Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif lambat dan di Indonesia agak jarang ditemukan.1-5 Namun demikian makin sering dibahas sehubungan dengan demensia. Penyakit ini pertama kali dipaparkan oleh seorang pakar Psikiatri dan Saraf Dr Alois Alzheimer di Jerman pada 1907. Penyakit Alzheimer ditandai dengan kemerosotan daya pikir, daya ingat, kemampuan berbahasa, dan kemampuan otak pun merosot sedikit demi sedikit.6 Penyakit Alzheimer bertanggung jawab atas lebih dari 70 % dari semua penyebab demensia. Di Amerika serikat 50-60 % pasien demensia kelompok usia di atas 60 tahun disebabkan penyakit Alzheimer. Insidensi demensia 187 kasus per 100.000 penduduk, 123 kasus per 100.000 penduduk menderita penyakit Alzheimer. Insidensi penyakit meningkat dengan bertambahnya usia harapan hidup masyarakat. Sebuah analisis menunjukkan, saat ini 26,6 juta orang di seluruh dunia mengalami penyakit Alzheimer dan angka ini dapat meningkat lebih dari 100 juta orang pada tahun 20507 Penyakit ini bisa terjadi pada usia 40 tahun, tetapi yang paling sering pada usia diatas 60 tahun. Kalau yang munculnya muda biasanya ada kaitannya dengan faktor keturunan. Tapi, pada usia lanjut terjadi karena adanya proses penuaan di otak. Sedangkan pada usia 90 tahun lebih bersifat sporadic, seseorang dapat terkena Alzheimer walaupun tidak ada faktor keturunan. Pada orang berusia 85 tahunan, angka kejadiannya

dapat mencapai 30 persen hingga 35 persen. Tapi pada usia 65 tahun, 3 persen hingga 5 persen disebabkan oleh proses diotak tadi, banyak yang rusak, mati dan mengkerut. Frekuensi penyakit pada laki-laki dan wanita sama. Insidensi di Indonesia tidak diketahui. Pada usia lanjut, penyakit Alzheimer sulit dibedakan dengan gejala-gejala neurologik akibat proses penuaan. Gejala demensia yang disebabkannya mirip dengan yang disebabkan penyakit syaraf lain dan psikiatri. Kesalahan diagnosis mencapai 10-30 %7 Secara klinis, pasien mula-mula menunjukkan kegelisahan dan agitasi dan kemudian dalam waktu 1 tahun memperlihatkan gangguan memori yang progresif dan berat, konfusi, disorientasi, dan tanda serta gejala demensia lainnya. Tanda neurologik tidak selalu ada dan kebanyakan ringan saja : tanda pyramidal, ekstrapiramidal, anomaly tonus otot, otomatisme oral, dan lain-lain. Tak seperti di AS, sebagian besar masyarakat Indonesia justru masih menganggap Alzheimer atau penyakit pikun adalah hal yang alamiah. Tidak mengherankan, banyak penderita Alzheimer yang diterlantarkan anaknya. Atau sebaliknya, anak tak mengerti bahwa orang tuanya menderita penyakit itu, sehingga sang anak malah merasa tersisihkan. Kesalahan persepsi itulah yang menyebabkan pentingnya pemahaman yang lebih tentang penyakit Alzheimer. Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan sedikit penjelasan dan pemahaman tentang penyakit Alzheimer

BAB II ISI

Definisi Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif lambat akibat kematian sel-sel otak dan umumnya menyebabkan kemunduran fungsi intelektual atau kognitif, yang meliputi kemunduran daya mengingat dan proses berpikir. Perilaku yang sering dialami demensia ini adalah mudah lupa atau pikun.1-7

Etiologi Sampai saat ini etiologi penyakit Alzheimer belum diketahui. Dari beberapa penelitian diduga ada hubungan dengan faktor-faktor genetik (karena penyakit ini tampaknya ditemukan dalam beberapa keluarga dan disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa kelainan gen tertentu) , imunologik, infeksi virus lambat (slow viral infection), intoksikasi, familial, dan kelainan kromosom6,7,10 Dari penelitian terakhir tentang peranan faktor kelainan kromosom, pada penyakit Alzheimer yang herediter, ditemukan adanya defek genetik. Lokasi defek tersebut pada

kromosom 21. Bukti ini diduga menerangkan perubahan-perubahan seperti penyakit Alzheimer pada pasien dengan trisomi 21(sindrom down)7,10 Teori keracunan alumunium menyatakan bahwa karena alumunium bersifat neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit alumunium telah diidentifikasi pada beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologik yang menyertai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan alumunium. Kebanyakan penyelidik meyakini bhwa paparan dengan alumunium bukanlah satu-satunya jawaban, dengan alasan utama merupakan logam terbanyak dalam kerak bumi dan sistem pencernaan manusia tidak bias mencernanya10 Akhir-akhir ini teori yang paling popular (meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun, sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologik yang menyerupai plak senilis pada penyakit Alzheimer. Sedangkan teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibody-antibodi reaktif terhadap otak pada penderita penyakit Alzheimer. Ada dua tipe amigdaloid (suatu kompleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan patologik tertentu), yang satu terdiri dari rantai-rantai IgG dan yang satu lagi komposisinya tidak diketahui. Teori ini menyatakan bahwa kompleks antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-fragmen immunoglobulin dihancurkan di dalam lisosom, sehingga terbentuk deposit amigdaloid ekstraseluler.10 Pada penyakit Alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis

dan serabut saraf yang tidak beraturan) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia Lewy Body sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak. 1,4-6 Faktor Resiko Faktor resiko untuk penyakit alzheimer : Riwayat keluarga. Genetik, orang yang mempunyai gen spesifik, apolipoprotein E lebih mudah menjadi gangguan kognitif ringan . Gen ini juga meningkatkan kecepatan gangguan kognitif ringan menjadi penyakit Alzheimer. Usia. Semakin tinggi usia pasien, maka resiko semakin tinggi. Alzheimer dijumpai sebanyak 3 % pada orang berusia 65 - 74 tahun, dan 30 % pada usia diatas 85 tahun. lainnya: cedera kepala, pendidikan kurang (hipoaktivitas otak), hipertensi, sindrom Down, dan jumlah alel gen APO E45 Gambaran Patologi Jaringan otak menunjukkan atrofi difus, dengan sulkus-sulkus yang lebar dan girus-girus yang dangkal, serta ventrikel lateral dan ketiga melebar. Atrofi umumnya mengenai lobus frontalis, temporalis, dan kadang-kadang lobus parietalis1-5,7-10 Gambaran mikroskopis memperlihatkan hilangnya neuron-neuron dapat mencapai 40 %, terutama pada daerah korteks. Neuron-neuron di ganglia basalis Meynert (substantia inominata) dan lokus seruleus jumlahnya berkurang. Penemuan ini

diperkirakan berperan dalam patogenesis penyakit Alzheimer. Neuron-neuron yang tersisa menunjukkan hilangnya dendrit-dendrit

Ada tiga perubahan mikroskopis sebagai tanda khas terbatas penyakit Alzheimer, yaitu : 1. Bercak penuaan (senile atau neuritic plaque), berupa deposit material amorf (zat amiloid), yang tersebar pada korteks serebri

2. Neurofibrillary tangels berupa massa berbentuk simpul, kumparan atau kusut di dalam sitoplasma sel neuron. Ditemukan terutama dalam girus hipokampus, lainnya dalam amigdala dan lobus temporalis di dekatnya, girus singuli lokus seruleus serta sedikit dalam substantia nigra. Neurofibrillary tangels ini ternyata juga ditemukan pada penyakit lain, seperti kompleks Parkinson-demensia 3. Degenerasi granulovakula, terutama ditemukan pada sel-sel pyramidal dalam hipokampus, juga korteks serebri6 6

Patogenesis7,

10

Patogenesis penyakit Alzheimer belum banyak diketahui. Penelitian terakhir dipusatkan pada terjadinya penurunan enzim kholin asetiltransferase yang membentuk asetilkholin pada neuron-neuron kholinergik dalam hipokampus dan neokorteks. Menurunnya sintesis kholonergik ini dikaitkan dengan berkurangnya sel-sel neuron dalam nukleus basalis meynert, yang merupakan terminal awal proyeksi sistem kholinergik neokortikal. Berkurangnya aktivitas kholin asetiltransferase sejajar degan beratnya demensia dan banyaknya bercak senilis yang terbentuk Selain terdapat penurunan jumlah-jumlah neuron kholinergik, ditemukan juga berkurangnya neuron-neuron monoaminergik (menurunnya noradrenalindan serotonin), menurunnya neurotransmiter asam amino (terutama asam glutamat) dan neurotransmitter neuropeptida (substansi-P dan somatostatin) Gambaran klinik7 Perubahan mental yang merupakan gejala penyakit alzheimer biasanya bersifat samar-samar. Gejala utama berupa gangguan memori (pelupa) yang bertahap bertambah berat, terutama memori jangka pendek. Sedangkan memori jangka panjang biasanya tidak berubah. Setelah gangguan memori menjadi jelas, diikuti gangguan fungsi serebral lainnya. Perjalanan penyakit ini berlangsung selama 5 tahun atau lebih. Selama it fungsi traktus kortikospinalis, traktus spinotalamikus, ketajaman penglihatan, dan lapang pandang relatif terpelihara. Refleks tendon tidak banyak berubah, dan refleks babinski negatif.

Gangguan kehilangan ingatan pada penderita Alzheimer Tanda awal Lupa nama

Menelepon berulang kali pada teman Lupa janji Tanda pasti Lupa wajah Tidak dapat menggunakan catatan Lupa pada kejadian yang baru terjadi Tidak dapat menepati semua janji Tanda-tanda akhir Merasa hidup dimasa lalu Lupa keluarga

Gejala kesulitan berbicara pada penyakit Alzheimer 6 Tanda awal Kesulitan menemukan kata-kata tepat Tidak dapat mengeluarkan isi pikiran Kurang lancar dalam berbicara Tanda pasti Kesulitan menemukan yang tepat pada pembicaraan yang biasa Sering mengulang kata-kata Kesulitan mengikuti percakapan yang kompleks Sering salah paham Tanda akhir Berbicara tidak teratur

Pembicaraan tidak konsekuen Pembicaraan yang tidak masuk akal Gejala kesulitan melaksanakan kegiatan sehari-hari (dyspraxia) pada penyakit Alzheimer 6 Tanda awal Kurang perhatian dalam berpakaian Menghindari kegiatan-kegiatan rumah yang kompleks Kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, berkebun, memasak Tanda pasti Kesulitan mengatur keuangan yang kompleks misalnya dalam investasi Kesulitan menyetir Menggunakan pakaian tidak pada tempatnya Membutuhkan pengawasan dalam berpakaian dan mandi Tanda akhir Tidak bisa melakukan kegiatan rumah tangga Kesulitan dalam mengatur semua hal keuangan misalnya kesulitan dalam menggunakan uang pada saat belanja Tidak dapat menyetir Butuh bantuan dalam berpakaian dan mandi Tidak dapat menggunakan peralatan makan

Pemeriksaan Diagnostik7 Untuk mendiagnosis penyakit alzheimer, dilakukan tiga pendekatan probable (kemungkinan), desible (kelihatan), dan definite (setelah dilakukan biopsi otak).

Biologic marker untuk diagnosis penyakit Alzheimer belum ditemukan. Alat bantu diagnostik yang dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksaan : 1. CT-scan didapatkan gambaran atrofi otak berupa sulkus-sulkus yang melebar dan girus-girus yang dangkal 2. MRI. Untuk memastikan seseorang mengalami alzheimer, selain melalui scanning, juga perlu pemeriksaan dengan MRI. Dengan data klinik, pemeriksaan CT-scan dan MRI, umur pasien, dan perjalanan penykit sensitivitas diagnostic mencapai 85-90 % 3. Elektro-ensefalogram. Didapatkan gelombang lambat, biasanya pada stadium lanjut 4. Pungsi lumbal. Biasanya normal kadng didapatkan peningkatan protein yang ringan

Secara mikroskopik pun banyak terlihat sel-sel yang mati. Lalu, jika diperiksa secara Hispatologis pada orang yang sudah meninggal, biasanya ada serabut saraf yang kusut atau adanya bercak-bercak yang bernama aminoid

Hubungan Penyakit Alzheimer dan stroke6 Para ahli dariUniversity of Leeds menunjukkan bagaimana korban stroke lebih mudah terkena penyakit alzheimer, dalam waktu tahunan atau dekade setelah

10

penyembuhan total. Telah diketahui bahwa dua kondisi ini berkaitan, tapi saat ini tim dari Leeds menunjukkan bagaimana insiden pengurangan oksigen ke otak, disebabkan oleh stroke, dapat menyebabkan pasien lebih mudah menyimpan bahan kimia toksik yang dapat menyebabkan alzheimer. Penelitian yang dipimpin oleh Prof. Chris Peers dari the University school of medicine, menjelaskan bahwa penelitian mereka melihat apa yang terjadi ketika kadar oksigen dalam otak berkurang oleh karena beberapa faktor, dari kondisi jangka panjang seperti emfisema dan angina dampai insiden mendadak seperti serangan jantung, stroke atau trauma kepala, Walaupun pasien sudah pulih, kerusakan sel tersembunyi tidak dapat diperbaharui kembali. Hal ini merupakan isu bagi orang yang mengorok berat, yang pola tidurnya terdapat saat dimana otak mereka kekurangan oksigen (hipoksia). Hal ini dapat menghentikan jantung dan paru-paru bekerja bersama-sama pada kapabilitas optimalnya. Penelitian berpusat pada kerusakan oleh kejadian rendah oksigen ini pada kelompok sel otak yang disebut astrosit. Ketika otak berfungsi secara normal, hubungan terjadi melalui pelepasan sejumlah kecil bahan kimia melalui sinaps. Sekali bahan kimia dipindahkan, lalu dibersihkan oleh astrosit. Jika pada beberapa titik tertentu astrosit kekurangan oksigen, mereka menjadi kurang mampu membersihkan bahan-bahan transmiter sehingga bahan-bahan residu terkumpul dan menjadi racun. Astrosit adalah sel saraf esensial bagi fungsi normal otak. Diduga bahwa dalam kondisi oksigen yang rendah, molekul ini mulai meningkatkan produksi protein beracun yang dinamakan amiloid yang meningkat di dalam otak penderita alzheimer.

11

Pencegahan6 Cara yang paling efektif mencegah alzheimer tentu saja menghindar dari faktorfaktor penyebabnya, meski hal ini tak mudah dipraktikkan, apalagi dengan faktor usia. Walau demikian, berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan klinis, penyakit alzheimer terbukti dapat dicegah dan ditunda melalui pendekatan preventif yang terintegrasi dan terpadu. Pendekatan tersebut setidaknya mencakup empat pilar program, yaitu diet dengan rendah lemak, konsumsi nutrien spesifik untuk otak, meditasi, serta olahraga dan latihan untuk otak. Kurangi Konsumsi Lemak Diet dengan membatasi total kalori serta konsumsi lemak sebesar 15 20% dapat membantu mencegah alzheimer. Efek negatif konsumsi lemak tinggi adalah menyebabkan terciptanya plak aterosklerosis, berkembangnya penyakit-penyakit kardiovaskuler, arteri koronari,dan cerebrovaskuler. Konsumsi ikan yang kaya asam lemak omega 3 dokosaheksaenoat (DHA), seperti ikan tuna dan salmon, dapat mengurangi penurunan kinerja kognitif pada orang-orang tua. Di otak, DHA berperan dalam mengatur fluiditas dan permeabilitas membran sel, menjaga aktivitas enzim-enzim yang terikat membran dan kinerja neurotransmiter (dopamin dan serotonin). Neurotransmiter ini bekerja sebagai penghubung antara otak ke seluruh jaringan saraf dan pengendali seluruh fungsi tubuh. Beberapa nutrien yang diketahui menjaga kesehatan otak adalah vitamin B kompleks, vitamin C dan E, fosfatidilserin, ubiquinon, asetil L karnitin dan ginkgo

12

biloba. Vitamin B kompleks berperan aktif mengatur kinerja neurotransmiter dan metabolisme karbohidrat untuk produksi energi. Folat dapat menurunkan kadar homosistein, yang mana pada kadar yang tinggi memiliki implikasi terhadap penyakit jantung dan alzheimer. Kolin berfungsi sebagai substrat untuk pembentukan neurotransmiter, asetilkolin. Vitamin C dan E dapat bertindak sebagai antioksidan. Antioksidan dapat mencegah kerusakan oksidatif neurotransmiter, seperti dopamine di dalam otak. Fosfatidilserin merupakan fosfolipid bermuatan negatif yang hampir selalu ditemukan pada membran sel. Senyawa ini berperan penting dalam memelihara kerja saraf, misalnya dalam menstimulasi pelepasan neurotransmiter dan proses transpor ion serta meningkatan kadar glukosa dan adenin monofosfat di otak. Dari beberapa studi diketahui fosfatidilserin memperbaiki memori, mood, kewaspadaan dan aktivitas seharihari. Ubiquinone (koenzim Q10) merupakan agen neuroprotektif yang potensial. Senyawa ini bertindak sebagai antioksidan yang dinamis selama berlangsungnya produksi senyawa-senyawa fosfat berenergi tinggi(ATP/ADP). Asetil L-karnitin merupakan senyawa yang sangat penting dalam proses regenerasi energi di dalam mitokondria sel otak. Senyawa ini menyediakan gugus asetil untuk asetil koenzim A, dan memfasilitasi pelepasan asetilkolin, neuropeptida dan neurotransmiter lainnya, serta dapa tmenurunkan level kortisol. Ginkgo biloba mengandung senyawa flavonoid (ginkgoflavon glikosida) dan atau terpenoid (ginkgolida dan bilobalida) yang dapat bertindak sebagai antioksidan. Konsumsi ginkobiloba diyakini dapat meningkatkan sirkulasi darah mikrovaskuler,

13

menangkap

radikal-radikal

bebas

dan

membantu

memperbaiki

kewaspadaan

(konsentrasi) dan memori pada penderita Alzheimer

Meditasi dan Latihan Meditasi telah berhasil menurunkan level kortisol dan memperbaiki mekanisme pelepasan kortisol. Kortisol dalam aksinya akan mencegah/menahan penggunaan glukosa oleh hipokampus, menghambat transisi sinapsis dan menyebabkan neuron/sel saraf luka (injury) serta kematian sel. Di samping itu, meditasi dapat menurunkan level lipid peroksidase, yaitu suatu enzim yang dapat menghasilkan radikal-radikal bebas dan meningkatkan level dehidroepiandrosteron, yaitu suatu hormon yang penting untuk optimalisasi fungsi otak. Pemeliharaan suasana aerobik ternyata dapat memperbaiki aspek-aspek fungsi kognitif sebesar 20 30%. Oleh karena itu, olahraga sangat disarankan karena dapat menahan laju penyakit alzheimer. Orang tua yang berusia 40 60 tahun dan mau melakukan olahraga secara teratur memiliki resiko DA yang lebih rendah dibanding mereka yang tak berolahraga. Olahraga diketahui meningkatkan aliran darah otak dan produksi faktor-faktor pertumbuhan untuk syaraf. Latihan otak yang ditujukan memberikan stimulasi kognitif, seperti berdiskusi tentang topik aktual, mengisi teka-teki, main catur, mendengarkan musik dan berkesenian, dapat membantu mempertahankan kemampuan kognitif. Latihan tersebut mendorong berkembangnya dendrit dan meningkatnya plastisitas sistem syarat pusat. Meskipun kebanyakan DA diderita lansia di atas 60 tahun, sangatlah bijak jika yang berusia kurang dari 60 tahun pun mewaspadai dan mencegah munculnya alzheimer. Pencegahan secara terintegrasi tersebut di atas belum cukup memberikan jaminan

14

terhindar DA. Namun demikian, menyikapi pertumbuhan lansia yang sangat pesat di Indonesia, melalui upaya pencegahan terintegrasi setidaknya dapat mengerem laju demensia alzheimer. Penatalaksanaan1-6 Apa yang harus dilakukan jika dijumpai gejala-gejala pikun/demensia pada Pertama-tama buatlah perjanjian untuk memeriksakan diri ke dokter. Diskusikan gejala yang dialami dan menjadi masalah atau mengganggu tugas sehari-hari. Biasanya dokter yang memeriksa akan merujuk pasien pada dokter spesialis (psikiater, neurolog dan geriater) agar dilakukan pemeriksaan lebih teliti dan mendalam. Disamping itu ada juga lembaga swadaya masyarakat seperti asosiasi Alzheimer setempat yang dapat memberikan informasi dan bantuan yang diperlukan dalam menangani penderita Alzheimer. Kelompok-kelompok pendukung pelaku rawat (caregiver support group) sangat menunjang penatalaksanaan yang diberikan pada pasien. Karena bukan hanya obat yang diperlukan, tetapi terlebih-lebih adalah cara-cara merawat dan bersikap terhadap penderita Alzheimer sangat penting untuk keberhasilan terapi. Baik keluarga, penderita maupun caregiver perlu mendapat pengetahuan yang mencukupi tentang penyakit Alzheimer agar mampu bekerja sama dengan dokter yang merawat. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan / aktivitas bagi para penyandang demensia berupa day care, community services dll sangat berarti dalam meningkatkan kualitas hidup penderita Alzheimer. Selain itu dalam ilmu kedokteran aktual, terdapat tiga pilar pengobatan pikun akibat Alzheimer. Pada dasarnya pengobatan ini hanya memerangi gejalanya, bukan

15

penyebab penyakitnya. Pilar pertama, adalah yang berbasis pengobatan penyakit dalam. Di sini, dilakukan pengobatan penyakit lain yang memperparah gejala Alzheimer. Antara lain pengobatan tekanan darah tinggi, penyakit gula atau penyakit gangguan metabolisme. Metode berikutnya, adalah pemberian obat-obatan untuk meningkatkan kinerja sel saraf. Biasanya diberikan obat-obatan yang mengandung unsur aktif yang memicu perbaikan kinerja saraf. Sedangkan pilar ketiga adalah pemberian obat-obatan psiko-farmaka, untuk menekan gejala gangguan perilaku, seperti sikap gelisah, agresif atau juga terpecahnya kepribadian.

16

REFERENSI 1. Simon, Roger P. Aminoff, Michael J. Greenberg, David A. Clinical Neurology. 4th edition. Appleton & Lange, USA. 1999. P. 274 2. Chusid JG. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian 2. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 1990. Hal 537 3. Soemargo, Sastrodiwirjo, dr,. dkk. Kumpulan Kuliah Neurologi. Bagian Neurologi FKUI. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1980. Hal 1-3 4. Gilroy, John. Basic Neurology. 3rd Ed. McGraw-Hill Companies, Inc. USA. 2000. P.231 5. Ngorah, I Gusti. 1990. Dasar- Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga University Press. Surabaya 6. 7. Wiwie, M. (http://www.alzheimer.org/, last update august, 9th 2007). Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis Edisi Pertama. Gajah Mada University Press. Yogyakarta 8. Harsono. 2000. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta 9. Chandra, B. 1992. Neurologi Klinik. PT Bina Indra Karya. Surabaya

17

10.

Lombardo, MC. Penyakit Alzheimer. Patofisiologi ed 2. EGC. 2004. hal 1003-1004

18

Anda mungkin juga menyukai