Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN ALZEIMER

I. DEFENISI

Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang

terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses

penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguandegenarif yang mengenai sel-sel otak

dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan

menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah :

jilid 1 hal 1003). Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada

masyarakat di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.

II. II. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa

adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer.

Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah

spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan

daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat

berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami

degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan

metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal

yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian

telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor

lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.


III. MANIFESTASI KLINIS

Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3

tahap, yaitu :

a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)

Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari

Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik

Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin

Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah tersinggung,mudah

menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidaj setia

lagi/selingkuh.

b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)

Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi

Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi

Mengalami gangguan tidur

Keluyuran

Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah

orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah

sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui.)

c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)

Sulit / kehilangan kemampuan berbicara

Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan

Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh

Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk
IV. PATOGENESIS

1. Faktor Genetik

Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui

gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita

Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok

control normal pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan Alzheimer dengan familial earli

onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm, sedangkan pada

familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita

down sindrom mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat

neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan penurunan market kolinegik pada jaringan

otaknya yang mengambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer .Hasil

penelitian penyakit Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote

dan 50 adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic berperan dalam

penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya ditemukan

kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa kemungkunan faktor lingkungan

menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.

2. Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang

dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif. Infeksi

virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan

remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga berhubungan

dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:

a) Manifestasi klinik yang sama


b) Tidak adanya respon imun yang spesifik

c) Adanyan plak amyloid pada susunan saraf pusat

d) Timbulnya gejala mioklonus

e) Adanya gambaran spongioform

3. Faktor lingkungan

Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa

penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc.

Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan

neurofibrilary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat

dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi

neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga

ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,sodium, dengan patogenesa

yang belum jelas.Ada dugaan bahwa asam amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi

melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-

influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energy seluler dengan akibat kerusakan dan

kematian neuron.

4. Faktor imunologis

Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer didapatkan

kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan protein, anti typsin

alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan

bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto

merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena

peranan faktor immunitas.


5. Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan trauma

kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic, dimana pada

otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmiter

Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan yang

sangat penting seperti :

a) Asetikolin

Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter

dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer didapatkan

penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta

penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya deficit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris

pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan

neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis

neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu

didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine

pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat

mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.

b) Noradrenalin

Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak

penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat

yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal

noradrenergik.

Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer
menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al

(1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan

ante-mortem penderita Alzheimer.

c) Dopamine

Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region

hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada penderita

Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena histopatologi

region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.

d) Serotonin

Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil pada

biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio

hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan

pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal

serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT

pada nucleus rephe dorsalis

e) MAO (manoamin oksidase)

Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal MAO

A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine, sedangakan MAO-

B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan

MAO A pada hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan

menurun pada nucleus basalis dari meynert.

V. Pemeriksaan penunjang

1.Neuropatologi

Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr

(850-1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus

temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system

somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit

Alzheimer terdiri dari :

a. Neurofibrillary tangles (NFT)

Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang berisi

protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe

dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada

otak manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy.

Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.

b. Senile plague (SP)

Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi

filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor

protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik,

korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks

somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan

perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague berhubungan dengan penurunan

kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran

karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.

c. Degenerasi neuron

Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer

sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron
pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus

batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel

noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama

pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik

yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam

pengobatan penyakit Alzheimer.

d. Perubahan vakuoler

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nucleus.

Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan

ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah

ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.

e. Lewy body

Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal, gyrus

cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,

parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi

pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al

menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer.

2. Pemeriksaan neuropsikologis

Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan

neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif

umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga

bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-
beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian

berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostic yang

penting karena :

a. Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui

bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.

b. Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan

kelainan kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh

disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik

c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia

karena berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis

denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan fungsi kongnitif, dimana

pemeriksaan terdiri dari :

1.Verbal fluency animal category

2.Modifikasi boston naming test

3.Mini mental state

4.Word list recall

5.Construction praxis

6.Word list memory

7.Word list recognition

Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control

3. CT Scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan
volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam

menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti

multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel

keduannya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.

Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson,

binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan

substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan

hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada

daerah kortikal dan periventrikuler (capping anterior home pada ventrikel lateral). Capping

ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal,

gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus,

amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI

lebih sensitive untuk membedakan demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain,

dengan memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.

4. EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit

Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.

5.PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme 02, dan

glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini

sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil

observasi penelitian neuropatologi.

6.SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)

Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi

dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan
PET) tidak digunakan secara rutin

7.Laboratorium darah

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer. Pemeriksaan

laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti

pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam

folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.

VI.Kriteria Diagnosis

Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosis klinis penyakit alzhemer yaitu :

1.Kriteria diagnosis tersangka penyakit Alzheimer terdiri dari :

Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental atau

beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik

Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi

Tidak ada gangguan tingkat kesadaran

Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering > 65 tahun

Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya

2. Diagnosis tersangka penyakit Alzheimer ditunjang oleh:

Perburukan (gangguan berbahasa)

ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku

Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi

Pada gambaran EEG memberiakan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti

peningkatan aktivitas gelomabang lambat

Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri


3.Gambaran lain tersangka diagnosis penyakit Alzheimer setelah dikeluarkan penyebab

demensia lainnya terdiri dari :

Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, emosi,

kelainan seksual, berat badan menurun

Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut dan

termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot,mioklonus atau gangguan

berjalan. Terdapat bangkitan pada stadium lanjut

4.Gambaran diagnosis tersangka penyakit Alzheimer yang tidak jelas terdiri dari :

Awitan mendadak

Diketemukan gejala neurologic fokal seperti hemiparase, hipestesia, defisit lapangan

pandang dan gangguan koordinasi

Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan

5. Diagnosis klinis kemungkinan penyakit Alzheimer adalah :

Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologic lain, gejala psikiatrik atau kelainan sistemik

yang menyebabkan demensia

Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia, defisit

kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya

6.Kriteria diagnosis pasti penyakit Alzheimer adalah gabungan dari criteria klinik tersangka

penyakit Alzheimer dan didapatkan gambaran histopatologi dari biopsy atau otopsi.

VII.PENATALAKSANAAN

Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya

memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C,

dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan

1.Inhibitor kolinesterase

Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan

simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar

asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase

yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian

obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung.

Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk

penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer .

2.Thiamin

Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan

thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase

(45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin

hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan

bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.

3.Nootropik

Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi

dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita

Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.


4.Klonidin

Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan

noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2

reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang

kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.

5.Haloperiodol

Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan

tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki

gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti

depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).

6.Acetyl L-Carnitine (ALC)

Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan

enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas

asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1

tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat

progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Adapun pengkalian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer

Aktifitas istirahat

Gejala : merasa leleh


Tanda : siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan

Pola tidur Letargi dan gangguan keterampilan motorik.

Sirkulasi

Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik.hipertensi,episode emboli

Integritas ego

Gejala : curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap

lingkungan, kehilangan multiple.

Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan, duduk dan

menonton yang

lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk

benda tidak bergerak dan

emosi stabil

Eliminasi

Gejala : Dorongan berkemih

Tanda : Inkontinensia urine/feaces

Makanan/cairan

Gejala : Riwayat episode hipoglikemia, perubahan

dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan.

Tanda : kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan.dan tampak

semakin kurus.

Higene

Gejala : Perlu bantuan tergantung orang lain

Tanda : kebiasaan personal yang kurang, lupa untuk pergi kekamar mandi dan

kurangberminat pada waktu makan

Neurosensori
Gejala : Peningkatan terhadap gejala yang ada terutama

perubahan kognitif,

kehilangan sensasi propriosepsi dan adanya

riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik serta aktifitas kejang.

Kenyamanan

Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius,

trauma kecelakaan

Tanda : Ekimosis laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain

Integritas social

Gejala : Mersa kehilangan kekuatan

Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat

2.Diagnosa keperawatan

1. Resiako terhadap trauma berhubungan dengan:

a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan

b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan

c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang

2. Perubahan proses piker berhubungan dengan:

a. Degenerasi neuron irreversible

b. Kehilangan Memori

c. Konflik psikologis

d. Deprivasi tidur

3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan :

a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori


b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya

4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :

a. Perubahan pada sensori

b. Tekanan psikologik

c. Perubahan pada pola aktivitas

5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih dari kebutuhan

berhubungan dengan :

a. Perubahan sensori

b. Kerusakan penilaian dan koordinasi

c. Agitasi

d. Mudah lupa, kemunduran hobi dan penyambunyian

6. perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :

a. kehilangan fungsi neurologis/tonus otot

b. ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan

c. Perubahan diet atau pemasukan makanan

7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubung dengan :

a. Kacau mental, pelupa dan disorientasi pada tempat atau orang

b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control perilaku

c. kurang keinginan /penolakan seksual oleh orang terdekat

d. Kurang privasi
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungen dengan :

a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu

b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yangdicintanya

c. Hubungan keluarga sangat ambivalen

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan :

a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan

b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan

c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang

Intervensi Rasionalisasi

Kaji derajat gangguan kemampuan kompetensi munculnya tingkah laku yang impulsive dan

penurunan persepsi visual. Bantu orang terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya

bahaya yang mungkin timbul.

Hilangkan/minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan

Alihkan perhatian klien ketika prilaku teragitasi atau bahaya seperti keluar dari tempat tidur

dengan memanjat pagar tempat tidur tersebut Penurunan persepsi visual meningkatkan

resiko terjatuh. Mengidentifikasi resiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran

sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya.

Seorang dengan gangguan kognitif dan gangguan persepsi merupakan awal untuk

mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap

kemampuan keamanan yang dasar atau mengevaluasi keadaan tertentu.

Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan

prilaku/meningkatkan resiko terjadinya trauma


2.Perubahan proses piker berhubungan dengan :

a. Degenerasi neuro irreversible

b. Kehilangan Memori

c. Konflik psikologis

d. Deprivasi tiduran

Intervensi Rasionalisasi

Kaji tingkat gangguan kognitif seperti perubahan orientasiterhadap orang, tempat dan waktu,

rentang, perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan orang terdekat mengenai

perubahan tingkah laku yang biasa /lamanya masalah yang telah ada

Pertahankan lingkungan yang tenang menyenangkan

Tatap wajah ketika berbicara dengan pasien

Panggil pasien dengan namanya

Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara perlahan pada pasien Memberikan dasar

untuk evaluasi/perbandingan yang akan dating dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi

Kebisingan, keramaian, orang banyak biasanya merupakan sensori yang berlebihan dan

dapat meningkatkan gangguan neuron

Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual

Nama merupakan bentuk identitas diri dan menimbulkan pengenalan terhadap realita dan

individu

Meningkatkan kemungkinan pemahaman

3.Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan :

a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori

b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya.

Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi

individu yang termasuk didalamnya adalah penurunan penglihatan/pendengaran

Berikan sentuhan dalam cara perhatian Karena keterlibatan otak biasanya global, yaitu

dalam persentasi kecil mungkin memperlihatkan masalah yang bersifat asimetri yang

menyebabkan pasien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuhnya

Dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri

Mengkomunikasikan kenyamanan melalui berbagai cara

4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :

a. Perubahan pada sensori

b. Tekanan psikologik

c. Perubahan pada pola aktivitas

intervensi Rasionalisasi

Berikan kesempatan untuk istirahat/tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan

aktivitas fisik/mental pada sore hari

Hindari penggunaan pengikatan secara terus menerus

Karena aktivitas fisik danBerikan makanan kecil pada sore hari mental yang lama

mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktifitas yang terprogram

tanpa stimulus yang berlebihan dapat meningkatkan waktu tidur

Resiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu tidur

Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk

5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih kebutuhan berhubungan dengan:

a. Perubahan sensori

b. Kerusakan penilaian dan koordinasi


c. Agitasi

d. Mudah lupa,kemunduran hobi dan penyembunyian

Rencana Keperawatan

Intervensi Rasional

Kaji pengetahuan pasien/orang terdekat mengenai

Tentukan jumlah latihan/langkah yang pasien lakukan

Usahakan untuk memberikan makanan kecil setiap kira-kira satu jam sesuai kebutuhan

Berikan waktu yang leluasa untuk makan

Kolaborasi

Identifikasi kebutuhan untukRujuk konsultasikan dengan ahli gizi menbantu

memformulasikan perencanaan pendidikan secara individual

Masukan nutrisi mungkin perlu untuk memenuhi kebutuhan yang mendekati berhubungan

dengan kecukupan kalori secara individu

Makanan dalam jumlah yang besar mungkin terlalu banyak untuk pasien yang

mengakibatkan kesulitan dalam menelan. Makanan kecil bisa meningkatkan masukan yang

sesuai. Pembatasan jumlah makanan yang diupayakan hanya sekali waktu pemberian akan

menurun kebingungan pasien mengenai makanan mana yang dipilih

Pendekatan yang santai membantu pencernaan makanan dan menurunkan kemungkinan

untuk marah yang dicetuskan oleh keramaian

Bantuan mungkin diperlukan untuk menggembangkan kesembangan diet secara individu

untuk menemukan kebutuhan pasien/makanan yang disukai

6.Perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :

a. Kehilangan fungsi neurologis/tonus otot

b. Ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan


c. Perubahan diet atau pemasukan makanan

Intervensi Rasional

Kaji pola yang sebelumnya dan bandingkan dengan yang sekarang

Letakan tempat tidur dengan kamar mandi jika memungkinkan buatkan tanda tertentu dipintu

berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup tertentu malam hari

Buat program latihan defikasi/kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat

kemampuannya

Anjurkan menu adekuat selama siang hari,diet tinggi serat dari sari buah. Batasi minum saat

menjelang malam dan waktu tidur

Kolaborasi

Berikan obat pelembab feces, metamacil,gliserin supositoria sesuai Memberikan informasi

mengenai perubahan yang mungkinindikasi selanjutnyamemerlukan pengkajian/intervensi

Meningkatkan orientasi/penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin disertai

ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih

Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh dan membantu

menghindari kecelakaan

Menurunkan resiko konstipasi/dehidrasi.Pembatasan minum pada sore menjelang malam

dapat menurunkan seringnya berkemih/inkontinensia pada malam hari

Mungkin diperlukan untuk memfasilitasi/menstimulasi deteksi yang teratur

7.Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan :

a. Kacau mental, pelupa dan disorintasi pada tempat atau orang

b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control prilaku

c. Kurang keinginan/penolakan seksual oleh orang terdekat

d. Kurang privasi
Intervensi Rasional

Kaji kebutuhan/ kemampuan pasien secara individu

Anjurkan pasangan untuk memperlihatkan penerimaan/perhatiannya

Berikan jaminan terhadap privasi

Gunakan distraksi sesuai dengan kebutuhan. Ingatkan pasien bahwa ini merupakan tempat

umum(tempat masyarakat banyak) dan tingkah laku yang dilakukan sekarang tidak dapat

diterima

Berikan waktu yang cukup Metodeuntuk menjelaskan/mendiskusikan perhatian dari orang

terdekat alternative perlu diciptakan pada keadaan tertentu untuk memfasilitasi kebutuhan

akan intimasi(keinginan untuk melakukan hubungan seksual)

Seseorang dengan gangguan kognitif biasanya kebutuhan dasarnya pada efektif, rasa cinta,

perasaan diterima, dan ekspresi seksual

Tingkah laku ekspresi seksual mungkin berbeda. Privasi memungkinkan seseorang untuk

mengekspresikan keinginan seksualnya tanpa hambatan dari orang lain

Merupakan satu alat yang paling bermanfaat ketika tingkah laku yang tidak sesuai, Seperti

membuka pakaian

Mungkin memerlukan informasikan dan atau konseling mengenai alternatif tertentu dalam

melakukan aktifitas/agresi seksual

8.Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan :

a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu

b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yang dicintainya

c. Hubungan keluarga sangat ambivalen

Intervensi Rasional

Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan pasien
dirumah

Buat prioritas

Realitas dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan yang ada

Bicarakan semua kontinu kemampuan keluarga dalam merawat pasien dirumah

Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan kecemasannya

Diskusikan kemungkinan adanya isolasi. Berikan penguatan terhadap kebutuhan terhadap

system dukungan

Kolaborasi

Rujuk pada sumber-sumber penyokong setempat seperti perawatan lansia pada siang hari,

pelayanan dirumah, berhubungan dengan asosiasi penyakit Dapat memudahkan beban

terhadap penangganan dan adaptasi rumah

Membantu membuat satu pesan tertentu dan memfasilitasi pemecahan masalah

Menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru seperti individu tersebut dapat

menemukan kembali tingkat kemampuan pada masa lalu setelah penggunaan obat tertentu

Tingkah laku yang terhalang, tuntutan perawatan tinggi dan seterusna dapat menimbulkan

keluarga akan menarik diri dari pergaulan social

Orang terdekat memerlukan dukungan yang dihadapi akan meningkatkan selama mengatasi

penyakit untuk memudahkan proses adaptasi

Kepercayaan bahwa individu dapat menemukan semua kebutuhan pasien meningkatkan

resiko penyakit fisik/mental

Koping dengan individu seperti ini adalah tugas perlu waktu dan membuat frustasi

Evaluasi

1. Tidak mengalami trauma, keluarga mampu mengenali risiko potensial di lingkungan dan

mengidentifikasikan tahap-tahap untuk memperbaikinya


2. Mampu mengenali perubahan dalam berpikir/tingkah laku dan faktor-faktor penyebab jika

memungkinkan

3. Mampu mendemonstrasikan respon yang meningkatkan/sesuai dengan stimulasi

4. Mendapatkan diet nutrisi yang seimbang dan mampu mempertahankan kembali berat

badan yang sesuai

5. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang

melayang-layang

6. Mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat

7. Mampu mengidentifikasi/mengungkapkan dalam diri mereka sendiri untuk mengatasi

keadaan

8. Memenuhi kebutuhan seksualitas dalam cara yang dapat diterima


DAFTAR PUSTAKA

http://www.indonesiaindonesia.com/f/9951-alzheimer/

http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=2002

Corwin J. Elisabet.2004.patofisiologi untuk perawat.EGC,Jakarta.

Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT

15.EGC.Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai