Anda di halaman 1dari 23

Lanjut ke konten

dunstanborneo

MENU DAN WIDGET


ASKEP ALZHEIMER
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIENDENGAN ALZHEIMER

Pengertian
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak dan
diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. (Suddart, &
Brunner, 2002).

Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat,
intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan
progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk,
2008)

Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama
menyerang orang berusia 65 tahun.

Alzheimer merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan
menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita. Terjadi pada
orang tertentu pada usia 40 tahun.

Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak yang progresif, dimana sel-sel otak
rusak dan mati sehingga mengakibatkan gangguan mental berupa kepikunan (demensia) yaitu
terganggunya fungsi-fungsi memori (daya ingat), berbahasa, berpikir dan berperilaku.

ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah
intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi herediter. Dasar
kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik
jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara
progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh
adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal
bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik.

Penyebab degenerasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai sekarang
belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga faktor utama mengenai
penyebabnya, yaitu:

Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer (meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan
virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun sehingga transmisinya sulit
dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologis yang
menyerupai plak senilis pada penyakit alzheimer.

Proses autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaktif terhadap
otak pada penderita penyakit alzheimer. Ada dua tipe amigaloid (suatu kempleks protein dengan
ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan-keadaan patologis tertentu), yang satu
kompos isinya terdiri atas rantai-rantai IgG dan lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakan
bahwa kompleks antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-fragmen imunoglobulin
dihancurkan didalam lisosom, sehingga terbentuk deposit amigaliod ekstraseluler.

Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neurotoksik, maka
dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah diidentifikasi
pada beberapa klien dengan penyakit alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologis yang
meyerupai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium. Kebanyakan
penyelidik menyakini dengan alasan utama aluminium merupakan logam yang terbanyak dalam
kerak bumi dan sistem pencernaan manusia tidak dapat mencernanya.

Predisposisi genetik juga ikut berperan dalam perkembangan penyakit alzheimer. Diperkirakan
10-30% klien alzheimer mengalami tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit
alzheimer familiar. Dipihak lain, benzodiazepin dibuktikan mengganggu fungsi kognitif selain
memiliki efek anti-ansietas, mungkin melalui reseptor GABA yang menghambat pelepas muatan
neuron-neuron kolinergik di nukleus basalis. Terdapat bukti-bukti awal bahwa obat yang
menghambat reseptor GABA memperbaiki ingatan.

PATOFISIOLOGI
Patologi anatomi dari Penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya Neurofibrillary Tangles (NFTs),
plak senilis dan atropi serebrokorteks yang sebagian besar mengenai daerah asosiasi korteks
khususnya pada aspek medial dari lobus temporal. Meskipun adanya NFTs dan plak senilis
merupakan karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu patognomonik. Sebab, dapat juga
ditemukan pada berbagai penyakit neurodegeneratif lainnya yang berbeda dengan Alzheimer,
seperti pada penyakit supranuklear palsy yang progresif dan demensia pugilistika dan pada proses
penuaan normal.
Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan dan menempati topograpfik
yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat molekul yang rendah dan terdapat hanya di
hippokampus, merupakan tanda dari proses penuaan yang normal. Tapi bila terdapat di daerah
medial lobus temporal, meski hanya dalam jumlah yang kecil sudah merupakan suatu keadaaan
yang abnormal. Selain NFTs dan plak senilis, juga masih terdapat lesi lain yang dapat dijumpai
pada Alzheimer yang diduga berperan dalam gangguan kognitif dan memori, meliputi :

Degenerasi granulovakuolar Shimkowich


Benang-benang neuropil Braak, serta
Degenerasi neuronal dan sinaptik.

Berdasarkan formulasi di atas, tampak bahwa mekanisme patofisiologis yang mendasari penyakit
Alzheimer adalah terputusnya hubungan antar bagian-bagian korteks akibat hilangnya neuron
pyramidal berukuran medium yang berfungsi sebagai penghubung bagian-bagian tersebut, dan
digantikan oleh lesi-lesi degeneratif yang bersifat toksik terhadap sel-sel neuron terutrama pada
daerah hipokampus, korteks dan ganglia basalis. Hilangnya neuron-neuron yang bersifat
kolinergik tersebut, meneyebabkan menurunnya kadar neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak
menjadi atropi dengan sulkus yang melebar dan terdapat peluasan ventrikel-ventrikel serebral.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap,
yaitu:

Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)


Lebih sering bingung dan melupakan informasi yang baru dipelajari.
Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik.
Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin.
Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah tersinggung, mudah
menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidak setia
lagi/selingkuh.

Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)


Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi.
Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi.
Mengalami gangguan tidur.
Kesulitan mengenali keluarga dan teman (pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah
orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama
sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui).

Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)


Sulit/kehilangan kemampuan berbicara
Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan.
Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh.
Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk

PATOGENESIS
Faktor Genetik
Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen
autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita Alzheimer
mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok control normal
pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan Alzheimer dengan familial earli onset terdapat
kelainan lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm, sedangkan pada familial late onset
didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down sindrom
mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles
(NFT), senile plague dan penurunan market kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan
kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit Alzheimer terdapat
anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote dan 50 adalah dizygote. Keadaan ini
mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial
(50-70), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan
bahwa kemungkunan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.

Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang dilakukan
secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif. Infeksi virus tersebut
menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan remisi. Beberapa
penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit
Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:

Manifestasi klinik yang sama.


Tidak adanya respon imun yang spesifik.
Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat.
Timbulnya gejala mioklonus.
Adanya gambaran spongioform.
Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa
penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium
merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrilary tangles
(NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti,
apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal
yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan
merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam
amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga
kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism
energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer didapatkan kelainan
serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan protein, anti typsin
alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna
dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan
penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor
immunitas.

Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan trauma kepala.
Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic, dimana pada otopsinya
ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan yang
sangat penting seperti :

Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter dengan
cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan
aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa
asetilkolin. Adanya defisit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis,
temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan neurotransmitter asetilkolin
merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurotransmitter lainnya pada penyakit
Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu didapatkan kehilangan cholinergic marker.
Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang
atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa
penyakit Alzheimer.
Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak penderita
Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama
noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal noradrenergik. Bowen et al
(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer menunjukan adanya
defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al (1987),Reinikanen (1988),
melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita
Alzheimer.
Dopamine
Sparks etal (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region
hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada penderita
Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena histopatologi region
hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.
Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil pada
biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio hipotalamus
sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior
peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini
beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe
dorsalis.
MAO (manoamin oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal MAO A
untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine, sedangakan MAO-B untuk
deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada
hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan menurun pada nucleus
basalis dari meynert.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum
didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-
1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal,
anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system somatosensorik tetap
utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari :

Neurofibrillary tangles (NFT)


Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang berisi
protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti
batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak
manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas
NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.

Senile plague (SP)


Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filament-
filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang
terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik, korteks piriformis, dan
sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan
auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas
senile plague berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan
senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.

Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer sangat
selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus
temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak termasuk
lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada
nucleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel
serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi
eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.

Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nucleus. Jumlah
vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering
didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah ditemukan pada
korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.

Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal, gyrus
cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada
lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al menyatakan
lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer.

Pemeriksaan neuropsikologis
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini
untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif umum dan mengetahui secara
rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang
ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.

Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena :

Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui bila
terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan kelainan
kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal,
faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik.
Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena
berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis denagn
mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan fungsi kongnitif, dimana pemeriksaan
terdiri dari :
Verbal fluency animal category.
Modifikasi boston naming test.
Mini mental state.
Word list recall.
Construction praxis.
Word list memory.
Word list recognition.
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control.

CT Scan dan MRI


Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan
volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel keduannya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini
juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita
sukar untuk membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan
pembesaran vertikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini
mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler
(capping anterior home pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia
awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal
seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii.
Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan demensia dari penyakit Alzheimer
dengan penyebab lain, dengan memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.

EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.

PET (Positron Emission Tomography)


Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme 02, dan
glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat
berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian
neuropatologi.

SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)


Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi dengan
tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak
digunakan secara rutin.

Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer. Pemeriksaan
laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat,
serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis
masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas
pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai
efek yang menguntungkan.

Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang
bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini
dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa
peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual
pada organ normal dan penderita Alzheimer.

Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin
pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan
dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama.

Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan
proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak
menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.

Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik
kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis
dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan
untuk memperbaiki fungsi kognitif.

Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah
laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut.
Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant
(aminitryptiline25-100 mg/hari).

Acetyl L-Carnitine (ALC)


Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim
ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil
kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun
dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas
kerusakan fungsi kognitif.
VIII. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ALZHEIMER

Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan sistem persarafan meliputi
anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian
psikososial.

Anamnesis

Identitas klien
Meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, 50% populasi berusia lebih dari
85tahun), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit,nomor register, diagnostik medis.
Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk menerima pertolongan
kesehatan adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan kelumpuhan gerak ekstermitas.

Riwayat Penyakit Saat ini


Pada anamnesis, klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada beberapa
kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku aneh dan kacau
serta sering keluar sendiri tanpa meminta izin pada anggota keluarga yang lain sehingga sangat
meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien.

Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien menjadi tidak dapat
mengatur buang air, tidak dapat mengurus keperluan dasar sehari-hari, atau mengenali anggota
keluarga.

Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi. Diabetes melitus, penyakit
jantung, penggunaan obat-obatan anti-ansietas (benzodiazepin), penggunaan obat-obat
antikolinergik dalam jangka waktu yang lama, dan riwayat sindrom Down yang pada suatu saat
kemudian menderita penyakit alzheimer pada usia empat puluhan.

Riwayat penyakit keluarga


Penyebab penyakit alzheimer ditemukan memilki hubungan genetik yang jelas. Diperkirakan 10-
30% klien alzheimer familiar (FAD). Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang
menderita hipertensi dan diabetes melitus diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit
lain yang dapat mempercepatt progresifnya penyakit.

Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa
tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Perubahan yang terpenting
pada klien dengan penyakit alzheimer adalah penurunan kognitif dan penurunan memori (ingatan).
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan per sistem dan terarah (B1-B6) dengan faktor pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(brain) dan dihubungkan dengan keluhan dari klien.

Keadaan Umum

Klien dengan penyakit alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan
degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda vital meliputi
brakikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan.

B1 (BREATHING)

Gangguan fungsi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi makanan atau
saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran napas.

Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
produksi sputum,, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.

Palpasi, traktil premitus seimbang kanan dan kiri.

Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.

Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien dengan inaktivitas.

B2 (BLOOD)
Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada
pengaturan tekanan darah oleh sistem saraf otonom.

B3 (BRAIN)

Pengkajian B3(brain) merupakan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.

Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.

Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.

Pemeriksaan fungsi serebri.

Status mental:biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori baik jangka pendek
maupun memori jangka panjang.

Pemeriksaan saraf kranial

Saraf I, biasanya pada klien dengan penyakit alzheimer tidak ada kelainann dan fungsi penciuman
tidak ada kelainan.

Saraf II, hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia, klien dengan
penyakit alzheimer mengalami penurunan ketajaman penglihatan.

Saraf III, IV, VI, pada beberapa kasus penyakit alzheimer biasanya tidak ditemukan adanya
kelainan pada nervus ini.

Saraf V, wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini.

Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal.

Saraf VIII, adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan dengan proses senilis dan
penurunan aliran darah regional.
Saraf IX dan X, didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif.

Saraf XI, tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan tranpezius.

Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi indra pengecapan
normal.

Sistem motorik

Inspeksi umum, pada tahap lanjut, klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi
motorik secara umum.

Tonus otot didapatkan meningkat.

Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status
kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.

Pemeriksaan refleks

Pada tahap lanjut penyakit alzheimer, sering didapatkan bahwa klien kehilangan refleks postural,
apabila klien mencoba untuk berdiri klien akan berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan
berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya
keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menimbulkan sering jatuh.

Sistem sensorik

Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi
sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer
yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.

B4 (BLADDER)
Pada tahap lanjut, beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya, biasanya yang
berhubungan dengan penurunan status kognitif pada klien alzheimer. Penurunan reflekss kandung
kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal
karena kerusakan kontrol motorik dan postiral. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermiten denga teknik steril.

B5 (BOWEL)

Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Karena penurunan aktivitas umum, klien
sering mengalami konstipasi.

B6 (BONE)

Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan
umum dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan pemenuhan
aktivitas sehari-hari. Adaanyaa gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan
pergerakan disebabkan karena perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada seluruh gerakan akan
memberikan risiko pada trauma fisik bila melakukan aktivitas.
DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan I

Defisit perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene) yang berhubungan dengan perubahan
proses pikir.
Tujuan : Dalam waktu 2×24 jam terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan
perawatan diri.

Kriteria hasil : Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan

merawat diri dan mngidentifikasi personal/keluarga yang dapat

membantu.

INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam melakukan ADL. Membantu dalam mengantisipasi
dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu. Klien dalam keadan cemas
dan tergantung. Hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
Ajarkan dan dukung klien selama aktivitas. Dukungan pada klien selama aktivitas kehidupan
sehari-hari dapat meningkatkan perawatan diri.
Rencanakan tindakan untuk defisit motorik seperti tempatkan makanan dan peralatan didekat klien
agar mampu sendiri mengambilnya. Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri untuk
memenuhi perawatan dirinya.
Modifikasi lingkungan. Modifikasi lingkungan diperlukan untuk mengompensasi
ketidakmampuan fungsi.
Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur. Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur baik tempat
tidur di rumah sakit dan dirumah, atau sebuah tali yang diikatkan pada kaki tempat tidur untuk
memberi bantuan dalam mendorong diri untuk bangun tanpa bantuan orang lain serta mencegah
klien mengalami trauma.
Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke
kamar mandi billa kondisi memungkinkan. Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat
dapat menimbulkan masalaah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas. Meningkatkan latihan
dan menolong mencegah konstipasi.
Kolaborasi
Pemberian supositoria dan pelumas feses/pencahar.

Pertolongan pertama terhadap fungsi bowel atau BAB>.


Konsul ke dokter terapi okupasi. Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan
khusus.

Diagnosa Keperawatan II

Perubahan nutrisi:kurang daari kebutuhan yang berhubungan dengan intake tidak adekuat,
perubahan proses pikir
Tujuan : Dalam waktu 2×24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan

berat badan sesuai dengan pemeriksaan laboratorium.

INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi kemampuan makan klien.Klien mengalami kesulitan dalam mempertahankan berat badan
mereka. Mulut mereka kering akibat obatt-obatan dan mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan.
Klien berisiko terjadi aspirasi penurunan refleks batuk.

Observasi/timbang berat badan jika memungkinkan. Tanda kehilangan berat badan (7-10%) dan
kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisme, kandungan glikogen dalam
otot, dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator.
Manajemen mencapai kemampuan menelan.
· Gangguan menelan disebabkan oleh tremor pada lidah, ragu-ragu dalam memulai menelan,
kesulitan dalam membentuk makanan dalam bentuk bolus.

· Makanan setengah padat dengan sedikit air memudahkan untuk menelan.

· Klien dianjurkan untuk menelan secara berurutan.

· Klien diajarkan untuk meletakkan makanan diatas lidah, menutup bibir dan gigi dan menelan.

· Klien dianjurkan untuk mengunyah pertama kali pada satu sisi mulut dan kemudian kesisi
lain.

· Untuk mengontrol saliva, klien dianjurkan untuk menahan kepala tegak dan menbuat keadaan
sadar untuk menelan.

· Masase otot wajah dan leher sebelum makan dapat membantu.


· Berikan makanan kecil daan lunak.

Meningkaatkan kemapuan klien dalam menelan daan dapat membantu pemenuhan nutrisi klien
via oral. Tujuan lain adalah mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan masuknya makanan,
mencegah gangguan pada laambung.
Memonitor pemakaian alat bantu. Pemanasan elektrik digunakan untuk menjaga makanan tetap
hangat dan klien diizinkan untuk istirahat selama waktu tang ditetapkan untuk makan, alat-alat
khusus juga membantu makan.
Penggunaan piring yang stabil, cangkir yang tidak pecah bila jatuh, dan alat-alat makan dapat
digenggam sendiri digunakan sebagai alat bantu.

Kaji fungsi sistem gastrointestinal yang meliputi suara bising usus, catat terjadi perubahan dalam
lambung seperti mual, muntah. Observasi perubahan pergerakan usus misalnya diare, konstipasi.
Fungsi sistem gastrointestinal sangat penting untuk memasukkan makanan. Vetilator daapat
menyebabkan kembung lambung dan perdarahan lambung.
Anjurkan pemberian cairan 2500cc/hari selama tidak terjadi gangguan jantung. Mencegah
terjadinya dehidrasi akibat penggunaan ventilator selama tidak sadar terjadinya konstipasi.
Lakukan pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan seperti serum, transferin, BUN/creatine
dan glukosa. Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien.

Diagnosa Keperawatan III

Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi
karena perkembangan penyakit.
Tujuan : Dalam waktu 2×24 jam koping individu menjadi efektif.
Kriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat

tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan

penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan mengabungkan

perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri

yang negatif.

INTERVENSI RASIONAL
Kaji perubahan dari gangguan persepsi daan hubungan dengan derajat ketdakmampuan.
Menentukan bantuan individual dalaam menyusun rencana perawatan ataau pemilihan
intervensi.
Dukung kemampuan koping. Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu
memperlambat kemajuan penyakit.
Dukungan dan sumber bantuan dapat diberikan melalui ketekunan berdoa dan penekanan keluar
terhadap aktivitas dengan mempertahankan partisipasi aktiff.
Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan
inilah kematian. Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap
gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan
emosional.
Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang
realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat.
Membantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari
seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi
baru.
Beri dukungan psikologis secara menyeluruh. Klien alzheimer sering merasa maalu, apatis,
tidak adekuat,bosan dan merasaa sendiri. Persaan ini dapat disebabkan akibat keadan fisik yang
lambat dan upaya yang besar dibutuhkan terhadap tugas-tugas kecil. Klien dibantu dan didukung
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatkan mobilitas).
Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari
untuk mencegah waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat mengarah pada ada tidak adanya
keinginan daan apatis. Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar dari tugas-tugas yang
termasuk koping dengan kebutuhan mereka seriap hari dan untuk membantu klien mandiri.
Apapun yang dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai tujuan dengan meningkatnya
kemampuan koping.
Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya
semaksimal mungkin. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu
perkembangan harga diri serta memepengaruhi proses rehabilitasi.
Dukung perilaku/usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa
mendatang.
Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan kosentrasi, letargi, dan witdhrawal. Daapaat
mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana
memerlukan memerlukan intervensi dam evaluasi lebuh lanjut.
Kolaborasi:
Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.

Dapat memfasilitasi perubahn peran yang penting untuk perkembangan perasaan. Kerjasama
fisioterapy, psikoteraphy obat-obatan, dan dukungan partisipasi kelompok dapat menolong
mengurangi depresi yang juga sering muncul pada keadaan ini.

Diagnosa Keperawatan IV

Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan perubahan proses pikir.


Tujuan : Dalam waktu 2×24 jam terjadi peniingkatan dalam perilaku berkomunikasi
yang efektif sesuai dengan kondisi dan keadaan klien.

Kriteria hasil : Membuat teknik/metode komuunikasi yang dapat dimengerti sesuai


kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi.

INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi. Gangguan berbicara ada pada banyak klien yang
mengalami penyakit alzheimer. Bicra mereka yang lemah, menoton, halus menuntuk kesadaran
berupaya untuk bicara dengan lambat dengan penekanan perhatian pada apa yang mereka katakan.
Menentukan cara-cara komunikasi seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan
jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil/bolpoin, gambar, ataupun papan tulis;
bahan isyarat, perjelas arti dari komunikasi yang disampaikan. Memperahankan kontak mata
akan membuat klien interes selama komunikasi; jika klien dapat menggerakkan kepala,
mengedipkan mata, atau senang dengan isyarst-isyarat sederhana, lebh baik dengan menggunakan
pertaanyaan ya atau tidaak.
Kemampuan menulis kadang-kadang melelahkan klien, selain itu dapat mengakibatkan frustasi
dalam upaya memenuhi kebutuhan komunikasi. Keluarga dapat bekerjasama unttuk membantu
memenuhi kebutuhan klien.

Letakkan bel atau lampu panggilan ditempat yang mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara
menggunakannya.
Jwab panggial tersebut dengan segera. Penuhi kebutuhan klien. Katakan kepada klien bahwa
perawat siap membantu jika dibutuhkan.

Ketergantungan kllien pada ventilator akan lebih baik, rileks, perasaan aman, dan mengerti bahwa
selama menggunakan ventilator, perawat akan memenuhi segala kebutuhannya.
Buatlah catatan dikantor perawat tentang keadaan klien yang tak dapat berbicara.
Mengingatkan staf perawat untuk berespon dengan klien selama memberikan perawatan.
Buat rekaman pembicaraan klien Rekaman pembicaraan klien dalam pita kaset secara periodik,
hal ini dibutuhkan dalam memantau perkembangan klien.
Amplifier kecil membantu bila klien mengalami kesultan mendengar.

Anjurkan keluarga atau orang lain yang dekat denga klien untuk berbicara dengan klien,
memberikan informasi tentang keluraganya dan keadaan yang sedang terjadi. Keluarga dapat
merasakaan akrab dengan berada dekat klien selama berbicara, dengan pengalaman ini dapat
membantu atau mempertahankan kontak nyata seperti merasakan kehadiran anggota keluarga
yang dapat mengurangi perasaan kaku.
Kolaborasi dengan ahli bicara bahasa. Ahli terapi bicara bahasa dapat membantu dalam
membentuk peningkatan latihan percakapan dan membantu petugas kesehatan untuk
mengembangkan metode komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges. E. Marylin Dkk, 2008. Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3, EGC : Jakarta

Price. A. Sylvia,Lorraine. M. Wilsion,2006.Patofisiologi Konsep Klinisproses-Proses Penyakit


Edisi 6 volume 2. EGC: Jakarta

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Carpenito Lynda Juall, Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta. EGC

Moorhouse Mary Frances, Geissler Alice C & Doenges.1993. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Iklan

REPORT THIS AD

REPORT THIS AD
BAGIKAN INI:
TwitterFacebook

Diposkan pada 21 Januari 2016Penulis Putra Borneo


Tinggalkan Balasan

Ketikkan komentar di sini...


Navigasi pos
SEBELUMNYA
Pos sebelumnya:
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE
SELANJUTNYA
Pos berikutnya:
ASKEP PARALYSIS
Blog di WordPress.com.
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web
ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie

Anda mungkin juga menyukai