asma, angioderma,
urtikaria, atau rhinitis yang dipicu oleh asetosal atau NSAID lainnya. NSAID
sebaiknya tidak diberikan kepada pasien yang mengidap tukak lambung aktif.
Pasien yang sebelumnya atau sedang , mengidap tukak atau pendarahan saluran
cerna, lebih baik menghindarinya dan menghentikannya jika muncul lesi saluran
cerna.Semua NSAID kontra indikasikan pada pasien gagal jantung parah.
Diklofenak dan inhibitor selektif cyclo-oxygenase-2 (celecoxib, etoricoxib,
danparecoxib) dikontraindikasikan pada penyakit jantung iskemik,
penyakitserebrovaskular, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung ringan
sampai berat (BNF, 2014).
26

4. Peringatan
NSAID harus digunakan dengan hati-hati pada pasien usia lanjut, pada
gangguan alergi, selama kehamilan dan menyusui, dan pada gangguan
koagulasi. Pada pasien gagal ginjal, payah jantung atau gagal hati, dibutuhkan
kehati-hatian karena penggunaan NSAID dapat memperburuk fungsi
ginjal.Dosis harus dijaga serendah mungkin dan fungsi ginjal harus
dimonitoring. NSAID juga sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang
menderita tukak lambung aktif. NSAID non- selektif lainnya harus digunakan
dengan hati-hati pada hipertensi yang tidak terkontrol, gagal jantung, penyakit
jantung iskemik, penyakit arteri perifer, penyakit serebrovaskular, dan bila
digunakan dalam jangka panjang pada pasien dengan faktor risiko kejadian
kardiovaskular (17).

5. Efek Samping Obat


NSAID dapat mengakibatkan beberapa gangguan kardiovaskular. Semua
penggunaan NSAID (termasuk penghambat selektifsiklooksigenase-2) dengan
sedikit peningkatan dapat beresiko terjadinya thrombosis (misalnya infark
miokard dan stroke).Resiko tersebut meningkat bila menerima dalam dosis
tinggi dan dalam jangka waktu yang lama. Penghambat selektif siklooksigenase
-2 seperti diklofenak (150 mg perhari) dan ibuprofen (2,4 g sehari) dapat
meningkatkan resiko trombotik. Dosis efektif terendah harus diresepkan untuk
jangka pendek agar dapat mengendalikan faktor resiko. Kebutuhan untuk
pengobatan jangka panjang harus ditinjau ulang secara berkala (17).
NSAID dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal. Sebagian besar NSAID
dikaitkan dengan toksisitas gastrointestinal yang serius, risikonya lebih tinggi
pada lansia. Bukti keamanan relatif NSAID non- selektif menunjukkan
perbedaan resiko yang serius terhadap efek samping gastrointestinal.
Piroksikam, ketoprofen, dan ketorolak mempunyai resiko tertinggi. Indometasin,
diklofenak, dan naproxen mempunyai resiko sedang, dan ibuprofen mempunyai
risiko paling rendah (walaupun dosis tinggi ibuprofen dikaitkan dengan risiko
menengah). Penghambat selektifdari cyclo-oxygenase-2 mempunyai resiko efek
samping pada gastro-intestinal bagian atas yang serius lebih rendah daripada
NSAID non selektif. Rekomendasi yang terkait dengan NSAID risiko rendah
27

seperti Ibuprofen umumnya lebih disukai dan sebaiknya dimulai dari dosis
terendah dosis terendah dan jangan di gunakan lebih dari satu NSAID oral pada
satu waktu yang sama (17).

Tabel II.2. Rekomendasi dosis NSAIDs (Non Steroid Antiinflammatory Drug)


untuk pengobatan osteoarthritis (17)
Obat Dosis awal Dosis pemeliharaan
Aspirin 325 mg, 3 kali 325-650 mg 4 kali perhari
perhari
Celexocib 100 mg perhari 100 mg dua kali perhari atau
200 mg perhari
Diklofenak IR 50 mg dua kali 50-75 mg dua kali perhari
perhari
Diklofenak XR 100 mg perhari 100-200 mg perhari
Diflunisal 250 mg dua kali 500-750 mg dua kali perhari
perhari
Etodolak 300 mg dua kali 400-500 mg dua kali perhari
perhari
Fenoprofen 400 mg 3 kali 400-600 mg 3-4 kali perhari
perhari
Flubiprofen 100 mg dua kali 200-300 mg perhari terbagi
perhari dalam 2-4 dosis
Ibuprofen 200 mg 3 kali 1200-3200 mg perhari
perhari terbagi dalam 3-4 dosis

Indometasin 25 mg dua kali Titrasi dosis mulai dari 25-


50 mg/hari sampai nyeri
Perhari
terkontrol atau maksimum
50 mg perhari
Indomethasin SR 75mg SR perhari Dapat dititrasi sampai 75 mg
SR dua kali per hati jika
dibutuhkan
Ketoprofen 50 mg 3 kali perhari 50-75 mg 3-4 kali perhari
Meklofenamat 50 mg 3 kali perhari 50-100 mg 3-4 kali perhari
Asam mefenamat 250mg 3 kali perhari 250 mg 4 kali perhari
Meloksikam 7,5 mg perhari 15 mg perhari
Nabumetone 500 mg perhari 500-1000mg 1-2 kali perhari
28

E. NYERI
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (18). Nyeri merupakan
kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena
perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatnya, dan hanya
orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (19).
1. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan waktu
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu (durasi) dari 1 detik
sampai dengan kurang dari enam bulan. Disebut nyeri akut bila penyebab
dan lokalisasi nyeri jelas. Umumnya berhubungan dengan kerusakan
jaringan dan nyeri hilang bila kerusakan jaringan membaik. Nyeri akut
mumnya terjadi padacedera, penyakit akut, atau pada pembedahan dengan
awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi (sedang sampai
berat).
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam bulan.
Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur, intermiten, atau bahkan
persisten. Karakteristik nyeri kronis adalah penyembuhannya tidak dapat
diprediksi meskipun penyebabnya mudah ditentukan (namun, pada beberapa
kasus sulit ditemukan). Nyeri kronis dapat menyebabkan pasien merasa
putus asa danfrustasi. Nyeri ini dapat menimbulkan kelelahan mental dan
fisik.

2. Klasifikasi Berdasarkan Organ


a. Nyeri organik
Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (aktual atau
potensial) organ. Penyebab nyeri umumnya mudah dikenali dengan adanya
cedera, penyakit, atau pembedahan terhadap salah satu atau beberapa organ.
b. Nyeri neurogenik
Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada
neuralgia. Nyeri ini dapat terjadi secara akut maupun kronis.
29

c. Nyeri psikogenik
Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psikologis. Gangguan
ini lebih mengarah pada gangguan psikologis dari pada gangguan organ.
Penderita yang menderita memang mengalaminya. Nyeri ini umumnya
terjadi ketikaefek- efek psikogenik seperti cemas dan takut timbul pada
pasien (18).

3. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Nyeri


a. Nyeri ringan
Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu melakukan
aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.
b. Nyeri sedang
Nyeri sedang adalah nyeri terus menerus, aktivitas terganggu yang hanya
hilang apabila penderita tidur.
c. Nyeri berat
Nyeri berat adalah nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari,
penderita tak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri sewaktu tidur.

4. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Nyeri


a. Nyeri superfisial biasanya timbul akibat stimuIasi terhadap kulit seperti pada
laserasi, luka bakar, dan sebagainya. Nyeri jenis ini memiliki durasi yang
pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam.
b. Nyeri somatik dalam (deep somatic pain)
Nyeri somatik dalam adalah nyeri yang terjadi pada otot dan tulang serta
struktur penyokong lainnya, umumnya nyeri bersifat tumpul dan distimulasi
dengan adanya peregangan dan iskemia.
c. Nyeri visceral
Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ internal.
Nyeri yang timbul bersifat difus dan durasinya cukup lama. Sensasi yang
timbul biasanya tumpul.
d. Nyeri alih (referred pain)
Nyeri alih adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang
menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau
lokasi.
30

5. Respon terhadap Nyeri


Respon terhadap nyeri meliputi Respon fisiologis dan Respon perilaku.Untuk
nyeri akut, respon fisiologisnya adalah adanya peningkatan tekanan darah (awal)
peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, dan keringat
dingin. Respon perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan berkonsentrasi,
ketakutan, dan distres. Untuk nyeri kronis, respon fisiologisnya adalah tekanan
darah normal, denyut nadi normal, pupil normal, kulit kering. Respon
perilakunya berupa imobilisasi atau ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan putus
asa, karena tidak ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis
(18).

F. REKAM MEDIS
Menurut peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008, Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemerikasaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain kepada pasien (20).
1. Isi Rekam Medis Rawat Jalan
Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan
sekurang-kurangnya memuat :
a. Identitas pasien.
b. Tanggal dan waktu.
c. Hasil anamnesis, mencakup keluhan dan riwayat penyakit.
d. Sail pemeriksaan fisik dan penunjang medik.
e. Rencana penatalaksanaan.
f. Pengobatan dan atau tindakan.
g. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
h. Untuk pasien kusus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik,dan
i. Persetujuan tindakan bila diperlukan.

2. Isi Rekam Medis Rawat Inap


Isi rekam medis dan perawatan satu hari sekurang-kurangnya memuat :
a. Identitas pasien.
b. Tanggal dan waktu.
31

c. Hasil anamnesis, mencakup keluhan dan riwayat penyakit.


d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik.
e. Diagnosis.
f. Rencana penatalaksanaan.
g. Pengobatan dan tau tindakan.
h. Persetujuan tindakan bila diperlukan.
i. Catatan observasi klinis dan pengobatan.
j. Ringkasan pulang (discharge summary).
k. Nama dan tandatangan dokter. Dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan.
l. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, dan
m. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan ondotogram.

3. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat, sekurang-kurangnyamemuat :


a. Identitas pasien.
b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan.
c. Identitas pengantar pasien.
d. Tanggal dan waktu.
e. Hasil anamnesis, mencakup keluhan dan riwayat penyakit.
f. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik.
g. Diagnosis.
h. Pengobatan dan atau tindakan.
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat
darurat dan rencana tindakan lanjut (22).

G. RENCANA ASUHAN FARMASI


Rencana asuhan kefarmasian bagi pasien oateoartritis secara garis besar pada
prinsipnya adalah terdiri dari empat komponen yakni melaksanakan managemen
DRPs, menjaga dan berupaya agar pedoman penatalaksanaan pasien oateoartritis
berjalan sebagaimana telah disepakati berdasarkan standar pelayanan profesi dan
kode etik yang telah ditetapkan, melaksanakan pemberdayaan pasien dalam hal
penggunaan obat secara cerdas serta bijak dan pengetahuan tentang osteartritis.
32

Tabel II. 3. Empat prinsip dasar tujuan dari rencana Pharmaceutical care (21)
No Empat prinsip dasar tujuan dari renacana pharmaceutical care
1. Melaksanakan managemen DRPs
2. Terapi berjalan sesuai Guidelines penatalaksanaan SKA
3. Pendidikan dan informasi
4. Penelitian

Pada umumnya penderita penyakit oateoartritis yang dirawat di rumah sakit


dengan kondisi multiple disease serta mendapat terapi lebih dari satu macam obat
(multiple drug therapy). Kondisi tersebut dapat menjadi berisiko tinggi atau
cenderung mengalami masalah-masalah yang berkaitan dengan obat atau drug-
related problems (DRPs) yang akan mempengaruhi outcome dari penggunaan obat
tersebut. Karena biasanya penderita yang menggunakan banyak obat dan mengalami
multiple disease, merupakan faktor yang dapat meningkatkan terjadinya drug
induced disease, interaksi, efek samping obat dan kurang efisiennya proses
pengobatan.
Pelaksanaan asuhan kefarmasian, apoteker dapat berperan dari awal atau bisa
dilaksanakan sebelum penderita ke rumah sakit, di rumah sakit dan atau setelah
keluar dari rumah sakit atau komunitas (21).

H. RUMAH SAKIT
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Di Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (21).
Rumah Sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan
dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan.
Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian
(21).
33

1. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit


a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan;
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
d. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis serta
farmasi klinik.

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Rumah sakit mempunyai tugas dan fungsi dalam pelayanan sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

3. Jenis Rumah Sakit


Rumah sakit dapat dibagi 2 berdasarkan jenis pelayanan dan penggelolaannya.
a. Rumah Sakit umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
b. Rumah Sakit khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan pelyanan utama
pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

4. Klasifikasi Rumah Sakit


Klasifikasi berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit :
a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub
spesialistik luas.
b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
34

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas


spesialistik dan sub spesialistik luas.
c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampua pelayanan medik spesialistik dasar.
d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (21).

I. PROFIL RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS


Rumah Sakit Royal Progress merupakan rumah sakit umum tipe B yang terletak di
jl. Danau Sunter Utara, Sunter Paradise 1, Jakarta Utara. Rumah Sakit Royal
Progress mempunyai visi, misi, moto dan tujuan sebagai berikut :
1. Visi : Meningkatkan kualitas kehidupan lahir batin manusia secara seimbang
serta lingkungan hidup sejalan dengan waktu
2. Misi : Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna (preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif) yang berkualitas tinggi, berstandar internasional, dan
beriorientasi pada kepuasan pelanggan.
3. Moto : Melayani dengan penuh cinta kasih
4. Nilai : Tuntunan dan pandangan umum orang yang bekerja di Rumah Sakit
Royal Progress. Nilai Rumah Sakit Royal Progress secara umum adalah
PROGRESSS yaitu :
PRO : Proaktif dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan Rumah Sakit Royal
Progress
G : Gigih dalam meningkatkan terus profesionalisme berlandaskan etika profesi
dan berorientasi pada kepuasan pelanggan melalui kerja sama lain.
R : Ramah tamah dan cinta kasih dalam melayani
E : Efektif dan efisien dalam melakukan setiap pekerjaan
S : Saling asah, asih, asuh, dan wangi
S : Saling menguntungkan
5. Tujuan : Goal
a. Tercapainya pelayanan yang bermutu tinggi yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan.
35

b. Pelayanan kesehatan Rumah Sakit Royal Progress terus meningkat dan


berkembang.
c. Terbentuknya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi tinggi,
memiliki integritas, komitmen yang kuat terhadap organisasi melalui upaya
pendidikan dan pelatihan, serta upaya peningkatan kesejahteraan yang adil
dan manusiawi.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode observasional kemudian data
dianalisis secara deskriptif. Pengambilan data dilakukan berdasarkan rekam medis
pada pasien osteoarthritis yang mendapatkan terapi NSAIDs (Non Steroid
Antiinflammatory Drugs) di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Royal Progress.

B. TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Instalasi rawat jalan Poli Ortopedi RS Royal Progress.

C. WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2021 – Februaru 2022, dan akan
diperpanjang untuk sampel yang representatif.

D. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


1. Populasi
Populasi merupakan seluruh objek penelitian yang memiliki kuantitas dan
karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan ditarik
kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penyakit
osteoarthritis yang mendapatkan terapi NSAIDs di Instalasi rawat jalan RS
Royal Progress Jakarta Utara.

2. Sampel
Jumlah sampel adalah semua populasi terjangkau dalam penelitian ini.
Subjek penelitian adalah pasien osteoarthritis yang mendapatkan terapi di Poli
Orthopedi Rumah Sakit Royal Progress yang memenuhi kriteria inklusi.
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili
dalam sampel penelitian, memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi
untuk sampel dalam kasus penelitian sebagai berikut :

36
37

1) Pasien rawat jalan yang di diagnosa pasien osteoarthritis dan


menggunakan obat NSAIDs pada periode Juli – Desember 2020.
2) Pasien dengan rekam medis yang lengkap dan dapat dibaca.
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat
diikut sertakan dalam penelitian sebagai berikut :
1) Pasien pulang paksa
2) Pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap.

E. KERANGKA KONSEPTUAL
Diagnosa
Faktor Risiko
Riwayat penyakit,
obesitas, trauma, Osteoartritis Manifestasi klinis dan
hormonal, nutrisi dll
radiologis

Manifestasi Klinis
Nyeri, kekakuan pada sendi, sendi
kehilangan fungsi dan pembengkakan sendi

Terapi Farmakologi NSAID,


analgesik, glukosamin,Kondroitin,
asam hyaluronat dan
bisa juga diberi kortikoseroid

Kemungkinan terjadinya DRPs

1. Ketidaktepatan dosis
2. Overdoses
3. Underdoses
4. Ketidaktepataan
pemilihan obat
5. Obat tanpa indikasi
6. Interaksi obat

Kemungkinan terjadinya DRPs

Gambar III.1 Kerangka Konsep Penelitian


38

F. DEFINISI OPRASIONAL
Definisi operasional digunakan untuk membatasi persepsi dalam penelitian
ini yang akan dapat menyamakan persepsi dalam analisis guna mengurangi bias
hasil penelitian. Definisi penelitian tersebut antara lain :
1. Pasien osteoartritis adalah semua penderita osteoarthritis yang di diagnosa
oleh dokter penyakit dalam di Poli Orthopedi Rumah Sakit Royal Progress.
Terapi NSAIDs (Non Steroid Antiinflammatory Drugs) adalah terapi
pemberian obat antiinflamasi yang termasuk golongan NSAIDs baik
secara oral maupun topikal yang diberikan pada penderita osteoarthritis.
2. DRPs (Drug Related Problems) adalah permasalahan terkait terapi obat
yang terjadi secara potensial pada pasien osteoartritis data diperoleh dari
RM (Rekam Medis) pasien. DRPs yang diidentifikasi meliputi :
a. Terapi tanpa indikasi yang di maksud adalah pasien osteoarthritis
dalam pemberian NSAID dan GPA dengan kriteria :
1) Pasien mendapat obat tanpa adanya indikasi yang jelas
2) Kondisi medis pasien memerlukan obat tunggal tetapi mendapat
obat bermacam-macam atau duplikasi.
3) Pasien mengkonsumsi obat terlarang, alkohol, rokok yang
dapat mempengaruhi terapi
b. Indikasi yang tidak di terapi adalah pasien membutuhkan terapi obat
tetapi tidak menerimanya dalam hal ini pasien dengan resiko terjadi
gangguan gastrointestinal (GI) tetapi tidak diberikan obat GPA.
c. Obat tidak tepat atau salah dalam hal penggunaan NSAID dan
GPA dengan kriteria :
1) Pasien sudah menerima terapi tetapi tidak efektif
2) Pasien alergi terhadap pengobatan
3) Pasien dengan faktor resiko pada kontraindikasi penggunaan obat.
d. Overdosis adalah dosis obat yang diperoleh terlalu besar atau
berlebihan untuk NSAID berdasarkan Dipiro 2012 dan untuk obat serta
terapi lainnya berdasarkan DIH (Drug Informaion Handbook) tahun
2009.
39

e. Dosis sub terapi adalah dosis obat yang diperoleh kurang dari standar
untuk NSAID berdasarkan Dipiro 2012 dan untuk obat yang lain
berdasarkan DIH tahun 2009.
f. Reaksi yang tidak diharapkan adalah reaksi yang tidak diinginkan
karena efek penggunaan NSAID yang terjadi secara potensial ketika
pasien mengalami reaksi efek samping obat yang digunakan.
3. Insiden DRPs adalah jumlah kejadian terjadinya DRPs secara potensial
pada pasienosteoarthritis, data diperoleh dari rekam medis pasien.

G. PERSIAPAN PENELITIAN
1. Permohonan Izin
Penelitian ini diawali dengan pengurusan izin penelitian. Surat izin penelitian
ditanda tangani oleh Ketua Program Studi SI Farmasi Institut Sains dan
Teknologi Al-Kamal. Selanjutnya disampaikan kepada kepala pimpinan Rumah
Sakit Royal Progress untuk mendapatkan surat izin penelitian. Tahap selanjutnya
melakukan observasi di Rekam Medik untuk menentukan sampel yang akan
diambil.

2. Pelaksanaan Pengumpulan Data


a. Penelusuran data pasien di ruang jalan poli ortopedi dan bagian rekam medik
Rumah Sakit Royal Progress yang menderita osteoartritis periode bulan Juli
– Desember 2020.
b. Proses pemilihan pasien yang masuk kriteria inklusi.
c. Pengambilan dan pencatatan data hasil rekam medis di ruang administrasi
medis, berupa :
1) Nomor rekam medis
2) Identifikasi pasien (nama, jenis kelamin, dan usia)
3) Tanggal perawatan
4) Penyakit penyerta
5) Terapi obat yang digunakan untuk pengobatan oateoartristis yaitu obat
NSIDs.
40

H. PENGOLAHAN DATA
1. Editing
Proses pemeriksaan ulang kelengkapan data dan mengeluarkan data-data yang
tidak memenuhi kriteria agar dapat diolah dengan baik serta memudahkan proses
analisa. Kesalahan data dapat diperbaiki dan kekurangan data di lengkapi dengan
mengulang pengumpulan data atau dengan cara penyisipan data (interpolasi)
(25).

2. Entry Data
Pada tahap ini dilakukan pemindahan data dan dimasukkan ke dalam program
Microsoft Excel untuk selanjutnya dibagi berdasarkan kebutuhan.

3. Tabulasi
Proses penempatan data ke dalam bentuk tabel yang telah diberi kode sesuai
dengan kebutuhan analisa. Tabel-tabel yang dibuat sebaiknya mampu meringkas
agar memudahkan dalam proses analisa data.

4. Cleaning
Cleaning dilakukan dengan memeriksa ulang data-data yang telah dimasukkan
pada program Microsoft Excel untuk selanjutnya data akan diolah berdasarkan
kebutuhan masing-masing.

I. RENCANA ANALISIS DATA


Analisis data dilakukan dengan deskriptif, meliputi pengamatan demografi pasien
untuk menentukan kasus yang terjadi di ruang rawat jalan poli ortopedi Rumah Sakit
Royal Progress. Analisis DRPs pada pasien dengan diagnosa osteoarthritis
digunakan untuk menggambarkan pola DRPs.
Setelah melakukan analisis DRPs pada pasien dengan diagnosa osteoarthritis,
selanjutnya peneliti melakukan analisa dan entry data ke dalam program Microsoft
Excel (23). Data yang telah di kategorikan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel
kejadian. Adapun variabel yang diteliti berupa jenis DRPs dengan kategori obat
tanpa indikasi, indikasi tanpa obat, ketidaktepatan pemilihan obat, dosis terlalu
tinggi (over dosage), dosis terlalu rendah (under dosage) dan interaksi obat.
41

J. SKEMA KERJA PENELITIAN

 Di RS Royal Progress
Perijina  Institut Sains Dan Teknologi
n Al-Kamal

Pengumpulan Sampel

 Kriteria Insklusi dan Ekslusi

Analisis
Data

Pengolahan data (tabel dalam exel)

Gambar III.2. Skema Kerja Penelitian


Kesimpul
an
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKETRISTIK PASIEN
Demografi pasien pada analisa yang dilakukan sesuai Drug Related Problems
(DRPs) terdiri dari jenis kelamin, usia, lokasi nyeri sendi, kadar asam urat dan
diagnosis pasien. Berikut adalah data dan penjelasan lengkap mengenai demografi
pasien osteoartritis di Instalasi rawat jalan Poli Ortopedi RS Royal Progress Periode
Juli – Desember 2020.
1. Jenis Kelamin

Tabel IV.1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin


Karakteristik Pasien
No Jumlah Persentase (%)
Berdasarkan Jenis Kelamin
1 Perempuan 36 60%
2 Laki-laki 24 40%
Total 60 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa karakteristik pasien yang paling
banyak menderita osteoartritis adalah perempuan yaitu sejumlah 36 orang (60%)
sedangkan laki-laki hanya sejumlah 24 orang (40%). Secara keseluruhan frekuensi
osteoartritis kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun
(setelah menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria.
Hal ini terjadi pada masa usia 50 – 80 tahun saat wanita mengalami pengurangan
hormon estrogen yang signifikan (26). Perubahan struktural dan fungsional yang
progresif pada artikular struktur dimulai pada wanita menopause dini sampai post
menopause menyebabkan peningkatan prevalensi OA (27).
Hasil yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan penelitian Fadhilah
2016 di mana pasien osteoartritis terdiri dari 46 pasien perempuan (76,7%) dan 14
pasien laki-laki (23,3%) hal tersebut dipengaruhi oleh faktor menopause pada
wanita dan resiko osteoartritis lebih tinggi (15).

42
43

2. . Usia

Tabel IV.2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia


Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia
No Jumlah Persentase (%)
(Depkes RI 2009)
1. Remaja akhir (17-25 tahun) 0 0%
2. Masa dewasa awal (26-35 tahun) 2 3,33%
3. Masa dewasa akhir ( 36-45 tahun) 4 6,67%
4. Masa lansia awal (46-55 tahun) 16 26,67%
5. Masa lansia akhir (56-65 tahun) 27 45%
6. Masa manula (>65 tahun) 11 18,33%
Total 60 100%

Berdasarkan tabel di atas, pasien yang menderita osteoartritis adalah dari


kalangan remaja akhir, dewasa awal, dewasa akhir, lansia awal, lansia akhir
serta manula. Hasil penelitian menunjukkan pada kategori remaja akhir
sebanyak 0 orang (0%), kategori dewasa awal sebanyak 2 orang (3,33%),
kategori dewasa akhir sebanyak 4 orang (6,67%), kategori lansia awal sebanyak
16 orang (26,67%), kategori lansia akhir sebanyak 27 orang (45%) dan kategori
manula sebanyak 11 orang (18,33%). Hasil menunjukkan masa lansia akhir
paling banyak menderita osteoarthritis. Banyaknya pasien osteoartritis dari
kalangan usia tua disebabkan oleh menurunnya ketahanan dan kapasitas
perbaikan tulang rawan karena respon faktor anabolik pertumbuhan berkurang,
kehilangan kondrosit, dan penipisan lapisan tulang rawan (28).

3. Lokasi Nyeri

Tabel IV.3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Lokasi Nyeri


No Jenis Osteoarthritis Jumlah Persentase (%)
1. OA Knee (OA Kaki) 44 73,33%
2. OA hip (OA Pinggang) 12 20%
3. OA lain (bahu, pergelangan 4 6,67%
kaki/tanggan)
Total 60 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa lokasi sendi yang paling sering
terkena osteoartritis adalah sendi pada kaki yaitu sebanyak 44 pasien (73,33%).
Adapun sendi dibagian pinggul hanya dialami oleh 12 pasien (20%) dan 4 pasien
44

(6,67%) lainnya mengalami nyeri dibagian lain seperti siku, leher, tangan serta
lebih dari satu sendi. Bagian sendi yang paling banyak mengalami osteoartritis
adalah sendi bagian kaki karena sendi pada kaki merupakan bagian sendi yang
paling banyak menahan beban berat sehinga paling sering terkena osteoartritis
(29).

4. Kadar Asam Urat

Tabel IV.4. Karakteristik Pasien Berdasarkan Kadar Asam Urat


No Kategori Asam Urat Jumlah Persentase (%)
1. Normal 49 81,67%
(P : 2,6-6,0 mg/dL, L : (3,4-7,0 mg/dL)
2. Tinggi 11 18,33%
(P : (>6,0 mg/dL, L : (>7,0 mg/dL)
Total 60 100%

Berdasarkan tabel di atas kadar asam urat pada pasien osteoartritis dengan
kadar asam urat tinggi hanya 11 orang (18,33%). Sebanyak 49 pasien
(81,67%) memiliki kadar asam urat normal urat atau lebih tepatnya gout
artritis juga sangat berpengaruh pada resiko terjadinya osteoartritis pada
seseorang (28). Gout artritis terjadi karena adanya penurunan eliminasi asam
urat sehingga kadar asam urat dalam darah menjadi tinggi, dan bila terjadi
penumpukan kristal monosodium urat dipersendian, akan menyebabkan nyeri
hebat. Namun pada data dari hasil penelitian ini, tidak dapat dipastikan apakah
semua pasien dengan kadar asam urat tinggi merupakan penyebab utama
terjadinya osteoartritis karena tidak semua pasien dengan kadar asam urat
tinggi mendapatkan terapi obat untuk penanganan gout artritis.

5. Diagnosis Pasien
Diagnosis pasien menggambarkan jumlah penyakit yang diderita oleh pasien
beserta jenis penyakit lainnya yang ada pada pasien. Seluruh sampel pada
penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis osteoarthritis dengan penyakit
penyerta seperti : arthritis gout, fraktur, nyeri punggung bawah, osteoporosis,
hipertensi, diabetes mellitus, dan komplikasi dari berbagai penyakit seperti
digambarkan pada tabel di bawah ini :
45

Tabel IV.5. Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta


Jumlah
No Penyakit Penyerta Persentase (%)
Kasus
1. Arthitis Gout 8 13,33%
2. Fraktur 5 8,33%
3. Nyeri punggung bawah 17 28,33%
4. Osteoporosis 5 8,33%
5. Hipertensi 6 10%
6. Diabetes mellitus 7 11,67%
7. Komplikasi 12 20%
Total 60 100%

Berdasarkan tabel di atas pasien dengan diagnosis osteoartritis tanpa


komplikasi ada 48 pasien (80%), pasien dengan penyakit penyerta arthritis
gout yaitu 8 pasien (13,33%), pasien dengan fraktur yaitu 5 pasien (8,33%),
pasien dengan nyeri punggung bawah yaitu 17 pasien (28,33%), pasien
dengan osteoporosis yaitu 5 pasien (8,33%), pasien dengan hipertensi yaitu 6
pasien (10%), dan pasien dengan diabetes mellitus yaitu 7 pasien (11,67%).
Pasien dengan diagnosis osteoartritis yang memiliki komplikasi penyakit
penyerta yaitu 12 pasien (20%). Penyakit penyerta dengan persentase paling
banyak adalah nyeri punggung belakang (Low Back Pain) 17 pasien (28,33%).
Low Back Pain atau disebut juga nyeri punggung bawah adalah sindroma
klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan lain yang tidak
enak di daerah tulang punggung bagian bawah. Banyaknya kejadian nyeri
punggung bawah dipengaruhi oleh faktor usia dan menjadi salah satu faktor
risiko terjadinya LBP. Semakin bertambah usia, maka intensitas bergerak
semakin berkurang, akibatnya otot-otot pada punggung dan perut yang berfungsi
mendukung tulang belakang akan menjadi lemah (29).
Diabetes melitus merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya
osteoartritis. Kerusakan mikrovaskuler dan makrovaskuler pada diabetes
menyebabkan neuropati perifer dan berakibat berkurangnya sensasi proprioseptif
dan nyeri. Sedangkan hipertensi bisa mempengaruhi sistem kadiovaskular. Rasa
nyeri meningkatkan respon dari saraf simpatetik, sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan detak jantung dan tekanan darah (29).
46

B. PROFIL PENGGUNAAN OBAT


Total sampel pada penelitian ini sebanyak 60 pasien dengan jumlah penerimaan
resep yang berbeda-beda. Berdasarkan rekapitulasi data, didapatkan jumlah total
resep secara keseluruhan seperti dalam tabel di bawah ini :

Tabel IV.6. Profil Jumlah Pemberian Obat


No Jumlah pemberian obat Jumlah resep Persentase (%)
1. 1-2 obat 7 11,67%
2. 3-4 obat 41 68,33%
3. 5-6 obat 12 20%
Total 60 100%

Berdasarkan tabel di atas jumlah pemberian obat sesuai resep didapatkan hasil
dengan jumlah pemberian obat paling banyak disominasi oleh 3-4 obat sebanyak 41
resep (68,33%), 5-6 obat sebanyak 12 resep (20%) dan 1-2 obat sebanyak 7 resep
(11,67%). Semakin banyak jumlah obat yang diberikan semakin tinggi resiko yang
DRPs yang muncul. Terapi osteoartritis merupakan obat-obat yang diresepkan oleh
dokter terhadap pasien berdasarkan kelas terapi seperti tabel di bawah ini.

Tabel IV.7. Distribusi Obat Osteoartritis Berdasarkan Kelas Terapi


Rute Jumlah Persentase
No Kelas Terapi Nama Obat
Pemberian diresepkan N=200
Ketoprofen gel Topikal 7 3,5%
Counterpain
Topikal 3 1,5%
PXM
Ibuprofen Oral 5 2,5%
Celecoxib Oral 24 12%
Asam Oral 7 3,5%
NSAID mefenamat
1. Paracetamol Oral 4 2%
Sodium
Injeksi 8 4%
hyaluronate
Ketorolak Oral 3 1,5%
Piroxicam Oral 9 4,5%
Dexketoprofen Oral 5 2,5%
Total 75 37,5%
Epocaldi Oral 7 3,5%
Rosagen Oral 9 4,5%
Suplemen tulang Osteocall Oral 6 3%
2.
Glucosamin Oral 14 7%
Total 36 18%
47

Clindamicyn Oral 1 0,5%


Antibiotik Ciprofloxacin Oral 6 3%
3. Cefixime Oral 2 1%
Total 9 4,5%
Omeprazol Oral 8 4%
Antitukak
4. Ranitidin Oral 2 1%
Total 10 5%
5. Antidiabetes Metformin Oral 12 6%
6. Obat Gout Allopurinol Oral 7 3,5%
7. Relaksan Otot Eperison Hcl Oral 21 10,5%
8. Neurotropik Mecobalamin Oral 9 4,5%
Amlodipin Oral 7 3,5%
Antihipertensi
9. Irbesartan Oral 3 1,5%
Total 10 5%
10. Vitamin D Hi-D 5000 Oral 8 4%
11. Antihiperglikemia Simvastatin Oral 3 1,5%

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa penggunaan obat sesuai


peresepan pada terapi osteoarthritis yang paling banyak digunakan oleh pasien
rawat jalan adalah golongan obat dengan kelas terapi NSAIDs sebanyak 75 kali
(37,5%), suplemen tulang sebanyak 36 kali (18%), relaksan otot sebanyak 21
kali (11,5%), antidibetes sebanyak 12 kali (6%), antitukak dan antihipertensi
sebanyak 10 kali (5%), antibiotik dan neurotropik sebanyak 9 kali (4,5%),
Vitamin D sebanyak 8 kali (4%), obat gout sebanyak 7 kali (3,5%) dan
antihiperglikemia sebanyak 3 kali (1,5%).
Obat golongan NSAID yang paling sering diresepkan adalah celecoxib
dengan jumlah peresepan sebanyak 24 kali (12%). Celexocib termasuk ke dalam
golongan NSAIDs jenis COX-2 Inhibitor. Obat ini bekerja dengan menghambat
enzyme cyclooxygenase-2 (COX-2) yang bertugas memproduksi prostaglandin.
Penurunan prostaglandin akan berdampak pada berkurangnya rasa nyeri dan
bengkak akibat peradangan. Selain celexocib obat lain yang sering diresepkan
adalah piroxicam, merupakan analgesik turunan oksikam dan efektifitasnya
hampir sama dengan indometasin. Obat ini diindikasikan sebagai pereda nyeri
pada pasien osteoartritis. Alasan dokter meresepkan piroxicam karena obat
memiliki durasi kerja yang lama sekitar 30 jam sehingga memungkinkan
peresepan satu kali sehari (30).
Suplemen merupakan obat terbanyak kedua yang diresepkan setelah
48

analgesik khususnya glucosamin yaitu sebanyak 14 kali (7%). Glucosamin


sendiri merupakan gula amino dan prekursor penting dalam sintesis biokimia
protein, glikosilasi dan lipid. Mekanisme kerja glucosamin menghambat sintetis
glikosaminoglikan dan mencegah destruksi tulang rawan. Glucosamin
merangsang sel-sel tulang rawan untukpembentukan proteoglikan dan kolagen
yang merupakan protein esensial untuk memperbaiki fungsi persendian (31).

C. DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs)


Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada pasien dengan diagnosa penyakit
osteoartritis yang menggunakan obat-obatan NSAIDs digambarkan secara deskriptif
dalam bentuk tabel dan persentase di bawah ini.
1. Indikasi Tanpa Obat
Indikasi tanpa obat atau yang lebih dikenal DRPs kategori butuh tambahan obat
yaitu kondisi di mana pasien mempunyai indikasi lain dan dapat ditegakkan
kebenarannya, namun tidak mendapatkan obat untuk mengobati indikasi
tersebut. Penilaian analisa DRPs indikasi tanpa obat pada pasien dengan
diagnosa penyakit osteoartritis dengan atau tanpa penyakit penyerta didasarkan
pada diagnosa.

Tabel IV.8. Indikasi Tanpa Obat Berdasarkan Jumlah Pasien


No Kategori Jumlah Persentase (%)
1. Adanya indikasi tanpa obat 0 0%
2. Tidak adanya indikasi tanpa obat 60 100%

Hasil penelitian tidak ditemukannya indikasi tanpa obat pada pasien dengan
diagnosa osteoarthritis dengan persentase 100%. Hal ini menggambarkan bahwa
Rumah Sakit Royal Progress Jakarta Utara telah memberikan obat sesuai dengan
diagnosa, hasil uji laboratorium dan kondisi pasien.

2. Ketidaktepatan pemilihan obat


Ketidaktepatan pemilihan obat adalah suatu keadaan di mana pasien
mendapatkan terapi obat yang tidak tepat, maksud dari obat yang tidak tepat
adalah obat yang bukan paling efektif atau tidak sesuai dengan keadaan pasien.
49

Tabel IV.9. Ketidaktepatan Pemilihan Obat Berdasarkan Jumlah Pasien


No Kategori Jumlah Persentase (%)
1. Adanya ketidaktepatan pemilihan obat 2 3,33%
Tidak adanya ketidaktepatan
2. 58 96,67%
pemilihan obat

Berdasarkan tabel di atas, terjadi DRPs kategori ketidaktepatan pemilihan


obat dengan jumlah 2 kasus (3,33%). Ketidaktepatan pemilihan antibiotik
menjadi hal uatama dalam kasus ini. Pemberian antibiotik golongan quinolone
tidak tepat untuk pasien osteoarthritis dengan penyakit penyerta osteoporosis,
lebih tepatnya jika diberikan golongan sefalosporin seperti cefadroxil yang
tujuannya untuk membunuh kuman penyebab infeksi yang menimbulkan rasa
sakit pada tulang. Contoh lain DRPs ketidaktepatan pemilihan obat jika pasien
yang mempunyai alergi antibiotik penisilin diberikan obat antibiotik penisilin.
Pada kategori tidak adanya ketidaktepatan pemilihan obat mencapai 96,67%,
dikarenakan terapi dan obat yang diberikan oleh dokter Rumah Sakit Royal
Progress diberikan dengan disesuaikan oleh kondisi fisiologis pasien seperti
fungsi ginjal dan riwayat alergi obat.

3. Ketidaktepatan Dosis
Ketidaktepatan dosis merupakan keadaan di mana pasien menerima terapi obat
dengan dosis yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Secara umum ada 7
penyebab yaitu dosis terlalu rendah atau terlalu tinggi, kadar obat dalam darah di
atas atau di bawah kisaran terapi, frekuensi pemberian, durasi terapi, dan cara
pemberian obat pada pasien tidak tepat, waktu pemberian profilaksis tidak tepat,
dan dosis dinaikkan terlalu cepat (11). Pada penelitian ini hanya 2 parameter
yang dijadikan sebagai standar pengukuran ketidaktepatan dosis yaitu dosis
lebih dan dosis kurang serta frekuensi lebih dan frekuensi kurang.

Tabel IV.10. Ketidaktepatan Dosis Potensial Berdasarkan Jumlah Pasien


No Kategori Jumlah Persentase (%)
Potensi tidak tepat dosis pada
1. 11 18,33%
resep
2. Potensi tepat dosis pada resep 49 81,67%
50

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan presentase ketidaktepatan dosis


karena dosis melebihi atau kurang dari dosis rekomendasi yaitu penggunaan obat
piroxicam, asam mefenamat dan glucosamin sebanyak 11 kasus (18,33%).
Piroxicam dengan dosis 10 mg dengan frekuensi minum 2 kali sehari sebanyak 6
kasus dan asam mefenamat 500 mg dengan frekuensi minum 2 kali sehari
sebanyak 2 kasus, dan glucosamin dengan dosis 500 mg dengan frekuensi
minum 2 kali sehari sebanyak 3 kasus.
Dari seluruh obat yang dikategorikan dengan ketidaktepatan dosis,
piroxicam memiliki kasus terbanyak. Perlu berhati-hati dalam hal peresepan
dosis piroxicam karena sama halnya dengan NSAID lainnya, obat ini memiliki
banyak efek samping. Obat dengan kasus tidak tepat dosis terbanyak kedua
adalah dari golongan suplemen tulang glucosamin yaitu sebanyak 3 kasus. Pada
penelitian ini, glucosamin mengalami kasus frekuensi rendah di mana
glucosamin potensi 500 mg diberikan sebanyak 2 kali sehari. Adapun dosis
yang direkomendasikan adalah 500 mg tiga kali sehari (32).

4. Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan perubahan efek negatif yang tidak diinginkan yang
disebabkan oleh obat-obatan yang tidak dapat diprediksi berdasarkan konsentrasi
dosis atau tindakan farmakologis. Hasil interaksi tersebut kadang-kadang
menguntungkan namun juga berpotensi membahayakan (33). Pada penelitian ini,
interaksi yang dianalisis adalah interaksi potensial obat dengan obat yang
berpotensi menghasilkan efek obat yang tidak diinginkan atau disebut juga
Adverse Drug Reaction (ADRS).
Jenis interaksi yang mungkin terjadi ada 2 jenis yaitu interaksi penggunaan 2
NSAID secara bersamaan dan interaksi antara paracetamol dan ranitidin yang
digunakan bersamaan.

Tabel IV.11. Interaksi Obat Berdasarkan Jumlah Pasien


No Kategori Jumlah Persentase (%)
Pasien dengan kemungkinan
1. 14 23,33%
interaksi pada resep
Pasien tanpa kemungkinan
2. 46 76,67%
interaksi pada resep
51

Berdasarkan tabel di atas, pasien dengan kemungkinan interaksi pada resep


sebanyak 14 pasien (23,33%), dan pasien tanpa kemungkinan interaksi pada
resep sebanyak 46 pasien (76,67%). Jika dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan Ayu Tria 2017 terhadap pasien osteoarthritis di RSUD Jombang,
persentase kasus interaksi obat berdasarkan jumlah pasien lebih sedikit.
Perbedaan hasil penelitian ini diasumsikan karena pengaruh pengambilan
sampel, jumlah sampel dan lokasi penelitian (34).

Tabel IV.12. Interaksi Obat Berdasarkan Jumlah Peresepan Obat


No Kategori Jumlah resep Persentase (%)
Resep dengan kemungkinan
1. 46 23%
interaksi
Resep tanpa kemungkinan
2. 154 77%
interaksi
Jumlah 200 100%

Adapun jumlah resep dengan kemungkinan interaksi obat sejumlah 46 resep


dengan persentase 23% dan resep tanpa kemungkinan interaksi obat sejumlah
154 resep dengan persentase 77%.
Penggunaan 2 atau lebih NSAID secara bersamaan dapat meningkatkan
resiko kerusakan gastrointestinal, terutama pada NSAID yang memiliki efek
samping terhadap gastrointestinal. Selain itu, penggunaan 2 atau lebih NSAID
secara bersamaan juga meningkatkan resiko efek samping obat (33). Pada
penelitian ini, OAINS yang diresepkan secara bersamaan yaitu celexocib x asam
mefenamat dan piroxicam x dexketoprofen.
Mekanisme interaksi NSAID dan NSAID secara umum dijelaskan bahwa
efek kerusakan pada saluran cerna yang ditimbulkan oleh penggunaan 2 atau
lebih NSAID secara bersamaan bersifat aditif di mana efek satu obat ditambah
atau diperkuat oleh obat lainnya. Selain itu, semua NSAID juga berpotensi
tehadap kerusakan renal.
Interaksi lainnya yaitu penggunaan ranitidin x paracetamol. Hasil penelitian
dari beberapa ilmuwan menemukan bahwa ranitidin berpotensi mengubah
farmakokinetik paracetamol jika dikonsumsi bersamaan. Ranitidin dapat
meningkatkan nilai AUC0-3 paracetamol hingga 63% serta menurunkan AUC0-3
52

dari glukoronida paracetamol hingga 35%, tetapi tidak ada perubahan pada
kadar sulfat. Ranitidin digunakan pada pasien yang mengalami penyakit
penyerta yang berhubungan dengan peningkatan asam lambung. Untuk
menghindari terjadinya kasus ADRs maka sebaiknya pasien diberi konseling
untuk mengonsumsi kedua obat tersebut secara terpisah setidaknya dengan
selang 1 jam (34).

D. ANALISIS HASIL PENELITIAN


1. Kendala
a. Pengambilan data dan jumlah sampel ketika proses pengambilan data ada
beberapa data pasien yang kurang lengkap seperti serta ada beberapa pasien
yang rekam mediknya tidak ditemukan sehingga tidak dapat diambil data
pasien dan menyebabkan sampel mejadi sedikit.
b. Diagnosa data
Hasil laboratorium untuk pemeriksaan tekanan darah, kadar gula darah tidak
dilaksanakan dengan rutin, atau tidak tertulis dalam rekam medik sehingga
peneliti tidak dapat melihat perkembangan secara mendetail.

2. Kelemahan
a. Penelitian merupakan penelitian deskriptif retrospektif
Penelitian deskriptif hanya dapat dilakukan demografi berupa hasil analisis
ketepatan untuk mengetahui DRPs terapi yang digunakan pasien. Selain itu
metode retrospektif, di mana waktu kejadian sudah terjadi dan tidak dapat
dilakukan pertanyaan secara langsung pada pasien, terutama untuk meneliti
potensi interaksi obat.
b. Jumlah sampel
Sampel yang memenuhi kriteria insklusi sedikit dikarenakan banyak data
yang kurang lengkap.
c. Penelitian ini tidak dapat dikatakan rasional, dikarenakan penilaian diagnosa
pasien tidak dilakukan secara langsung, melainkan hanya menarik
kesimpulan dari diagnosis yang tercatat saja.
53

3. Kekuatan
Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Royal
Progress Jakarta Utara, Maka diharapkan penelitian ini dapat dijadikan refrensi
dan gambaran Drug Related Problems (DRPs) pada pasien dengan diagnosa
Osteoartritis yang menggunakan obat NSAID.

4. Peluang Penelitian
Penelitian ini memberikan gambaran untuk dianalisis lebih lanjut sehingga
peneliti mendapatkan hasil berupa adanya dosis yang underdosis atau overdosis,
ketidakketepatan pemberian obat, ketidaktepatan pemilihan obat, dan interaksi
obat yang menggambarkan adanya DRPs pada penelitian ini.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Karakteristik pasien dengan diagnosa osteoarthritis yang paling banyak
berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan sebanyak 36 pasien (50%), usia
yaitu kategori lansia akhir sebanyak 27 orang (45%), lokasi osteoatritis yaitu
sendi pada kaki yaitu sebanyak 44 pasien (73,33%), kadar asam urat normal
yaitu 49 pasien (81,67%) dan diagnosis pasien nyeri punggung bawah yaitu 17
pasien (28,33%).
2. Penggunaan obat yang digunakan pada pasien dengan diagnosa osteoartritis
adalah golongan NSAID sebanyak 75 kali (37,5%), suplemen tulang sebanyak
36 kali (18%), relaksan otot sebanyak 21 kali (11,5%), antidibetes sebanyak 12
kali (6%), antitukak dan antihipertensi sebanyak 10 kali (5%), antibiotik dan
neurotropik sebanyak 9 kali (4,5%), vitamin D sebanyak 8 kali (4%), obat gout
sebanyak 7 kali (3,5%) dan antihiperglikemia sebanyak 3 kali (1,5%).
3. Kategori DRPs yang terjadi pada pasien dengan diagnosis osteoarthritis kategori
indikasi tanpa obat sebesar 0%, ketidaktepatan pemilihan obat sebesar 3,33%,
ketidaktepatan dosis (underdoses atau overdoses) sebesar 18,33% dan interaksi
obat sebesar 23,33%.

B. SARAN
Jika akan melakukan penelitian dengan judul yang sama, sebaiknya menggunakan
metode yang berbeda.

54
DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesia Reumatologi Association (IRA). Rekomendasi diagnosis dan


penatalaksanaan osteoartritis, ISBN 978- 9793730-24-0; 2014.

2. Sukandar, E. Y. Andrajati, R. Sigit, J. I. Adnyana, I.K. Setiadi, A. P. Kusnandar.:


ISO Farmakoterapi. PT ISFI. Jakarta; 2013.

3. Depkes RI. Pharmaceutical care untuk pasien penyakit arthritis rematik. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; 2014.

4. Imayati K. 2011. Laporan Kasus Osteoartritis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Udayana Denpasar dalam Pratiwi, Anisa Ika. 2015. Diagnosis And
Treatment Osteoarthritis. Jurnal. Faculty of Medicine, University of Lampung.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tanggung jawab apoteker terhadap


keselamatan pasien (patient safety). Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI; 2008, h 12-14

6. [PCNE] Pharmaceutical care network europe foundation. Classification for Drug


related problems 29-05-06 V 5.01; 2006.

7. Putu. Studi penggunaan obat pada pasien osteoartritis usia lanjut di Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit dr. H Koesnadi Bondowoso Tahun 2013. Skripsi. Jember:
Jurusan Farmasi Klinis dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember; 2015.

8. Klippel, John H., Dieppe Paul A., & Brooks Peter. Osteoarthritis, In Rheumatology.
United Kingdom : Mosby – Year Book Europe Limited; 1994.

9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (PerMenKes) No.58 tahun 2014.


Standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia; 2014.

10. Mahmoud M.A. Drug therapy problems and quality of life in patientswith chronic
kidney disease. Unversiti Sains Malaysia; 2008.

11. Cipolle R J, Strand, L M Morley P C. Pharmaceutical care practice the clinician’s


guide, second edition, McGraw-Hill: New York; 2004, h 73-119.

12. Mahmoud M A. Drug therapy problems and quality of patients with chronic kidney
disease. Malaysia: Universiti Sains Malaysia; 2008.

13. Mulyaningsih K. Profil drug related problems pada pasien geriatrik rawat inap di
bangsal bugenvil unit penyakit dalam RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta Periode
September 2009 - Januari 2010 (Tesis). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada;
2010.

55
56

14. Anief M. Prinsip umum dan dasar farmakologi. UGM Press; 2018.

15. Fadhilah, Rika Nur. Studi Penggunaan Obat pada Pasien Osteoarthritis (Penelitian
dilakukan di Poli Penyakit Dalam RS Universitas Airlangga Surabaya). Skripsi.
Surabaya: Jurusan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas Ailangga Suabaya;
2016.

16. Islami NR. Nalisis PTO (Permasalahan Terkait Obat) pada pasien geriatri penderita
osteoartritis Di Instalasi Rawat Inap RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie
Pontianak. J Mhs Farm Fak Kedokt UNTAN. 3(1); 2014.

17. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Modul penggunaan obat rasional


(POR). Jakarta; 2011.

18. Tamsuri, A. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC; 2004, hal. 5-11.

19. Karjadi, W. Anestesiologi dan reanimasi. Jakarta: Dirjen Perguruan Tinggi


Departemen Pendidikan Nasional; 2000, hal. 112- 146.

20. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006.

21. Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia No.72 Tahun 2016. Standar pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit. Kemenkes RI; 2016.

22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PerMenKes) Nomor 269. Rekam
medis. Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

23. Dahlan, M. Sopiyudin. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2010.

24. Sari Novita. Identifikasi drug related problems (DRPs) pada pasien diabetes melitus
di Rumah Sakit pelabuhan Jakarta Utara (Skripsi). Jakarta: FKIK UIN Syarif
Hidayatullah. Tidak diterbitkan; 2015.

25. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PerMenKes) Nomor 269. Rekam
medis. Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

26. Soeroso, Joewono, Isbagio, Harry, Kalim, Handono, Broto, Rawan & Pramudiyo,
Riardi. Osteoarthritis. Dalam Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang, Alwi, Idrus
K., Marcellus Simadibrata & Setiati, Siti (Eds.). Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam
jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2007.

27. Maharani, E.P. Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut (Studi Kasus di Rumah
Sakit dr Kariadi Semarang (Tesis). Semarang: Universitas
Diponegoro; 2007.
57

28. Arden, Nigel., and Nevitt, Michael C. Osteoarthritis: Epidemiology. BestPractice &
Research Clinical Rheumatology. Vol. 20, No. 1, p. 3–25; 2005.

29. Russel J., and Norman D Haris. 2003. Pathology and Therapeutic for
Pharmacists, A Basis for Clinical Pharmacy Practise. London: Pharmaceutical
Press; 2003.

30. Charles R.C., Rober E stitzel Liippincott William., & wilkins. Modern
Phamacology with Clinical Aplications. E-Book of Pharmacology; 2004.

31. Isbagio H. Struktur dan Biokimia Tulang Rawan Sendi. dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam (Edisi Kelima). Jakarta: Interna Publishing; 2009.

32. Anastesya W. Artritis Pirai (Gout) dan Penatalaksanaannya. Skripsi. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana dalam Fatwa, M.S. 2014.
Diagnosis and Treatment Gout Arthritis. Artikel Review. Lampung: Faculty of
Medicine, Universitas Lampung; 2009.

33. Wiffen, Philip., et al. Oxford Handbook of Clinical Pharmacy, First Edition.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2007.

34. Drug.com. diakses secara online pada tanggal 10 Januari 2022.


http://www.drug.com/druginfo/druginterchecker. Product Information." Roche
Laboratories, Nutley, NJ; 2022
LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ISTA

58
59

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian RS. Royal Progress


60

Lampiran 3. Time Schedule Penelitian

Time Scadul Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
Waktu Penelitian 2021 2020 2021 2021 2021 2021 2021 2021 2021 2022 2022 2022
Pencaraian Tema
Proposal
Penentuan
Pembimbing
Penentuan judul
oleh Pembimbing
Pencarian Pustaka
dan penyusunan
Proposal
Seminar Proposal
Revisi Proposal
Perizinan
Pengumpulan
Data
Olah dan Anaisa
Data
Konsultasi
pembimbing 1
dan 2
Pembuatan PPT
dan Revisi Skripsi
Seminar Hasil
61

Lampiran 4. Contoh Resep dan Data Rekam medik pasien


62
63

Lampiran 5. Kartu Bimbingan Pembimbing I


64

Lampiran 6. Kartu Bimbingan Pembimbing II


65

Lampiran 6. Data Sampel Penelitian (60 Pasien Osteoatritis)

Kadar
No. Diagnosis Tekanan Penyakit Indikasi Data
No Nama JK Usia Asam Obat/Resep
RM Utama Darah Penyerta (IONI) Laboratorium
Urat
Ketoprofen Gel
Nyeri Mengatasi nyeri
Yohana Nyeri punggung oleskan, Ibuprofen GulaDarah127
1 341972 P 35 dikaki 140/70 Normal karena trauma
Maria bawah 400 mg 2 x 1 tab, mg/dL, Cloride 110
kanan ringan
Epocaldi 1 x 1 tab
Celecoxib 200 mg 2 x
1 kap, Rosagen 1 x 1 Meredakan OA,
Nyeri di Diabetes sachet, Asam RA &
Yuliana Gula Darah Puasa
2 467549 P 57 Tulang 120/60 Tinggi Mellitus, mefenamat 500 mg Ankilosing
Anna 135, LDC 65
Belakang Fraktur 3 Sponditilis pada
x 1 tab, Metformin 3 x orang dewasa
1 tab, Vitamin D 5000
1 x 1 tab
Celecoxib 200 mg 2 x
1 kap, Rosagen 1 x 1
Meredakan OA,
sachet, Epocaldi 1 x 1
RA &
Nyeri Diabetes tab, Metformin 500 Gula Darah
3 226269 Anna P 59 120/80 Normal Ankilosing
sendi lutut Mellitus mg 3 x 1 tab, 257mg/Dl, LDl 213
Sponditilis pada
paracetamol 3 x 1 tab,
orang dewasa
Acarbose 50 mg 3 x 1
tab
Celecoxib 200 mg 2 x Meredakan OA,
Nyeri di 1 kap, osteocall 1 x 1 RA &
Carin Nyeri punggung Hemoglobin 11,5,
4 469236 P 68 Lutut 130/80 Normal tab, Paracetamol 500 Ankilosing
Lim bawah Leukosit 7,75
kanan mg 3 x 1 tab, Eperison Sponditilis pada
mg 3 x 1 tab orang dewasa
66

Sodium hyaluronate
Nyeri
injeksi, Allopurinol Mengobati Hemoglobin 11,6,
sendi lutut
Mirani 100 1 x 1 tab, nyeri pada Leukosit 8,7,
5 29095 P 53 dan 150/80 Tinggi Arthritis Gout
Jahja Mecobalamin 500 mg penderita Hematokrit 32,
tangan
2 x 1 tab, Ibuprofen Osteoartritis Trombosit 40
kanan
400 mg 3 x 1 tab
Counterpain PXM
Hemoglobin 15,2,
oleskan, Levofloxacin
Nyeri Lekosit 12,20,
1 x 1 tab, Ostocall 1 x Mengatasi nyeri
Michael pinggang Hematokrit 44,
6 34528 L 56 130/90 Normal osteoporosis 1 tab, Rosagen 1 x 1 karena trauma
Gatot P dan Trombosit 213,
sachet, Vitamin D ringan
punggung Glukosa darah
5000 1 X 1 tab,
sewaktu 104
Omeprazol 2 x 1 kap
Celecoxib 200 mg 1 x
Meredakan OA,
1 tab, Amlodipin 10
RA &
Novita Nyeri Hipertensi, mg 1 x 1 tab, Vitamin Gula darag puasa
7 276897 P 48 140/80 Normal Ankilosing
Dewi lutut kiri osteoporosis D 5000 1 x 1 tab, 111, Cloride 92
Sponditilis pada
Simvastatin 20 mg 1 x
orang dewasa
1 tab
Ketoprofen Gel
Bengkak oleskan, Amlodipin 5 Mengatasi nyeri Kolesterol 155,
Merianti
8 467946 P 69 pada 140/90 Tinggi Hipertensi mg 1 x 1 tab, karena trauma Gula darah
Hiri
sendi kaki Mecobalamin 2 x 1 ringan sewaktu 83
kap
Counterpain PXM
Nyeri dan oleskan, Omeprazol 2 Mengatasi nyeri
Ken Gula darah puasa
9 468153 L 50 kaku pada 140/70 Normal osteoporosis x 1 kap, Glucosamin 2 karena trauma
Holim 105, Lukosit 11,78
kaki x 1 tab, Rosagen 1 x 1 ringan
sachet
Eperison HCL 30mg Melemaskan
Yusuf Diabetes
Nyeri 3 x 1 tab, Metformin otot dan Hamatokrit 37,
10 423418 Arie L 52 140/70 Normal Mellitus,
lutut 500mg 1 x 1 tab, melancarkan Creatinin 0,6
Santoso Osteoporosis
Osteocall 1 x 1 tab aliran darah
67

Ketoprofen Gel
Nyeri
oleskan, Allopurinol Mengatasi nyeri
Liany lutut dan Trombosit 80,
11 309754 P 44 140/80 Tinggi Arthritis Gout 300 mg 1 x 1 tab, karena trauma
Mulyo telapak Leukosit 12,26
Paracetamol 500 mg 3 ringan
kaki
x 1 tab
Sodium hyaluronate
Nyeri injeksi, Allopurinol Mengobati Ureum 54,
Henry punggung 300 1 x 1 tab, nyeri pada Creatinin,Hemoglo
12 464389 L 67 130/110 Tinggi Arthritis Gout
Halim bawah dan Paracetamol 500mg 3 penderita bin 8,2, Hematokrit
linu2 x 1 tab, Ranitidin3 x 1 Osteoartritis 23
tab
Meredakan OA,
Nyeri Celecoxib 200 mg 1 x Hemoglobin 10,4,
RA &
Veronic pergelang 1 tab, Allopurinol 300 Trombosit 30,
13 227378 P 55 120/70 Normal Arthritis Gout Ankilosing
a Ellena an tangan 1 x 1 tab, Vitamin D Creatinin 1,3,
Sponditilis pada
kanan 5000 1 x 1 tab Cloride 105
orang dewasa
Eperison HCL 30mg Melemaskan
Nyeri Hemoglobin 12,5,
Bryan Diabetes 3 x 1 tab, Meformin otot dan
14 465769 L 59 lutut saat 130/90 Tinggi Eritrosit 15,75,
Michael Mellitus 500 mg 3 x 1 tab, melancarkan
jongkok Hematokrit 36
Ranitidin 3 x 1 tab aliran darah
Celecoxib 200 mg 2 x Meredakan OA,
Johan 1 kap, Amlodipin 10 RA &
Nyeri Gula darah
15 116839 Kartaya L 58 130/70 Normal Hipertensi mg 1 x 1 tab, Ankilosing
lutut sewaktu 149
na Allopurinol 300 1 x 1 Sponditilis pada
tab. orang dewasa
Eperison HCL 30mg
Melemaskan
Nyeri 3 x 1 tab, amlodipin 5
Ranidia otot dan Total kolesterol
16 383689 P 51 dikaki 160/70 Normal Hipertensi mg 1 x 1 tab,
Leeman melancarkan 218, Ldl 145
kanan Ciprofloxacin 2 x 1
aliran darah
tab
Eperison HCL 30mg
Melemaskan
Karuna Nyeri di 3 x 1 tab, metformin Gula darah puasa
Diabetes otot dan
17 258104 Murday L 56 Tulang 150/80 Normal 500 mg 3 x 1 tab, 276, Gula darah 2
Mellitus melancarkan
a Belakang Asam mefenamat 500 jam 315
aliran darah
mg 3 x 1 tab
68

Phiong Counterpain PXM Mengatasi nyeri


Nyeri Ureum 83,
18 235698 Kin L 77 150/80 Normal Arthristis gout oleskan, Ibuprofen karena trauma
sendi lutut Creatinin 1,4
Lian 400 mg 3 x 1 tab ringan

Celecoxib 200 mg 2 x
Meredakan OA,
1 tab, Glucosamin 2 x
Nyeri di RA & Hemoglobin 17,8,
Alyssia 1 tab, Rosagen 1 x 1
19 141420 P 56 Lutut 140/80 Normal Arthristis gout Ankilosing Leukosit 12.5,
Sabrina sach, Ketorolak 3 x 1
kanan Sponditilis pada Creatinin 1,4
tab, ciprofloxacin 2 x
orang dewasa
1 tab
Nyeri
Sodium hyaluronate Mengobati
Siek sendi lutut
injeksi, Asam nyeri pada
20 384249 Cecilia P 66 dan 120/60 Tinggi Fraktur Glukosa darah 190
mefenamat 500 mg 3 penderita
Lisa tangan
x 1 tab Osteoartritis
kanan
Meredakan OA,
Celecoxib 200 mg 2 x
Lana Nyeri RA & Gula darah puasa
Diabetes 1 kap, Metformin 3 x
21 406691 Yunhart P 58 pada sendi 120/80 Normal Ankilosing 115, Gula darah 2
Mellitus 1 tab, Omeprazol 2 x
i kaki Sponditilis pada jam 142
1 kap,
orang dewasa
Melemaskan Glukosa puasa 147,
Maria Eperison HCL 30mg
Nyeri otot dan Total kolestro; 208,
22 435992 Cecilia P 61 130/90 Tinggi Fraktur 3 x 1 tab, Ibuprofen
lutut kiri melancarkan Hdl 56, Ldl 134,
Rina 200 mg 3 x 1 tab
aliran darah Asam urat 5,7
Nyeri Eperison HCL 30mg Melemaskan
Suyanti pinggang Nyeri punggung 3 x 1 tab, Allopurinol otot dan Glukosa darah
23 467214 P 54 130/80 Normal
halim dan bawah 300 mg 1 x 1 tab, melancarkan sewaktu 217
punggung Rosagen 1 x 1 sachet. aliran darah
Celecoxib 200 mg 2 x Meredakan OA,
Angela
Nyeri dan 1 tab, Metformin RA &
Silke Diabetes Hdl 55, Ldl 50,
24 323017 P 58 kaku pada 120/90 Normal 500mg 3 x 1 tab, Ankilosing
Darmaw Mellitus Trigliserida79
kaki Simvastatin 10 mg 1 x Sponditilis pada
an
1 tab orang dewasa
69

Ketoprofen Gel
Hemoglobin 12,7,
oleskan, Osteocall 1 x
Kusumo Diabetes Mengatasi nyeri Leukosit 12.96,
Nyeri 1 tab, Piroxicam 2 x
25 331099 Martant L 66 120/80 Tinggi Mellitus, karena trauma Hematokrit 35,
lutut 1 tab, Dexketoprofen
o Osteoporosis ringan Trombosit 622,
3 x 1 tab,
Kalium3,2
ciprofloxacin 2 x 1 tab
Meredakan OA,
Nyeri Dexketoprofen 3 x 1
Nyri punggung RA &
Darwin lutut dan tab, Irbesartan 300 mg Leukosit 1,2,
26 345213 L 54 160/80 Normal bawah, Ankilosing
wijaya telapak 1 x 1 tab, Glucosamin Eritrosit 1.5
Hipetensi Sponditilis pada
kaki 2 x 1 tab
orang dewasa
Meredakan OA,
Nyeri Celecoxib 200 mg,
RA & Ekbm70,5, Gula
Nabila punggung Diabetes Metformin 500 mg 3
27 320814 P 59 110/80 Normal Ankilosing darah sewaktu 78,
Anjani bawah dan Mellitus x 1 tab, Eperison 3 x 1
Sponditilis pada Kolestro l55
linu2 tab
orang dewasa
Celecoxib 200 mg 2 x
Meredakan OA,
Nyeri 1 tab, omeprazol 2 x 1 Leukosit 13,28,
Diabetes RA &
Yogawa pergelang kap, glucosamin 3 x 1 Glukosa darah
28 466935 P 68 130/90 Normal Mellitus, Ankilosing
ti Lilies an kaki tab, Piroxicam 10 mg sewaktu 174,
Fraktur Sponditilis pada
kanan 2 x 1 tab, Ibuprofen Cloride 108
orang dewasa
300 mg 1 x 1 tab
Hemoglobin 11,2,
Eperison HCL 30mg Leukosit 15,78,
Melemaskan
Putri Nyeri Diabetes 3 x 1 tab, Metformin Trombosit 55,
otot dan
29 297098 Nurul P 53 lutut saat 110/80 Normal Mellitus, 500mg 3 x 1 tab, Ureum107,
melancarkan
Chairia jongkok Osteoporosis Rosagen 1 x 1 tab, Creatinin 3,0,
aliran darah
epocaldi 1 x 1 tab Guladarah sewaktu
360
Celecoxib 200 mg 2 x
1 tab, Rosagen 1 x 1 Meredakan OA,
Gula darah
Hendrik Diabetes tab, glucosamin 3 x 1 RA &
Nyeri sewaktu 142,
30 469251 Praman L 56 120/90 Normal Mellitus, tab, dexketprofen 1 x Ankilosing
lutut Albumin 2,8, Na
a Osteoporosis 1 tab, Mecobalamin Sponditilis pada
151
2 orang dewasa
x 1 kap, Vitamin D
5000 1 x 1 tab
70

Sodium hyaluronate Mengobati


Nyeri Leukosit 14,88,
injeksi, Eperison 3 x nyeri pada
31 466722 Melsia P 34 dikaki 150/70 Normal Hipertensi Glukosa darah 134,
1 tab, Irbesartan penderita
kanan Cloride 107
300mg 1 x 1 tab Osteoartritis
Eperison HCL 30mg
Melemaskan
Nyeri di 2 x 1 kap, Metformin
Nyeri punggung otot dan Creatinin 0,9,
32 468974 Patrick L 69 Tulang 120/70 Normal 500 mg 3 x 1 tab,
bawah melancarkan Cloride 108
Belakang Piroxsikam 10 mg 2 x
aliran darah
1 tab
Sodium hyaluronate
Mengobati Leukosit12,16, Tr
Nike injeksi,
Nyeri Arthritis Gout, nyeri pada mbosit526,
33 227609 Inggrian P 50 130/80 Normal Dexketoprofen 1 x 1
sendi lutut Fraktur penderita Natrium149,
i tab, Mecobalamin 500
Osteoartritis Cloride106
mg 2 x 1 tab
Celecoxib 200 mg 2 x Meredakan OA,
Wawan Nyeri di 1 tab, Ibuprofen 200 RA &
Gula Darah
34 423387 Setiawa L 52 Lutut 250/110 Normal Arthritis gout mg 3 x 1 rab, Ankilosing
257mg/Dl, LDl 213
n kanan Mecobalamin 250 mg Sponditilis pada
1 x 1 tab orang dewasa
Nyeri Piroxicam 10 mg 2 x Meredakan OA,
sendi lutut 1, Eperison 3 x 1 tab, RA &
Ayu Hemoglobin 11,5,
35 309268 P 44 dan 160/70 Normal Hipertensi Amlodipin 5 mg 1 x 1 Ankilosing
Yunita Leukosit 7,75
tangan tab, Dexketoprofen 1 Sponditilis pada
kanan x 1 tab orang dewasa
Nyeri Eperison HCL 30mg Melemaskan Hemoglobin 11,6,
pinggang Nyeri punggung 3 x 1 tab, Piroxicam otot dan Leukosit 8,7,
36 464376 Ane P 67 130/90 Normal
dan bawah 10 mg 1 x 1 tab, melancarkan Hematokrit 32,
punggung Omeprazol 2 X 1 tab aliran darah Trombosit 40

Mengobati Hemoglobin 15,2,


Sodium hyaluronate
Darman Nyeri nyeri pada Lekosit 12,20,
37 227865 L 55 170/70 Normal Hipertensi injeksi, Irbesartan 150
syah lutut kiri penderita Hematokrit 44,
mg 1 x 1 tab
Osteoartritis Trombosit 213,
71

Celecoxib 200 mg 2 x
1 tab, omeprazol 2 x 1 Meredakan OA,
Bengkak kap, glucosamin 3 x RA &
Sri Gula darag puasa
38 465390 P 54 pada 130/70 Normal Fraktur 1 tab, Piroxicam 10 Ankilosing
wahyuni 111, Cloride 92
sendi kaki mg 1 x 1 tab, Sponditilis pada
Ciprofloxacin 1 x 1 orang dewasa
tab
Eperison HCL 30mg
Melemaskan
Nyeri dan 3 x 1 tab, Kolesterol 155,
Nyeri punggung otot dan
39 116342 Deswita P 57 kaku pada 150/80 Normal Mecobalamin 2 x 1 Gula darah
bawah melancarkan
kaki tab, Glucosmin 3 x 1 sewaktu 83
aliran darah
tab
Celecoxib 200 mg 2 x Meredakan OA,
1 kap, Eprison 3 x 1 RA &
Moh. Nyeri Gula darah puasa
40 383769 L 51 150/80 Tinggi Fraktur tab, Dexketoprofen 1 Ankilosing
Kholik lutut 105, Lukosit 11,78
x 1 tab, Epocaldi 1 x 1 Sponditilis pada
tab orang dewasa
Meredakan OA,
Nyeri Celecoxib 200 mg,
Tatang RA &
lutut dan Diabetes ciprofloxacin 2 x 1 Hamatokrit 37,
41 258145 Setiawa L 64 140/80 Tinggi Ankilosing
telapak Mellitus tab, Metformin 500 Creatinin 0,6
n Sponditilis pada
kaki mg 3 x 1 tab
orang dewasa
Nyeri Mengobati
Vonny Sodium hyaluronate
punggung Nyeri punggung nyeri pada Trombosit 80,
42 235231 Febrian P 77 120/60 Normal injeksi, Ketoprofen 1
bawah dan bawah penderita Leukosit 12,26
y x 1 tab
linu2 Osteoartritis

Nyeri Eperison HCL 30mg Melemaskan Ureum 54,


Kustam pergelang 3 x 1 tab, otot dan Creatinin,Hemoglo
43 141562 L 56 140/80 Normal Fraktur
an an kaki Paracetamol melancarkan bin 8,2, Hematokrit
kanan 3 x 1 tab, Glucosamin aliran darah 23
3 x 1 sach
Meredakan OA,
Nyeri Hemoglobin 10,4,
Celecoxib 200 mg 2 x RA &
Indri punggung Nyeri punggung Trombosit 30,
44 384508 P 64 130/90 Normal 1 kap, Ketorolac 3 x 1 Ankilosing
Hapsari bawah dan bawah Creatinin 1,3,
tab Sponditilis pada
linu2 Cloride 105
orang dewasa
72

Mengobati
Sodium hyaluronate Hemoglobin 12,5,
Bachrud Nyeri Nyeri punggung nyeri pada
45 406668 L 58 120/80 Normal injeksi, Osteocall 1 x Eritrosit 15,75,
in lutut bawah penderita
1 tab Hematokrit 36
Osteoartritis
Celecoxib 200 mg 2 x Meredakan OA,
Nyeri 1 tab, Amlodipin 5 RA &
Venny Nyeri punggung Gula darah
46 435763 P 62 Lengan 150/90 Normal mg 1 x 1 tab, Ankilosing
Oktora bawah sewaktu 149
kiri atas Metformin 500mg 3 x Sponditilis pada
1 tab orang dewasa
Ketoprofen Gel
oleskan, Asam
Nyeri Mengatasi nyeri
Nyeri punggung mefenamat 500 mg Total kolesterol
47 467879 Suparno L 67 pada lutut 120/80 Normal karena trauma
bawah 2 218, Ldl 145
kanan ringan
x 1 tab,
Dexketoprofen 1 x 1
tab, Eperison 3 x 1 tab
Celecoxib 200 mg 2 x
1 kap, Piroxicam 10 Meredakan OA,
lutut nyeri
mg 1 x 1 tab, RA & Gula darah puasa
Karyon jika dan Nyeri punggung
48 323432 L 56 130/80 Normal Omeprazol 2 x 1 kap, Ankilosing 276, Gula darah 2
o naik turun bawah
Epocaldi 1 x 1 tab, Sponditilis pada jam 315
tangga
Cefixime 100 mg 1 x orang dewasa
1 kap
Eperison HCL 30mg
Rasa Melemaskan
3 x 1 tab,
Purwant kakudi Athritis gout, otot dan Ureum 83,
49 331987 L 66 150/80 Normal Ciprofloxacin 2 x 1
o kedua Fraktur melancarkan Creatinin 1,4
tab, Mecobalamin 500
lutut aliran darah
mg 2 x 1 tab
Ketoprofen Gel
oleskan, Piroxicam 10
Nyeri mg 1 x 1 tab, Vitamin Mengatasi nyeri Hemoglobin 17,8,
Eddy
50 345764 L 58 lutut saat 130/90 Normal Osteoporosis D 5000 1 x 1 tab, karena trauma Leukosit 12.5,
Yusuf
jongkok Simvastatin 10 mg 1 x ringan Creatinin 1,4
1 tab, Mecobalamin
500 mg 2 x 1 kap
73

Meredakan OA,
Celecoxib 200 mg 2 x
RA &
Haryant Nyeri 1 kap, Osteocall 1 x 1
51 320329 L 59 120/80 Normal Osteoporosis Ankilosing Glukosa darah 190
o lutut tab, Glucosamin 3 x 1
Sponditilis pada
tab
orang dewasa
Celecoxib 200 mg 2 x Meredakan OA,
Nyeri Diabetes 1 kap, Metformin 500 RA & Gula darah puasa
Indrawa
52 466784 P 68 dikaki 140/90 Normal Mellitus, mg 3 x 1 tab, Epocaldi Ankilosing 115, Gula darah 2
ti
kanan Osteoporosis 1 x 1 tab, glucosamin Sponditilis pada jam 142
3 x 1 tab orang dewasa
Ketoprofen Gel
Glukosa puasa 147,
Tri Nyeri di oleskan, Mengatasi nyeri
Nyeri punggung Total kolestro; 208,
53 297395 Kusuma P 53 Tulang 140/70 Normal Dexketoprofen 1 1 karena trauma
bawah Hdl 56, Ldl 134,
dewi Belakang tab, Vitamin D 5000 1 ringan
Asam urat 5,7
x 1 tab
Meredakan OA,
Celecoxib 200 mg 2 x
Retno RA &
Nyeri Nyeri punggung 1 kap, Piroxicam 10 Glukosa darah
54 469953 Setyani P 56 140/70 Normal Ankilosing
sendi lutut bawah mg 1 x 1 tab, Epocaldi sewaktu 217
ngrum Sponditilis pada
1 x 1 tab
orang dewasa
Eperison HCL 30mg
Melemaskan
Nyeri di 3 x 1 tab, asam
otot dan Hdl 55, Ldl 50,
55 466239 Darwati P 48 Lutut 140/80 Normal osteoporosis mefenamat 500 mg 2
melancarkan Trigliserida79
kanan x 1 tab, Osteocall 1 x
aliran darah
1 tab
Eperison HCL 30mg
Nyeri 3 x 1 tab, asam Melemaskan
Herawat punggung Nyeri punggung mefenamat 500 mg 3 otot dan Gula darah
56 466456 P 44 120/80 Normal
i bawah dan bawah x 1 tab, Ketorolac 3 x melancarkan sewaktu 147
linu2 1 tab, Glucosamin 3 x aliran darah
1 tab
Celexocib 100 mg 2 x Meredakan OA,
Nyeri dan 1 kap, asam RA & Hemoglobin 15,2,
Meliana Nyeri punggung
57 466781 P 42 kaku pada 130/70 Normal mefenamat 500 mg 3 Ankilosing Glukosa darah
wati bawah
kaki x 1 tab, amlodipin 5 Sponditilis pada sewaktu 104
mg 1 x 1 tab orang dewasa
74

Eperison HCL 30mg Melemaskan


Agus Nyeri 3 x 1 tab, Allopurinol otot dan
58 466784 L 57 130/70 Normal Arthritis gout Hdl 54, Ldl 50
Hadi lutut kiri 300 mg 1 1 tab, melancarkan
Glucosamin 3 x 1 tab aliran darah

Celecoxib 200 mg 2 x
Meredakan OA,
nyeri 1 kap, Piroxicam 10
RA &
sendi Nyeri punggung mg 1 x 1 tab, oteocall Glukosa darah
59 466754 Pepita P 61 120/80 Normal Ankilosing
lengan bawah 1 x 1 tab, Rosagen 1 x sewaktu 216
Sponditilis pada
kanan 1 sachet, Cefixime
orang dewasa
200 mg 1 x 1 kap
Eperison HCL 30mg
3 x 1 tab, asam
Melemaskan
Nyeri di mefenamat 500 mg 3
Syanhra otot dan
60 466239 P 60 Lengan 140/80 Normal osteoporosis x 1 tab, Glucosamin 3 Hdl 55, Ldl 52
ni melancarkan
kiri x 1 tab, Omeprazol 2
aliran darah
x 1 kap, Vitamin D
5000 1 x 1 tab
74

Lampiran 7. Hasil rekapitulasi obat yang mengalami DRPs kategori obat tanpa indikasi.

Nama L/P diagnosa Penyakit Hasil laboratorium Nama obat yang Kandungan Indikasi Dosis literatur Dosis obat
penyerta mengalami DRPs obat yang diberikan
Michael L Nyeri Osteoporosis TD : normal Levofloxacin Levofloxacin Antibiotik golongan Kap 250-750mg 1x 500mg :
Gatot P pinggang dan Suhu : normal 500mg tab quinolon digunakan 1x/hr selama 7-
punggung Nadi : rendah untuk pneumoni. 14 hr
RR : Normal
Leukosit : 7,31 (normal)
Trombosit : 238 (normal)
Eritrosit : 4,98 (normal)
SGOT (AST) : 10
(rendah) SGPT (ALT) :
11 (Rendah)
Ureum darah : 19
(normal) Kreatinin darah
: 0,6 (normal) MCV : 83
(normal)
MCH : 29 (Normal)
MCHC : 35 (Normal)
RDW-SD : 38,7
(Normal)
Hemoglobin
15,2, Lekosit
12,20,
Hematokrit 44,
Trombosit 213,
Glukosa darah
sewaktu 104
Troponim 1 : negatif
Echocardiography : kesan
CAD Thorax :
Pulmo/cor : normal
(tidak ada kelainan,
atau perbesaran)
75

Lampiran 8. Hasil Rekapitulasi Obat Yang Mengalami DRPs

Indikasi Ketidaktepatan
No Jenis Interaksi
No Nama Obat/Resep Overdose Underdose Tanpa Pemilihan DRPS
RM Sediaan Obat
Obat Obat
Ketoprofen Gel oleskan Topikal 0 0 0 0 0 Underdose karena
Yohana Ibuprofen 400 mg 2 x 1 tab Oral 0 1 0 0 0 diberikan
1 341972
Maria <80% dari dosis lazim
Epocaldi 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
yang diberikan.
Celexocib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 1
Rosagen 1 x 1 sachet Oral 0 0 0 0 0
2 467549 Yuliana Anna Asam mefenamat 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 1 Interaksi 2 NSAIDs
metformin 500 mg 3 x 1 tab, Oral 0 0 0 0 0
Vitamin D5000 1 x 1tab Oral 0 0 0 0 0
Epocaldi 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 1 x 1 tab, Oral 0 1 0 0 0 Underdose karena
Meformin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 diberikan
3 226269 Anna
Vitamin D 5000 1 x 1tab Oral 0 0 0 0 0 <80% dari dosis lazim
yang diberikan.
Rosagen 1 x 1 sachet Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 1 x 1 tab, Oral 0 0 0 0 0
Paracetamol 500mg 3 x 1
Oral 0 0 0 0 0
4 469236 Carin Lim tab, -
Eperison 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Osteocall 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Sodium hyaluronate injeksi injeksi 0 0 0 0 0
Allopurinol 300 1 x 1 tab, Oral 0 0 0 0 0
5 29095 Mirani Jahja Ibuprofen 400 mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 -
mecobalamin 500 mg 3 x 1 Oral 0 0 0 0 0
Counterpain PXM oleskan Topikal 0 0 0 0 0
Levofloxacin 1 x 1 tab Oral 0 0 0 1 0
Michael Ostocall 1 x 1 tab, Oral 0 0 0 0 0 Pemilihan antibiotik
6 34528 Vitamin D 5000 1 X 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Gatot P yang tidak sesuai
Omeprazol 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Rosagen 1 x 1 sachet Oral 0 0 0 0 0
76

Celexocib 200 mg 1 x 1 tab Oral 0 1 0 0 0 Underdose karena


Amlodipin 10 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 diberikan
7 276897 Novita Dewi
Simvastatin 20 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 <80% dari dosis lazim
Vitamin D 5000 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 yang diberikan.
Ketoprofen Gel oleskan Topikal 0 0 0 0 0
8 467946 Merianti Hiri Amlodipin 5 mg 1 x 1 tab, Oral 0 0 0 0 0 -
Mecobalamin 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Counterpain PXM oleskan Topikal 0 0 0 0 0 Underdose karena
Omeprazol 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0 diberikan
9 468153 Ken Holim Rosagen 1 x 1 sachet Oral 0 0 0 0 0 <80% dari dosis lazim
Glucosamin 2 x 1 tab Oral 0 1 0 0 0 yang diberikan.
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Yusuf Arie Metformin 500mg1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
10 423418 -
Santoso
Osteocall 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Ketoprofen Gel oleskan Topikal 0 0 0 0 0
Paracetamol 500 mg 3 x 1
11 309754 Liany Mulyo Oral 0 0 0 0 0 -
tab
Allopurinol 300 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Sodium hyaluronate injeksi Injeksi 0 0 0 0 0
Allopurinol 300 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Interaksi Paracetamol x
12 464389 Henry Halim Paracetamol 500mg 3 x
Oral 0 0 0 0 1 ranitidin
1 tab
Ranitidin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 1
Celexocib 200 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Veronica Allopurinol 300 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
13 227378 -
Ellena
Vitamin d 5000 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Bryan Meformin 500 mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
14 465769 -
Michael
Ranitidin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Johan Amlodipin 10 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
15 116839 -
Kartayana
Allopurinol 300 1 x 1 tab. Oral 0 0 0 0 0
Ranidia Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 Interaksi Paracetamol x
16 383689
Leeman Paracetamol 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 1 ranitidin
77

Ranitidin 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 1


amlodipin 5 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Ciprofloxacin 2 x 1 tab Oral 0 0 0 1 0
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Karuna metformin 500 mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
17 258104 -
Murdaya Asam mefenamat 500 mg 3
Oral 0 0 0 0 0
x 1 tab
Phiong Kin Counterpain PXM oleskan Topikal 0 0 0 0 0
18 235698 -
Lian Ibuprofen 400 mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Glucosamin 2 x 1 tab Oral 0 1 0 0 0 Underdose karena
Alyssia Rosagen 1 x 1 sach Oral 0 0 0 0 0 diberikan
19 141420
Sabrina Ketorolak 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 <80% dari dosis lazim
yang diberikan.
ciprofloxacin 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Sodium hyaluronate injeksi Injeksi 0 0 0 0 0
Siek Cecilia
20 384249 Asam mefenamat 500 mg 3 -
Lisa Oral 0 0 0 0 0
x 1 tab
Celexocib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Lana Metformin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
21 406691 -
Yunharti
Omeprazol 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Maria Cecilia Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
22 435992 -
Rina Ibuprofen 200 mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Allopurinol 300 mg 1 x
23 467214 Suyanti halim Oral 0 0 0 0 0 -
1 tab
Rosagen 1 x 1 sachet. Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Angela Silke Metformin 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
24 323017 -
D
Simvastatin 10 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Ketoprofen Gel oleskan Topikal 0 0 0 0 0
Osteocall 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 overdose karena
Kusumo Piroxicam 20 mg 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 diberikan
25 331099
Martanto Dexketoprofen 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 1 >125% dari dosis
maksimal
ciprofloxacin 2 x 1 tab Oral 0 0 0 1 0
78

Dexketoprofen 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 Underdose karena


Darwin Irbesartan 300 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 diberikan
26 345213
wijaya <80% dari dosis lazim
Glucosamin 2 x 1 tab Oral 0 1 0 0 0
yang diberikan.
Celexocib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Nabila Metformin 500 mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
27 320814 -
Anjani
Eperison 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 Ibuprofen Underdose
omeprazol 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0 karena kurang dari
Yogawati glucosamin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 dosis maksimal,
28 466935
Lilies Piroxicam 10 mg 2 x 1 tab Oral 1 0 0 0 0 Piroxicam Overdose
karena diberikan lebih
Ibuprofen 300 mg 1 x 1 tab Oral 0 1 0 0 0
dari dosis maksimal
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Putri Nurul Metformin 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
29 297098 Rosagen 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 -
Chairia
epocaldi 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 1
Rosagen 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Hendrik glucosamin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
30 469251 dexketprofen 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 1 Interaksi 2 NSAIDs
Pramana
Mecobalamin 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Vitamin D 5000 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Sodium hyaluronate injeksi injeksi 0 0 0 0 0
31 466722 Melsia Eperison 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 -
Irbesartan 300mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Eperison 30mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0 overdose karena
Metformin 500 mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 diberikan
32 468974 Patrick
>125% dari dosis
Piroxsikam 20 mg 2 x 1 tab Oral 1 0 0 0 0
maksimal
Sodium hyaluronate injeksi injeksi 0 0 0 0 0
Nike Dexketoprofen 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
33 227609 -
Inggriani Mecobalamin 500 mg 2 x 1
Oral 0 0 0 0 0
tab
34 423387 Celexocib 200 mg 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 -
79

Ibuprofen 200 mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0


Wawan
Mecobalamin 250 mg 1 x 1
Setiawan Oral 0 0 0 0 0
tab
Piroxicam 20 mg 2 x 1 Oral 1 0 0 0 0 overdose karena
Eperison 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 diberikan
35 309268 Ayu Yunita Amlodipin 5 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 >125% dari dosis
Dexketoprofen 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 maksimal
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
36 464376 Ane Piroxicam 20 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 -
Omeprazol 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Sodium hyaluronate injeksi Injeksi 0 0 0 0 0
37 227865 Darmansyah -
Irbesartan 150 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 1
omeprazol 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
38 465390 Sri wahyuni glucosamin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 Interaksi 2 NAIDs
Piroxicam 20 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 1
Ciprofloxacin 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
39 116342 Deswita Meconeuro 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 -
Glucosmin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Eprison 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
40 383769 Moh. Kholik Dexketoprofen 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 -
Epocaldi 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Tatang ciprofloxacin 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
41 258145 -
Setiawan
Metformin 500 mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Vonny Sodium hyaluronate injeksi Injeksi 0 0 0 0 0
42 235231 -
Febriany Dexketoprofen 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Ranitidin 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 1 Interaksi Paracetamol x
43 141562 Kustaman Paracetamol 3 x 1 tab, Oral 0 0 0 0 1 ranitidin
Glucosamin 3 x 1 sach Oral 0 0 0 0 0
44 384508 Indri Hapsari Celexocib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0 -
80

Ketorolac 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0


Sodium hyaluronate injeksi Injeksi 0 0 0 0 0
45 406668 Bachrudin -
Osteocall 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Venny Amlodipin 5 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
46 435763 -
Oktora
Metformin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Ketoprofen Gel oleskan Topikal 0 0 0 0 0
Asam mefenamat 500 mg 2
Oral 0 0 0 0 0
47 467879 Suparno x 1 tab -
Dexketoprofen 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Eperison 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Piroxicam 20 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Omeprazol 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0 Pemilihan antibiotik
48 323432 Karyono Epocaldi 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 yang tidak sesuai
Cefixime 100 mg 1 x 1
Oral 0 0 0 1 0
kap
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Ciprofloxacin 2 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
49 331987 Purwanto -
Mecobalamin 500 mg 2 x 1
Oral 0 0 0 0 0
tab
Ketoprofen Gel oleskan Topikal 0 0 0 0 0
Piroxicam 20 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Vitamin D 5000 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
50 345764 Eddy Yusuf -
Simvastatin 10 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Mecobalamin 500 mg 2 x
Oral 0 0 0 0 0
1 kap
Celexocib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
51 320329 Haryanto Osteocall 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 -
Glucosamin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Metformin 500 mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
52 466784 Indrawati Epocaldi 1 x 1 tab, Oral 0 0 0 0 0 -
glucosamin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
81

Ketoprofen Gel oleskan Topikal 0 0 0 0 0


Tri
53 297395 Dexketoprofen 1 1 tab, Oral 0 0 0 0 0 -
Kusumadewi
Vitamin D 5000 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celecoxib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0 overdose karena
Retno Piroxicam 20 mg 2 x 1 tab Oral 1 0 0 0 0 diberikan
54 469953
Setyaningrum >125% dari dosis
Epocaldi 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
maksimal
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Asam mefenamat 500 mg 2
55 466239 Darwati Oral 0 0 0 0 0 -
x 1 tab
Osteocall 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Asam mefenamat 500 mg 3
Oral 0 0 0 0 0
56 466456 Herawati x 1 tab -
Ketorolac 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Glucosamin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celexocib 100 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 1
Asam mefenamat 500 mg 3
57 466781 Melianawati Oral 0 0 0 0 1 Interaksi 2 NSAIDs
x 1 tab
amlodipin 5 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
58 466784 Agus Hadi Allopurinol 300 mg 1 1 tab Oral 0 0 0 0 0 -
Glucosamin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Celecoxib 200 mg 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Piroxicam 20 mg 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
59 466754 Pepita oteocall 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 -
Rosagen 1 x 1 sachet Oral 0 0 0 0 0
Cefixime 200 mg 1 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Eperison 30mg 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
Asam mefenamat 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0
60 466239 Syanhrani Glucosamin 3 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0 -
Omeprazol 2 x 1 kap Oral 0 0 0 0 0
Vitamin D 5000 1 x 1 tab Oral 0 0 0 0 0

Anda mungkin juga menyukai