Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN Demensia adalah sindrom gangguan daya ingat disertai dua atau lebih domain kognitif lainnya

(atensi, fungsi bahasa, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif, emosi) yang sudah mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari dan tidak disebabkan oleh gangguan pada fisik. Seseorang dengan dengan demensia kemungkinan akan mengalami perubahan kepribadian serta kehilangan minat dan bakat pada kegiatan yang dulu biasa dilakukannya. Pada usia lanjut, demensia merupakan penyebab kematian ke-4 setelah penyakit jantung, kanker dan stroke.8 Demensia disebabkan oleh penyakit yang merusak jaringan dari otak sehingga menyebabkan gangguan fungsi otak. Penyebab paling sering pada demensia adalah penyakit Alzheimer dan demensia vaskuler.8,11 Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 1520% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 60 % dan 30 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer. Demensia alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif lambat dan di Indonesia agak jarang ditemukan. 1-5 Penyakit Alzheimer ditandai dengan kemerosotan daya pikir, daya ingat, kemampuan berbahasa, dan kemampuan otak pun merosot sedikit demi sedikit.6 Penyakit Alzheimer bertanggung jawab atas lebih dari 70% dari semua penyebab demensia. Di Amerika serikat 50-60 % pasien demensia kelompok usia di atas 60 tahun disebabkan penyakit Alzheimer. Insidensi penyakit meningkat dengan bertambahnya usia harapan hidup masyarakat. Sebuah analisis menunjukkan, saat ini 26,6 juta orang di seluruh dunia mengalami penyakit Alzheimer dan angka ini dapat meningkat lebih dari 100 juta orang pada tahun 20507 Penyakit Alzheimer ini bisa terjadi pada usia 40 tahun, tetapi yang paling sering pada usia diatas 60 tahun. Kalau yang munculnya muda biasanya ada kaitannya dengan faktor keturunan. Tapi, pada usia lanjut terjadi karena adanya proses penuaan di otak. Sedangkan pada usia 90 tahun lebih bersifat sporadic, seseorang dapat terkena Alzheimer walaupun tidak ada faktor keturunan. Frekuensi penyakit pada laki-laki dan wanita sama. Insidensi di Indonesia tidak diketahui. Pada usia lanjut, penyakit Alzheimer sulit dibedakan dengan gejala-gejala neurologik akibat proses penuaan. 1

Demensia vaskuler merupakan jenis demensia terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer, dengan angka kejadian demensia vaskuler tidak berbeda jauh dengan angka kejadian demensia Alzheimer.8 Sekitar 70% penderita stroke mengalami gangguan kognitif (ringan berat) dan sekitar 25-30% diantaranya berkembang menjadi demensia. Stroke kemungkinan secara langsung menyebabkan demensia atau stroke merupakan factor presipitasi proses degeneratip pada demensia seperti pada demensia Alzheimer.10 Jellinger,dkk (2002) mengutarakan bahwa angka kejadian demensia vaskuler sekitar 47% dari populasi demensia secara keseluruhan (demensia Alzheimer 48% dan demensia oleh sebab lain 5%).10 Erkinjutti (2004) melaporkan kejadian demensia vaskuler pada populasi usia lebih dari 65 tahun sekitar 1,2 4,2% dan pada kelompok usia diatas 65 tahun menunjukkan peningkatan angka kejadian dari 0,7% dalam kelompok usia 65 69 tahun hingga mencapai 8,1% pada kelompok usia diatas 90 tahun. Angka kejadian demensia vaskuler ini kemungkinan akan bertambah seiring dengan meningkatnya kejadian CVD. Demensia vaskuler dan demensia Alzheimer merupakan penyebab utama demensia, bahkan diantara keduanya sering terjadi bersamaan 6. Erkinjutti (2005) melaporkan hasil penelitian patologi melalui proses otopsi, pada 50% penderita demensia Alzheimer terlihat adanya CVD dan pada 80% penderita demensia vaskuler didapatkan kelainan sesuai dengan Alzheimer.8,10 Diagnosa demensia sering terlampau cepat dan mudah dibuat jika menyangkut penderita berusia lanjut. Menurunnya daya ingat, depresi yang biasanya disertai menurunnya perhatian dan konsentrasi sering dianggap sebagai gejala demensia. Sebaliknya seorang penderita demensia sering tidak dieksplorasi lebih lanjut karena gejala gejala yang ditemukan dianggap wajar pada orang lanjut usia, sehingga penyakit yang menyebabkan demensia tidak diketahui dan ditanggulangi.8 Kesalahan persepsi itulah yang menyebabkan pentingnya pemahaman yang lebih tentang penyakit demensia. Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan sedikit penjelasan dan pemahaman tentang penyakit demensia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. DEMENSIA ALZHEIMER II.1.1. Definisi Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif lambat akibat kematian sel-sel otak dan umumnya menyebabkan kemunduran fungsi intelektual atau kognitif, yang meliputi kemunduran daya mengingat dan proses berpikir. Perilaku yang sering dialami demensia ini adalah mudah lupa atau pikun.1-7

II.1.2. Etiologi Sampai saat ini etiologi penyakit Alzheimer belum diketahui. Dari beberapa penelitian diduga ada hubungan dengan faktor-faktor genetik (karena penyakit ini tampaknya ditemukan dalam beberapa keluarga dan disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa kelainan gen tertentu) , imunologik, infeksi virus lambat (slow viral infection), intoksikasi, familial, dan kelainan kromosom6,7,10 Dari penelitian terakhir tentang peranan faktor kelainan kromosom, pada penyakit Alzheimer yang herediter, ditemukan adanya defek genetik. Lokasi defek tersebut pada kromosom 21. Bukti ini diduga menerangkan perubahan-perubahan seperti penyakit Alzheimer pada pasien dengan trisomi 21(sindrom down)7,10 Teori keracunan alumunium menyatakan bahwa karena alumunium bersifat neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit alumunium telah diidentifikasi pada beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer, 3

tetapi beberapa perubahan patologik yang menyertai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan alumunium. Kebanyakan penyelidik meyakini bhwa paparan dengan alumunium bukanlah satu-satunya jawaban, dengan alasan utama merupakan logam terbanyak dalam kerak bumi dan sistem pencernaan manusia tidak bias mencernanya10 Akhir-akhir ini teori yang paling popular (meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun, sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologik yang menyerupai plak senilis pada penyakit Alzheimer. Sedangkan teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibody-antibodi reaktif terhadap otak pada penderita penyakit Alzheimer. Ada dua tipe amigdaloid (suatu kompleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan patologik tertentu), yang satu terdiri dari rantai-rantai IgG dan yang satu lagi komposisinya tidak diketahui. Teori ini menyatakan bahwa kompleks antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-fragmen immunoglobulin dihancurkan di dalam lisosom, sehingga terbentuk deposit amigdaloid ekstraseluler.10 Pada penyakit Alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang tidak beraturan) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia Lewy Body sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak. 1,4-6 II.1.3. Faktor Resiko Faktor resiko untuk penyakit alzheimer : Riwayat keluarga. Genetik, orang yang mempunyai gen spesifik, apolipoprotein E lebih mudah menjadi gangguan kognitif ringan . Usia. Semakin tinggi usia pasien, maka resiko semakin tinggi. lainnya: cedera kepala, pendidikan kurang (hipoaktivitas otak), hipertensi, sindrom Down, dan jumlah alel gen APO E45

II.1.4. Gambaran Patologi Jaringan otak menunjukkan atrofi difus, dengan sulkus-sulkus yang lebar dan girus-girus yang dangkal, serta ventrikel lateral dan ketiga melebar. Atrofi umumnya mengenai lobus frontalis, temporalis, dan kadang-kadang lobus parietalis1-5,7-10 Gambaran mikroskopis memperlihatkan hilangnya neuron-neuron dapat mencapai 40 %, terutama pada daerah korteks. Neuron-neuron di ganglia basalis Meynert (substantia inominata) dan lokus seruleus jumlahnya berkurang. Penemuan ini diperkirakan berperan dalam patogenesis penyakit Alzheimer. Neuron-neuron yang tersisa menunjukkan hilangnya dendrit-dendrit Ada tiga perubahan mikroskopis sebagai tanda khas terbatas penyakit Alzheimer, yaitu : 1. Bercak penuaan (senile atau neuritic plaque), berupa deposit material amorf (zat amiloid), yang tersebar pada korteks serebri

2. Neurofibrillary tangels berupa massa berbentuk simpul, kumparan atau kusut di dalam sitoplasma sel neuron. Ditemukan terutama dalam girus hipokampus, lainnya dalam amigdala dan lobus temporalis di dekatnya, girus singuli lokus seruleus serta sedikit dalam substantia nigra. Neurofibrillary tangels ini ternyata juga ditemukan pada penyakit lain, seperti kompleks Parkinsondemensia 3. Degenerasi granulovakula, terutama ditemukan pada sel-sel pyramidal dalam hipokampus, juga korteks serebri6

II.1.5. Patogenesis7,

10

penyakit Alzheimer bukanlah suatu proses yang normal pada penuaan. Penurunan fungsi kognitif, terutama fungsi daya ingat berkembang secara lambat akibat adanya gangguan pada sinap (sambungan antara jaringan jaringan saraf) di otak terutama daerah Hipokampus dan korteks. Pada penderita Alzheimer, penurunan sinap ini berbeda secara bermakna bila dibandingkan dengan usia yang sebanding. Gangguan sinap ini disebabkan adanya kerusakan atau kematian sel-sel otak (neuron) yang menyebabkan penurunan neutrotrasmitter (suatu zat yang dibuat oleh neuron untuk mengirimkan pesan ke neuron lainnya) yaitu asetilkolin, serotonin dan norepinerfin. Padahal, keseimbangan neutrotransmitter tersebut sangat penting untuk otak. Kerusakan secara kimiawi dan struktural pada otak menjadi terganggu dan timbullah gejala-gejala penyakit tertentu.6

II.1.6. Gambaran klinik7 Perubahan mental yang merupakan gejala penyakit alzheimer biasanya bersifat samar-samar. Gejala utama berupa gangguan memori (pelupa) yang bertahap bertambah berat, terutama memori jangka pendek. Sedangkan memori jangka panjang

biasanya tidak berubah. Setelah gangguan memori menjadi jelas, diikuti gangguan fungsi serebral lainnya. Perjalanan penyakit ini berlangsung selama 5 tahun atau lebih. Selama it fungsi traktus kortikospinalis, traktus spinotalamikus, ketajaman penglihatan, dan lapang pandang relatif terpelihara. Refleks tendon tidak banyak berubah, dan refleks babinski negatif. Gangguan kehilangan ingatan pada penderita Alzheimer Tanda awal Lupa nama Menelepon berulang kali pada teman Lupa janji Tanda pasti Lupa wajah Tidak dapat menggunakan catatan Lupa pada kejadian yang baru terjadi Tidak dapat menepati semua janji Tanda-tanda akhir Merasa hidup dimasa lalu Lupa keluarga Gejala kesulitan berbicara pada penyakit Alzheimer 6 Tanda awal Kesulitan menemukan kata-kata tepat Tidak dapat mengeluarkan isi pikiran Kurang lancar dalam berbicara Tanda pasti Kesulitan menemukan yang tepat pada pembicaraan yang biasa Sering mengulang kata-kata Kesulitan mengikuti percakapan yang kompleks
6

Sering salah paham Tanda akhir Berbicara tidak teratur Pembicaraan tidak konsekuen Pembicaraan yang tidak masuk akal Gejala kesulitan melaksanakan kegiatan sehari-hari (dyspraxia) pada penyakit Alzheimer 6 Tanda awal Kurang perhatian dalam berpakaian Menghindari kegiatan-kegiatan rumah yang kompleks Kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti

menyapu, berkebun, memasak Kesulitan mengatur keuangan yang kompleks misalnya dalam Tanda pasti investasi Kesulitan menyetir Menggunakan pakaian tidak pada tempatnya Membutuhkan pengawasan dalam berpakaian dan mandi Tanda akhir Tidak bisa melakukan kegiatan rumah tangga Kesulitan dalam mengatur semua hal keuangan misalnya kesulitan dalam menggunakan uang pada saat belanja Tidak dapat menyetir Butuh bantuan dalam berpakaian dan mandi Tidak dapat menggunakan peralatan makan II.1.7. Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi7

Untuk mendiagnosis penyakit alzheimer, dilakukan tiga pendekatan probable (kemungkinan), desible (kelihatan), dan definite (setelah dilakukan biopsi otak). Biologic marker untuk diagnosis penyakit Alzheimer belum ditemukan. Alat bantu diagnostik yang dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksaan : 1. CT-scan didapatkan gambaran atrofi otak berupa sulkus-sulkus yang melebar dan girus-girus yang dangkal 2. MRI. Untuk memastikan seseorang mengalami alzheimer, selain melalui scanning, juga perlu pemeriksaan dengan MRI. Dengan data klinik, pemeriksaan CT-scan dan MRI, umur pasien, dan perjalanan penykit sensitivitas diagnostic mencapai 85-90 % 3. Elektro-ensefalogram. Didapatkan gelombang lambat, biasanya pada stadium lanjut 4. Pungsi lumbal. Biasanya normal kadang didapatkan peningkatan protein yang ringan Secara mikroskopik pun banyak terlihat sel-sel yang mati. Lalu, jika diperiksa secara Hispatologis pada orang yang sudah meninggal, biasanya ada serabut saraf yang kusut atau adanya bercak-bercak yang bernama aminoid

II.2 DEMENSIA VASKULAR 9

II.2.1. Definisi Demensia yang disebabkan oleh gangguan serebrovaskuler (iskemik / perdarahan), anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan kognitip ringan sampai berat dan meliputi semua domain, tidak harus gangguan memori yang menonjol. Beberapa type dari demensia vaskular diantaranya adalah demensia multi-infark, lacunar state, binswangers disease dan mixed states.8

II.2.2. Klasifikasi demensia vaskular8 Diagnosis dari demensia vaskular adalah pasien dengan demensia dan demnsia tersebut timbul bersamaan dengan adanya penyakit cerebrovaskular. Kriteria diagnostik untuk definite, probable dan possible pasien menderita demensia vaskular telah dikembangkan oleh suatu konsensus panel yang disponsori oleh NIND (Neurological Diseases and Stroke) dan AIREN (Association Internationale pour La Recherche et lEnseingnement en Neurosciences). Definite Vad didiagnosa pada pasien dengan kriteria klinik dari probable Vad dan dari hasil pemeriksaan kematian didapatkan adanya penyakit cerebrovaskular bukan penyakit lainnya yang menyebabkan demensia. Probable Vad adalah pasien yang mempunyai demensia dan penyakit cerebrovaskular dalam waktu bersamaan. Demensia didefinisikan sebagai kemunduran dua atau lebih area fungsi intelektual dengan derajat keparahan yang cukup mempengaruhi aktivitas sehari hari. Pada saat mendiagnosis pasien tidak 10

harus dalam keadaan delirium dan tidak ada penjelasan lain tentang gangguan kognitif yang dimilikinya. Adanya penyakit cerebrovaskular dimanifestasikan dengan adanya fokal neurologik dan gambaran radiologi adanya iskemia pada otak. Adanya hubungan antara demensia dan penyakit cerebrovaskular dibuktikan dengan demensia yang terjadi setelah 3 bulan pasca stroke atau deteorisasi yang tiba tiba atau fluktuasi atau progresi bertahap dari defisit kognitif. Possible Vad didiagnosa ketika pasien demensia mempunyai tanda - tanda adanya fokal neurologi tetapi tidak ada gambaran radiologi yang menunjang diagnosis tersebut. II.2.3. Etiologi8,11 Panyakit cerebrovaskular yang biasa mendasari demensia adalah stroke hemorrhagic, trombosis dan emboli. Sedangakan iskemia pada otak yang bisa injury menyebabkan demensia adalah multiple cortical infarctions, subcortical cortical dan subcortical infarction ( multi infarct dementia). a. Multi infarct dementia MID merupakan penyebab terbanyak dari demensia demnsia vascular. MID disebabkan oleh mini strokes atau Transient ischemic Attacks (TIA). Pada MID stroke akan menimbulkan demensia apabila jaringan yang rusak meliputi 50 100 gram. Stroke ini menyebabkan kerusakan pada korteks cerebral yang merupakan bagian terluar dari otak dan merupakan area yang berhubungan dengan bahasa, memori, serta pelajaran. Seseorang dengan MID pada tingkat awal biasanya mempunyai pngertian yang lebih baik daripada sesorang dengan Alzheimer disease dan kepbribadian yang mereka miliki biasanya tidak berubah untuk waktu yang lama. symptom yang mungkin terdapat diantaranya adalah depresi yang mendalam, suasana hati yang berubah ubah dan epilepsy. b. Binswanger disease (Subcortical vascular dementia) Penyakit ini dikatakan jarang tetapi kemungkinan dari fakta yang ada diperkirakan bias menjadi penyebab utama dari demensia vascular. Seperti penyebab lain demensia vaskular pada binswanger disease juga berhubungan dengan stroke yang menyebabkan kerusakan pada substansia alba (white matter) serta 11

( lacunar infarctions/white matter ischemia), strategic infarction atau kombinasi dari

mempengaruhi selaput pelindung syaraf (demyelinisasi) disebabkan oleh tekanan darah tinggi, penebalan arteri (arteriosclerosis) dan aliran darah yang tidak adekuat. Symptom yang mungkin terdapat diantaranya adalah lemah, lambat dalam melakukan segala sesuatu, sulit berjalan, emosi yang naik turun dan kehilangan kontrol kandung kencing yang biasanya terdapat pada fase awal penyakit ini. Kebanyakan seseorang dengan Binswanger disease mempunyai atau pasti telah mempunyai tekanan darah tinggi (Hipertensi). II.2.4. Faktor Resiko8 Hipertensi adalah faktor resiko utama dari Vad dan terjadi pada +60 % dari seluruh pasien Vad.(Erkinjuttti 1987,Yoshitake et al 1995). Diabetes terjadi pada + 20% dari seluruh pasien Vad(Parnetti et al 1990). Meyer and collegues (1988) menemukan sebanyak 35 % pasien Vad merokok dan 21% pasien memiliki hiperlipidemia. Penyakit jantung koroner, miokard infarct dan gagal jantung umum terdapat pada penderita Vad dan ditemukan pada 30 50 % pasien Vad. II.2.5. Gambaran Patologi8 Erkinjutti (2005) melaporkan hasil penelitian patologi melalui proses otopsi, pada 50% penderita demensia Alzheimer terlihat adanya CVD dan pada 80% penderita demensia vaskuler didapatkan kelainan sesuai dengan Alzheimer. Terdapat 4 type gambaran patologi cortical dan 2 type gambaran patologi subcortical yang ditemukan pada pasien demensia vaskular (Roman ,et al, 1993) Gambaran patologi cortical meliputi : 1. arterial territory infarctions 2. laminar necrosis 3. granular artrophy 4. sclerosis Gambaran patologi subcortical meliputi : 1. lacunar infarctions 2. subcortical leuko encephalopathy

12

II.2.6. Patogenesis12 Demensia vaskular disebabkan oleh perubahan pada pembuluh darah dalam otak sehingga salah satu bagian dalam otak tidak mendapat supplai oksigen yang adekuat dan menyebabkan area dari otak tersebut menjadi rusak atau mati. Kejadian ini ini menyebabkan seseorang kehilangan fungsi yang dihasilkan oleh area dalam otak tersebut dan biasanya peristiwa ini terjadi pada orang yang terkena stroke. Stroke dapat menyebabkan seseorang sesorang kehilngan kemampuan berpikirnya, kontrol pada otot, sensasi atau kombinasi dari keduanya tergantung dari area mana yang terkena. Stroke pada hemisfer kanan dari otak biasanya menyebabkan gangguan pada memory atau daya ingat sehingga dapat mengakibatkan terjadinya demensia. Demensia vaskular dapat disebabkan oleh satu lesi stroke yang besar tau kombi.nasi dari beberapa lesi stroke yang kecil atau perubahan la in pada pmbuluh darah

13

II.2.7. Gambaran klinik8,10 Gejala klinis demensia vaskuler bervariasi, tergantung pada lokasi lesi kelainan vaskuler pada otak. Gangguan memori tidak selalu menonjol dan terjadi secara bertahap dan relatip dalam masa yang lebih singkat dibandingkan dengan proses terjadinya demensia Alzheimer. Onset gejala demensia vaskuler dapat bersifat gradual ataupun dramatik yang secara garis besar dapat berupa gangguan kognitip (gangguan konsentrasi, memori, disorientasi), gangguan komunikasi (afasia, apraksia, agnosia), gangguan kemampuan eksekusi atau pengambilan keputusan, dan gangguan fisik (paresis, gangguan kontrol kandung kencing) dan lain-lain. Gangguan konsentrasi, kontrol mental Wallin dan colleagues (1991) menemukan adanya syndrome lobus frontalis pada 77 % pasien dengan demensia vaskular diantaranya adalah adanya emosi yang naik turun, labil, serta kelemahan dalam pengambilan keputusan. Wolfe et al (1990) mendokumentasikan terjadinya disfungsi dari sirkuit frontal subcortical pada pasien demensia vaskular. Mereka meneliti 11 pasien dengan MID menunjukkan adanya kelemahan dalam belajar menyusun strategi, lemah dalam menyusun kata kata dan sulit untuk mengeser sesuatu. Gangguan memori Gupta and collegues (1988) menunjukkan adanya kelemahan dalam mempelajari informasi verbal dan visual serta daya ingat yang berkurang pada pasien demensia vaskular. Pasien Alzheimer lebih lemah daripada pasien demensia vaskular dalam test menceritakan kembali suatu kisah (Kertesz dan Clydesdale, 1994). Gangguan komunikasi Gangguan berbahasa dan berbicara hampir selalu ditemukan pada pasien demensia vaskular. Power et al (1988) menemukan bahwa pada pasien demensia vaskular memperlihatkan adanya dysarthria, mechanichal agraphia, penurunan pengertian pendengaran dan penurunan susunan kata kata saat berbicara.

14

Gangguan fisik Adanya fokal neurologi merupakan karakteristik dari pasien demensia vaskular. Investigasi berdasarkan pemeriksaan patologi untuk mendiagnosa Vad, ditemukan 87% pasien dengan tanda tanda adanya fokal neurologi ( Erkinjutti et al 1988). Disfungsi bulbar terdapat pada 25 % pasien Vad, tanda tanda kerusakan traktus kortikospinalis terdeteksi pada 85 % pasien demensia vaskular (Erkinjuntti, 1987). Gaya berjalan yang abnormal ditemukan pada 92% pasien demensia vaskular menurut penelitian Sluss et al (1982). Pada bebrapa pasien dengan multiple infark menunjukkan sindrom klinik dengan mimic yang hampir serupa dengan pasien parkinson (Murrow et al, 1990). Abnormal muscle stretch reflexes terdapat pada 76 % pasien demensia vaskular dan respon ekstensor plantar pada 36 % pasien (Steingart et al, 1987). Gangguan kontrol kandung kencing dan reflek grasp tidak selalu ditemukan pada pasien demensia vaskular (del Ser et al, 1990 ; Kotsoris et al, 1987). 8 -12 % pasien demensia vaskular menunjukkan adanya serangan epilepsi (Erkinjutti et al, 1988; Ladurner et al 1982). II.2.8. Pemeriksaan Radiologi8 Gambaran radiologi pada pasien demensia vaskular hampir selalu abnormal. Namun demikian tidak ada gambaran radiologi yang patognomik untuk demensia vaskular. Tidak adanya lesi pada cerebrovascular yang terdapat pada CT scan dan MRI meniadakan kemungkinan adanya etiologi vaskular pada sindrom demensia (Roman et, al 1993). Gambaran patologi yang dapat diidentifikasi adalah adanya infart cortical, periventricular ischemic dan multiple infarct. Fukuda and colleagues (1990) menemukan adanya iskemik substansia alba/white matter dengan volume yang lebih besar pada pasien demensia dibandingkan dengan pasien non demensia, perbedaan ini ditemukan pada lobus frontal.

15

CT Scan Multiple Infarct Dementia

CT Scan Subcortical Vascular Dementia

CT Scan Subcortical Vascular Dementia with extensive white matter

II.2.9. Pemeriksaan Klinik8-12 Diagnosa demensia vaskuler ditegakkan dengan sarana yang tidak berbeda dengan sarana diagnosa demensia Alzheimer . Sebagai test penyaring (setelah pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis) dilakukan pemeriksaan MMSE (sensitivity 71% to 92% dan specificity 56% to 96%7), CDT ( Clock Drawing Test), 16

Activity Daily Living (ADL) dan Instrumental Activity Daily Living (IADL), Disability Assessment fo Dementia (DAD), Ischemic Hachinski Score (IHS) yang dapat membedakan demensia vaskuler dengan demensia Alzheimer, dan jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan neuropsikiatri. Adanya riwayat CVD (stroke) dan adanya kelainan neurologis yang diperkuat adanya kelainan pada pencitraan otak (Brain CT-scan / MRI) memastikan adanya demensia vaskuler. 1. Pemeriksaan memori Secara formal pemeriksaan memori dapat dilakukan dengan meminta penderita untuk mencatat, menyimpan, mengingat dan mengenal informasi. Kemampuan untuk mempelajari informasi baru dapat diperiksa dengan meminta penderita untuk mempelajari suatu daftar kata kata. Penderita diminta untuk mengulang kata kata (registration), meningat kembali informasi tadi setelah beberapa menit ( retention, recall), dan mengenal kata kata dari banyak daftar (recognition). 2. Pemeriksaan kemampuan berbahasa Penderita diminta untuk menyebut nama benda di dalam ruangan ( misalnya : dasi, meja, baju, lampu ) atau bagin dari tubuh ( misalnya : hidung, dagu, bahu), mengikuti perintah/ aba aba (misalnya : menunjuk pintu kemudian meja atau mengulang ungkapan. 3. Pemeriksaan apraksia Ketrampilan motorik dapat diperiksa dengan cara meminta penderita untuk melakukan gerakan tertentu, misalnya memperlihatkan bagaimana cara mengosok gigi, memasang atau menyusun balok atau menyusun tongkat dalam desain tertentu. 4. pemeriksaan daya abstraksi daya abstraksi dapat diperiksa dengan berbagai cara, misalnya menyuruh penderita untuk mengitung sampai sepuluh, menyebut seluruh alpabet, mengitung dengan kelipatan tujuh, menyebut nama binatang sebanyak banyaknya dalam 1 menit atau menulis huruf m dan n secara bergantian. 5. pemeriksaan MMSE (sensitivity 71% to 92% dan specificity 56% to 96%7), CDT (Clock Drawing Test), Activity Daily Living (ADL) dan Instrumental Activity Daily Living (IADL), Disability Assessment fo Dementia (DAD), Ischemic Hachinski Score (IHS) yang dapat membedakan demensia vaskuler dengan demensia Alzheimer 17

18

II.3. Pemeriksaan pada demensia II.3.1. Mini Mental State Examination

Skor MMSE berkisar antara 0 30. orang lanjut usia, normal menunjukkan skor 24 30. depresi dengan gangguan kognitif mempunyai skor 9 27. Sementara itu senile mental decline memiliki skor <23 dan demensia senilis < 17 (0 17). Penderita dengan skor 24 atau kurang benar benar menunjukkan gangguan kognitif. Sementara itu MMSE tidak sensitif untuk awal demensia dengan demikian skor normal tidak berarti meniadakan kemungkinan adanya demensia.

19

II.3.2. Activities of daily living (ADL's) Instructions: Indicate the level of assistance needed with the following six ADLs by circling the score that most closely describes the patient. 1. Bathing (either sponge bath, tub bath, or shower) Receives no assistance (gets in and out of tub by self if tub is usual means of bathing (3) Receives assistance in bathing only one part of body, such as the back or a leg (2) Receives assistance in bathing more than one part of body or is not bathed (1) 2. Continence Controls urination and bowel movement completely by self (3) Has occasional "accidents" (2) Needs supervision to keep urine or bowel control, uses catheter, or is incontinent (1) 3. Dressing (gets clothes from closets and drawers, including underwear / outer garments; uses fasteners, including braces, if worn) Gets clothes and gets completely dressed without assistance (3) Gets clothes and gets dressed without assistance except in tying shoes (2) Receives assistance in getting clothes or getting dressed or stays partly or completely undressed. (1) 4. Feeding Feeds self without assistance (3) Feeds self except for assistance in cutting meat or buttering bread (2) Receives assistance in feeding or is fed partly or completely by nasogastric or gastric tubes or intravenous fluids (1) 5. Toileting (going to the "toilet room" for bowel or urine elimination, cleaning self after elimination and arranging clothes)

20

Goes to "toilet room," cleans self, and arranges clothes without assistance (may use object for support, such as cane, walker, or wheelchair, and may manage night bedpan or commode and empty same in morning) (3). Receives assistance in going to "toilet room," cleaning self, or arranging clothes after elimination or receives assistance in using night bedpan or commode (2) Does not go to room termed "toilet" for the elimination process (1) 6. Transferring Moves in and out of bed or chair without assistance (may use object for support such as cane or walker) (3) Moves in and out of bed or chair with assistance (2) Does not get out of bed 1

Total score__________

II.3.3. Instrumental activities of daily living (IADL's) (Instructions: For the following seven categories, indicate the patient's level of function, ranging from independent = I, needs assistance = A, or dependent = D; then sum the number of activities in each function level) 1. Telephone (I) Able to look up numbers, dial, receive, and make calls without help (A) Able to answer phone or dial operator in an emergency but needs special phone or help in getting number or dialing (D) Unable to use telephone 2. Traveling (I) Able to drive own car or travel alone on bus or taxi (A) Able to travel but not alone (D) Unable to travel 3. Shopping (I) Able to take care of all shopping with transportation provided

21

(A) Able to shop but not alone (D) Unable to shop 4. Preparing meals (I) Able to plan and cook full meals (A) Able to prepare light foods but unable to cook full meals alone (D) Unable to prepare any meals 5. Housework (I) Able to do heavy housework (e.g., scrub floors) (A) Able to do light housework, but needs help with heavy tasks (D) Unable to do any housework 6. Medication (I) Able to take meds in the right dose at the right time (A) Able to take meds but needs reminding or someone to prepare it (D) Unable to take medications 7. Money (I) Able to manage buying needs; writes checks, pays bills (A) Able to manage daily buying needs, but needs help managing checkbook, paying bills (D) Unable to manage money Total number of IAD's rated as ____ Independent ____ Assistance needed ____ Dependent II.3.4. Kriteria diagnosis demensia jenis Alzheimer (DSM IV) A. oleh kedua keadaan berikut : adanya deficit kognitif multipleks yang dicirikan

22

1. gangguan memori ( gangguan kemampuan untuk mempelajari hala baru atau menyebut kembali informasi yang baru saja diperolehnya) 2. Satu (atau lebih) dari gangguan kognitif berikut ini : a. Afasia (gangguan berbahasa) b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas motorik sementara fungsi motorik normal). c. Agnosia ( tak dapat mengenal atau mengidentifikasikan benda walaupun sensoriknya normal). d. Gangguan dalam fungsi eksekutif ( merancang, mengorganisasikan, daya abstraksi, membuat urutan. B. defisit kognitif pada A1 dan A2 masing masing menyebabkan gangguan fungsi sosial dan okupasional yang jelas dan menggambarkan penurunan tingkat kemampuan fungsional sebelumnya secara jelas. C. menurun terus menerus D. oleh : 1. gangguan saraf sentral lainnya yang menyebabkan deficit memori dan kognisi yang progresif (gangguan peredaran darah otak, penyakit Parkinson, penyakit Huntington, hematoma subdural, hidrosefalus, normotensi, tumor otak ). 2. gangguan sistemik yang dapat menyebabkan demensia ( hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau asam folat, defisiensi niasin, hiperkalsemia, neurosifilis dan infeksi HIV) 3. intoksikasi bahan kimia atau obat - obatan E. F. Defisit yang ada tidak terjadi selama delirium. Gangguan yang ada tidak menggambarkan kelainan aksis I (depresi mayor, skizofrenia). II.3.5. Kriteria Diagnosis demensia vaskular (DSM IV). G. oleh kedua keadaan berikut : 3. gangguan memori ( gangguan kemampuan untuk mempelajari hala baru atau menyebut kembali informasi yang baru saja diperolehnya) 23 adanya deficit kognitif multipleks yang dicirikan Defisit kognitif pada A1 dan A2 tidak disebabkan Awitan bersifat bertahap dan fungsi kognitif

4. Satu (atau lebih) dari gangguan kognitif berikut ini : a. Afasia (gangguan berbahasa) b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas motorik sementara fungsi motorik normal). c. Agnosia ( tak dapat mengenal atau mengidentifikasikan benda walaupun sensoriknya normal). d. Gangguan dalam fungsi eksekutif ( merancang, mengorganisasikan, daya abstraksi, membuat urutan. H. deficit kognitif pada A1 dan A2 masing masing menyebabkan gangguan fungsi sosial dan okupasional yang jelas dan menggambarkan penurunan tingkat kemampuan fungsional sebelumnya secara jelas. I. Tanda dan gejala neurologik fokal (refleks fisiologik meningkat, reflek patologik positif, paralysis pseudobulbar, gangguan langkah, kelumpuhan anggota gerak) atau bukti radiologik yang menunjukkan adanya GPDO (infark multipleks yang melibatkan korteks dan subkorteks) yang dapat menjelaskan kaitannya dengan munculnya gangguan. J. Defisit yang ada tidak terjadi selama delirium.

II.3.6. Hachinski ischemic index


IF TOTAL SCORE IS LESS THAN OR EQUAL TO 4, ALZHEIMER'S DISEASE IS LIKELY. IF TOTAL SCORE IS 5 TO 7, DIAGNOSIS IS UNCERTAIN. IF TOTAL SCORE IS GREATER THAN 7, VASCULAR DEMENTIA IS LIKELY. SCORE 2

FEATURE Abrupt Onset Stepwise deterioration

1 Fluctuating course 2

24

Nocturnal confusion 1 Relative preservation of personality 1 Depression 1 Somatic complaints 1 Emotional incontinence 1 History of hypertension 1 History of strokes 2 Evidence of associated atherosclerosis 1 Focal neurological symptoms 2 Focal neurological signs 2

TOTAL SCORE

II.4. PENCEGAHAN6 Cara yang paling efektif mencegah demensia tentu saja menghindar dari faktor-faktor penyebabnya, meski hal ini tak mudah dipraktikkan, apalagi dengan faktor usia. Walau demikian, berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan klinis, penyakit demensia terbukti dapat dicegah dan ditunda melalui pendekatan preventif yang terintegrasi dan terpadu. Pendekatan tersebut setidaknya mencakup empat pilar program, yaitu diet dengan rendah lemak, konsumsi nutrien spesifik untuk otak, meditasi, serta olahraga dan latihan untuk otak. Kurangi Konsumsi Lemak

25

Diet dengan membatasi total kalori serta konsumsi lemak sebesar 15 20% dapat membantu mencegah alzheimer. Efek negatif konsumsi lemak tinggi adalah menyebabkan terciptanya plak aterosklerosis, berkembangnya penyakit-penyakit kardiovaskuler, arteri koronari,dan cerebrovaskuler. Konsumsi ikan yang kaya asam lemak omega 3 dokosaheksaenoat (DHA), seperti ikan tuna dan salmon, dapat mengurangi penurunan kinerja kognitif pada orang-orang tua. Di otak, DHA berperan dalam mengatur fluiditas dan permeabilitas membran sel, menjaga aktivitas enzim-enzim yang terikat membran dan kinerja neurotransmiter (dopamin dan serotonin). Neurotransmiter ini bekerja sebagai penghubung antara otak ke seluruh jaringan saraf dan pengendali seluruh fungsi tubuh. Beberapa nutrien yang diketahui menjaga kesehatan otak adalah vitamin B kompleks, vitamin C dan E, fosfatidilserin, ubiquinon, asetil L karnitin dan ginkgo biloba. Vitamin B kompleks berperan aktif mengatur kinerja neurotransmiter dan metabolisme karbohidrat untuk produksi energi. Folat dapat menurunkan kadar homosistein, yang mana pada kadar yang tinggi memiliki implikasi terhadap penyakit jantung dan alzheimer. Kolin berfungsi sebagai substrat untuk pembentukan neurotransmiter, asetilkolin. Vitamin C dan E dapat bertindak sebagai antioksidan. Antioksidan dapat mencegah kerusakan oksidatif neurotransmiter, seperti dopamine di dalam otak. Fosfatidilserin merupakan fosfolipid bermuatan negatif yang hampir selalu ditemukan pada membran sel. Senyawa ini berperan penting dalam memelihara kerja saraf, misalnya dalam menstimulasi pelepasan neurotransmiter dan proses transpor ion serta meningkatan kadar glukosa dan adenin monofosfat di otak. Dari beberapa studi diketahui fosfatidilserin memperbaiki memori, mood, kewaspadaan dan aktivitas seharihari. Ubiquinone (koenzim Q10) merupakan agen neuroprotektif yang potensial. Senyawa ini bertindak sebagai antioksidan yang dinamis selama berlangsungnya produksi senyawa-senyawa fosfat berenergi tinggi(ATP/ADP). Asetil L-karnitin merupakan senyawa yang sangat penting dalam proses regenerasi energi di dalam mitokondria sel otak. Senyawa ini menyediakan gugus asetil untuk asetil koenzim A, dan memfasilitasi pelepasan asetilkolin, neuropeptida dan neurotransmiter lainnya, serta dapa tmenurunkan level kortisol. Ginkgo biloba mengandung senyawa flavonoid (ginkgoflavon glikosida) dan atau terpenoid (ginkgolida dan bilobalida) yang dapat bertindak sebagai antioksidan. 26

Konsumsi ginkobiloba diyakini dapat meningkatkan sirkulasi darah mikrovaskuler, menangkap radikal-radikal bebas dan membantu memperbaiki kewaspadaan (konsentrasi) dan memori pada penderita Alzheimer Meditasi dan Latihan Meditasi telah berhasil menurunkan level kortisol dan memperbaiki mekanisme pelepasan kortisol. Kortisol dalam aksinya akan mencegah/menahan penggunaan glukosa oleh hipokampus, menghambat transisi sinapsis dan menyebabkan neuron/sel saraf luka (injury) serta kematian sel. Di samping itu, meditasi dapat menurunkan level lipid peroksidase, yaitu suatu enzim yang dapat menghasilkan radikal-radikal bebas dan meningkatkan level dehidroepiandrosteron, yaitu suatu hormon yang penting untuk optimalisasi fungsi otak. Pemeliharaan suasana aerobik ternyata dapat memperbaiki aspek-aspek fungsi kognitif sebesar 20 30%. Oleh karena itu, olahraga sangat disarankan karena dapat menahan laju penyakit alzheimer. Orang tua yang berusia 40 60 tahun dan mau melakukan olahraga secara teratur memiliki resiko DA yang lebih rendah dibanding mereka yang tak berolahraga. Olahraga diketahui meningkatkan aliran darah otak dan produksi faktor-faktor pertumbuhan untuk syaraf. Latihan otak yang ditujukan memberikan stimulasi kognitif, seperti berdiskusi tentang topik aktual, mengisi teka-teki, main catur, mendengarkan musik dan berkesenian, dapat membantu mempertahankan kemampuan kognitif. Latihan tersebut mendorong berkembangnya dendrit dan meningkatnya plastisitas sistem syarat pusat. Meskipun kebanyakan DA diderita lansia di atas 60 tahun, sangatlah bijak jika yang berusia kurang dari 60 tahun pun mewaspadai dan mencegah munculnya alzheimer. Pencegahan secara terintegrasi tersebut di atas belum cukup memberikan jaminan terhindar DA. Namun demikian, menyikapi pertumbuhan lansia yang sangat pesat di Indonesia, melalui upaya pencegahan terintegrasi setidaknya dapat mengerem laju demensia alzheimer. II.5. PENATALAKSANAAN1-6,8,11 Terapi non farmakologis dimulai dengan konsultasi dokter saraf yang menangani demensia untuk menganalisa masalah yang ada, kemudian ditentukan tujuan apa yang ingin dicapai. Hal ini bergantung dari jenis gangguan, berat gangguan, dan proses penyakitnya . 27

Tindakan rehabilitasi yang kurang bermakna, jangan dianjurkan. Banyak kelompok yang menawarkan jasa, namun tidak dilakukan dengan baik. Dalam hal ini peran dari keluarga sangat penting dalam membantu memperlambat progresivitas penyakit ini. Tindakan-tindakan rehabilitasi disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut adalah : 1. Mengoptimalkan kemampuan yang masih ada 2. Berupaya mengatasi masalah prilaku 3. Membantu keluarga atau orang yang merawat dengan memberikan informasi yang tepat 4. Memberikan dukungan melalui lingkungan sekitarnya Kelompok-kelompok pendukung pelaku rawat (caregiver support group) sangat menunjang penatalaksanaan yang diberikan pada pasien. Karena bukan hanya obat yang diperlukan, tetapi terlebih-lebih adalah cara-cara merawat dan bersikap terhadap penderita demensiar sangat penting untuk keberhasilan terapi. Baik keluarga, penderita maupun caregiver perlu mendapat pengetahuan yang mencukupi tentang penyakit Alzheimer agar mampu bekerja sama dengan dokter yang merawat. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan / aktivitas bagi para penyandang demensia berupa day care, community services dll sangat berarti dalam meningkatkan kualitas hidup penderita Alzheimer. Disamping itu ada juga lembaga swadaya masyarakat seperti asosiasi Alzheimer setempat yang dapat memberikan informasi dan bantuan yang diperlukan dalam menangani penderita Alzheimer. Metode berikutnya, adalah pemberian obat-obatan untuk meningkatkan kinerja sel saraf. Biasanya diberikan obat-obatan yang mengandung unsur aktif yang memicu perbaikan kinerja saraf. Sedangkan pilar ketiga adalah pemberian obat-obatan psikofarmaka, untuk menekan gejala gangguan perilaku, seperti sikap gelisah, agresif atau juga terpecahnya kepribadian. Obat untuk demensia a. Cholinergic enhancing agents 28

Untuk terapi demensia jenis Alzheimer telah banyak dilakukan penelitian pemberian Cholinergic enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan pada beberpa penderita namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali. b. Choline dan lecithin Pemberian precursor, choline dan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan choline ada sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Dengan lecithin hasilnya cenderung negatif walupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120% dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58 %.

c.

Neuropeptida, vasopressin dan ACTH Pemberian Neuropeptida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan informasi dan kata kata. Pada lansia tanpa gangguan psikoorganik pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.

d.

Nootropic agents Dua jenis obat yang sering dipergunakan dalam terapi demensia ialah nicergoline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin. co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahan vaskuler dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung serta memperbaiki kognisi.

e.

Dihydropyridine Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L type calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dhydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia.

29

Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer.

30

Anda mungkin juga menyukai