Anda di halaman 1dari 33

KONSEP DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN ALZHEIMER

OLEH:
SGD 5
NI LUH PUTU SHINTA DEVI (0802105010)
I MADE ARYA KAMASUTA (0802105014)
NI WAYAN BUDI ARTHINI (0802105023)
LUH PUTU JUNIARI LISTUAYU (0802105024)
WAYAN WIRA ADNYANA (0802105037)
NI NYM. PRADNYA PARAMITHA D. (0802105038)
NI PUTU ARYSTA K.D. (0802105039)
I.A. EKA JAYANTHI (0802105048)
I GST. AYU SIKHA PERMATA A.S. (0802105049)
NI PUTU WINDA IRMALIA DEWI (0802105062)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2009
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
I. DEFINISI
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas.
Alzheimer merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak
dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan
menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Keperawatan Medikal
Bedah : jilid 1 hal 1003).

II. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi berhubungan erat
dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu
berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi
lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden
kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden
alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per
tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki.
Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki.

III. PENYEBAB
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer.
Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian
daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan
penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam
amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler,
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein
abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut
terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri,
trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament presdiposisi heriditer. Dasar
kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dar degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya
ingat secara progresif.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh
adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi
radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit
alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor
non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai
pencetus factor genetika.
Patogenesa
Sejumlah patogenesa penyakit alzheimer yaitu:
1. Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui
gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita
alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok
kontrol normal Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early
onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal logarm, sedangkan pada
familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita
down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat
neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan
otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil
penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah
monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik
berperan dalam penyaki alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa
ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan
faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang
dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemuka adanya antibodi reaktif. Infeksi
virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik
dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga
berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan
antara lain:
a. manifestasi klinik yang sama
b. Tidak adanya respon imun yang spesifik
c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
d. Timbulnya gejala mioklonus
e. Adanya gambaran spongioform
3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar lain, aluminium, silicon, mercury,
zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan
neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum
dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi
neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga
ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa
yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi
melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-
influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan
dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderitaalzheimer didapatkan
kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti
trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan
bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto
merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkanpada wanita muda karena
peranan faktor immunitas
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma
kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana
pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmitter
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan
yang sangat penting seperti :
a) Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter
dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer
didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport
kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya deficit presinaptik kolinergik ini
bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus.
Kelainan neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan
jenis neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan
otak/biopsy selalu didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan
pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau
hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa
penyakit Alzheimer.
b) Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak
penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan
tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal
noradrenergik.
Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita
Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer
et al (1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada
post dan ante-mortem penderita Alzheimer.

c) Dopamine
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region
hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada
penderita Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena
histopatologi region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.
d) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil
pada biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio
hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus
sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal.
Perubahan kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan
diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis
e) MAO (manoamin oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal
MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine,
sedangakan MAO-B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer,
didapatkan peningkatan MAO A pada hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B
pada daerah temporal dan menurun pada nucleus basalis dari meynert.

IV. PATOFISIOLOGI
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit
Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi)
dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar,
protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada
korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron
korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial.
Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron –
neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang
menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah
kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian
besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat
pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen
penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein
tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada
mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks
ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport
internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti
kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak
menyebabkan Alzheimer.
Kelainan
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama
Lingkungan terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk
Faktor genetik Infeksi virus Imunologi Trauma neurotransmiter
dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam s sel neuronal. A-beta adalah fragmen
proteinPenurunan
prekusor metabolisme
amiloid (APP) yang darah
dan aliran pada di
keadaan
korteks normal
parietalismelekat pada membrane
superior
neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi
fragmen – fragmen olehDegenerasi
protease, neuron kolinergik
salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang
menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel
Kekusutan neurofibrilar yang Hilangnya serat-serat kolinergik di korteks
gliadifus
yangdan plak senilis
akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat
cerebellum
larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan
Penurunan sel neuronlain adalah A-beta
kolinergik
menghasilkan radikal bebas sehingga menggagu yang berproyeksi
hubungan ke hipokampus
intraseluler dan menurunkan
Atropi otak dan amigdala
respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP Kelainan neurotransmiter
juga berpengaruh pada AD. Secara
neurokimia kelainan pada otak
Asetilkolin menurun

Penurunan daya ingat, gangguan intelektual, memori, fungsi bahasa, kognitif, perilaku

Alzheimer

Perubahan Tidak mampu Afasia, Rasa


kemampuan mengidentifi disfasia bermusuhan/me
merawat diri kasi bahaya nyerang orang
dalam Kehilangan lain, kehilangan
(menurun) hambatan kemampuan
lingkungan, kontrol sosial,
disorientasi, komunikas menyelesaika perilaku tidak
Sindrom defisit bingung i verbal n masalah tepat
PATHWAY
perawatan :diri

Perubahan kemampuan
Risiko mengawasi keadaan Hambatan
cedera kompleks dan berpikir Interaksi
abstrak, emosi labil, Sosial
pelupa, apatis, loss deep
memory

Gangguan Proses Berpikir


V. KLASIFIKASI
Terdapat 2 tipe Alzheimer (AD) yaitu:
1) AD familial (FAD) yang mengikuti pola bawaan khusus
2) AD sporadic yang tidak mengikuti pola bawaan.

VI. GEJALA KLINIS


Pada stadium awal Alzheimer, terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan ringan.
Terdapat kesulitan ringan dalam aktivitas pekerjaan dan social. Depresi dapat terjadi pada
saat ini. Pasien dapat kehilangan kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek yang
sudah dikenalnya. Pasien juga sering mengulang-ulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya. Kemampuan berbicara memburuk sampai pembentukan suku kata yang
tidak masuk akal, agitasi, dan peningkatan aktivitas fisik. Nafsu makan pun bertambah secara
berlebihan. Terjadi pula disfagia dan inkontinensia. Pasien dapat menjadi depresif, curiga,
paranoid, dan kasar(perubahan kepribadian).

a. Gejala ringan (lama penyakit 1-3 tahun)


Lebih sering bingung dan melupakan informasi yang baru dipelajari
Disorientasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian, misalnya mudah tersinggung,
mudah menuduh ada yang mengambil barangnya, bahkan menuduh pasangannya
selingkuh

b. Gejala sedang(lama penyakit 3-10 tahun)


Kesulitan dalam mengerjakan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan dan mandi
Perubahan tingkah laku, misalnya sedíh dan emosi
Mengalami gangguan tidur
Keluyuran
Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali
adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama ingá tidak mengenali
wajah sama sekali, kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui)

c. Gejala berat(lama penyakit 8-12 tahun)


Sulit atau kehilangan kemampuan bicara
Sangat tergantung pada caregiver(pengasuh)
Perubahan perilaku : misalnya mudah curiga, depresi, atau mudah mengamuk

VII. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai
dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda
vital meliputi bradikardi, hipotensi dan penurunan frekuensi pernapasan.
B1 (breathing)
Gangguan fungsi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivasi, aspirasi makanan
atau saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
Inspeksi : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
B2 (blood)
Auskultasi : Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga
gangguan pada pengatruan tekanan darah oleh system saraf otonom.
B3 (brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan
system lainnya.
Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status
kognitif klien.

Pemeiksaan Fungsi Serebri


Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan
dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan motorik baik
jangka pendek maupun memori jangka panjang.
Pemeriksaan saraf krnial
Nervus I : biasanya pada klien dengan penyakit Alzheimer tidak ada kelainan dari
fungsi penciuman.
Nervus II : hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia.
Klien dengan penyakit alzheirmer mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
Nervus III,IV,VI : Pada beberapa kasus penyakit Alzheimer biasanya tidak
ditemukan adanya kelainan pada nervus ini
Nervus V : Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini.
Nervus VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal
Nervus VIII : Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan dengan proses
senilis dan penurunan aliran darah regional
Nervus IX dan X : Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan
dengan perubahan status kognitif
Nervus XI: Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesius
Nervus XII: Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada faskulasi.
Indra pengecapan normal.
Sistem motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan pada fungsi motorik
secara umum.
Palpasi :Tonus otot didapatkan meningkat.
Inspeksi : Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena adanya
perubahan status kognitif dan ketidakoperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
Pemeriksaan Refleks
Pada tahap lanjut penyakit Alzheimer, sering didapatkan bahwa klien kehilangan refleks
postural, apabila klien mencoba untuk berdiri klien akan berdiri dengan kepala cenderung
ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar
dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat
menimbulkan sering jatuh.
Sistem Sensorik
Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan
terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil
dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien
secara umum.

B4 (Bladder)
Inspeksi : Pada tahap lanjut, beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya ,
biasanya yang berhubungan dengan penurunan status kognitif pada klien Alzheimer.
Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami
inkontinensia urine, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.

B5 (Bowel)
Inspeksi :Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang
kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Karena penurunan
aktivitas umum, klien sering mengalami konstipasi.

B6(Bone)
Inspeksi : Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan umum dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari. Adanya gangguan keseimbangan dan
koordinasi dalam melakukan pergerakan disebabkan karena perubahan pada gaya
berjalan dan kaku pada seluruh gerakan akan memberikan risiko pada trauma fisik bila
melakukan aktivitas.

VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya
berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih
menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital,
korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins, 1937). Kelainan-
kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:
a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang
berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada
neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe
dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga
ditemukan pada otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma
ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya
demensia.
b. Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang
berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia.
Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan
kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala,
hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik
primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini
juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas Senile
plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi
(NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita
penyakit alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit
alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan
pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada
hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe
nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada
nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus
serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis.
Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang
berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan
dalam pengobatan penyakit alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser
nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT
dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale,
dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital,
hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal,
gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks
frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan
immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran
histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan
variant dari penyakit alzheimer.

2. Pemeriksaan Neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi
kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis
ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak
yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi,
perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik
mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:
a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat
diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit selektif yang
diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri.
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
demensia karena berbagai penyebab. The Consortium to establish a Registry for
Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian
neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey yang bermanifestasi
gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri dari:
 Verbal fluency animal category
 Modified boston naming test
 Mini mental state
 Word list memory
 Constructional praxis
 Word list recall
 Word list recognition
Test ini memakn waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control.
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer antemortem. Pemeriksaan
ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya
selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh
danpembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang
sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada
demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar
untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan
pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan
status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal
dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini
merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal,
gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi
hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. Seab et
al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit
alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari
hipokampus.

4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
yang non spesifik.

5. PET (Positron Emission Tomography)


Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma
O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional
parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan
sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.

6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)


Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

7. Laboratorium Darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi
renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan
secara selektif.

IX. KRITERIA DIAGNOSIS


Terdapat beberapa kriteria untukdiagnosa klinis penyakit alzheimer yaitu:
1) Kriteria diagnosis tersangka penyakit alzheimer terdiri dari:
Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental
atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik
Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2
Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun
Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya
2) Diagnosis tersangka penyakit alzheimer ditunjang oleh:
Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa, ketrampilan motorik, dan
persepsi
ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi
Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti
peningkatan aktivitas gelombang lambat
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri
3) Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit alzheimer setelah dikeluarkan penyebab
demensia lainnya terdiri dari:
Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi, halusinasi,
emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut
dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot, mioklonus atau
gangguan berjalan
Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
4) Gambaran diagnosa tersangka penyakit alzheimer yang tidak jelas terdiri dari:
Awitan mendadak
Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia, defisit lapang
pandang dan gangguan koordinasi
Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
5) Diagnosa klinik kemungkinan penyakit alzheimer adalah:
Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau kelainan
sistemik yang menyebabkan demensia
Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia,
defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab
lainnya
6) Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer adalah gabungan dari kriteria klinik
tersangka penyakit alzheimer didapatkan gambaran histopatologi dari biopsi atau
otopsi.

X. TINDAKAN PENANGANAN
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C,
dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
A. Penatalaksanaan Medikamentosa
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan
kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori
danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-
obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal
dan penderita alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan
thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral,
menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo
selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi
kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada
penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik
alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu,
didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan
memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya
diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari).
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan
bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian
dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
B. Penatalaksanaan Non-Medikamentosa
1. Mendukung Fungsi Kognitif.
Karena kemampuan kognitif menurun, maka perawat harus memberikan lingkungan
yang mudah dikenali yang dapat membantu pasien mengintegrasikan lingkungan
sekitar dan aktifitasnya.
2. Peningkatan Keamanan Fisik
Umtuk menghindari jatuh atau kecelakaan lain, semua sumber bahaya yang jelas
harus dihilangkan. Lampu tidur, lampu pemanggil, dan tempat tidur rendah
digunakan saat tidur. Lingkungan yang bebas bahaya memungiknkan pasien mandiri
secara maksimal dan memiliki rasa otonomi.
3. Mengurangi ansietas dan agitasi
Meskipun kehilangan kognitifnya parah,namun ada saat dimana pasien sadar akan
cepat menhilangkan kemampuannya. Pasien menjadi sangat membutuhksn dukungan
emosional yang dapat memperkuat citra diri yang positif.
4. Meningkatkan Komunikasinya
Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena
arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan mengorganisai dan
menyampaikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dipakai untuk
mengingatkan pasien dan sangat membantu pasien.
5. Meningkatkan kemandirian dalam Proses Perawatan diri
Upaya ditujukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kemandirian selama
mungkin. Dianjurkan menyederhanakan aktifitas sehari-hari dengan menyusun
lamgkah-langkah singkat dan mudah dicapai sehingga pasien dapat merasakan
kepuasan diri.
6. Menyediakan Kebutuhan sosialisasi dan keintiman
Karena sosialisasi dengan teman lama dapat meyenagnkan maka pasien didorong
untuk melakukan kunjungan, saling berkirim surat, dan bertelepon. Kunjungan
sebaiknya singkat dan tidak menimbulkan stress. Sebaiknya hanya menungunjungi
satu sampai dua orang saja dalam sekali kunjungan.
7. Meningktkan nutrisi yang adekuat
Saat makan, keadaan harus tetap dijaga agar keadaan tidak menjadi konfrontasional.
Pasien lebih menyukai makanan yangsudah dikenal yang tampak menggunakan
selera makan dan tersa lezat. Untuk menghindari bermain dengan makanan, makanan
sebaiknya dihidangkan satu-satu.makanan sebaiknya dipotong kecil-kecil agar tidak
tersedak. Makanan sebaiknya disediakan dalam keadaan hangat.
8. Mendukung dan mendidik pemberi perawatan dalam keluarga.
Perawat harus peka terhadap masalah emosional yang dihadapi keluarga. Dukungan
dan edukasi pemberi perawatan merupakan komponen yang penting.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer

Aktifitas istirahat
Gejala : Merasa lelah
Tanda : Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi : penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti
acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal
yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.

Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli
(merupakan factor predisposisi).

Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi
terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang,
penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah
dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang
dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk
melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa
membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin
menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat
membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau
berjalan-jalan.

Eliminasi
Gejala : Dorongan berkemih
Tanda : Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.

Makanan/cairan
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari
terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan
(mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak
semakin kurus (tahap lanjut).

Higene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang,
kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan
kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang
lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan,
menggunakan alat makan.

Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan,
diarea, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam
kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu,
penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan
sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ).
dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau
hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi )
serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan
kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau
percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-
penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk
membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).

Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka
bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain

Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh
personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang
muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degeneration neuron iriversibel
ditandai dengan tidak mampu mengintrepitasikan stimuli dan menilai realitas
dengan akurat, disorientasi, apatis, loss deep memory, dan kesulitan dalam
mengamodasikan ide/ perintah.
b. Hambatan interaksi social berhubungan dengan hambatan komunikasi
sekunder akibat penyakit mental kronis ditandai dengan afasia, rasa
bermusuhan/menyerang orang, kehilangan control social, dan perilaku tidak
tepat.
c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan iskemia lobus temporal
atau frontal sekunder akibat penyakit Alzheimer ditandai dengan afasia dan
disfasia.
d. Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan deficit kognitif ditandai
dengan klien tampak kotor dan bau, klien tampak lemah, klien tampak kurus,
klien tampak pucat.
e. Risiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi memori.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Menyusun prioritas
1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan degeneration neuron
iriversibel ditandai dengan tidak mampu mengintrepitasikan stimuli dan
menilai realitas dengan akurat, disorientasi, apatis, loss deep memory, dan
kesulitan dalam mengakomodasikan ide/ perintah,.
2) Risiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi memori.
3) Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan deficit kognitif
ditandai dengan klien tampak kotor dan bau, klien tidak mampu untuk
melakukan proses perawatan diri, klien tampak lemah, klien tampak kurus,
klien tampak pucat.
4) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan iskemia lobus temporal
atau frontal sekunder akibat penyakit Alzheimer ditandai dengan afasia
dan disfasia.
5) Hambatan interaksi social berhubungan dengan hambatan komunikasi
sekunder akibat penyakit mental kronis ditandai dengan afasia, rasa
bermusuhan/menyerang orang, kehilangan control social, dan perilaku
tidak tepat
b. Intervensi

No Diagnosa keperawatan Tujuan / Out come Intervensi Rasional

1. Perubahan proses pikir Setelah diberikan askep Mandiri Mandiri


berhubungan dengan selama …x24 jam  Kaji tingkat gangguan  Memberikan dasar
degeneration neuron diharapkan gangguan kognitif seperti untuk
iriversibel ditandai proses pikir tidak perubahan orientasi evaluasi/perbandinga
dengan tidak mampu bertambah buruk, dengan terhadap orang, tempat n yang akan dating
mengintrepitasikan out come : dan waktu, rentang, dan mempengaruhi
 Klien mampu
stimuli dan menilai perhatian, kemampuan pilihan terhadap
menginterpretasikan
realitas dengan akurat, berpikir. Bicarakan intervensi.
stimulus sedikit demi
disorientasi, apatis, loss dengan orang terdekat
sedikit
deep memory, dan mengenai perubahan
 Klien mampu
kesulitan dalam tingkah laku yang
mengakomodasikan
mengakomodasikan biasa /lamanya
sedikit demi sedikit
ide/ perintah masalah yang telah
suatu ide/perintah
 Klien mampu ada.
 Pertahankan
mengenali orang-  Kebisingan,
lingkungan yang
orang terdekatnya, keramaian, orang
tenang dan
seperti nama banyak biasanya
menyenangkan.
keluarganya. merupakan sensori
 Klien mampu yang berlebihan
mengenali tempat- yang meningkatkan
tempat disekitarnya, gangguan neuron.
seperti alamat rumah.  Gunakan kata-kata  Sesuai dengan
 Klien mampu yang pendek dan berkembangnya
mengenali waktu kalimat yang penyakit, pusat
seperti pagi, siang, sederhana dan berikan komunikasi dalam
dan malam. instruksi sederhana otak mungkin saja
(tahap demi tahap). terganggu yang
ulangi instruksi menghilangkan
tersebut sesuai dengan kemampuan individu
kebutuhan. pada proses
penerimaan pesan
dan percakapan
secara keseluruhan.
 Mengarahkan
 Dengarkan dengan
perhatian dan
penuh perhatian isi
penghargaan pada
dari bicara pasien.
individu. Membantu
Interpretasikan
pasien dengan alat
pernyataan, arti dan
bantu proses kata
kata-kata tersebut. jika
dalam menurunkan
memungkinkan,
frustasi.
berikan kata-kata yang
benar.
 Hindari kritikan,  Provokasi
argumentasi dan menurunkan harga
konfrontasi negative diri dan mungkin
(stimulasi provokasi ) diartikan sebagai
satu ancaman yang
mencetuskan agitasi
atau meningkatkan
tingkah laku yang
tidak pantas.
 Lamunan membantu
 Gunakan distraksi.
dalam meningkatkan
bicarakan mengenai
disorientasi. orientasi
orang dan kejadian
pada realita
yang sebenarnya ketika
meningkatkan
pasien mulai
perasaan realita
merenungkan ide-ide
pasien, penghargaan
yang salah, jika hal diri dan kemuliaan
tersebut tidak personal
meningkatkan (kebahagiaan
kecemasan/agitasi. personal).
 Keterpaksaan
 Hindari pasien dari
menurunkan
aktivitas dan
keikutsertaan pasien
komunikasi yang
dan mungkin juga
dipaksakan.
dapat meningkatkan
kecurigaan, delusi.

 Memotivasi pasien
dalam cara yang
 Ciptakan aktivitas
menguatkan
yang sederhana dan
kegunaannya dan
tidak bersifat
kesenangan diri dan
kompetitif yang
merangsang realita.
didasarkan pada
 Kekurangan tidur
kemampuan individu.
dapat mengganggu
 Evaluasi pola dan
proses berpikir dan
kecukupan
kemampuan koping
tidur/istirahat. catat
klien.
adanya letargi,
peningkatan peka
rangsang, sering
“menguap”, adanya
garis hitam dibawah
mata.
Kolaborasi
Kolaborasi  Dapat digunakan
 Antisiklotik, seperti untuk mengontrol
haloperidol (haldol); agitasi, halusinasi.
tioridazin (Mallril) Mallril jarang
digunakan karena
adanya beberapa
efek samping yang
bersifat
ekstrapiramidal,
meningkatkan
kekacauan mental;
masalah penglihatan
dan terutama
gangguan berdiri dan
berjalan.
 Dapat meningkatkan
kesadaran mental
 Vasodilator, seperti
tetapi memerlukan
siklandelat
penelitian lebih
(Cyclospasmol)
lanjut.
 Dalam penelitian
merupakan cara yang
 Titamin
dilakukan terus
menerus untuk
menyelidiki
kemanfaatan dari
tiamin dosis tinggi
selama fase awal
penyakit untuk
memperlambat
berkembangnya
gangguan/meningkat
an keadaan kognisi
secara sederhana
2. Risiko cedera Setelah diberikan asuhan Mandiri Mandiri
berhubungan dengan keperawatan selama ....x - Awasi - Untuk
kerusakan fungsi 24 jam, diharapkan klien klien secara ketat mengkaji keamanan
memori. tidak mengalami cedera. selama beberapa klien.
malam pertama.
- Anjurkan - Untuk
individu untuk menghindarkan risiko
meminta bantuan cedera akbat suasana
selama malam hari. gelap.
- Singkirkan - Untuk
benda-benda menghindari risiko
berbahaya dari klien. cedera/terpapar
benda-benda
- Pasang berbahaya.
pegangan tangan di - Untuk
kamar mandi. menghindari terpleset
- Pertimban di kamar mandi.
gkan penggunaan - Untuk
sistem alarm. memudahkan klien
menginstruksikan
keadaan bahaya pada
dirinya.

3. Sindrom defisit Setelah diberikan asuhan Mandiri Mandiri


 Identifikasi kesulitan  Memahami penyebab
perawatan diri keperawatan selama ...x
berpakaian/perawatan yang mempengaruhi
berhubungan dengan 24 jam, diharapkan
diri, seperti pilihan intervensi/
deficit kognitif ditandai terdapat perilaku
keterbatasan fisik; strategi
dengan klien tampak peningkatan dalam
apatis/depresi atau
kotor dan bau, klien pemenuhan perawatan
temperatur ruangan.
tidak mampu untuk diri dengan kriteria
 Identifikasi kebutuhan
melakukan proses hasil :  Sesuai dengan
akan kebersihan diri
 klien tampak bersih perkembangan
perawatan diri, klien
dan berikan bantuan
dan segar penyakit, kebutuhan
tampak lemah, klien
 klien tidak pucat. sesuai kebutuhan
akan kebersihan
tampak kurus, klien dengan perawatan dasar mungkin
tampak pucat. rambut/kuku/kulit, dilupakan.
bersihkan kacamata
dan gosok gigi.

 Gabungkan kegiatan
 Mempertahankan
sehari-hari kedalam
kebutuhan rutin dapat
jadwal aktivitas jika
mencegah
mungkin.
kebingungan yang
semakin memburuk
dan meningkatkan
 Kaji kemampuan dan partisipasi pasien.
 Membantu dalam
tingkat itaspenurunan
mengantisipasi dan
kemampuan ADL
merencanakan
dalam skala 0 – 4.
pertemuan kebutuhan
individual.
 Rencanakan tindakan
 Klien akan mampu
untuk defisit motorik
melakukan aktivitas
seperti tempatkan
sendiri untuk
makanan dan peralatan
memenuhi perawatan
di dekat klien agar
dirinya.
mampu sendiri
mengambilnya.
 Kaji kemampuan
 Ketidakmampuan
komnikasi untuk BAK.
berkomunikasi
Kemampuan
dengan perawat dapat
menggunakan urinal
menimbulkan
pispot. Antarkan ke
masalah
kamar mandi bila
pengososngan
kondisi
kandung kemih oleh
memungkinkan .
karena masalah
neurogenik.
 Meningkatkan
 Identifikasi kebiasaan
latihan dan menolong
BAB . anjurkan minum
mencegah konstipasi
dan meningkatkan
aktivitas.
Kolaborasi :
Kolaborasi :
 Pertolongan utama
 Pemberian
terhadap fungsi
suppositoria dan
bowell atau BAB
pelumas faeces /
pencahar.  Untuk
 Konsul ke dokter
mengembangkan
terapi okupasi.
terapi dan
melengkapi
kebutuhan khusus.
4. Hambatan komunikasi Setelah diberikan asuhan Mandiri Mandiri
 Kaji kemampuan klien  Untuk menentukan
verbal berhubungan keperawatan selama ... x
untuk berkomunikasi. tingkat kemampuan
dengan iskemia lobus 24 jam, diharapkan klien
klien dalam
temporal atau frontal tidak mengalami
berkomunikasi.
sekunder akibat hambatan komunikasi  Menentukan cara-cara
 Untuk membantu
penyakit Alzheimer verbal dengan kriteria berkomunikasi seperti
proses
ditandai dengan afasia hasil : mempertahankan
berkomunikasi
 Membuat
dan disfasia kontak mata,
dengan klien, dan
teknik/metode
pertanyaan dengan
agar tidak terjadi
komunikasi yang
jawaban ya atau tidak,
miskomunikasi.
dapat dimengerti
menggunakan kertas
sesuai kebutuhan dan
dan pensil/bolpoint,
meningkatkan
gambar, atau papan
kemampuan
tulis; bahasa isyarat,
berkomunikasi
penjelas arti dari
 Untuk memudahkan
komunikasi yang
klien dalam
disampaikan.
 Letakkan bel/lampu memanggil perawat
panggilan di tempat saat membutuhkan
mudah dijangkau dan bantuan.
berikan penjelasan cara
menggunakannya.
Jawab panggilan
tersebut dengan segera.
Penuhi kebutuhan
 Memberikan terapi
klien. Katakan kepada
bicara pada klien.
klien bahwa perawat
siap membantu jika
dibutuhkan.
 Kolaborasi dengan
ahli wicara bahasa.
5. Hambatan interaksi Setelah diberikan Asuhan Mandiri Mandiri
 Agar individu
social berhubungan Keperawatan selama  Beri individu
terstimulasi untuk
dengan hambatan ….x24 jam, diharapkan hubungan suportif.
melakukan interaksi
komunikasi sekunder kliem mampu melakukan
social.
akibat penyakit mental interaksi social, dengan
 Agar klien mampu
kronis ditandai dengan out come :  Bantu mengidentifikasi
 klien mampu mengidentifikasi
afasia, rasa alternative tindakan.
tindakan yang baik.
bermusuhan/menyerang berinteraksi dengan
 Agar klien mampu
orang disekitarnya
orang, kehilangan  Bantu menganalisis melakukan interaksi
dengan baik.
control social, dan pendekatan yang dengan orang lain
 klien tidak memiliki
perilaku tidak tepat berfungsi paling baik. dengan baik.
rasa
 Untuk merangsang
bermusuhan/menyer
klien untuk
ang orang.  Gunakan pertanyaan
menjawab
dan observasi untuk
pertanyaan perawat
mendorong individu
secara tidak
dengan keterbatasan
langsung
keterampilan interaksi
menstimulasi klien
untuk berinteraksi.
 Dukungan keluarga
sangat membantu
 Bantu anggota dalam melakukan
keluarga dalam interaksi social.
memahami dan
memberi dukungan.

4. EVALUASI
No.
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx
1. Perubahan proses pikir berhubungan Proses pikir klien tidak bertambah buruk :
dengan degeneration neuron  Klien mampu menginterpretasikan stimulus
iriversibel. sedikit demi sedikit
 Klien mampu mengakomodasikan sedikit
demi sedikit suatu ide/perintah
 Klien mampu mengenali orang-orang
terdekatnya, seperti nama keluarganya.
 Klien mampu mengenali tempat-tempat
disekitarnya, seperti alamat rumah.
 Klien mampu mengenali waktu seperti pagi,
siang, dan malam.
2. Risiko cedera berhubungan dengan Tidak terjadi cedera.
kerusakan fungsi memori.
3. Sindrom defisit perawatan diri Sindrom defisit perawatan diri teratasi:
berhubungan dengan deficit kognitif.  Klien tampak bersih dan segar
 Klien tidak pucat.
4. Hambatan komunikasi verbal Tercapainya suatu teknik/metode komunikasi
berhubungan dengan iskemia lobus yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan
temporal atau frontal sekunder akibat meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
penyakit Alzheimer.
5. Hambatan interaksi social Hambatan interaksi social teratasi:
berhubungan dengan hambatan  Klien mampu berinteraksi dengan orang
komunikasi sekunder akibat penyakit disekitarnya denan baik.
mental kronis.  Klien tidak memiliki rasa
bermusuhan/menyerang orang.

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Suprapto. 2009. Alzheimer. http://fortunestar.co.id/penyakit-lain/78-alzheimer.html.
Yulfran. 2009. Alzheimer. http://yulianafransiska.wordpress.com/2009/03/15/alzheimer-
dementia-pada-penyakit-alzheimer/.

Anda mungkin juga menyukai