A. LATAR BELAKANG
Demensia ( demensia senil, sindroma otak kronis ) lebih merupakan gejala dan bukanlah suatu
kondisi penyakit yang jelas. Biasanya bersifat progesif dan ireversibel dan bukan merupakan bagian normal
dari proses penuaan. Ditandai dengan penurunan umum umum fungsi intelektual yang bisa meliputi
kehilangan ingatan, kemampuan penalaran abstrak, pertimbangan dan bahasa, terjadi perubahan keperibadian
dan kemampuan menjalankan aktifitas hidup sehari-hari semakin memburuk.
Penyakit Alzheimer biasanya timbul pada usia setelah 65 tahun dan menimbulkan demensia
senilis. Namun penyakit ini dapat muncul lebih dini dan menyebabkan demensia
prasenilis.Tampaknya terdapat predisposisi genetik untuk penyakit ini, terutama pada penyakit awitan
dini. Pada 1% sampai 10% kasus, biasanya diderita 0 % bayi, angka
prevalensi berhubungan erat dengan usia. Bagi individu diatas 65 tahun penderita dapat mencapai
10%, sedang usia 85 tahun angka ini meningkat mencapai 47,2%. Dengan
meningkatnya populasi lansia, maka penyakit Alzheimer menjadi penyakit yang bertambah banyak.
Penyakit Alzheimer kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau demensia senil
jenis Alzheimer, dibandingkan mereka yang meninggal akibat sebab- sebab lain, pada otak pasien
yang meninggal akibat penyakit Alzheimer terjadi penurunan sampai 90% kadar enzim yang berperan
dalam pembentukan asetikolin, kolin asetiltransferase. Dengan demikian, dengan tidak adanya
asetilkolin paling tidak ikut
berperan menyebabkan penyakit Alzheimer seperti : mudah lupa dan mengalami penurunan fungsi
kognitif. Pada para pengiap penyakit ini, neurotransmitter lain juga
tampaknya berkurang.
B. TUJUAN
A. PENGERTIAN
Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat,
intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan
progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang berusia 65 tahun.
Alzheimer merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel
otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita. Terjadi
pada orang tertentu pada usia 40 tahun.
Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak yang progresif, dimana sel-sel otak
rusak dan mati sehingga mengakibatkan gangguan mental berupa kepikunan (demensia) yaitu
terganggunya fungsi-fungsi memori (daya ingat), berbahasa, berpikir dan berperilaku.
B. ETIOLOGI
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi
herediter.Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian
daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya
ingat secara progresif.Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron.Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh
adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas
atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik.
Penyebab degenerasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui.Sampai
sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga faktor utama mengenai
penyebabnya, yaitu
1. Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer (meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan
dengan virus lambat.Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun sehingga transmisinya
sulit dibuktikan.Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral ditandai oleh perubahan
patologis yang menyerupai plak senilis pada penyakit
alzheimer.
2. Proses autoimun
3. Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat
neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit aluminium
telah diidentifikasi pada beberapa klien dengan penyakit alzheimer, tetapi beberapa perubahan
patologis yang meyerupai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium.
Kebanyakan penyelidik menyakini dengan alasan utama aluminium merupakan logam yang
terbanyak dalam kerak bumi dan sistem pencernaan manusia tidak dapat mencernanya.
Predisposisi genetik juga ikut berperan dalam perkembangan penyakit
alzheimer.Diperkirakan 10-30% klien alzheimer mengalami tipe yang diwariskan dan dinyatakan
sebagai penyakit alzheimer familiar. Dipihak lain, benzodiazepin
dibuktikan mengganggu fungsi kognitif selain memiliki efek anti-ansietas, mungkin melalui
reseptor GABA yang menghambat pelepas muatan neuron-neuron kolinergik di nukleus basalis.
Terdapat bukti-bukti awal bahwa obat yang menghambat reseptor GABA memperbaiki ingatan.
C. PATOFISIOLOGI& PATHWAY
Patologi anatomi dari Penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya Neurofibrillary Tangles
(NFTs), plak senilis dan atropi serebrokorteks yang sebagian besar mengenai daerah asosiasi
korteks khususnya pada aspek medial dari lobus temporal. Meskipun adanya NFTs dan plak senilis
merupakan karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu patognomonik. Sebab, dapat juga
ditemukan pada berbagai penyakit neurodegeneratif lainnya yang berbeda dengan Alzheimer, seperti
pada penyakit supranuklear palsy yang progresif dan demensia pugilistika dan pada proses penuaan
normal.
Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan dan menempati topograpfik
yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat molekul yang rendah dan terdapat hanya di
hippokampus, merupakan tanda dari proses penuaan yang normal. Tapi bila terdapat di daerah medial
lobus temporal, meski hanya dalam jumlah yang kecil sudah merupakan suatu keadaaan yang abnormal.
Selain NFTs dan plak senilis, juga masih terdapat lesi lain yang dapat dijumpai pada Alzheimer yang
diduga berperan dalam gangguan kognitif dan memori, meliputi :
3 tahap, yaitu:
a. Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi.
b. Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi.
d. Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk
E. PATOGENESIS
1. Faktor Genetik
Alzheimer dengan familial earli onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio
proksimal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan
lokus pada kromosom 19.Begitu pula pada penderita down sindrom mempunyai kelainan gen
kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan
penurunan market kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan kelainan histopatologi
pada penderita alzheimer.Hasil penelitian penyakit Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan
40-50 adalah monozygote dan
50 adalah dizygote.Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyakit
Alzheimer.Pada sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya
ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa kemungkunan faktor
lingkungan menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang
dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif.Infeksi virus
tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan
remisi.Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub
dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai
beberapa persamaan antara lain:
3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa
penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium
merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrilary tangles (NFT)
dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah
keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang
tindih.Pada penderita Alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,
sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamate akan
menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N- methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke
intraseluler (cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energi seluler dengan akibat
kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer didapatkan
kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan protein, anti typsin
alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan
bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid.Tiroid
Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda
karena peranan faktor immunitas.
5. Faktor trauma
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan yang
sangat penting seperti :
a. Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter
dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer
didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin
serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik kolinergik ini bersifat
simetris pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan
neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis
neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan
otak/biopsy selalu didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan
pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya
daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit
Alzheimer.
b. Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak
penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan
tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal
noradrenergik. Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak
penderita Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik
neokorteks. Palmer et al (1987),Reinikanen (1988),melaporkan konsentrasi noradrenalin
menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.
c. Dopamine
d. Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi- indolacetil acil pada
biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio
hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan
pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan
kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh
formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-
1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal,
anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system somatosensorik tetap
utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari :
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang
berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia.Amloid
prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks
somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer,
korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik.Senile plague ini juga terdapat pada
jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague berhubungan dengan
penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan
gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer
sangat selektif.Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal
lobus temporal dan frontalis.Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak
termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra.Kematian sel noradrenergic
terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama pada lokus
seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang
berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan
penyakit Alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser
nucleus.Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP,
perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula.Tidak
pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan
batang otak.
e. Lewy body
2. Pemeriksaan neuropsikologis
a. Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui
bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control.
Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan
volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.Pemeriksaan ini berperan dalam
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark
dan tumor serebri.Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel keduannya merupakan
gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.Tetapi gambaran ini juga didapatkan
pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk
membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel
berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI
ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (capping anterior home
pada ventrikel lateral).Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.Selain didapatkan
kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi
hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI
lebih sensitive untuk membedakan demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan
memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis.Sedang pada penyakit
Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme 02,
dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini
sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi
penelitian neuropatologi.
Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer.Kelainan ini berkorelasi
dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif.Kedua
7. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer. Pemeriksaan
laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat,
serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis
masih belum jelas.Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada
penderita dan keluarga.Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang
menguntungkan.
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang
bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini
dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa
peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan
intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin
pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan
dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi
kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan
proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer
tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan sistem persarafan meliputi
anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, 50% populasi berusia lebih
dari 85tahun), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam masuk rumah sakit,nomor register, diagnostik medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk menerima pertolongan
kesehatan adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan kelumpuhan gerak
ekstermitas.
Pada anamnesis, klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada
beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku
aneh dan kacau serta sering keluar sendiri tanpa meminta izin pada anggota keluarga yang
lain sehingga sangat meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien.
Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien menjadi tidak
dapat mengatur buang air, tidak dapat mengurus keperluan dasar sehari-hari, atau mengenali
anggota keluarga.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi. Diabetes melitus,
penyakit jantung, penggunaan obat-obatan anti-ansietas (benzodiazepin), penggunaan obat-
obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama, dan riwayat sindrom Down yang pada
suatu saat kemudian menderita penyakit alzheimer pada usia empat puluhan.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari- harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.Pola persepsi dan
konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan
tidak kooperatif.Perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit alzheimer adalah
penurunan kognitif dan penurunan memori (ingatan).
2. Keadaan Umum
Klien dengan penyakit alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan
degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda vital meliputi
brakikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan.
3. Pemeriksaan fisik
a. B1 (BREATHING)
Gangguan fungsi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi makanan atau
saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran napas.
Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
produksi sputum,, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
Palpasi, traktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada kliendengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien dengan inaktivitas.
b. B2 (BLOOD)
Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga
gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem saraf otonom.
c. B3 (BRAIN)
Pengkajian B3(brain) merupakan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah
laku.Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status
kognitif klien.Pemeriksaan fungsi serebri.
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan Memori b/d Proses penuaan dan gangguan neurologis
2. Gangguan persepsi sensori b/d Usia lanjut
3. Risiko Cedera b/d Perubahan Fungsi Kognitif dan Psikomotor
INTERVENSI KEPERAWATAN
mengingat informasi 7. Fasilitasi mengingat kembali pengalaman masa lalu jika perlu
mengingat perilaku 10. Stimulasi menggunakan memori pada peristiwa yang baru