Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Alzheimer adalah kondisi kelainan yang ditandai dengan penurunan daya ingat,
penurunan kemampuan berpikir dan berbicara, serta perubahan perilaku pada penderita
akibat gangguan di dalam otak yang sifatnya progresif atau perlahan-lahan.

Pada fase awal, seseorang yang terkena penyakit Alzheimer biasanya akan terlihat mudah
lupa, seperti lupa nama benda atau tempat, lupa tentang kejadian-kejadian yang belum lama
dilalui, dan lupa mengenai isi percakapan yang belum lama dibicarakan bersama orang lain.

Seiring perkembangan waktu, gejala akan meningkat. Penderita penyakit Alzheimer


kemudian akan kesulitan melakukan perencanaan, kesulitan bicara atau menuangkan sesuatu
ke dalam bahasa, kesulitan membuat keputusan, kerap terlihat bingung, tersesat di tempat
yang tidak asing, mengalami gangguan kecemasan dan penurunan suasana hati, serta
mengalami perubahan kepribadian, seperti mudah curiga, penuntut, dan agresif. Pada kasus
yang parah, penderita penyakit Alzheimer bisa mengalami delusi dan halusinasi, serta tidak
mampu melakukan aktivitas atau bahkan tidak mampu bergerak tanpa dibantu orang lain.

Berdasarkan data, ada sekitar 46 juta jiwa yang menderita penyakit Alzheimer di dunia, dan
22 juta jiwa di antaranya berada di Asia. Jumlah penderita penyakit Alzheimer di Indonesia
pada tahun 2013 mencapai satu juta orang. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis
menjadi dua kali lipat pada tahun 2030, dan menjadi empat juta orang pada tahun 2050.

Meningkatnya penderita penyakit Alzheimer ini seiring dengan meningkatnya jumlah lanjut
usia (lansia). Usia harapan hidup di Indonesia meningkat dari 68,6 tahun pada 2004 menjadi
72 tahun pada 2015. Usia harapan hidup penduduk Indonesia diproyeksikan akan terus
meningkat, sehingga persentase penduduk lansia terhadap total penduduk diproyeksikan terus
meningkat.

1
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2014, jumlah lansia di Indonesia
mencapai 20,24 juta orang atau sekitar 8,03 persen dari semua penduduk. Data tersebut
menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2010,
yaitu 18,1 juta orang atau 7,6 persen dari total jumlah penduduk.Penyakit Alzheimer paling
sering ditemukan pada orang tua berusia lebih dari 65 tahun, tapi dapat juga menyerang
orang yang berusia sekitar 40 tahun. Berikut adalah peningkatan persentase Penyakit
Alzheimer seiring dengan pertambahan usia: 0,5 persen per tahun pada usia 69 tahun, 1
persen per tahun pada usia 70-74 tahun, 2 persen per tahun pada usia 75-79 tahun, 3 persen
per tahun pada usia 80-84 tahun, dan 8 persen per tahun pada usia lebih dari 85 tahun

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Alzheimer?
2. Apa saja etiologi dari Alzheimer?
3. Bagaimana patofisiologi dari Alzheimer?
4. Bagaimana pathway dari Alzheimer?
5. Apa saja manifestasi klinis dari Alzheimer?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic dari Alzheimer?
7. Apa saja kriteria diagnostic dari Alzheimer?
8. Apa saja penatalaksanaan dari Alzheimer?
9. Apa saja komplikasi dari Alzheimer?
10. Bagaimana terapi diit bagi penderita Alzheimer?

1.3 Tujuan
1. Memahami definisi dari Alzheimer
2. Memahami etiologi dari Alzheimer
3. Memahami patofisiologi dari Alzheimer
4. Memahami pathway dari Alzheimer
5. Memahami Manifestasi klinis dari Alzheimer
6. Memahami pemeriksaan diagnostic dari Alzheimer
7. Memahami kriterita diagnostic dari Alzheimer
8. Memahami penatalaksanaan dari Alzheimer
9. Memahami komplikasi dari Alzheimer
10. Memahami terapi diit dari Alzheimer

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

3
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak
dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri.
(Suddart, & Brunner, 2014).

Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat,
intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk
menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi
Kumala Dewi, dkk, 2015)

Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang berusia 65 tahun.

Alzheimer merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak
dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita.
Terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun.

Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak yang progresif, dimana sel-sel
otak rusak dan mati sehingga mengakibatkan gangguan mental berupa kepikunan
(demensia) yaitu terganggunya fungsi-fungsi memori (daya ingat), berbahasa, berpikir dan
berperilaku.

2.2 Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer.
Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian
daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan
penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam
amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler,
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein
abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa

4
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut
terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri,
trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament presdiposisi heriditer. Dasar
kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dar degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya
ingat secara progresif.

Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh
adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi
radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit
alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor
non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai
pencetus factor genetika.

Patogenesa

Sejumlah patogenesa penyakit alzheimer yaitu:

1. Faktor genetik

Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan


melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga
penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol normal Pemeriksaan genetika DNA pada penderita
alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio
proximal logarm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada
kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen
kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile
plaque dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan
kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit alzheimer

5
terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah
dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki
alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa ditemukan kelainan lokus
kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan
menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.

2. Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer
yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemuka adanya antibodi reaktif.
Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat
lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease
dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai
beberapa persamaan antara lain:

a. manifestasi klinik yang sama

b. Tidak adanya respon imun yang spesifik

c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat

d. Timbulnya gejala mioklonus

e. Adanya gambaran spongioform

3. Faktor lingkungan

Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar lain, aluminium, silicon,
mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat
yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal
tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah
penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada
penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen,
fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino
glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga

6
kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan
metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

4. Faktor imunologis

Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderitaalzheimer didapatkan
kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti
trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat
hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid.
Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkanpada
wanita muda karena peranan faktor immunitas

5. Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma


kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana
pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmitter

Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan

yang sangat penting seperti :

a) Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik
neurotransmitter dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada
penderita Alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase,
asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya
deficit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis
superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan neurotransmitter asetilkolin
merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurotransmitter lainnya
pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu didapatkan
kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine
pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini
sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.

7
b) Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan
otak penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang
merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi
dengan deficit kortikal noradrenergik.
Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita
Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks.
Palmer et al (1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin
menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.

c) Dopamine
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter
region hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine
pada penderita Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan
karena histopatologi region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.

d) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil
acil pada biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada
subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior
hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang
sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya
neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis

e) MAO (manoamin oksidase)


Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas
normal MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil
dopamine, sedangakan MAO-B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada
penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipotalamus dan
frontalis sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan menurun pada nucleus
basalis dari meynert.

2.3 Patofisiologi

8
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit
Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi)
dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar,
protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada
korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.

Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron
korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial.
Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron –
neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang
menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah
kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian
besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat
pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen
penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein
tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada
mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks
ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport
internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti
kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak
menyebabkan Alzheimer.

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk
dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen
protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane
neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi
fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang
menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel
glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat
larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta
menghasilkan radikal bebas sehingga menggagu hubungan intraseluler dan menurunkan
respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.

9
2.4 Pathway Kelainan
Faktor genetik Infeksi virus Lingkungan Imunologis neurotransmiter
Trauma

Penurunan metabolisme dan aliran darah di korteks parietalis


superior
Degenerasi neuron kolinergik

Kekusutan neurofbrilar yang difus Hilangnya serat-serat kolinergik di korteks cerebellum


dan plak senilis

Penurunan sel neuron kolinergik yang


berproyeksi ke hipokampus dan
Atropi otak amigdala

Kelainan neurotransmiter

Asetilkolin menurun

Penurunan daya ingat, gangguan intelektual, memori, fungsi bahasa, kognitif, perilaku

Alzheimer

Perubahan Tidak mampu Afasia, Rasa


kemampuan merawat mengidentif disfasia bermusuhan/m
diri (menurun) kasi bahaya enyerang orang
dalam Kehilangan
lain, kehilangan
lingkungan, hambatan kemampuan
kontrol sosial,
disorientasi, komunikasi menyelesaikan
perilaku tidak
Terdapat
Sindrom 2 tipe Alzheimer
defsit (AD) yaitu:
bingung verbal masalah
tepat
perawatan diri
1) AD familial (FAD) yang mengikuti pola bawaan khusus
Perubahan kemampuan
2) AD sporadic yang tidak mengikuti pola bawaan.
Risiko mengawasi keadaan
Hambatan
cedera kompleks dan berpikir
Interaksi
abstrak, emosi labil,
Sosial
pelupa, apatis, loss deep
2.5 Manifestasi Klinis
memory
Pada stadium awal Alzheimer, terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan ringan.
Terdapat kesulitan ringan dalam aktivitas pekerjaan dan social.ProseBerpikir
Gangguan Depresi dapat terjadi pada
saat ini. Pasien dapat kehilangan kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek yang

10
sudah dikenalnya. Pasien juga sering mengulang-ulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya. Kemampuan berbicara memburuk sampai pembentukan suku kata yang
tidak masuk akal, agitasi, dan peningkatan aktivitas fisik. Nafsu makan pun bertambah secara
berlebihan. Terjadi pula disfagia dan inkontinensia. Pasien dapat menjadi depresif, curiga,
paranoid, dan kasar(perubahan kepribadian).

a. Gejala ringan (lama penyakit 1-3 tahun)


 Lebih sering bingung dan melupakan informasi yang baru dipelajari
 Disorientasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
 Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
 Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian, misalnya mudah
tersinggung, mudah menuduh ada yang mengambil barangnya, bahkan
menuduh pasangannya selingkuh

b. Gejala sedang(lama penyakit 3-10 tahun)


 Kesulitan dalam mengerjakan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan dan
mandi
 Perubahan tingkah laku, misalnya sedíh dan emosi
 Mengalami gangguan tidur
 Keluyuran
 Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk
dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama
ingá tidak mengenali wajah sama sekali, kemudian bertahap kepada orang-
orang yang cukup jarang ditemui)

c. Gejala berat(lama penyakit 8-12 tahun)


 Sulit atau kehilangan kemampuan bicara
 Sangat tergantung pada caregiver(pengasuh)
 Perubahan perilaku : misalnya mudah curiga, depresi, atau mudah mengamuk

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya
berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih

11
menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital,
korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins, 1937). Kelainan-
kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:

a. Neurofibrillary tangles (NFT)


Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang
berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada
neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe
dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga
ditemukan pada otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma
ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya
demensia.

b. Senile plaque (SP)


Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang
berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia.
Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan
kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala,
hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik
primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini
juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas Senile
plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi
(NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita
penyakit alzheimer.

c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit
alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan
pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada
hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe
nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada
nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus
serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis.

12
Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang
berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan
dalam pengobatan penyakit alzheimer.

d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser
nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT
dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale,
dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital,
hipokampus, serebelum dan batang otak.

e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal,
gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks
frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan
immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran
histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan
variant dari penyakit alzheimer.

2. Pemeriksaan Neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi
kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis
ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak
yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi,
perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik
mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:

a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat


diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.

13
b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit selektif yang
diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri.
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
demensia karena berbagai penyebab. The Consortium to establish a Registry for
Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian
neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey yang bermanifestasi
gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri dari:
 Verbal fluency animal category
 Modified boston naming test
 Mini mental state
 Word list memory
 Constructional praxis
 Word list recall
 Word list recognition
Test ini memakn waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control.

3. CT Scan dan MRI


Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer antemortem. Pemeriksaan
ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya
selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh
danpembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang
sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada
demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar
untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan
pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan
status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal

14
dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini
merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal,
gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi
hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. Seab et
al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit
alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari
hipokampus.

4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
yang non spesifik.

5. PET (Positron Emission Tomography)


Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma
O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional
parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan
sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.

6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)


Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

7. Laboratorium Darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi
renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan
secara selektif.

15
2.7 Kriteria Diagnostik

Terdapat beberapa kriteria untukdiagnosa klinis penyakit alzheimer yaitu:

1) Kriteria diagnosis tersangka penyakit alzheimer terdiri dari:


 Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini
mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test
neuropsikologik
 Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi >2
 Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
 Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun
 Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya
2) Diagnosis tersangka penyakit alzheimer ditunjang oleh:
 Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa, ketrampilan
motorik, dan persepsi
 ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
 Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan
neuropatologi
 Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non spesifik
seperti peningkatan aktivitas gelombang lambat
 Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri
3) Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit alzheimer setelah dikeluarkan
penyebab demensia lainnya terdiri dari:
 Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi,
halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
 Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada
stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus
otot, mioklonus atau gangguan berjalan
 Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
4) Gambaran diagnosa tersangka penyakit alzheimer yang tidak jelas terdiri dari:

16
 Awitan mendadak
 Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia, defisit
lapang pandang dan gangguan koordinasi
 Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan

5) Diagnosa klinik kemungkinan penyakit alzheimer adalah:


 Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau
kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
 Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan
demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi
tidak ada penyebab lainnya
6) Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer adalah gabungan dari kriteria klinik
tersangka penyakit alzheimer didapatkan gambaran histopatologi dari biopsi
atau otopsi.

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C,
dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.

A. Penatalaksanaan Farmakologis
1. Inhibitor kolinesterase

Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan
kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori
danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-
obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal
dan penderita alzheimer.

17
2. Thiamin

Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan


thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral,
menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo
selama periode yang sama.

3. Nootropik

Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi


kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada
penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.

4. Klonidin

Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan


noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik
alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu,
didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif

5. Haloperiodol

Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan
memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya
diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari).

6. Acetyl L-Carnitine (ALC)

Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan


bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian

18
dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

B. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
1. Mendukung Fungsi Kognitif.
Karena kemampuan kognitif menurun, maka perawat harus memberikan lingkungan
yang mudah dikenali yang dapat membantu pasien mengintegrasikan lingkungan
sekitar dan aktifitasnya.

2. Peningkatan Keamanan Fisik


Umtuk menghindari jatuh atau kecelakaan lain, semua sumber bahaya yang jelas
harus dihilangkan. Lampu tidur, lampu pemanggil, dan tempat tidur rendah
digunakan saat tidur. Lingkungan yang bebas bahaya memungiknkan pasien mandiri
secara maksimal dan memiliki rasa otonomi.

3. Mengurangi ansietas dan agitasi


Meskipun kehilangan kognitifnya parah,namun ada saat dimana pasien sadar akan
cepat menhilangkan kemampuannya. Pasien menjadi sangat membutuhksn dukungan
emosional yang dapat memperkuat citra diri yang positif.

4. Meningkatkan Komunikasinya
Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena
arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan mengorganisai dan
menyampaikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dipakai untuk
mengingatkan pasien dan sangat membantu pasien.

5. Meningkatkan kemandirian dalam Proses Perawatan diri


Upaya ditujukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kemandirian selama
mungkin. Dianjurkan menyederhanakan aktifitas sehari-hari dengan menyusun
lamgkah-langkah singkat dan mudah dicapai sehingga pasien dapat merasakan
kepuasan diri.

6. Menyediakan Kebutuhan sosialisasi dan keintiman


Karena sosialisasi dengan teman lama dapat meyenagnkan maka pasien didorong
untuk melakukan kunjungan, saling berkirim surat, dan bertelepon. Kunjungan

19
sebaiknya singkat dan tidak menimbulkan stress. Sebaiknya hanya menungunjungi
satu sampai dua orang saja dalam sekali kunjungan.

7. Meningktkan nutrisi yang adekuat


Saat makan, keadaan harus tetap dijaga agar keadaan tidak menjadi konfrontasional.
Pasien lebih menyukai makanan yangsudah dikenal yang tampak menggunakan
selera makan dan tersa lezat. Untuk menghindari bermain dengan makanan, makanan
sebaiknya dihidangkan satu-satu.makanan sebaiknya dipotong kecil-kecil agar tidak
tersedak. Makanan sebaiknya disediakan dalam keadaan hangat.

8. Mendukung dan mendidik pemberi perawatan dalam keluarga.


Perawat harus peka terhadap masalah emosional yang dihadapi keluarga. Dukungan
dan edukasi pemberi perawatan merupakan komponen yang penting.

2.9 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat muncul pada penderita penyakit Alzheimer/ pikun adalah:

 Depresi

 Enggan melakukan kegiatan normalnya

 Perubahan sikap dan perliaku

 Perubahan pola tidur

 Sulit berkomunikasi

 Menarik diri dari keluarga dan lingkungan

 Agitasi dan Agresi

 Tidak betah di rumah atau tersesat pulang ke rumah.

2.10 Terapi Diit

20
Diet, umumnya mengacu pada pengaturan pola makan guna menurunkan berat badan atau
menyehatkan tubuh. Namun diet terbaru yang digagas Rush University Medical Center
ditujukan khusus guna menyehatkan pikiran. Diet bernama MIND itu dianggap bisa
menurunkan risiko demensia dan alzheimer. Jenis diet tersebut dikembangkan oleh ahli
epidemiologi nutrisi Martha Clare Morris, dari Rush University Medical Center.

Diet Mediterrania fokus pada konsumsi makanan alami, dan membatasi asupan daging
merah serta makanan berlemak lain. Sementara DASH atau Dietary Approaches to Stop
Hypertension, bertujuan menurunkan risiko tekanan darah tinggi, lewat makanan rendah
sodium.

Terdapat 10 jenis makanan yang jadi asupan utama dalam diet ini, diantaranya sayuran
hijau, buah beri, kacang-kacangan, anggur, gandum utuh, ikan, ayam, minyak zaitun,
minyak ikan.
Sementara beberapa makanan yang jadi pantangan adalah daging merah, keju, mentega dan
margarin, kue dan pastri.

BAB III

21
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ALZHEIMER

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, status perkawinan,
golongan darah, dan hubungan pasien dengan penanggung jawab.
3.1.2 Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta bantuan
kesehatan adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan kelumpuhan
gerak ekstermitas
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada anamnesis kelien mengeluhkan sering lupa dan hilang ingatan yang
baru. Pada beberapa kasus, keluarga klien sering mengeluhkan bahwa klien
sering mengalami tingkah aneh dan kacau serta sering keluar rumah sendiri
tampa mengatakan pada anggota keluarga yang lain sehingga sangat merasakan
anak-anak menjadi klien.
Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan bahwa
klien menjadi tidak dapat mengatur buang air, tidak dapat menggurus keperluan
dasar sehari-hari atau mengendalui anggota keluarga.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi.
Diabetes melitus, penyakit jantung, penggunaan obat-obatan anti-ansietas
(benzodiazepin), penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang
lama, dan riwayat sindrom Down yang pada suatu saat kemudian menderita
penyakit alzheimer pada usia empat puluhan.

d. Riwayat penyakit keluarga

22
Penyebab penyakit alzheimer ditemukan memilki hubungan genetik yang
jelas. Diperkirakan 10-30% klien alzheimer familiar (FAD). Pengkajian adanya
anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus
diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat
mempercepatt progresifnya penyakit.
3.1.3 Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga
dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola
persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif. Perubahan yang terpenting pada klien dengan
penyakit alzheimer adalah penurunan kognitif dan penurunan memori (ingatan

3.1.4 Pola Aktifitas

Aktifitas istirahat

Gejala : Merasa lelah

Tanda : Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur Letargi :


penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan
untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidak mampuan untuk melakukan hal yang telah
biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.

Sirkulasi

Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli


(merupakan factor predisposisi).

Integritas ego

23
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap
lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek :
meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple,
perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.

Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk


melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa
membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk
benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan
melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.

Eliminasi

Gejala : Dorongan berkemih

Tanda : Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.

Makanan/cairan

Gejala : Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan


dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa
lapar/ kebutuhan untuk makan.

Tanda : Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan


(mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin
kurus (tahap lanjut).

Hiegene

Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain

Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang,


kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah
untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau
lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan
menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.

Neurosensori

24
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, diarea,
pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan
kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku
( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh
atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral
vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai
factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada
kerusakan otak ).

Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan


kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau
percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal,
atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan
menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).\

Kenyamanan

Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan
sebagainya).

Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain

Interaksi social

Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh


personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.

Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.

3.1.5 Pemeriksaan Fisik

25
Keadaan Umum

Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai


dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada
tanda vital meliputi bradikardi, hipotensi dan penurunan frekuensi pernapasan.

B1 (breathing)

Gangguan fungsi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivasi, aspirasi


makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.

Inspeksi : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.

Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.

B2 (blood)

Auskultasi : Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan
juga gangguan pada pengatruan tekanan darah oleh system saraf otonom.

B3 (brain)

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan


system lainnya.

Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.

Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status
kognitif klien.

Pemeiksaan Fungsi Serebri


26
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan
dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan motorik baik
jangka pendek maupun memori jangka panjang.

Pemeriksaan saraf krnial

 Nervus I : biasanya pada klien dengan penyakit Alzheimer tidak ada kelainan dari
fungsi penciuman.
 Nervus II : hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat
usia. Klien dengan penyakit alzheirmer mengalami penurunan ketajaman
penglihatan.
 Nervus III,IV,VI : Pada beberapa kasus penyakit Alzheimer biasanya tidak
ditemukan adanya kelainan pada nervus ini
 Nervus V : Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini.
 Nervus VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal
 Nervus VIII : Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan dengan proses
senilis dan penurunan aliran darah regional
 Nervus IX dan X : Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang
berhubungan dengan perubahan status kognitif
 Nervus XI: Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesius
 Nervus XII: Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
faskulasi. Indra pengecapan normal.
Sistem motorik

Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan pada fungsi
motorik secara umum.

Palpasi :Tonus otot didapatkan meningkat.

Inspeksi : Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena


adanya perubahan status kognitif dan ketidakoperatifan klien dengan metode
pemeriksaan.

Pemeriksaan Refleks

27
Pada tahap lanjut penyakit Alzheimer, sering didapatkan bahwa klien kehilangan
refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri klien akan berdiri dengan kepala
cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan
dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke
belakang) dapat menimbulkan sering jatuh.

Sistem Sensorik

Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan


terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan
hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi
klien secara umum.

B4 (Bladder)

Inspeksi : Pada tahap lanjut, beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya ,
biasanya yang berhubungan dengan penurunan status kognitif pada klien Alzheimer.
Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin
mengalami inkontinensia urine, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.

B5 (Bowel)

Inspeksi :Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang
kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Karena
penurunan aktivitas umum, klien sering mengalami konstipasi.

B6(Bone)

Inspeksi : Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan umum dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari. Adanya gangguan keseimbangan
dan koordinasi dalam melakukan pergerakan disebabkan karena perubahan pada gaya
berjalan dan kaku pada seluruh gerakan akan memberikan risiko pada trauma fisik bila
melakukan aktivitas.

28
3.2 Diagnosa Keperawatan

1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan degeneration neuron iriversibel ditandai


dengan tidak mampu mengintrepitasikan stimuli dan menilai realitas dengan akurat,
disorientasi, apatis, loss deep memory, dan kesulitan dalam mengakomodasikan ide/
perintah,.
2) Risiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi memori.
3) Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan deficit kognitif ditandai dengan
klien tampak kotor dan bau, klien tidak mampu untuk melakukan proses perawatan diri,
klien tampak lemah, klien tampak kurus, klien tampak pucat.
4) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan iskemia lobus temporal atau frontal
sekunder akibat penyakit Alzheimer ditandai dengan afasia dan disfasia.
5) Hambatan interaksi social berhubungan dengan hambatan komunikasi sekunder akibat
penyakit mental kronis ditandai dengan afasia, rasa bermusuhan/menyerang orang,
kehilangan control social, dan perilaku tidak tepat

3.3 Intervensi Keperawatan

N Diagnosa keperawatan NOC NIC


o
1. Risiko cidera b/d kerusakan Setelah diberikan askep selama Environment Management
fungsi memori …x24 jam diharapkan klien
1. Sediakan lingkungan
tidak mengalami cidera, dengan
yang aman untuk pasien
out come : 2. Identifikasi kebutuhan
1. Risk control
keamanan pasien, sesuai
Dengan kriteria hasil: dengan kondisi fisik dan
1. Klien terbebas dari fungsi kognitif pasien
3. Menghindarkan
cidera
lingkungan yang
2. Klien mampu
berbahaya
menjelaskan
4. Menyediakan tempat
cara/metode untuk

29
mencegah injury tidur yang nyaman dan
3. Klien mampu bersih
5. Berikan penjelasan pada
menjelaskan factor
pasien dan keluarganya
risiko dari lingkungan/
tentang adanya
perilaku personal
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit
2. Hambatan komunikasi Setelah diberikan asuhan Communication
verbal b/d iskemia lobus keperawatan selama ....x 24 Enhancement: Speech eficit
temporal dan frontal jam, diharapkan hambatan 1. Gunakan penerjemah,
sekunder komunikasi verbal menurun. jika di perlukan
Dengan out came : 2. Beri satu kalimat simple
1. Anxiety self control
setiap bertemu, jika di
2. Coping
3. Sensory function: perlukan
Hearing & vision 3. Konsultasikan dengan
4. Fear self control
dokter kebutuhan terapi
Dengan kriterial hasi : wicara
4. Dorong pasien untuk
1. Komunikasi:
berkomunikais seara
penerimaan, interpretasi
perlahan dan unutk
dan ekspresi pesean
mengulangi permintaan
lisan, tulisan, dan non
5. Dengarkan dengan penuh
verbal meningkat
2. Komunikasi ekspresif perhatian
(kesulitan bicara) : 6. Gunakan kartu baca,
Ekspresi pesan verbal kertas, pensil, bahaa
dan atau nonn verbal tubuh, gambar, daftar
yang bermakna kosakata bahasa
3. Komunikasi reseptif 7. Berikan pujian positive,
( kesulitan mendengar ) : jika di perlukan
penerimaan komunikasi
dan interpretasi pesan

30
verbal atau non verbal
4. Gerakan terkoordinasi :
mampu mengkoordinasi
gerakan dalam
menggunakan isyarat

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

31
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan

yang terutama menyerang orang yang berusia diatas 65 tahun tapi tidak menutup

kemungkinan dapat juga menyerang anak-anak, bahkan bayi.

Pasien dengan penyakit Alzheimer mengalami banyak kehilangan neuron-neuron

hipokarpus dan korteks tanpa disertai kehilangan parenkim otak, juga terdapat kekusutan

neuro fibrilar. Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti.

4.2 Saran

Belum banyaknya kajian tentang Penyakit Alzheimer di Indonesia mengakibatkan

minimnya sumber mengenai jumlah pasti masyarakat indonesia yang menderita penyakit

Alzheimer. Saran yang ingin penulis sampaikan yaitu mengajak semua pihak yang

menggeluti bidang kesehatan khusunya perawat untuk lebih mensosialisasikan penyakit

Alzheimer agar pencegahan dini dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

32
Carpenito, L.J. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.
Muttaqin, Arif. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Salemba Medika: Jakarta

Powell R. Don.Dr. 2013., 365 Tips Hidup Sehat. Delapratasa publishing.

Doenges E. Marilynn,2015., Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran.EGC

Price A.Sylvia.2014., Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

33

Anda mungkin juga menyukai