Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi tennis elbow

Tennis elbow adalah suatu kondisi kerusakan pada tendon otot yang

berfungsi menekuk pergelangan tangan kearah belakang menjauhi telapak tangan,

yang menyebabkan nyeri pada lengan bawah (Helmi, 2012). Dulu, sindroma ini

diperkenalkan dengan nama lawn tennis arm oleh Morris pada 1882. Setahun

kemudian, Mayor menyingkat istilah itu menjadi tennis elbow (Pecina and

Bojanic, 2004).

Tennis elbow dapat terjadi karena otot-otot tersebut digunakan secara terus-

menerus sehingga terjadi kerusakan yang semakin lama semakin melebar dan

gejala yang dirasakan menjadi lebih parah (Harris, 1997).

Berdasar gambaran klinis, tennis elbow dibagi menjadi 4 tipe, yaitu (1) tipe

1, adanya kerusakan pada suprakondilar atau tepatnya pada otot ekstensor karpi

radialis longus, (2) tipe 2, adanya kerusakan pada otot ekstensor karpi radialis

brevis pada bagian tenoperiosteal, (3) tipe 3, adanya kerusakan pada bagian

tendon dari otot-otot ekstensor, (4) tipe 4, adanya kerusakan pada perut ototnya.

Mungkin juga tennis elbow merupakan kombinasi dari kerusakan tendo otot

ekstensor karpi radialis brevis dan longus (Coninck, 2012).

Otot ekstensor karpi radialis brevis biasanya paling sering mengalami

kerusakan karena terletak paling lateral, mengalami kontraksi otot paling tinggi

7
8

saat melakukan aktivitas sehari-hari dan berkontraksi lebih saat melakukan

backhand selama bermain tenis (Johnson and Nirschl, 2012).

2. Anatomi fungsional sendi siku

Sendi siku atau articulatio cubiti dibentuk oleh beberapa tulang, otot,

ligamen, struktur persendian dan diinervasi oleh beberapa saraf. Sendi siku terdiri

dari art.humeroulnaris, art.humeroradialis dan art.radioulnaris proksimal.

a. Tulang pembentuk sendi siku

Sendi siku atau articulatio cubiti merupakan persendian yang

menghubungkan permukaan ujung distal tulang humerus dengan ujung proksimal

tulang radius dan tulang ulna.

1) Tulang Humerus

Ujung distal korpus humeri melebar, pada pinggir luar terdapat epikondilus

lateralis, pinggir dalam terdapat epikondilus medialis, dan bagian belakang

terdapat sulkus nervi ulnaris (Syaifuddin, 2002).

2) Tulang Ulna

Tulang panjang berbentuk prisma terletak sebelah medial lengan bawah

sejajar dengan tulang radius (Syaifuddin, 2002).

3) Tulang Radius

Tulang radius terletak disepanjang lateral dari ulna dan mempunyai dua

ujung (ekstremitas) yaitu ekstremitas proksimalis dan distalis radii (Syaifuddin,

2002).
9

b. Ligamen

Ligamen pada sendi siku terdiri dari ligamen kolateral ulna, ligamen

kolateral radial dan ligamen annular radii. Ligamen kolateral ulna berbentuk tebal

dan berhubungan dengan otot triceps brakhii, fleksor karpi ulnaris, nervus ulnaris

merupakan origo dari otot fleksor digitorum sublimis. Ligamen kolateral radial

menghubungkan epikondilus lateralis humeri dengan ligamen ulnar berhubungan

dengan tendo otot supinator (Syaifuddin, 2002). Ligamen annular radii memiliki

fungsi utama untuk menstabilkan sendi proksimal radioulnar (Wolf and Mens,

1990).

c. Otot

Otot-otot yang terpenting, yang bersangkutan dengan gerakan siku adalah

otot brakhialis, otot briceps brakhii, otot triceps brakhii, otot brakhioradialis, otot

pronator teres, otot supinator. Dari siku juga berasal sejumlah otot ekstensor dan

fleksor pergelangan tangan dan tangan yang penting. Otot-otot ekstensor berasal

dari sekitar epikondilus lateralis humeri, sedangkan otot-otot fleksor berasal dari

epikondilus medialis humeri (Wolf and Mens, 1990). Pada kebanyakan kasus

tennis elbow, yang biasanya terkena adalah origo dari otot ekstensor karpi radialis

brevis dan otot ekstensor karpi radialis longus.

Otot ekstensor karpi radialis brevis, otot ekstensor digitorum komunis, dan

otot ekstensor karpi ulnaris bergabung membentuk suatu tendo yang kuat serta

melekat pada anterior epikondilus lateral dan pada punggung suprakondilar

lateral, dekat dengan origo otot brakhioradialis dan otot ekstensor karpi radialis

longus. Epikondilus lateral juga merupakan tempat perlekatan ekstensor digiti


10

minimi dan supinator, yang bergabung bersama dengan otot ekstensor karpi

radialis brevis, ekstensor digitorum komunis dan ekstensor karpi ulnaris, untuk

membentuk tendo ekstensor komunis.

2
3
7

Gambar 2.1
Komponen ligamen kolateral lateral sendi siku kanan (Neumann, 2003, dikutip
oleh Donatelli and Wooden, 2010).

Keterangan Gambar 2.1 :


1. Humerus
2. Ligamen annular
3. Radius
4. Ulna
5. Puncak otot supinator
6. Ligamen kolateral lateral/ulna
7. Ligamen kolateral radial
11

Gambar 2.2
Otot-otot lengan bawah tampak lateral (Pecina and Bojanic, 2004).

Keterangan gambar :
1. Epikondilus lateralis
2. Otot brakhioradialis
3. Otot ekstensor karpi radialis brevis
4. Otot ekstensor karpi radialis longus
5. Otot ekstensor digitorum komunis
6. Retinaculum ekstensorum
12

d. Struktur mikroskopis otot rangka

Secara mikroskopis sel otot rangka terdiri atas sarkolema atau membran

sel serabut otot yang terdiri atas membran sel yang disebut membran plasma dan

sebuah lapisan luar yang terdiri atas satu lapisan tipis mengandung kolagen.

Setiap serabut terbentuk oleh (1) sejumlah mio-fibril, yang mengandung filamen

aktin dan miosin, (2) sarkoplasma yang mengandung cairan intrasel berisi

kalsium, magnesium, fosfat, protein dan enzim, (3) retikulum sarkoplasma yang

mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan kalsium dan (4) tubulus T yang

merupakan sistem tubulus pada serabut otot (Helmi, 2012).

Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu perubahan dalam

keadaan yang relatif dari filamen-filamen aktin dan miosin. Pada waktu kontraksi,

filamen aktin meluncur diantara miosin ke dalam zona H (zona H adalah bagian

terang diantara dua pita gelap). Dengan demikian serabut otot menjadi memendek

yang tetap panjangnya adalah pita A (pita gelap), sedangkan pita I (pita terang)

dan zona H bertambah pendek waktu kontraksi (Helmi, 2012).

Ujung miosin dapat mengikat ATP dan menghidrolisisnya menjadi ADP.

Beberapa energi dilepaskan dengan cara memotong pemindahan ATP ke miosin

yang berubah bentuk ke konfigurasi energi tinggi. Miosin yang berenergi tinggi

ini kemudian mengikatkan diri dengan kedudukan khusus pada aktin sehingga

membentuk jembatan silang. Kemudian, simpanan energi miosin dilepaskan.

Ujung miosin lalu beristirahat dengan energi rendah dan pada saat inilah terjadi

relaksasi. Relaksasi ini mengubah sudut perlekatan ujung miosin menjadi miosin

ekor. Ikatan antara miosin energi rendah dan aktin terpecah ketika molekul baru
13

ATP bergabung dengan ujung miosin. Kemudian siklus tadi berulang lagi (Helmi,

2012).

1
2
3

10 9 4 5 4

8
7
6

Gambar 2.3

Pergeseran filamen pada kontraksi otot (Helmi, 2012).

Keterangan gambar 2.3 :


1. Sarkolema
2. Mitokondria
3. Miofibril
4. Diskus Z
5. Zona H
6. Filamen tebal (miosin)
7. Filamen elastik (aktin)
8. Filamen tipis (aktin)
9. Pita gelap I
10. Pita gelap A
14

3. Biomekanika sendi siku (elbow joint)

Sendi siku terdiri dari art.humeroulnar, art.humeroradial dan

art.radioulnar proximal. Art.humeroulnar yang berbentuk hinge joint, merupakan

sendi utama untuk gerakan fleksi dan ekstensi. Sedangkan art.humeroradial yang

berbentuk ball and socket, juga ikut bergerak saat fleksi dan ekstensi, tapi

utamanya untuk bergerak pronasi dan supinasi. Art.radioulnar proximal yang

berbentuk uniaxial pivot joint, membantu dalam gerakan pronasi dan supinasi

(Kisner,1996).

Derajat lingkup gerak sendi fleksi normal pada sendi siku berkisar antara

1400-1460. Dan derajat lingkup gerak sendi ekstensi normal biasanya 100-150 pada

orang dewasa yang diukur dengan siku ekstensi penuh dan lengan bawah supinasi

penuh (Zuckerman and Matsen, 1989).

4. Etiologi

Tennis elbow umumnya dikenali setelah adanya trauma kecil dan sering

tidak terdeteksi pada otot-otot ekstensor dari lengan bawah (Buchbinder et al,

2007). Etiologi tennis elbow antara lain : (1) usia, (2) gerakan yang kuat dan

berulang-ulang, (3) cara bekerja yang buruk, (4) posisi anatomi tendon ekstensor

carpi radialis brevis yang langsung berhimpitan dengan aspek lateral capitulum,

(5) kekuatan otot saat menggenggam yang tidak optimal, (6) peralatan yang tidak

sesuai (Donatelli and Red, 1991)


15

5. Patofisiologi

Selain akibat cedera yang berulang, tennis elbow juga dapat terjadi karena

trauma langsung. Tennis elbow mungkin mengakibatkan sobekan kecil,

metaplasia fibrokartilaginaous, pengapuran mikroskopik, dan reaksi vaskular yang

nyeri pada serabut tendon yang dekat dengan epikondilus lateral (Helmi, 2012).

Epikondilus lateralis humeri merupakan origo dari otot-otot ekstensor

tangan, sehingga bila otot-otot ekstensor tangan melakukan aktivitas yang kuat

dan berkepanjangan, terutama bagi orang-orang yang kurang terlatih, dapat

mengalami perobekan pada daerah origo atau myofacial yang ada didekat origo

tersebut. Tennis elbow sering timbul saat melakukan ekstensi pergelangan tangan

yang kuat dengan tangan dalam keadaan pronasi, misalnya saat pemain tennis

melakukan back hand dengan siku menghadap net atau pada ibu rumah tangga

yang sedang memeras cucian dengan kedua tangan dalam keadaan pronasi. Sering

timbul juga saat melakukan supinasi pergelangan tangan dengan melawan

tahanan, misalnya saat mengencangkan sekrup dengan gerakan searah jarum jam

(Hudaya, 2002).

6. Tanda dan gejala klinis

Tanda dan gejala klinis pada tennis elbow antara lain : (1) timbul rasa nyeri

secara spontan pada epikondilus lateralis humeri yang sangat hebat yang dapat

menyebar kebagian lateral lengan atas dan lengan bawah, (2) terdapat nyeri tekan

pada epikondilus lateralis humeri, (3) adanya sedikit pembengkakan pada

epikondilus lateralis humeri, (4) adanya nyeri gerak isometrik pada epikondilus
16

lateralis humeri, (5) rasa nyeri bertambah saat pasien mengekstensikan siku

dengan pergelangan tangan dalam keadaan pronasi dorsifleksi, (6) nyeri juga

dirasakan bertambah saat pasien melakukan dorsifleksi tangan dengan adanya

tahanan dari pemeriksa, sementara lengan bawahnya diletakkan di atas meja

dalam keadaan pronasi, (7) pemeriksaan darah tidak ditemukan kelainan, dan (8)

pemeriksaan radiologis biasanya normal, kadang dapat terlihat bayangan tulang

baru yang kecil di daerah yang nyeri tekan (Hudaya, 2002).

7. Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding dari tennis elbow antara lain :

a. Sindrom radial tunnel

Penyakit ini ditandai oleh adanya nyeri dan kelemahan pada sisi lateral siku

setelah pasien melakukan aktivitas berupa ekstensi, pronasi lengan bawah dan

pergelangan tangan dalam keadaan palmar fleksi. Gejalanya sangat mirip dengan

tennis elbow, hanya saja nyeri pada sindrom radial tunnel adalah nyeri tumpul

pada posterolateral dari lengan bawah sekitar 4 jari kearah distal epikondilus

lateralis, dimana kadang menyebar kesisi dorsal pergelangan tangan (Pecina and

Bojanic, 2004).

b. Bursitis olekranon

Pada bursitis olekranon kadang siku tampak membesar sebagai akibat dari

tekanan, gesekan, dan riwayat rematik. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan

adanya efusi sendi siku dan eritema pada kulit daerah siku, pada tennis elbow

tidak ditemukan tanda eritema. Pada bursitis olekranon, nyeri dapat timbul ketika
17

dilakukan penekanan pada olekranon sedangkan pada epikondilus lateral, nyeri

timbul saat dilakukan penekanan pada epikondilus lateral (Appley, 1995).

c. Corpus liberum

Corpus liberum intraartikuler dapat disebabkan oleh ostheochondritis

dissecans, osteochondromatosis synovials, trauma dan arhtrosis. Tanda dan gejala

corpus liberum biasanya nyeri kejut dan menusuk, kadang sendi seperti terkunci

dan dapat hilang sesudah digerakkan beberapa kali. Sedangkan pada tennis elbow

nyeri bersifat tumpul dan menyebar. Saat dilakukan pemeriksaan gerak terdapat

rasa sakit saat ekstensi pergelangan tangan dengan adanya tahanan (Wolf and

Mens, 1990).

d. Kelainan –kelainan didaerah leher

Yang membedakan dengan tennis elbow adalah jika telah dilakukan

pemeriksaan fungsi gerak siku dan tidak terdapat suatu kelainan, maka

kemungkinan kelainan diakibatkan karena gangguan pada level C6. Gangguan-

gangguan pada level C6 dapat mengakibatkan rasa sakit di siku bagian lateral

(Wolf and Mens, 1990).

8. Prognosis

Angka kesembuhan pasien dari penyakit ini cukup tinggi. Sebanyak 47 %

berhasil pulih dengan tindakan fisioterapi dengan jangka waktu sekitar 6 minggu.

Meskipun begitu, tennis elbow memiliki potensi menjadi masalah kronik terutama

jika tidak tertangani dengan baik. Untuk menurunkan resiko kronik, maka pasien

dianjurkan menjalani terapi secara rutin (Pecina and Bojanic, 2004).


18

B. Problematika Fisioterapi

Problematika yang muncul dari tennis elbow antara lain :

1. Impairment

Pada tingkat impairment, problematika yang muncul antara lain:

a. Primary problem berupa adanya nyeri pada sendi siku dan terkadang

menyebar sampai ke lengan atas dan lengan bawah (Hudaya, 2002).

Nyeri disebabkan karena aktivitas yang sangat kuat dan berkepanjangan

sehingga merusak jaringan. Adanya stimuli noksius akan melepaskan zat-zat

kimiawi endogen yang selanjutnya akan mentranduksi stimuli ini menjadi impuls

nyeri melalui mekanisme yang belum diketahui dengan pasti. Ada 3 tipe kimiawi

endogen untuk nyeri, seperti bradikinin, histamine dan prostaglandin. Pelepasan

substansi P dan neuropeptida secara berlebihan akan membantu terjadinya efek

inflamasi di jaringan yang dapat menjadi kontributor terjadinya nyeri kronik

(Parjoto, 2006). Sebagian besar pasien tidak mengeluhkan nyeri terus-menerus.

Kebanyakan pasien mengeluhkan nyeri bila jaringan atau organ yang rusak

mendapat stimulus, misalnya: sendi yang sakit semakin hebat bila digerakkan.

b. Adanya keterbatasan gerak pada lengan.

Keterbatasan gerak pada lengan timbul karena adanya rasa nyeri, sehingga

pasien tidak ingin bergerak dan beraktivitas. Keadaan ini dapat menyebabkan

perlengketan jaringan dan keterbatasan lingkup gerak sendi.


19

c. Penurunan kekuatan otot-otot ekstensor lengan

Apabila tennis elbow sudah berlangsung kronik, dapat terjadi penurunan

kekuatan otot-otot ekstensor lengan. Ini disebabkan karena otot ekstensor lengan

jarang digerakkan. Penurunan kekuatan otot terjadi karena adanya disuse otot atau

penurunan gerakan. Kontraksi ATP terurai menjadi ADP dan melepaskan energi

yang digunakan untuk mengikatkan aktin dan miosin. Padahal untuk terjadi suatu

gerakan memerlukan sumber energi utama berupa ATP, sedangkan bila ATP dan

ADP dalam keadaan habis maka otot tidak mampu berkontraksi. Untuk dapat

berkontraksi kembali maka ATP harus dibentuk lagi agar otot mendapat sumber

energi (Helmi, 2012).

2. Functional limitation

Dilihat dari impairmentnya, maka penderita merasakan ketidaknyamanan

dan mengalami gangguan dalam aktivitas fungsional lengan seperti membawa

segelas kopi, menuangkan teh, berjabat tangan, memutar pegangan pintu yang

berat, menggunakan obeng, mengangkat sesuatu dengan tangan pada posisi

pronasi dan lain-lain (Helmi, 2012).

3. Participation restriction

Merupakan permasalahan yang dihadapi seseorang dalam berinteraksi dan

melakukan aktivitas fungsional dengan masyarakat. Pada kasus tennis elbow tidak

mengalami permasalahan pada participation restriction. Hanya sebatas pada

impairment dan functional limitation


20

C. Teknologi Intervensi

1. Ultrasound

Ultrasound therapy adalah suatu terapi menggunakan gelombang suara

dengan frekuensi lebih dari 20000 Hz. Bunyi ini tidak dapat didengar oleh

manusia tetapi dapat berguna dalam bidang kesehatan antara lain untuk terapi

pada frekuensi 0,7-3,3 MHz (Sujatno, dkk, 2002) .

a. Mesin ultrasound

Mesin ultrasound terdiri dari dua sirkuit, yaitu primer dan sekunder. Sirkuit

primer merupakan sebuah generator yang menghasilkan arus bolak balik

berfrekuensi tinggi. Sirkuit primer ini akan dihubungkan dengan bahan piezo-

electric yang terdapat di dalam treatment head, yang disebut sirkuit sekunder.

Frekuensi dari sirkuit sekunder harus sama dengan sirkuit primer. Frekuensi dari

sirkuir sekunder ditentukan oleh ketebalan dari bahan piezo-electric sehingga

ketebalan dari bahan piezo-electric harus disesuaikan dengan frekuensi sirkuit

primer yang sekaligus menentukan frekuensi dari mesin ultrasound tersebut.

Dalam tranduser terdapat pula apa yang disebut area radiasi efektif (ERA atau

Effecting Radiation Area). ERA adalah merupakan suatu data yang penting untuk

menentukan dosis terapi oleh karena itu ERA harus selalu diukur dan dilaporkan

(Sujatno, dkk, 2002).

1) Penyebaran gelombang ultrasound

Penyebaran gelombang ultrasound didalam tubuh manusia timbul karena

adanya dua fenomena yaitu adanya refleksi dan divergensi pada area divergen.
21

Penyebaran gelombang ultrasound dapat menimbulkan efek pada jaringan lain

diluar daerah pancaran bundle ultrasound akibat adanya pantulan/refleksi dari

media-media yang kuat daya refleksinya seperti metal, udara, dan jaringan tulang

(Sujatno, dkk, 2002).

2) Penyerapan dan penetrasi pada gelombang ultrasound

Jika energi ultrasound masuk kedalam jaringan tubuh maka efek pertama

yang diharapkan adalah efek biologis. Karena adanya penyerapan energi

ultrasound tersebut, semakin dalam gelombang ultrasound masuk kedalam tubuh

maka intensitasnya akan semakin berkurang dan penetrasi yang dapat dicapai juga

berkurang (Sujatno, dkk, 2002).

Penetrasi terdalam gelombang ultrasound pada jaringan tubuh dimana efek

terapeutik masih bisa diharapkan dinyatakan dengan istilah penetration depth (P).

Pada penetration depth intensitas ultrasound yang diberikan masih tersisa 10%

(Sujatno, dkk, 2002).

3) Bentuk gelombang

Bentuk gelombang dari ultrasound antara lain: (a) Continous yaitu

gelombang yang dihantarkan secara terus - menerus (b) Pulsed yaitu gelombang

yang terputus, dengan bentuk pulsa dan lamanya ditentukan oleh karakteristik

mesin yang digunakan (Sujatno, dkk, 2002).

4) Media penghantar

Media penghantar diantara tranduser dan permukaan tubuh sifatnya mutlak

agar energi ultrasound dapat masuk kedalam tubuh. Media penghantar yang baik

harus memenuhi kriteria yaitu bersih dan steril pada keadaan tertentu, tidak terlalu
22

cair (kecuali metode sub aqual), tidak cepat terserap kulit, tidak menyebabkan

flek-flek, tidak menimbulkan iritasi kulit, mudah menghantarkan ultrasonic,

transparan, dan murah (Sujatno, dkk, 2002).

b. Efek dari ultrasound

1) Efek panas/thermal

Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai frekuensi gelombang yang

dipakai, intensitas dan lama pengobatan. Jaringan yang paling besar mengabsorbsi

panas adalah jaringan dengan komposisi kolagen tinggi. Efek thermal akan

memberikan pengaruh yaitu memperlancar proses metabolisme, mengurangi nyeri

dan muscle spasme, meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan ekstensibilitas

jaringan lunak (Cameron, 1999).

2) Efek non-thermal

Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik/non-

thermal. Gelombang ultrasound menimbulkan adanya peregangan dan perapatan

didalam jaringan dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi dari ultrasound.

Efek mekanik ini juga disebut dengan micro massage. Selain micro massage

dihasilkan pula efek micro streaming. Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu

menggerakan cairan disekitar sel dan tissue fibers sehingga meningkatkan

permeabilitas jaringan dan meningkatkan metabolisme (Low, 2000).


23

c. Teknik aplikasi

1) Kontak langsung

Tranduser menempel langsung pada area yang diterapi dengan media

penghantar (coupling media). Tujuan coupling media adalah untuk

memaksimalkan jumlah gelombang ultrasonic yang masuk ke tubuh.

2) Kontak tidak langsung

a) Under water (menggunakan media air)

b) Water pillow (menggunakan kantong plastik/karet mengandung air)

d. Indikasi dan kontraindikasi ultrasound

Indikasi pemberian ultrasound yaitu pada kondisi sebagai berikut: (1)

gangguan pada jaringan tulang sendi dan otot, (2) keadaaan postraumatik seperti

contusio, distorsi, luxation, dan fraktur, (3) rheumatoid arthritis stadium tidak

aktif, (4) kelainan atau penyakit pada sirkulasi darah, (5) penyakit-penyakit pada

organ dalam, (6) penyakit/kelainan pada kulit, (7) jaringan parut karena trauma

atau operasi, (8) Dupuytren Contracture, dan (9) luka terbuka (Sujatno, dkk,

2002).

Sedangkan kontra indikasi ultrasound yaitu (1) penggunaan ultrasound

pada daerah mata, jantung, uterus pada wanita hamil, epiphyseal plate, dan testis,

(2) hilangnya sensibilitas, (3) post laminectomy, (4) DM, (5) septis-inflamations,

(6) tumor, (7) post traumatik, (8) tromboplebitis dan varises, dan (9)

endorprothese (Sujatno, dkk, 2002).


24

e. Dosis

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan dosis dengan

penggunaan dosis antara lain :

1) Frekuensi

Frekuensi terapi tergantung pada kondisi pasien, frekuensi 3 Mhz untuk

jaringan superfisial dengan kedalaman 1-2 cm dan frekuensi 1 Mhz untuk jaringan

dengan kedalaman lebih dari 5 cm (Cameron, 1999).

2) Intensitas

Intensitas dapat dibagi menjadi 3 yaitu 1,2-3 W/cm2 (kuat), 0,3-1,2 W/cm2

(sedang), <0,3 W/cm2 (rendah) (Sujatno, 2002).

3) Duty cycle

Duty cycle tergantung kondisi pasien. Duty cycle 100% atau arus

continuous digunakan untuk mendapat efek thermal dari US. Duty cycle 20 %

yang biasa digunakan sebagai arus pulsed US dipakai untuk mendapat efek non-

thermal dari US (Cameron, 1999).

4) Lama terapi

Lama terapi tergantung pada luas ERA dan area yang akan diterapi,

misalnya dalam terapi menggunakan ERA dengan luas 5 cm2 dan luas area terapi

25 cm2 maka lama waktu terapi adalah 5 menit (diperoleh dari luas area terapi

dibagi luas ERA). Seringkali yang dipakai sebagai acuan untuk tennis elbow tipe

1 dan 2 adalah 5 menit, tipe 3 selama 8 menit dan tipe 4 selama 12 menit (Nonius,

2009).
25

2. Terapi Latihan

Terapi Latihan adalah gerakan tubuh untuk memperbaiki impairment,

meningkatkan kemampuan fungsional, mengurangi faktor resiko,

mengoptimalkan kesehatan secara menyeluruh dan meningkatkan kebugaran

(Bandy and Sanders, 2008). Dalam kasus tennis elbow terapi latihan yang

diberikan berupa stretching dan strengthening otot-otot lengan bawah.

Stretching yaitu meregangkan suatu jaringan yang mengalami perlengketan

atau pemendekan, selain itu stretching juga bertujuan untuk menambah LGS dan

meningkatkan fleksibilitas otot (Kisner, 1996). Stretching disini lebih digunakan

untuk memelihara LGS dan meningkatkan fleksibilitas jaringan disekitar sendi

siku.

Strengthening yaitu merupakan latihan yang dilakukan dengan memberikan

tahanan dari luar terhadap kerja otot yang membentuk suatu gerakan. Tahanan

dari luar tersebut bisa berasal dari tahanan normal maupun mekanik (Kisner,

1996). Apabila otot itu berkontraksi dengan melawan suatu tahanan, maka

ketegangan dalam otot itu akan naik. Karena ketegangan otot bertambah (bila

melawan suatu tahanan) maka untuk memperkuat otot-otot lengan menggunakan

tahanan. Tahanan yang diberikan bisa menggunakan tahanan manual, kantong

pasir, per dan karet. Efek penggunaan latihan strengthening adalah (1) menambah

kekuatan dan daya tahan otot (2) memperbaiki ketidakseimbangan otot (3)

mengembangkan koordinasi gerakan (4) memperbaiki kemampuan fungsional dan

(5) memperbaiki kondisi umum pasien.

Anda mungkin juga menyukai