ZHEIMER
Disusun Oleh :
Silvia Salsabila Apridaloka 211117003
Sinta Fitria Andani 211117021
Nonia Clarisa 211117032
Wulan Fitriana 211117038
A. Pengertian
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer
atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT). Penyakit ini menyebabkan sedikitnya
50 % semua demensia yang diderita lansia (Lamy,1992). Kodisi ini merupakan
penyakit neurologis degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba-tiba dan
ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku dan efek.
Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit
yang semakin bertambah banyak. (Brunner & Suddarth, 2002).
1. Faktor genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan
melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga
penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada
penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada
kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset
didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down
syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun
terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan marker
kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi
pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak
kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote.
Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki alzheimer.
Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan
lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor
lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita
alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan
adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan
saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi
seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit
alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
a. manifestasi klinik yang sama
b. Tidak adanya respon imun yang spesifik
c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
d. Timbulnya gejala mioklonus
e. Adanya gambaran spongioform
3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer.
Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium
merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan
Neurofibrillary Tangles (NFT) dan Senile Plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas
belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah
penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada
penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri,
nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa
asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy
D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks)
danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan
dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum protein
seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin
alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Terdapat hubungan bermakna dan meningkat
dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan
penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena
peranan faktor immunitas.
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan
trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia
pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai
peranan yang sangat penting seperti:
a. Asetilkolin
Penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter dengan cara biopsi
sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan
penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport
kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan
postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis
superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline
merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter
lainnya pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu
didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian
scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya
daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa
penyakit alzheimer.
b. Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada
jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus
seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks
serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Hasil biopsi dan
otopsi jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit
noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Konsentrasi noradrenalin menurun
baik pada post dan ante-mortem penderita alzheimer.
c. Dopamin
Pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio hipothalamus, dimana
tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer.
Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan
histopatologi regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
d. Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-
indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan
juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin pada
subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior
hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang
sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan
hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe
dorsalis.
e. MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine.
Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi
serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk
deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan
peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B
meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus basalis dari
meynert.
C. Patofisiologi
Demensia
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta
adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat
pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron.
APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen
lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut
akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak
yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron
yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga
mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga
mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi,
perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia
kelainan pada otak.
Pada musim gugur tahun 1993, FDA mengesahkan obat alzheimer yang
pertama, Tacrine hydrocloride, untuk menanggani gejala penyakit alzheimer. Obat ini
akan memperkuat asetilkolin di otak dan telah dibuktikan dengan dua percobaan
klinis dengan hasil membaiknya ingatan pada penyakit alzheimer ringan sampai
sedang. Karena penggunaan obat ini dapat mengakibatkan hepatotoxic, maka
pemberiannya harus dimonitor (FDA Medical Bulletin,1993).
D. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal penyakit alzheeimer, terjadi keadaan mudah lupa dan
kehilangan ingatan ringan. Terdapat kesulitan ringan dalam aktivitas pekerjaan dan
sosial, tapi pasien masih memiliki fungsi kognitif yang memadai untuk
menyembunyikan kehilangan yang terjadi dan dapat berfungsi secara mandiri. Lupa
dapat terjadi dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Pasien tersebut dapat kehilangan
kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek yang sudah dikenalnya
kehilangan suasana kekeluargaannya.
Percakapan berkembang menjadi sulit karena pasien lupa apa yang akan
dikatakan atau mungkin tidak dapat mengingat kata-kata. Pasien hanya mampu
menterjemahkan kiasan dalam bentuk yang kongkret saja. Misalnya, pada saat udara
panas ia dapat saja menceburkan diri kepancuran air di tengah kota dengan pakaian
lengkap. Ia akan mengalami kesulitan dalam pekerjain sehari-hari seperti
mengoperasikan peralatan sederhana dan mengatur ulang.
Perubahan kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat menjadi depresif,
curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam. Pasien biasanya tidak mampu bergerak
dan memerlukan perawatan total. Terkadang pasien dapat mengenali keluarga atau
pengasuh. Kematian dapat terjadi akibat komplikasi seperti pneumonia, malnutrisi,
atau dehidrasi.
E. Penatalaksanaan
1. Non Farmakodinamik
Intervensi oleh perawat ditujukan untuk membantu pasien memelihara fungsi
kognitif optimal, meningkatkan keselamatan fisik, menurunkan ansietas dan
agitasi, memperbaiki komunikasi dan meningkatkan kemandirian dalam aktifitas
asuhan-diri, memberikan kebutuhan sosialisasi dan keintiman pasien, menjaga
pemenuhan gizi yang memadai, mengatasi gangguan pola tidur, dan mendukung
serta mendidik pemberi perawatan dalam keluarga.
a. Mendukung Fungsi Kognitif
Karena kemampuan kognitif pasien menurun, maka perawat harus
memberikan lingkungan yang kalem dan mudah dikenali yang membantu
pasien menginterpretasi lingkungan sekitar dan aktifitasnya. Cara berbicara
yang tenang, menyenangkan dan dengan memberikan penjelasan jelas dan
sederhana, ditambah dengan penggunaan alat bantu dan isyarat ingatan akan
membantu meminimalkan kebingungan dan disorientasi serta memberikan
rasa aman kepada pasien.
b. Peningkatan Keamanan Fisik
Lingkungan yang aman akan memungkinkan seseorang bergerak sebebas
mungkin dan menghilangkan kekhawatiran keluarga yang mencemaskan
mengenai keamanan. Untuk menghindari jatuh atau kecelakaan lain, semua
sumber bahaya yang jelas harus dihilangkan. Lampu tidur, lampu pemanggil,
dan tempat tidur rendah digunakan saat tidur. Pasien harus mengenakan
gelang atau kalung identitas untuk berjaga-jaga seandainya ia terpisah dari
pengasuhnya.
c. Mengurangi Ansietas dan Agitasi
Meskipun kehilangan kognitif cukup parah, namun ada saat di mana pasien
sadar akan cepat menghilangnya segala kemampuannya. Karena rekreasi
penting, paisen didorong untuk melakukan menikmati aktivitas sederhana.
Hobi dan aktivitas (berjalan-jalan, olahraga, bersosialisasi) dapat memperbaiki
kualitas hidup. Lingkungan harus diusahakan sederhana, yang dikenal, dan
bebas kebisingan. Kegembiraan dan kelam pikir bisa sangat menjengkelkan
dan dapat mencetus keadaan kombatif, agitasi yang dikenal sebagai reaksi
katastropik (reaksi berlebihan terhadap stimulus yang berlebihan). Selama
reaksi tersebut, pasien akan berespons dengan cara berteriak, menangis, atau
menjadi kasar (menyerang secara fisik atau verbal.
d. Meningkatkan Komunikasi
Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tetap
tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang
jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti
suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan mengorganisasi dan
mengekpresikan pikiran.
Kadang pasien dapat menunjuk suatu objek atau menggunakan bahasa
nonverbal untuk berkomunikasi. Rangsangan taktil seperti pelukan atau
tepukan pada tangan biasanya diterjemahkan sebagai tanda afeksi, perhatian
dan keamanan.
e. Meningkatkan Kemandirian dalam Aktivitas Perawatan-Diri
Perubahan patofisiologis pada korteks serebri mengakibatkan pasien yang
mengalami defisit perawatan diri mencapai kemandirian fisik. Upaya ditjukan
untuk membantu pasien memelihara fungsi kemandirian selama mungkin.
Memelihara martabat dan otonomi pribadi penting bagi penderita Alzheimer.
Dia harus didorong menentukan pilihan bila diperlukan dan berpartisipasi
dalam aktifitas perawatan diri sebanyak mungkin.
f. Menyediakan Kebutuhan Sosialisasi dan Keintiman
Karena sosialisasi dengan teman lama dapat menyenangkan, maka pasien
didorong untuk melakukan kunjungan, bersurat, bertelepon. Kunjungan
sebaiknya singkat dan tidak menimbulkan stres. Sebaiknya hanya
mengunjungi satu atau dua orang saja dalam sekali kunjungan. Penyakit
Alzheimer tidak menghilangkan kebutuhan akan keintiman. Pasien dan
pasangannya bisa saja melakukan aktivitas seksual. Pasangan harus didorong
untuk berbicara mengenai setiap kekhawatiran seksual, dan bimbingan seksual
dapat dilakukan bila perlu.
g. Meningkatkan Nutrisi yang Adekuat
Saat makan bisa merupakan peristiwa sosial yang menyenangkan, namun bisa
juga merupakan saat yang menjengkelkan dan menganggu. Saat makan harus
dijaga dan kale, tanpa konfrontasi. Pasien lebih menyukai makanan yang
sudah dikenal yang tampak mengundang selera makan dan terasa lezat. Untuk
menghindari bermain dangan makanan, makanan dihidangkan satu persatu.
Makan sebaiknya dipotong kecil-kecil supaya tidak tercekik. Makanan cair
lebih mudah ditelan bila diolah dengan gelatin. Makanan dan minuman panas
harus disajikan bila sudah hangat. Suhu makanan diperika untuk mencegah
terjadi luka bakar.
h. Meningkatkan Aktivitas dan Istirahat yang Seimbang
Kebanyakan pasien Alzheimer menunjukkan gangguan tidur dan perilaku
melamun. Perilaku tersebut terjadi bila pasien merasa bosan, tidak bisa diam,
agitasi atau disorientasi, terutama pada suasana baru dan biasanya pada malam
hari. Semua pasien Alzheimer harus mengenakan suatu benyuk tanda pengenal
yang mudah terlihat setiap saat (gelang dan kalung). Meskipun pasien
diperbolehkan berjalan di sekitar lingkungan yang terlindung, namun pintu
keluar harus ditutup. Bila terjadi gangguan tidur dan pasien tidak bisa tidur
maka dapat dibantu dengan musik, susu hangat, atau garukan punggung dapat
membantu agar pasien relaks. Pada siang hari pasien harus diberi kesempatan
sebanyak mungkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas olah raga, karena pola
aktivitas dan istirahat yang teratur akan memperbaiki tidur malam. Jangan
dibiarkan pasien tidur terlalu lama pada siang hari.
i. Mendukung dan Mendidik Pemberi Perawatan dalam Keluarga
Beban emosi ditanggung oleh keluarga pasien penyakit Alzheimer sangat
berat. Kesehatan fisik pasien biasanya masih baik dan penurunan mental
berlangsung secara bertahap. Karena diagnosanya tidak spesifik, keluarga
masih berharap bahwa diagnosanya keliru dan pasien akan membaik kalau ia
mau berusaha keras. Berbagai kebutuhan pemberi perawatan dalam keluarga
dapat ditujukan kepada Asosiasi Alzheimer (dahulu dikenal sebagai ADRDA).
Dengan penggunaan perawatan,layanan yang bisa diberikan, pemberi
perawatan dapat meninggalkan rumah untuk beberapa saat sementara orang
lain melayani kebutuhan pasien.
Perawat harus peka terhadap masalah emosional yang dihadapi keluarga.
Dukungan dan edukasi pemberi perawatan merupakan komponen yang
penting. Keluarga dapat menghubungi Asosiasi Alzheimer atau yang sama
camnya yang memberikan kesempatan bertemu orang lain dengan pengalaman
serupa.
2. Farmakologi
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan
hanya memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat
stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
a. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk
pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer
didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar
asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini
dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian
berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik
akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
alzheimer.
b. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan
penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate
(75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada
nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari
selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi
kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
c. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki
fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian
4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang
bermakna.
d. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang
merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2
mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk
memperbaiki fungsi kognitif.
e. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4
minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita
depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100
mg/hari)
f. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria
dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa
ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,
disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas
kerusakan fungsi kognitif.
Penyakit alzheimer dapat dicegah sejak dini dengan mengosumsi
kunyit secara rutin. Kunyit merupakan herbal penguat daya ingat (anti-
alzheimer), salah satu tanaman obat yang berpeluang sebagai pengganti
pengobatan kimiawi yang dapat memperlambat datangnya penyakit pikun.
Penyakit alzheimer merupakan sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada
manusia usia lanjut, secara alamiah pikun biasa terjadi karena penurunan
kondisi fisik otak. Zat dalam kunyit yang berperan untuk ini adalan curcumin,
dimana akan mampu memepertahankan kualitas otak hingga usia lanjut.
Namun konsumsi kunyit yang terlalu berlebihan juga akan mampu memicu
sakit perut, gangguan hati serta ginjal. Jadi, kunyit ini dikonsumsi dalam
jumlah sedang secara rutin untuk mendapatkan efek terapi yang diinginkan.
Cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tetap menerapkan gaya
hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi
alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung
antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu
merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca
dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu
bentuk pencegahan penyakit alzheimer.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum didapatkan :
a. atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal,
anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh
b. berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
A. Pengkajian
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, status
perkawinan, golongan darah, dan hubungan pasien dengan penanggung jawab.
b. Riwayat kesehatan
Riwayat penyakit dahulu yaitu penyakit apa saja yang pernah diderita pasien,
baik penyakit yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit
Alzheimer, maupun yang tidak.
Riwayat penyakit sekarang yaitu penyakit yang diderita pasien saat ini, dalam
kasus ini penyakit Alzheimer.Riwayat penyakit keluarga yaitu penyakit yang
pernah diderita anggota keluarga yang lain, baik yang dapat menjadi faktor
pendukung terjadinya penyakit Alzheimer maupun yang tidak.
c. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara
program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang
telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
d. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli
(merupakan factor predisposisi).
e. Pengkajian psikososial
1) Sosialisasi lansia pada saat sekarang.
Pada umumnya lansia dengan alzheimer memiliki sosialisasi yang menurun
dikarenakan fungsi kognitif yang melemah dan memunculkan prilaku, tanda-
tanda tidak menyenangkan dalam sosialisasi.
2) Sikap pada orang lain
Sikap lansia dengan alzheimer biasanya berubah menjadi buruk, gangguan
kognitif, binggung serta mengingat menyebabkan sikap curiga, bermusuhan
dan prilaku tidak tepat yang lebih sering.
3) Harapan dalam melakukan sosialisasi
a. Masalah emosional/ Integritas ego dengan Deppresion Scale
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan
persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan
orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah
penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh
dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu
untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun
tanpa membacanya) , sering khawatir, menunjukakan kegelisahan,
kecendrungan mengurung diri, menyatakan banyak pikiran atau ada
masalah keluarga.
b. Pengkajian spiritual
1) Kegiatan keagamaan, mungkin akan terlihat berubah pada lansia.
Lansia akan cenderung mendalami spiritual keagamaannya, namun
terkadang berlebihan karena terjadinya disorientasi waktu.
2) Konsep/keyakinan klien tentang kematiann.
Lansia umumnya cenderung pasrah dan menyerahkan semuanya
kepada Tuhan tentang kematiannya.
3) Harapan klien
a. Pengkajian Fungsional lansia dengan Indeks Katz atau Modifikasi
Dari Barthel Indeks.penhgkajian uini berfungsi menilai
kemampuan lansia dalam melakukan ADL
f. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
g. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap
rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan
(mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin
kurus (tahap lanjut).
h. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang
kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan
kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain
untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat
makan.
B. Status mental dengan SPSMQ dan MMSE
SPSMQ
Kesimpulan :
Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
Pada klien dengan Alzheimer biasanya memiliki hasil SPSMQ dari kerusakan intelektual
ringan hingga kerusakan intelektual berat, tergantung keparahan kerusakan otak.
Total nilai
Kesimpulan MMSE:
> 23 : aspek koqnitif dari fungsi mental baik
18-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤ 17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
Gejala :
Pengingkayan terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau
kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil
keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku (diobservasi oleh orang
terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi (posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang
tertentu). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia
yang berlangsung secara periodic (sebagai factor predisposisi) serta aktifitas kejang
(merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak).
Tanda :
Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata yang
benar (terutama kata benda); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi
kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap (kehilangan keterampilan
motorik halus).
Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius (mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan (jatuh, luka bakar dan
sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh
personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai
dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada
tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan.
a. B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan :Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi
makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
1) Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk
efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu
nafas.
2) Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
3) Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
4) Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
b. B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga
gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
c. B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
dengan pengkajian pada sistem lainnya.
1) Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah
laku.
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran:Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan
juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
3) Pengkajian fungsi serebral
a) Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang
berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan
penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
b) Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf
kranial I-XII :
- Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan
fungsi penciuman
- Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai
dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami
keturunan ketajaman penglihatan
- Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada
saraf ini
- Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
- Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
- Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses
senilis serta penurunan aliran darah regional
- Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan
dengan perubahan status kognitif
- Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
- Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
c) Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan
penurunan pada fungsi motorik secara umum.
Tonus Otot. Didapatkan meningkat. Keseimbangan dan Koordinasi.
Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif
dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
d) Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks
postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke
depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam
berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke
belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
e) Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami
penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori
yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan
disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degeneration neuron iriversibel.
b. Risiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi memori.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan deficit kognitif.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan iskemia lobus temporal atau
frontal sekunder akibat penyakit Alzheimer.
e. Kerusakan interaksi social berhubungan dengan hambatan komunikasi sekunder
akibat penyakit mental kronis.
f. Perubahan pola tidur berhubungan dengan Perubahan lingkungan, tekanan
psikologis, kerusakan neurologis, perubahan aktivitas.
g. Inkontinensia berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologis / tonus otot.
h. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan kemampuan ADL, faktor psikologis.
i. Kurang pengetahuan klien dan keluarga berhubungan dengan keterbatasan
kognitif, daya ingat.
E. Rencana Keperawatan