Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERSARAFAN ALZHEIMER


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak yang progresif, dimana sel-
sel otak rusak dan mati sehingga mengakibatkan gangguan mental berupa kepikunan
(demensia) yaitu terganggunya fungsi-fungsi memori (daya ingat), berbahasa, berpikir dan
berperilaku. Sebagian besar demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer (60%).
Demensia adalah suatu penyakit yang dapat ditatalaksana, dan demensia bukan merupakan
bagian normal dari proses penuaan peningkatan jumlah kasus pada kelompok usia yang
lebih muda (sekitar 40 – 50 tahun).

Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli psikiatri
dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita
berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak
mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami
gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak
mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal
otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.

Hal-hal yang dianggap dapat melindungi seseorang dari Alzheimer adalah gen APO
E2&3, pendidikan tinggi (aktivitas otak tinggi), pemakaian Estrogen, dan penggunaan obat
anti inflamasi. Meskipun penyebab belum diketahui, namun gangguan mental demensia
(kepikunan) ini telah dapat ditatalaksana dengan baik melalui berbagai upaya.

B. TUJUAN

 Tujuan umum

Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan
belajar mengajar jurusan keperawatan.

 Tujuan khusus

Untuk mengetahui definisi alzheimer, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,


patogenesis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaan medis dan asuhan
keperawatan klien dengan alzheimer.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi alzheimer

2. Bagaimana etiologi alzheimer

3. Bagaimana patofisiologi dari alzheimer


4. Bagaimana mnifestasi klinis dari alzheimer

5. Bagaimana patogenesis dari alzheimer

6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari alzheimer

7. Bagaimana komplikasi dari alzheimer

8. Bagaimana penatalaksanaan medis dari alzheimer

9. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan alzheimer


BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif


otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri.

Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat,
intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk
menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita.

Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang berusia 65 tahun.

Alzheimer merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak
dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita
dan menurut dokumuen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun.

Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak yang progresif, dimana sel-
sel otak rusak dan mati sehingga mengakibatkan gangguan mental berupa kepikunan
(demensia) yaitu terganggunya fungsi-fungsi memori (daya ingat), berbahasa, berpikir dan
berperilaku.

B. ETIOLOGI

a. Faktor Genetik

Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan


melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga
penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar
dibandingkan kelompok control normal pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan
Alzheimer dengan familial earli onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio
proksimal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada
kromosom 19. Begitu pula pada penderita down sindrom mempunyai kelainan gen
kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile
plague dan penurunan market kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan
kelainan histopatologi pada penderita alzheimer .Hasil penelitian penyakit Alzheimer
terdapat anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote dan 50 adalah dizygote.
Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada
sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom
6, keadaan ini menunjukan bahwa kemungkunan faktor lingkungan menentukan ekspresi
genetika pada Alzheimer.
b. Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang
dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif.
Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat,
kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga
berhubungan dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa
persamaan antara lain:

1. Manifestasi klinik yang sama

2. Tidak adanya respon imun yang spesifik

3. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat

4. Timbulnya gejala mioklonus

5. Adanya gambaran spongioform .

c. Faktor Lingkungan

Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon,
mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat
yang ditemukan neurofibrilary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut
diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah
penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada
penderita Alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen,
fosfor,sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.Ada dugaan bahwa asam amino
glutamate akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga
kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan
metabolism energy seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

d. Faktor imunologis

Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer didapatkan
kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan protein, anti
typsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat
hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid.
Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada
wanita muda karena peranan faktor immunitas.

e. Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan trauma


kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic, dimana
pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
f. Faktor neurotransmiter

Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan


yang sangat penting seperti :

1. Asetikolin

Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter


dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer
didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport
kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya deficit presinaptik kolinergik ini
bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus.
Kelainan neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan
jenis neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy
selalu didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian
scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat.
Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.

2. Noradrenalin

Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak
penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan
tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal
noradrenergik. Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak
penderita Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks.
Palmer et al (1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun
baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.

3. Dopamine

Sparks etal (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region


hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada
penderita Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena
histopatologi region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.

4. Serotonin

Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil


pada biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio
hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus
sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal.
Perubahan kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan
diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis.

5. MAO (manoamin oksidase)

Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal


MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine,
sedangakan MAO-B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer,
didapatkan peningkatan MAO A pada hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B pada
daerah temporal dan menurun pada nucleus basalis dari meynert.

C. PATOFISIOLOGI

Patologi anatomi dari Penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya Neurofibrillary Tangles


(NFTs), plak senilis dan atropi serebrokorteks yang sebagian besar mengenai daerah
asosiasi korteks khususnya pada aspek medial dari lobus temporal.Meskipun adanya NFTs
dan plak senilis merupakan karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu
patognomonik. Sebab, dapat juga ditemukan pada berbagai penyakit neurodegeneratif
lainnya yang berbeda dengan Alzheimer, seperti pada penyakit supranuklear palsy yang
progresif dan demensia pugilistika dan pada proses penuaan normal.

Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan dan menempati
topograpfik yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat molekul yang rendah dan
terdapat hanya di hippokampus, merupakan tanda dari proses penuaan yang normal. Tapi
bila terdapat di daerah medial lobus temporal, meski hanya dalam jumlah yang kecil sudah
merupakan suatu keadaaan yang abnormal.Selain NFTs dan plak senilis, juga masih
terdapat lesi lain yang dapat dijumpai pada Alzheimer yang diduga berperan dalam
gangguan kognitif dan memori, meliputi :

o Degenerasi granulovakuolar Shimkowich

o Benang-benang neuropil Braak, serta

o Degenerasi neuronal dan sinaptik.

Berdasarkan formulasi di atas, tampak bahwa mekanisme patofisiologis yang mendasari


penyakit Alzheimer adalah terputusnya hubungan antar bagian-bagian korteks akibat
hilangnya neuron pyramidal berukuran medium yang berfungsi sebagai penghubung
bagian-bagian tersebut, dan digantikan oleh lesi-lesi degeneratif yang bersifat toksik
terhadap sel-sel neuron terutrama pada daerah hipokampus, korteks dan ganglia basalis.
Hilangnya neuron-neuron yang bersifat kolinergik tersebut, meneyebabkan menurunnya
kadar neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak menjadi atropi dengan sulkus yang
melebar dan terdapat peluasan ventrikel-ventrikel serebral.

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi


3 tahap, yaitu:

1) Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)

o Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari.

o Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik.


o Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin.

o Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah


tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh
pasangannya tidak setia lagi/selingkuh.

2) Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)

o Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan
mandi.

o Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi.

o Mengalami gangguan tidur.

o Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk


dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama,
hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-
orang yang cukup jarang ditemui).

3) Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)

o Sulit / kehilangan kemampuan berbicara

o Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan.

o Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh.

o Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah


mengamuk

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Neuropatologi

Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.


Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar
1000 gr (850-1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada
lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik
primer, system somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi
pada penyakit Alzheimer terdiri dari:

a. Neurofibrillary tangles (NFT)

Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang


berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus,
dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer,
juga ditemukan pada otak manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma
ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya
demensia.

b. Senile plague (SP)

Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi
filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid
prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks
somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik
primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini juga
terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague
berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan
senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.

c. Degenerasi neuron

Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit


Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada
neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia
nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel
noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan
saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini
merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.

d. Perubahan vakuoler

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser
nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan
SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula.
Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus,
serebelum dan batang otak.

e. Lewy body

Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal,


gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis,
temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas
yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit
Parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit
Alzheimer.

Pemeriksaan neuro psikologis


Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif
umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga
bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-
beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian
berbahasa.

Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostic yang penting


karena :

Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui
bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.

Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan


kelainan kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh
disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik.

Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia


karena berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian
neuropsikologis denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan fungsi
kongnitif, dimana pemeriksaan terdiri dari :

o Verbal fluency animal category.

o Modifikasi boston naming test.

o Mini mental state.

o Word list recall.

o Construction praxis.

o Word list memory.

o Word list recognition.

o Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control.

 CT Scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini
berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain
Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan
pembesaran vertikel keduannya merupakan gambaran marker dominan yang sangat
spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya
seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn
penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI
ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (capping
anterior home pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia
awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah
subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis
dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan
demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan usuran
(atropi) dari hipokampus.

 EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non
spesifik.

 PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme
02, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal,
hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan
hasil observasi penelitian neuropatologi.

 SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)

Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi
dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT
dan PET) tidak digunakan secara rutin.

 Laboratorium darah

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer.


Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia
lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan
hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.

F. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer diantaranya :

o Infeksi

o Malnutrisi

o Kematian

G. PENATALAKSANAAN

Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B,
C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
I. Inhibitor kolinesterase

Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan
kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan
apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-
obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan
penderita Alzheimer.

II. Thiamin

Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan


thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis.
Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral,
menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama
periode yang sama.

III. Nootropik

Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi


kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada
penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.

IV. Klonidin

Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan


noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik
alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan
hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.

V. Haloperiodol

Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki
gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic
anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).

VI. Acetyl L-Carnitine (ALC)

Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan


bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan
dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengumpulan dilakukan pada 23 mei 2019 pikil 10;00 wib dirumah RSUD
Dr,M.Yunus Bengkulu Keluarga Tn.S warga timur indah 3 dengan teknik
wawancara,dokumentasi.

1. DATA UMUM

o Nama : Tn.S

o Umur : 85 Tahun

o Jenis Kelamin : Laki-laki

o Pendidikan : Pensiun ASN

o Alamat : Timur indah 3

o Agama : Islam

o Tanggal masuk : 23 Mei 2019

o Rekam Medik : 884539

o Diagnosa Medis : Alzheimer

2. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk menerima
pertolongan kesehatan adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan
kelumpuhan gerak ekstermitas.

3. Riwayat Penyakit Saat ini

Pada anamnesis, klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada
beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah
laku aneh dan kacau serta sering keluar sendiri tanpa meminta izin pada anggota
keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien.
Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien menjadi
tidak dapat mengatur buang air, tidak dapat mengurus keperluan dasar sehari-hari, atau
mengenali anggota keluarga.

4. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi. Diabetes melitus,
penyakit jantung, penggunaan obat-obatan anti-ansietas (benzodiazepin), penggunaan
obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama, dan riwayat sindrom Down
yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit alzheimer pada usia empat puluhan.

5. Riwayat penyakit keluarga

Penyebab penyakit alzheimer ditemukan memilki hubungan genetik yang jelas.


Diperkirakan 10-30% klien alzheimer familiar (FAD). Pengkajian adanya anggota
generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus diperlukan untuk
melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepatt progresifnya
penyakit.

6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi
dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif. Perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit
alzheimer adalah penurunan kognitif dan penurunan memori (ingatan).

7. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan


fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan
fisik sebaiknya dilakukan per sistem dan terarah (B1-B6) dengan faktor pemeriksaan
fisik pada pemeriksaan B3 (brain) dan dihubungkan dengan keluhan dari klien.

8. Keadaan Umum

Klien dengan penyakit alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai


dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada
tanda vital meliputi brakikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan.

B1 (BREATHING)

o Gangguan fungsi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi


makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran napas.
o Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum,, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.

o Palpasi, traktil premitus seimbang kanan dan kiri.

o Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.

o Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.

B2 (BLOOD)

o Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan
pada pengaturan tekanan darah oleh sistem saraf otonom.

B3 (BRAIN)

o Pengkajian B3(brain) merupakan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian


pada sistem lainnya.

o Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.

o Tingkat kesadaran

o Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status
kognitif klien.

o Pemeriksaan fungsi serebri

o Status mental:biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan


dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori baik
jangka pendek maupun memori jangka panjang.

Pemeriksaan saraf kranial


Saraf I, biasanya pada klien dengan penyakit alzheimer tidak ada kelainann dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.

Saraf II, hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia, klien
dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan ketajaman penglihatan.

Saraf III, IV, VI, pada beberapa kasus penyakit alzheimer biasanya tidak ditemukan adanya
kelainan pada nervus ini.

Saraf V, wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini.

Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal.


Saraf VIII, adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan dengan proses senilis dan
penurunan aliran darah regional.

Saraf IX dan X, didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif.

Saraf XI, tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan tranpezius.

Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi indra
pengecapan normal.

Sistem motorik

Inspeksi umum, pada tahap lanjut, klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada
fungsi motorik secara umum.Tonus otot didapatkan meningkat.Keseimbangan dan
koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan
ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.

Pemeriksaan refleks

Pada tahap lanjut penyakit alzheimer, sering didapatkan bahwa klien kehilangan refleks
postural, apabila klien mencoba untuk berdiri klien akan berdiri dengan kepala cenderung ke
depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan
hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menimbulkan
sering jatuh.

Sistem sensorik

Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap
sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil dari
neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara
umum.

B4 (BLADDER)

Pada tahap lanjut, beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya, biasanya yang
berhubungan dengan penurunan status kognitif pada klien alzheimer. Penurunan reflekss
kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postiral. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten denga teknik steril.

B5 (BOWEL)

Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Karena penurunan aktivitas umum,
klien sering mengalami konstipasi.
B6 (BONE)

Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan
umum dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
pemenuhan aktivitas sehari-hari. Adaanyaa gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam
melakukan pergerakan disebabkan karena perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada
seluruh gerakan akan memberikan risiko pada trauma fisik bila melakukan aktivitas.

B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan I

Defisit perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene) yang berhubungan dengan
perubahan proses pikir.

Tujuan :

Dalam waktu 2×24 jam terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri.

Kriteria hasil :

Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri dan
mngidentifikasi personal/keluarga yang dapat membantu.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam melakukan ADL. Membantu dalam
mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.

Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu. Klien dalam keadan
cemas dan tergantung. Hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.

Ajarkan dan dukung klien selama aktivitas. Dukungan pada klien selama aktivitas
kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan perawatan diri.
Rencanakan tindakan untuk defisit motorik seperti tempatkan makanan dan peralatan didekat
klien agar mampu sendiri mengambilnya. Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri
untuk memenuhi perawatan dirinya.

Modifikasi lingkungan. Modifikasi lingkungan diperlukan untuk mengompensasi


ketidakmampuan fungsi.

Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur. Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur baik
tempat tidur di rumah sakit dan dirumah, atau sebuah tali yang diikatkan pada kaki tempat
tidur untuk memberi bantuan dalam mendorong diri untuk bangun tanpa bantuan orang lain
serta mencegah klien mengalami trauma.

Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan urinal, pispot.


Antarkan ke kamar mandi billa kondisi memungkinkan. Ketidakmampuan berkomunikasi
dengan perawat dapat menimbulkan masalaah pengosongan kandung kemih oleh karena
masalah neurogenik.

Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas. Meningkatkan


latihan dan menolong mencegah konstipasi.

Kolaborasi

Pemberian supositoria dan pelumas feses/pencahar.

Pertolongan pertama terhadap fungsi bowel atau BAB>.

Konsul ke dokter terapi okupasi. Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi


kebutuhan khusus.

Diagnosa Keperawatan II

Perubahan nutrisi kurang daari kebutuhan yang berhubungan dengan intake tidak adekuat,
perubahan proses pikir

Tujuan :

Dalam waktu 2×24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil :

Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai
dengan pemeriksaan laboratorium.
INTERVENSI RASIONAL

Evaluasi kemampuan makan klien. Klien mengalami kesulitan dalam mempertahankan


berat badan mereka. Mulut mereka kering akibat obatt-obatan dan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan.

Klien berisiko terjadi aspirasi penurunan refleks batuk.

Observasi/timbang berat badan jika memungkinkan. Tanda kehilangan berat badan (7-10%)
dan kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisme, kandungan
glikogen dalam otot, dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator.

Manajemen mencapai kemampuan menelan.

· Gangguan menelan disebabkan oleh tremor pada lidah, ragu-ragu dalam memulai
menelan, kesulitan dalam membentuk makanan dalam bentuk bolus.

· Makanan setengah padat dengan sedikit air memudahkan untuk menelan.

· Klien dianjurkan untuk menelan secara berurutan.

· Klien diajarkan untuk meletakkan makanan diatas lidah, menutup bibir dan gigi dan
menelan.

· Klien dianjurkan untuk mengunyah pertama kali pada satu sisi mulut dan kemudian
kesisi lain.

· Untuk mengontrol saliva, klien dianjurkan untuk menahan kepala tegak dan menbuat
keadaan sadar untuk menelan.

· Masase otot wajah dan leher sebelum makan dapat membantu.

· Berikan makanan kecil daan lunak.


Meningkatkan kemapuan klien dalam menelan daan dapat membantu pemenuhan nutrisi
klien via oral. Tujuan lain adalah mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan masuknya
makanan, mencegah gangguan pada laambung.

Memonitor pemakaian alat bantu. Pemanasan elektrik digunakan untuk menjaga makanan
tetap hangat dan klien diizinkan untuk istirahat selama waktu tang ditetapkan untuk makan,
alat-alat khusus juga membantu makan.

Penggunaan piring yang stabil, cangkir yang tidak pecah bila jatuh, dan alat-alat makan dapat
digenggam sendiri digunakan sebagai alat bantu.

Kaji fungsi sistem gastrointestinal yang meliputi suara bising usus, catat terjadi perubahan
dalam lambung seperti mual, muntah. Observasi perubahan pergerakan usus misalnya diare,
konstipasi. Fungsi sistem gastrointestinal sangat penting untuk memasukkan makanan.
Vetilator daapat menyebabkan kembung lambung dan perdarahan lambung.

Anjurkan pemberian cairan 2500cc/hari selama tidak terjadi gangguan jantung. Mencegah
terjadinya dehidrasi akibat penggunaan ventilator selama tidak sadar terjadinya konstipasi.

Lakukan pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan seperti serum, transferin,


BUN/creatine dan glukosa. Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang
dibutuhkan klien.

Diagnosa Keperawatan III

Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi
karena perkembangan penyakit.

Tujuan :

Dalam waktu 2×24 jam koping individu menjadi efektif.

Kriteria hasil :

Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan diri terhadap situasi, mengakui dan
mengabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang
negatif.
INTERVENSI RASIONAL

Kaji perubahan dari gangguan persepsi daan hubungan dengan derajat ketdakmampuan.
Menentukan bantuan individual dalaam menyusun rencana perawatan ataau pemilihan
intervensi.

Dukung kemampuan koping. Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu
memperlambat kemajuan penyakit.

Dukungan dan sumber bantuan dapat diberikan melalui ketekunan berdoa dan penekanan
keluar terhadap aktivitas dengan mempertahankan partisipasi aktiff.

Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan
inilah kematian. Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif
terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta
dukungan emosional.

Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian


tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi
yang sehat. Membantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian
sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan
mulai menerima situasi baru.

Beri dukungan psikologis secara menyeluruh. Klien alzheimer sering merasa maalu,
apatis, tidak adekuat,bosan dan merasaa sendiri. Persaan ini dapat disebabkan akibat keadan
fisik yang lambat dan upaya yang besar dibutuhkan terhadap tugas-tugas kecil. Klien dibantu
dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatkan mobilitas).

Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari. Bentuk program aktivitas pada
keseluruhan hari untuk mencegah waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat mengarah pada
ada tidak adanya keinginan daan apatis. Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar
dari tugas-tugas yang termasuk koping dengan kebutuhan mereka seriap hari dan untuk
membantu klien mandiri. Apapun yang dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai
tujuan dengan meningkatnya kemampuan koping.

Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya
semaksimal mungkin. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu
perkembangan harga diri serta memepengaruhi proses rehabilitasi.

Dukung perilaku/usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas


rehabilitasi. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran
individu masa mendatang.

Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan kosentrasi, letargi, dan witdhrawal. Daapaat
mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana
memerlukan memerlukan intervensi dam evaluasi lebuh lanjut.
Kolaborasi:

Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.

Dapat memfasilitasi perubahn peran yang penting untuk perkembangan perasaan. Kerjasama
fisioterapy, psikoteraphy obat-obatan, dan dukungan partisipasi kelompok dapat menolong
mengurangi depresi yang juga sering muncul pada keadaan ini.

Diagnosa Keperawatan IV

Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan perubahan proses pikir.

Tujuan :

Dalam waktu 2×24 jam terjadi peniingkatan dalam perilaku berkomunikasi yang efektif
sesuai dengan kondisi dan keadaan klien.

Kriteria hasil :

Membuat teknik/metode komuunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan


meningkatkan kemampuan berkomunikasi.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi. Gangguan berbicara ada pada banyak
klien yang mengalami penyakit alzheimer. Bicra mereka yang lemah, menoton, halus
menuntuk kesadaran berupaya untuk bicara dengan lambat dengan penekanan perhatian pada
apa yang mereka katakan.

Menentukan cara-cara komunikasi seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan


jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil/bolpoin, gambar, ataupun papan tulis;
bahan isyarat, perjelas arti dari komunikasi yang disampaikan. Memperahankan kontak
mata akan membuat klien interes selama komunikasi; jika klien dapat menggerakkan kepala,
mengedipkan mata, atau senang dengan isyarst-isyarat sederhana, lebh baik dengan
menggunakan pertaanyaan ya atau tidaak.

Kemampuan menulis kadang-kadang melelahkan klien, selain itu dapat mengakibatkan


frustasi dalam upaya memenuhi kebutuhan komunikasi. Keluarga dapat bekerjasama unttuk
membantu memenuhi kebutuhan klien.
Letakkan bel atau lampu panggilan ditempat yang mudah dijangkau dan berikan penjelasan
cara menggunakannya.

Jwab panggial tersebut dengan segera. Penuhi kebutuhan klien. Katakan kepada klien bahwa
perawat siap membantu jika dibutuhkan.

Ketergantungan kllien pada ventilator akan lebih baik, rileks, perasaan aman, dan mengerti
bahwa selama menggunakan ventilator, perawat akan memenuhi segala kebutuhannya.

Buatlah catatan dikantor perawat tentang keadaan klien yang tak dapat berbicara.
Mengingatkan staf perawat untuk berespon dengan klien selama memberikan
perawatan.

Buat rekaman pembicaraan klien Rekaman pembicaraan klien dalam pita kaset secara
periodik, hal ini dibutuhkan dalam memantau perkembangan klien.

Amplifier kecil membantu bila klien mengalami kesultan mendengar.

Anjurkan keluarga atau orang lain yang dekat denga klien untuk berbicara dengan klien,
memberikan informasi tentang keluraganya dan keadaan yang sedang terjadi. Keluarga
dapat merasakaan akrab dengan berada dekat klien selama berbicara, dengan pengalaman ini
dapat membantu atau mempertahankan kontak nyata seperti merasakan kehadiran anggota
keluarga yang dapat mengurangi perasaan kaku.

Kolaborasi dengan ahli bicara bahasa. Ahli terapi bicara bahasa dapat membantu dalam
membentuk peningkatan latihan percakapan dan membantu petugas kesehatan untuk
mengembangkan metode komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas.

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer.

Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron.

Gejala Alzheimer, dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun),
Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun), Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun).

B. Saran

Demikian makalah ini kami susun sebagaimana mestinya semoga bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi tim penyusun dan semua mahasiswa dan mahasiswi kesehatan pada
umumnya. Saran kami, lebih banyak membaca untuk meningkatkan pengetahuan.

Kami sebagai penyusun menyadari akan keterbatasan kemampuan yang menyebabkan


kekurangsempurnaan dalam makalah ini, baik dari segi isi maupun materi, bahasa dan lain
sebagainya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya agar makalah selanjutnya dapat lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges. E. Marylin Dkk, 2008. Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3, EGC : Jakarta

Price. A. Sylvia,Lorraine. M. Wilsion,2006.Patofisiologi Konsep Klinisproses-Proses


Penyakit Edisi 6 volume 2. EGC: Jakarta

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Carpenito Lynda Juall, Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta.
EGC

Moorhouse Mary Frances, Geissler Alice C & Doenges.1993. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai