Dosen Pembimbing :
Nurhayati,S.Kep.,Ners,MNS
Diusulkan Oleh :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Rhematoid Atritis ” ini dengan sebaik-baiknya.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya ke peradaban saat ini dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, Sehingga kritik
dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini di masa
yang akan datang.
Terakhir, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca, Aamiin yaa rabbal 'aalamiin.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH..............................................................................................5
1.3 TUJUAN.......................................................................................................................5
1.4 MANFAAT..................................................................................................................6
BAB 2 TINJAUAN TEORI..............................................................................................6
2.1 Konsep Rhematoid atritis.............................................................................................6
2.1.1 Definisi.......................................................................................................................6
2.1.2 Etiologi.......................................................................................................................6
2.1.3 Patofisiologi...............................................................................................................7
2.1.4. Pathway.....................................................................................................................8
2.1.5 Manipertasi klinis.......................................................................................................9
2.1.6 Pemeriksaan penunjang..............................................................................................9
2.1.7 Penatalaksanaan.........................................................................................................9
BAB 3 ASKEP KELUARGA.........................................................................................11
BAB 4 PENUTUP............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27
BAB 1
PENDAHULUAN
Angka kejadian rheumatoid arthritis pada tahun 2016 yang disampaikan oleh WHO
adalah mencapai 20% dari penduduk dunia, 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20
tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55 tahun (Majdah & Ramli, 2016; Putri &
Priyanto, 2019). Menurut Riskesdas (2018) jumlah penderita rheumatoid arthritis di
Indonesia mencapai 7,30%. Seiring bertambahnya jumlah penderita rheumatoid arthritis
di Indonesia justru tingkat kesadaran dan salah pengertian tentang penyakit ini cukup
tinggi. Keadaan inilah menjelaskan bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia
khususnya penderita untuk mengenal lebih dalam lagi mengenai penyakit rheumatoid
arthritis. Selanjutnya prevalensi yang terjadi di Jawa Tengah berjumlah (6.78%).
Prevalensi berdasarkan diagnosis dokter tertinggi di Aceh (13,3%). Prevalensi yang
didiagnosa dokter lebih tinggi perempuan (8,5%) dibanding dengan laki-laki 6,1%
(Riskesdas, 2018). Prevalensi jumlah penyakit di Jawa Tengah 25,5% (Nurwulan, 2017).
Prevalensi penyakit rematik berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala di kota
Magelang 28,9%, sedangkan di Kabupaten Magelang 11,7% (Fajri & Muhlisin, 2019).
Banyak orang menganggap rheumatoid arthritis sebagai radang sendi biasa, sehingga
mereka terlambat melakukan pengobatan (Padila, 2013). Salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku tentang penatalaksanaan rheumatoid arthritis adalah pengetahuan
dan informasi. Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah individu
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Aklima et al., 2017).
Dampak dari keadaan ini dapat mengancam jiwa penderitanya atau hanya menimbulkan
gangguan kenyamanan dan masalah yang disebabkan oleh penyakit rematik tidak hanya
berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas hingga terjadi hal yang paling
ditakuti yaitu menimbulkan kecacatan seperti kelumpuhan dan gangguan aktivitas hidup
sehari-hari (Silaban, 2016). Penanganan nyeri pada rematik dapat dilakukan dengan dua
metode yaitu dengan farmakologi dan nonfarmakologi (Andri et al., 2019). Dengan
farmakologi bisa menggunakan obat-obatan analgesik, namun lansia pada proses
penuaan mengalami farmakodinamik, farmakokinetik serta metabolisme obat dalam
tubuh lansia sehingga sangat memberi resiko pada lansia. Selain itu efek yang dapat
timbul dalam jangka panjang dapat mengakibatkan perdarahan pada saluran cerna, tukak
peptik, perforasi dan gangguan ginjal (Mawarni & Despiyadi, 2018).
Berdasarkan pengkajian dan wawancara yang dilakukan peneliti pada saat survey awal
pada tanggal 03 Desember 2014 melalui 10 lansia diantarannya 5 perempuan dan 5 laki-
laki didapatkan bahwa 5 dari 5 orang lansia perempuan di BPPLU mengalami
rheumatoid arthritis, 3 diantaranya mengetahui cara penanganan penyakit rheumatoid
arthritis serta 2 lainnya tidak mengetahui cara penanganan penyakit rheumatoid atritis
sedangnkan dari 5 lansia laki-laki didapatkan 1 orang yang menderita rheumatoid atritis
dan tidak mengetahui cara penanganan penyakit rheumatoid arthritis , dan didukung oleh
data bahwa belum adanya penelitian sebelumnya yang dilakukan mengenai tingkat
pengetahuan lansia dengan penanganan penyakit rheumatoid arhtritis di BPPLU ini.
Hingga saat ini masih belum ditemukan pasti apa penyebab remathoid atritis yang
menyebabkan respon imun menyimpang pada pejamu yang rentan secara genetik.
Sebagai akibatya antibodi normal (imunoglobulin) menjadi autoantibodi dan menyerang
jarringan penjamu.antibodi yang berubah ini biasanya terdapat pada orang yang
mengalami RA, disebut Factor rematoid (rhematoid faktor,RF), antibodi yang
dihasilkan sendiri berkaitan dengan antigen target mereka dlam darah dan membran
sinovial, membentuk kompleks imun.komplemen diaktivasi oleh kompleks
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan umum
1.4 MANFAAT
1.4.1 Manfaat penulis
Penulis ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan sebagai sarana
untuk mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman khususnya dibidang keluarga pada
penderita rhematoid atritis.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Rhematoid atritis
2.1.1 Definisi
Rheumathoid Arthritis (RA) merupakan gangguan peradangan kronis
autoimun atau respon autoimun, dimana imun seseorang bisa terganggu dan turun yang
menyebabkan hancurnya organ sendi dan lapisan pada sinovial, terutama pada tangan,
kaki dan lutut (Sakti & Muhlisin, 2019; Masruroh & Muhlisin, 2020). Sebagian besar
masyarakat Indonesia menganggap remeh penyakit Rematik, karena sifatnya yang
seolah-olah tidak menimbulkan kematian padahal rasa nyeri yang ditimbulkan sangat
menghambat seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Nurwulan, 2017).
Penyakit Rematik sering kita dengar di masyarakat, Namun pemahaman yang benar
tentang Rematik di keluarga belum memuaskan (Siahaan et al., 2017).
Menurut penulis dari 3 sumber diatas Rheumathoid Arthritis (RA) merupakan
gangguan peradangan kronis autoimun dimana imun seseorang terganggu/menurun yang
biasa terjadi dibagian hancurnya organ bagian sendi,terutama tangan,kaki,dan ada juga di
bagian lutut. kemudian penyakit Rematik ini memang tidak menimbulkan kematian akan
tetapi menghambat seseorang melakukan aktivitas sehari-hari.
2.1.2 Etiologi
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan dengan
interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan.
Pada saat ini, reumathoid atritis diduga disebabkan oleh factor autoimun dan infeksi.
Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; factor infeksi mungkin disebakan oleh
virus dan organisme mikroplasma atau group difteroid yang menghasilkan antigen
kolagentipe II dari tulang rawan sendi penderita.
2.1.3 Patofisiologi
Dipercaya bahwa pajanan terhadap antigen yang tidak teridentifikasi menyebabkan
respon imun menyimpang pada pejamu yang rentan secara genetik. Sebagai akibatya
antibodi normal (imunoglobulin) menjadi autoantibodi dan menyerang jarringan
penjamu.antibodi yang berubah ini biasanya terdapat pada orang yang mengalami RA,
disebut Factor rematoid (rhematoid faktor,RF), antibodi yang dihasilkan sendiri
berkaitan dengan antigen target mereka dlam darah dan membran sinovial,membentuk
kompleks imun.komplemen diaktivasi oleh kompleks imun,memicu respons inflamasi
pada jaringan sinoval.
Leukosit tertarik pada membran sinoval dari sirkulasi,tempat neutrofil dan makrofag
mengingesti kompleks imun dan melepaskan enzim yang megradasi jaringan sinoval dan
kartilago artikular. Limfosit B dan T menyebabkan penikatan produksi faktor rematoid
dan enzim yang meningkatkan dan melanjutkan proses inflamasi.
Membran sioval rusak akibat proses inflamasi dan imun. Membran sinoval
membengkak akibat infiltrasi leukosit dan menebal karena sel berprofilerasi dan
membesar secara abnormal. Prostaglandin memicu vasodilatasi , dan sek sinovial dan
jaringa menjadi hiperaktif. Pembuluh darah baru tumbuh untuk menyokong hiperplasia
sinovial, membentuk jaringan granulasi vaskular disebut panus.
2.1.4. Pathway
Artritis Reumatoid
Hambatan Mobilitas
Gangguan mekanis
Gambar 2.1 PathwayFisik
artritis reumatoid
Nyeri dan fungsional pada
sendi
2.1.5 Manipertasi klinis
Manipertasi klinis Rheumatoid Arthtritis adalah sebagai berikut :
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Pendidikan : meliputi tentang patofisiologi, penyebab ,tanda, dan gejala semua
komponen program penatalaksanaan termasuk regimen.
b. Istirahat: pasien membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas
diikuti oleh masa istirahat.
c. Latihan fisik dan termoterapi: latihan dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi sedikitnya 2
kali sehari.
d. Kompres: kompres hangat pada daerah sendi dan sakit, dan bengkak mungkin
dapat mengurangi nyeri.
e. Diet seimbang: karbohidrat, protein, lemak. Makanan yang tidak boleh dimakan
seperti jeroan, kembang kol, bayam, emping,daun singkong, makanan yang boleh
dimakan seperti tempe, tahu, daging sapi, daging ayam, sayur kangkung, buah-
buahan, nasi dan susu.
f. Terapi pengobatan : bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan, obat-
obat yang di pakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan
mengubah perjalanan penyakit
g. OAINS (obat anti inflamasi non steroid) diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri
akibat inflamasi.OAINS yang dapat diberikan : Aspirin mulai dosis 3-4
x/hari.Ibuprofen,nafroxen,poriksikam, diklofenak dan sebagainya.
h. DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) gunanya untuk melindungi
rawan sendi dan tulang dari proses destruksiakibat arthritis rheumatoid, jenis-jenis
yang digunakan adalah:
Klorokuin fosfat 250mg/hari
Sulfasalazin dalam dosis 1x500mg/hari
D-oenisilamin dosisnya 250-300mg/hari
Kortikosteroid: dosis rendah prednisone 5-7,5 mg (dosis tunggal pagi hari) sangan
bermanfaat sebagai bridging terapi dalam mengatasi rheumatoid arthri
Rehabilitasi: bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien caranya dengan
mengistirahatkan sendi yang sakit.
1. Faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian Rheumatoid Arhtritis dan tidak dapat
dimodifikasi
a) Umur
Risiko terkena Rhematoid Arthritis meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Rhematoid Arthritis dapat terjadi pada usia berapapun, namun lebih sering
dijumpai pada usia antara 40 dan 60 tahun. Timbulnya Rhematoid Arthritis , baik
perempuan dan laki-laki, paling banyak terjadi pada usia 60 tahun.
b) Jenis Kelamin
Rhematoid Arthritis lebih sering terjadi pada wanita, yang mana 60% dari
semua orang dengan arthritis adalah perempuan. Insidensi Rheumatoid Arhtritis
biasanya dua sampai tiga kali lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Populasi diperkirakan 4 % pada wanita dan 3 % di antara laki-laki. Perempuan
dengan hormon estrogennya lebih berpeluang terserang RA dibandingkan dengan
pria. Hormon estrogen sangat penting untuk menjaga kepadatan tulang.
Kekurangan hormon ekstrogen mengakibatkan lebih banyak penghancuran tulang
daripada pembentukan tulang. Keadaan ini mempercepat dan memperberat
penyakit RA.
c) Genetik
Terdapat bukti lama bahwa HLA tertentu pada genotipe kelas II yang
dikaitkan dengan peningkatan risiko kejadian Rheumatoid Arhtritis . Terjadi
hubungan yang erat antara HLA-DW4 dengan Rheumatoid Arhtritis seropositif.
Hubungan ini menunjukkan bahwa penderita memiliki resiko 4 kali lebih mudah
terserang penyakit ini.
d) Hormon Sex
Perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental Corticotraonin
Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron (DHEA), yang
merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan stimulasi
esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan menghambat
respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen
dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan
penyakit ini (Suarjana, 2009).
2. Faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian Rheumatoid Arhtritis dan dapat
dimodifikasi:
a) Merokok
Merokok merupakan bukti terkuat dan paling konsisten terhadap hubungan
antara merokok dan Rheumatoid Arhtritis . Sebuah penelitian oleh para ahli dari
Karolinska Institute di Stockholm mengungkapkan, pembentukan ACPA bisa
meningkat jika seseorang mempunyai kebiasan merokok. Peningkatan risikonya
mencapai 35 persen dibandingkan yang sama-sama memiliki faktor risiko tersebut
namun tidak merokok. Artinya 35 persen atau kurang lebih 1 dari 3 kasus
Rheumatoid Arhtritis menjadi parah yang dipicu oleh ACPA terjadi akibat
kebiasaan merokok. Dalam penelitian tersebut, partisipan rata-rata memiliki
kebiasaan merokok sebanyak 20 batang sehari selama lebih dari 20 tahun.
b) Infeksi
Banyak agen mikroba dapat menginfeksi sendi dan berpotensi menyebabkan
pengembangan berbagai bentuk arthritis. Infeksi dibagian persendian akibat
bakteri, mikoplasma atau koloni jamur, dan virus bisa menimbulkan sakit yang
terjadi secara mendadak. Biasanya disertai juga dengan tanda-tanda peradangan.
Infeksi dan peradangan merupakan gejala yang khas sebagai tanda timbulnya
Rheumatoid Arhtritis .
c) Radikal bebas
Radikal bebas seperti superoksida dan lipid peroksidase akan merangsang
keluarnya prostaglandin. Adanya prostaglandin akan menimbulkan rasa nyeri,
peradangan, dan pembengkakan.
3. Faktor resiko yang dapat menurunkan kejadian Rheumatoid Arhtritis Setidaknya
terdapat satu karakteristik dapat menurunkan risiko pengembangan RA yaitu wanita yang
menyusui bayinya memiliki penurunan risiko terkena Rheumatoid Arhtritis
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
3.1 Pengkajian
1) Data Umum
1. Kepala Keluarga (KK) : Tn.A
2. Alamat dan telepon : 083890xxx
3. Pekerjaan KK : karyawan swasta
4. Pendidikan KK : SLTA/sederajat
5. Diagnosa medis : Rhematoid atritis
5. Sdri.R P Anak 15 SD
Genogram :
Tn.R
Ny.k
tn. Ny.
c D
tn.H Ket :
Ny.
: perempuan
E
: Laki-laki
: meninggal
Sdr.s : tinggal
serumah
nn. Sdri.
t S :garis
perkawinan
: garis
keturunan
:klien
Gambar.3.1 genogram Tn.A
6. Tipe Keluarga : Nuclear family (Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak)
V. Fungsi keluarga
Berat badan 80 Kg 67 Kg 76 kg 89 kg 63 Kg
No Data Masalah
1. DS : Gangguan
1. Ny.E mengatakan “saya sering merasa sakit pada mobilitas fisik
lutut kanan dan jari dikaki kanan”
2. Ny.E mengatakan jika sakitnya parah,susah berjalan.
3. Ny.E mengatakan “kalau ketika sayaberjalan
tiba-tiba nyeri lutut, langsung berhenti dulu duduk mba
sampai sakitnya hilang”
4. Ny.E mengatakan “ biasanya saya Cuma minum obat
yang di berikan di puskesmas dan sedikit di pijat-pijat
saya tidak tau cara lain untuk menguranginyerinya”
DO :
Grimace (+), nampak kesulitan berdiri,berjalan
pincang.
nampak tidak menggunakan alat bantu
Skala nyeri 3
TTV:
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,8 ºC
RR: 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit
2. Ds : Nyeri akut
1) Ny.E mengatakan nyeri saat berjalan
2) Ny. E mengatakan nyeri dirasakan saat beraktivitas
pagi hari(P)
3) Nyeri terasa seperti terbakar dan cekot-cekot(Q)
4) Klien mengatakan nyeri di lutut dan jari-jari tangan
(R)
5) Klien mengatakan skala nyeri 3(S)
6) Nyeri yang dirasakan hilang timbul(T)
7) Aktivitas menjadi terganggu
8) Tidur malam : 5jam
Do :
KU : Composmentis
TTV:
Tekanan darah : 120/80 mmHg,
Suhu : 36,8°C
RR : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit
Ekspresi wajah meringis
3.3 Skoring
Tabel 3.3 Skoring Prioritas Masalah keperawatan keluarga Gangguan mobilitas fisik
b.d gangguan musculo skletsal.
No. Kriteria Skala Bobot Skore Pembenaran
2. Kemungkinan Dengan
masalah yang menggunakan alat
dapatdiubah : 2 2 2/2x2=2 bantu jalan
f) Mudah 1 kemungkinan dapat
g) Sebagian 0 berjalan dengan
h) Tidak lebih baik.
dapat
3. Potensial Rasa nyeri saat
masalah 1 3/3x1=1 berjalan dapat
untuk dikurangi dengan
dicegah : dengan pengobatan
3
Tinggi dan perbaikan gaya
2
Cukup hidup yangtepat.
1
Rendah
4. Menonj olnya Ny. E sudah 8hari
masalah: 2 1 2/2x1=1 mengeluh sering
1) Segera 1 nyeri pada kedua
2) Tidak perlu lutut dan kedua jari
segera 0 tangan.
3) Tidak
dirasakan
Total 5
Tabel 3.4 Skoring Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga Nyeri Akut b.d Kondisi
musculoskeletal kronis
No. Kriteria Skala Bobo Skore Pembenaran
t
1. Sifat masalah: Ny. E sudah 4
1) Aktual 3 bulan mengalami
2) Resiko 2 1 3/3x1=1 nyeri pada sendi
3) Potensial 1 lutut dan jari-jari
tangan.
2. Kemungkinan Dengan
masalah yang mengkonsumsi
dapat diubah : obat dan Teknik
2 1 2/2x1=1
1. Mudah relaksasi
1
2. Sebagian 0 kemungkinan
3. Tidakdapat nyeri dapat hilang
3. Potensial Rasa nyeri
masalah untuk dapat dikurangi
3 1 3/3x1=1
dicegah : dengan dengan
2
1. Tinggi pengobatan dan
1
2.Cukup perbaikan gaya
3.Rendah hidup yang
tepat.
4. Menonjolnya masalah Ny. K sudah 4
: bulan mengeluh
2 1 2/2x1=1
1.Segera 1 sering nyeri pada
2. Tidak perlu segera 0 kedua lutut dan
3.Tidakdirasakan kedua jari tangan.
total 4
3.4 Diagnosa Keperawatan
3.5 Intervensi
Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
Edukasi
Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
dengan Teknik relaksasi
nafas dalam
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
untuk pencapaian hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan
hubungan yang baik dan keterlibatan klien, keluarga, dan tim
Kesehatan lainnya.
Perawat sebagai petugas pelayanan Kesehatan hendaknya mempunyai
pengetahuan, keterampilan yang cukup serta bekerjasama dengan tim
Kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan Artritis Reumatoid.
Dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang professional
alangkah baiknya diadakan suatu seminar atau suatu pertemuan yang
membahas tentang masalah Kesehatan yang ada pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Fajri, A. N., & Muhlisin, A. (2019). Gambaran Quality of Life pada Penderita
Rheumatoid Arthritis di Komunitas. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Siahaan, P., Siagian, N., & Elon, Y. (2017). Efektivitas Pijat Punggung terhadap
Intensitas Nyeri Rematik Sedang pada Wanita Lanjut Usia di Desa
Karyawangi Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Scolastik Keperawatan