Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mata kuliah ini membahas tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pada sistem neuro atau sistem saraf, meliputi review anatomi fisiolofi sistem saraf,
konsep dasar penyakit pada sistem saraf, serta konsep dasar dan pemberian asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan sistem saraf. Metode pembelajaran dilakukan
dengan metode ceramah, diskusi,dan praktikum.
Sekarang ini penyakit pikun atu Alzheimer pada lansia angka sangat sering terjadi. Dan
kebutuhan dasar manusia pada lansia pun juga harus dipenuhi. masalah inilah yang menjadi
dasar perlunya perawatann pada pasien Alzheimer. Perawat untuk melakukan asuhan
keparawatan pada pasien Alzheimer tentunya harus mengetahui teori-teori yang berkaitaan.
Agar nantinya pada saat melakukan asuhan keperawatan tidak tejadi kesalahan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian

Dementia adalah sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya kemampuan


intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan mengingat, penilaian, dan
pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan tingkah laku, tetapi tidak disebabkan oleh
kesadaran yang berkabut, depresi atau gangguan fungsional mental lainnya. Alzheimer
merupakan penyakit dementia primer yang tersering.
Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneraif dan progresif pada
otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori,
berfikir, dan tingkah laku (Price dan Wilson, 2006).

B. Etiologi
Penyebab penyakit Alzheimer yang pasti pada saat ini belum diketahui. Sedangkan, Usia
dan riwayat keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti untuk penyakit Alzheimer. Bila
anggota keluarga ada yang menderita penyakit ini, maka diklasifikasikan sebagai familiar
atau Alzheimer Disease Familial (FAD). Penyakit Alzheimer yang timbul tanpa diketahui ada
riwayat familiarnya disebut sporadic atau Alzheimer Disease Sporadic (ADS). AD juga
digambarkan sebagai:
1. awitan dini (gejala pertama muncul sebelum usia 65 tahun, yaitu dalam
kisaran 30-60 tahun) :
AD awitan dini ini jarang terjadi yaitu angka kejadiannya sekitar 5% sampai
10%. AD awitan dini ini cenderung terjadi dalam keluarga, yang dipercayai
sebagai penyebab sebenarnya adalah karena adanya mutasi gen yang diwasirkan
secara autosomal.
Sejauh ini, tiga gen awitan dini mutasi penyebab AD telah diidentifikasi pada
tiga kromosom yang berbeda yaitu : kromosom nomer 21, 14, dan 1.

2. awitan lambat (gejala pertama muncul pada usia lebih dari 65 tahun).
Para ahli mengemukakan bahwa lebih dari satu gen yang terlibat dalam
meningkatkan risiko seseorang untuk terkena AD awitan lambat.

Penyakit Alzheimer dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:


a) Faktor genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini
diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis
pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita
demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal.
Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial
early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal
log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus
pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome
mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat
neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan marker
kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan
histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit
alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah
monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa
faktor genetik berperan dalam penyaki alzheimer. Pada sporadik non
familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus
kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor
lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.

Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang
dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi
virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik
dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga
berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan
antara lain:
1) manifestasi klinik yang sama
2) Tidak adanya respon imun yang spesifik
3) Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
4) Timbulnya gejala mioklonus
5) Adanya gambaran spongioform
2.3.3 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor
lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan
neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT)
dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti,
apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal
yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan
merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa
asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat
sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan
metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
2.3.4 Faktor imunologis
60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan
albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
Terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita
tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada
wanita muda karena peranan faktor immunitas.
2.3.5 Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma
kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada
otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
2.3.6 Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai peranan yang
sangat penting seperti:
1) Asetilkolin
Penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter dengan cara biopsi sterotaktik dan
otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil
transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin.
Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks
frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter
asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya
pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan
cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin pada orang normal, akan
menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa
kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer.
2) Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada jaringan otak
penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat
yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal
noradrenergik. Hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan
adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Konsentrasi noradrenalin menurun
baik pada post dan ante-mortem penderita alzheimer.
3) Dopamin
Pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya
gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih
kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi regio hipothalamus
setia penelitian berbeda-beda.
4) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acid pada
biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis
dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan
maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus
berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan
hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.
5) MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal
MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan
sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada
penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais
sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus basalis dari
meynert.
2.4 Tanda dan Gejala
Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama
atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali menutup-nutupi hal itu dan
meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
biasanya akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka yang mulai khawatir akan
penurunan daya ingat. Mereka awalnya belum mencurigai adanya problem besar di balik
kepikunan yang dialami pasien, tetapi kemudian tersadar bahwa kondisinya sudah parah.
Gejala klinis pada penyakit Alzheimer dapat terlihat sebagai berikut :
2.4.1 Kehilangan daya ingat/memori
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah
tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga
lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
2.4.2 Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan
makanan.
2.4.3 Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi
penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata
dengan kata yang tidak biasa.
2.4.4 Disorientasi waktu dan tempat.
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita Alzheimer
dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu
bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.
2.4.5 Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau
sebaliknya.
2.4.6 Salah menempatkan barang.
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita
Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada
kotak gula.
2.4.7 Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat
berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima.
2.4.8 Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga,
mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori
menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
2.4.9 Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan minat
pada hobi yang selama ini ditekuninya.
Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahanlahan, sehingga pasien dan
keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai muncul. Terdapat
beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer yaitu:
a. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
Memori : ingatan terganggu
Kepribadian : ketidakpedulian, lekas marah sesekali
Motor sistem : normal
EEG : normal
CT/MRI : normal
PET : hipometabolisme posterior bilateral
b. Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)
Memori : ingatan terakhir sangat terganggu
Kepribadian : ketidakpedulian, lekas marah sesekali
Motor sistem : gelisah, mondar-mandir
EEG : latar belakang irama lambat
CT/MRI : normal
PET : hipometabolisme frontal dan parietal bilateral
c. Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)
Fungsi intelektual : sangat memburuk
Motor sistem : anggota tubuh kaku dan postur fleksi
EEG : difus lambat
PET : hipometabolisme frontal dan parietal bilateral

2.5 Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit
Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi)
dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar,
protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada
korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada penyakit Alzheimer melibatkan kerusakan berat
neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia
pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada
AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan
sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam Sistem Saraf Pusat, protein tau sebagian
besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus
dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi
fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga
tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal terpuntir
masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan
kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak
berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan
berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk
dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen
protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal
yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen –
fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi
gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang
akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan
diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta
menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan
menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron
terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada
AD. Secara neurokimia kelainan pada otak

2.6 Komplikasi dan Prognosis


Dari pemeriksaan klinis 42 penderita probable alzheimer menunjukkan bahwa nilai
prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu:
1. Derajat beratnya penyakit;
2. Variabilitas gambaran klinis;
3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin.
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling mempengaruhi
prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer mempunyai angka harapan
hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi
sekunder.

2.7 Pengobatan
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C,
dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.

2.7.1 Inhibitor kolinesterase


Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian
obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung.
Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk
penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer.
2.7.2 Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin
pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal
ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida
dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap
fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
2.73 Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi
dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita
alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
2.7.4 Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2
reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil
yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
2.7.5 Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki
gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti
depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari).
2.7.6 Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan
enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan
aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral
selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat
progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

2.8 Pencegahan
Penyakit alzheimer dapat dicegah sejak dini dengan mengosumsi kunyit secara rutin. Kunyit
merupakan herbal penguat daya ingat (anti-alzheimer), salah satu tanaman obat yang
berpeluang sebagai pengganti pengobatan kimiawi yang dapat memperlambat datangnya
penyakit pikun. Penyakit alzheimer merupakan sejenis penyakit pikun yang umum terjadi
pada manusia usia lanjut, secara alamiah pikun biasa terjadi karena penurunan kondisi fisik
otak. Zat dalam kunyit yang berperan untuk ini adalan curcumin, dimana akan mampu
memepertahankan kualitas otak hingga usia lanjut. Namun konsumsi kunyit yang terlalu
berlebihan juga akan mampu memicu sakit perut, gangguan hati serta ginjal. Jadi, kunyit ini
dikonsumsi dalam jumlah sedang secara rutin untuk mendapatkan efek terapi yang
diinginkan.
Cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya
berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan
buah segar karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang
akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca
dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk
pencegahan penyakit alzheimer.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
2.9.1 CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan
volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
CT Scan dilakukan untuk Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya
selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan
pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik
pada penyakit ini. Dan mengetahui adanya Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran
ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental.
MRI dilakukan untuk menhgetahui peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan
periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan
predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga
terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta
pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. MRI lebih sensitif untuk membedakan
demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran
(atropi) dari hipokampus.

2.9.2 EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas


bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang
lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
2.9.3 PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan, penuruan aliran darah, metabolisme O2,
glukosa didaerah serebral.
2.9.4 SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

BAB 3. PATHWAYS

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
I. Identitas Klien:
Sumber informasi : Keluaga
Tempat/tanggal lahir : isi sesuai dengan identitas pasien
Umur : paling sering terjadi pada usia >60 tahun
Agama : isi sesuai dengan identitas pasien
Jenis kelamin : kebanyakan terjadi pada wanita
Pekerjaan :kebanyakan yang kontak dengan aluminium, merkuri
Bahasa yang dimengerti : isi sesuai dengan identitas pasien
Diagnosa medis : Alzheimer

II. Riwayat Penyakit


1. Keluhan Utama:
Biasanya pasien datang ke rumah sakit sudah karena adanya komplikasi
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluarga atau orang terdekat melaporkan bahwa pasien memperlihatkan penurunan daya
ingat ringan, tidak tertarik pada lingkungan, kurangnya perhatian
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama
atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali menutup-nutupi hal itu dan
meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
biasanya akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka yang mulai khawatir akan
penurunan daya ingat
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Penyebab penyakit Alzheimer ditemukan memiliki hubungan genetik yang jelas.Diperkirakan
10-30 % klien Alzheimer menunjukkan tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai
penyakit Alzheimer familiar (FAD)
Genogram:

alzheimer

alzheimer

III. Pengkajian Saat Ini (Pola Fungsional Kesehatan):


1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
Gejala : Perlu bantuan/tergntung pada orang lain
Tanda :
a. Tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan
pembersihan buruk.
b. Lupa untuk pergi ke kamar mandi, lupa langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk
buang air atau tidak dapat menemukan kamar mandi.
c. Kurang berminat atau lupa tentang waktu makan; ketergantungan pada orang lain untuk
memasak makanan dan menyiapkannya di meja, makan dan menggunakan alat makan.
2. Pola nutrisi/metabolik
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia (merupakan faktor predisposisi). Perubahan dalam
pengecapan, napsu makan, mengingkari terhadap rasa lapar/kebutuhan untuk makan.
Kehilangan berat badan
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk mengunyah. Menghindari atau menolak makan
(mungkin mencoba menyembunyikan keterampilan). Tampak semakin kurus (tahap lanjut)
3. Pola eliminasi
Gejala : dorongan berkemih (dapat mengindikasikan kehilangan tonus otot)
Tanda : Inkontinensia urine/feses; cenderung kostipasi/impaksi dengan diare.
4. Pola aktivitas dan latihan
Pada siang hari penderita diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk berpartisipasi dalam
aktivitas olah raga, karena pola aktivitas dan istirahat yang teratur akan memperbaiki tidur
malam.
5. Pola tidur dan istirahat
Gejala : merasa lelah
Tanda : siang malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur. Letargi: penurunan
minat/perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan
kembali apa yang dibaca/mengikuti acara program televisi
6. Pola persepsi-kognisi
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutam perubahan kognitif, dan atau
gambaran yang kabur, diare, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. Adanya keluhan dalam
penurunan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang baru berlalu, penurunan tingkah
laku.
Tanda : Kerusakan komunikasi: afasia dan disfasia; kesuliatan dalam menemukan kata-kata
yang benar ( terutam kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan subtansi
kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
7. Pola persepsi diri-konsep diri
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi atau orang khayalan.
Tanda :
a. menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan
kewajiban mungkin juga tangan membuka buku tanpa membacanya ).
b. Duduk dan menonton yang lain
c. Aktivitas utama mungkin menumpuk benda tidak bergerak, gerakan berulang ( melipat-
membuka liputan-melipat kembali kain ), menyembunyikan barang-barang, atau berjalan-
jalan.
d. Emosi labil : mudah menangis, tertawa tidak pada tempatnya; perubahan alam perasaan
(apatis, letargi, gelisah, lapang pandang sempit, peka rangsang); marah yang tiba-tiba
diungkapkan (reaksi katastrofik);depresif yang kuat delusi; paranoia lengket pada orang.
8. Pola seksualitas-reproduksi
Gejala : Kelainan seksual dalam keadaan kebingungan dan kesepian
Tanda : dapat merasakan kenyamanan dan kepuasan dengan bunyi dengkur berirama,
basahnya lidah hewan peliharaan. Penyakit alzheimer tidak menghilangkan kebutuhan akan
keintiman.
9. Pola peran hubungan
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan, Faktor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan
individu yang muncul mengubah pola tingkah laku.
Tanda : kehilangan kontrol sosial, perilaku tidak tepat.
10. Pola manajemen koping-stress
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius (mungkin menjadi faktor
prediosposisi/faktor akselerasi), Trauma kecelakaan (jatuh, luka bakar, dan sebagainya)
Tanda : Ekimosis, laserasi. Rasa bermusuhan atau menyerang orang lain.
11. Sistem nilai dan keyakinan
Gejala : kepikunan atau kemunduran dalam berfikir merupakan hal yang wajar yang dialami
oleh mereka yang memasuki usia lanjut.
Tanda : membiarkan orang lanjut usia dengan keadan demikian (pikun)
IV. Pemeriksaan Fisik:
Per sistem dan terarah (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain)
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien
1. Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan
proses senilisme.Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi,hipotensi,dan
penurunan frekuensi pernapasan.
a. B1 (Breathing)
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya
fungsi pembersihan saluran nafas.
1) Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
2) Palpasi, taktil premitus seimbang kanan dan kiri
3) Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
4) Auskultasi, bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
b. B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada
pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
c. B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan
pengkajian pada sistem lainnya.
1) Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran: Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga
bergantung pada perubahan status kognitif klien.
3) Pengkajian fungsi serebral: Status mental : biasanya status mental klien mengalami
perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan
penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
4) Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
a) Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
b) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan
usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan
c) Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
d) Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
f) Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta
penurunan aliran darah regional
g) Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif
h) Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan
indera pengecapan normal
5) Pengkajian sistem Motorik
a) Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada
fungsi motorik secara umum.
b) Tonus Otot. Didapatkan meningkat. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan
mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien
dengan metode pemeriksaan.
c) Pengkajian Refleks. Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan
refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan
berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya
keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering
jatuh.
6) Pengkajian Sistem sensorik.
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap
sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati
perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
d. B4 (Bladder)
Beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya.Penurunan refleks kandung kemih
yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan
e. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif konstipasi
f. B6 (Bone)
Kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan umum dan penurunan status kognitif
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari

4.2 Diagnosa

4.2.1 risiko cidera berhubungan dengan Resiko kelemahan, ketidakmampuan untuk


mengenali/ mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
4.2.2 Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan sensori, mudah lupa
4.2.3 Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible
4.2.4 Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah
tersinggung, kurang percaya diri)
4.2.5 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun,
disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
4.2.6 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan
masalah, perubahan intelektual
4.2.7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.

4.3 Perencanaan
NO Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 risiko cidera berhubungan dengan Resiko kelemahan, ketidakmampuan untuk mengenali/
mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
Pasien tidak mengalami trauma Keluarga mengenali resiko potensial di lingkungan dan
mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya. 1. Kaji derajat kemampuan
munculnya tingkah laku yang membahayakan
2. Hilangkan atau minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan
3. Alihkan perhatian pasien ketika perilaku teragitasi atau berbahaya

4. Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik atau kebutuhan individu

5. Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat ,misalnya seperti tanda hipotensi
ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal.
6. Hindari penggunan restrain secara terus menerus.
7. Berikan kesempatan orang terdekat tinggal bersama pasien selama periode agitasi
akut 1. Mengidentifikasi risiko potensial di lingkungan yang membahayakan

2. bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan yang dasar

3. Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan


perilaku/meningkatkan risiko terjadinya trauma.
4. Perlambatan proses metabolism secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh.
Hipotalamus dipengaruhi oleh proses penyakit yang menyebabkan seseorang merasa
kedinginan.
5. Pasien mungkin tidak melaporkan tanda/gejala dan obat dapat dengan
mudah menimbulkan kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat mungkin
diperlukan untuk mengurangi gangguan.
6. Membahayan individu untuk melepaskan restrain tersebut secara parsial.
7. Dapat meningkatkan agitasi dan timbul resiko fraktur pada pasien lansia (berhubungan
dengan penurunan kalsium tulang)
2 Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan sensori, mudah lupa Pasien diharapkan tidak terjadi perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan 1. Klien mendapat diet nutrisi yang seimbang
2. Mempertahankan/ mendapat kembali BB yang sesuai
3. Klien dapat mengubah pola asupan yang benar 1. Kaji pengetahuan klien/keluarga
mengenai kebutuhan makan
2. Usahakan/ berikan bantuan dalam memilih menu
3. Berikan makanan kecil setiap jam sesuai kebutuhan
4. Hindari makanan yang terlalu panas 1. Identifikasi kebutuhan untuk membantu
perencanaan pendidikan

2. Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi

3. Makan makanan kecil meningkatkan masukan yang sesuai

4. Makan panas mengakibatkan mulut terbakar atau menolak untuk makan

3 Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible gangguan


proses pikir pasien tidak bertambah buruk Klien mampu mengenali perubahan dalam
berpikir / tingkah laku dan factor-faktor penyebab jika memungkinkan
1. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang, tempat
waktu, rentang perhatian dan kemampuan berpikir
2. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
3. Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang
4. Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien
5. Gunakan kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi
sederhana. Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan.
1. Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan datang dan mempengaruhi
pilihan terhadap intervensi.

2. Keramaian biasanya merupakan sensori yang berlebihan yang meningkatkan gangguan


neuron
3. Pendekatan yang terburu-buru dapat mengancam pasien bingung yang mengalami
kesalahan persepsi.
4. Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
5. Sesuai dengan berkembangnya penyakit, pusat komunikasi dalam otak mungkin saja
terganggu.

4 Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah
tersinggung, kurang percaya diri)
diharapkan klien mampu melakukan interaksi social klien mampu berinteraksi dengan
orang disekitarnya dengan baik 1. Beri individu hubungan suportif.
2. Bantu mengidentifikasi alternative tindakan.
3. Bantu menganalisis pendekatan yang berfungsi paling baik.
4. Bantu anggota keluarga dalam memahami dan memberi dukungan. 1. individu
terstimulasi untuk melakukan interaksi social.
2. klien mampu mengidentifikasi tindakan yang baik.
3. klien mampu melakukan interaksi dengan orang lain dengan baik.

4. Dukungan keluarga sangat membantu dalam melakukan interaksi social.


5 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun,
disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah) diharapkan klien tidak mengalami
hambatan komunikasi verbal dengan kriteria hasil Pasien mampu Membuat teknik/metode
komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan
berkomunikasi 1. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi.
2. Gunakan kertas dan pensil/bolpoint, gambar, atau papan tulis; bahasa isyarat, penjelas
arti dari komunikasi yang disampaikan.
1. Untuk menentukan tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi.
2. Untuk membantu proses berkomunikasi dengan klien, dan agar tidak terjadi
miskomunikasi.

6 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan


masalah, perubahan intelektual
Pasien diharapkan mampu melakukan koping individu menjadi efektif Pasien Mampu
menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan
yang sedang terjadi
1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
2. Dukung kemampuan koping

3. Beri dukungan psikologis secara menyeluruh


4. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya
semaksimal mungkin
5. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas
rehabilitasi 1. Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau
pemilihan intervensi

2. Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan


penyakit.
3. Klien Alzheimer sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa sendiri.
Klien dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya
mobilitas)
4. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri
serta mempengaruhi proses rehabilitasi.

5. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa
mendatang.

7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan


fisik Diharapkanpasien akan mendapat perilaku peningkatan pemenuhan perawatan
diri klien tampak bersih dan segar. 1. Identifikasi kesulitan berpakaian/perawatan diri,
seperti keterbatasan fisik; apatis/depresi atau temperatur ruangan.
2. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan
dengan perawatan rambut/kuku/kulit, bersihkan kacamata dan gosok gigi.
3. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan kemampuan ADL dalam skala 0 – 4.
4. Rencanakan tindakan untuk defisit motorik seperti tempatkan makanan dan peralatan di
dekat klien agar mampu sendiri mengambilnya.
5. Kaji kemampuan komnikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan urinal pispot.
Antarkan ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan.
6. Identifikasi kebiasaan BAB . anjurkan minum dan meningkatkan
aktivitas. 1. Memahami penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/ strategi

2. Sesuai dengan perkembangan penyakit, kebutuhan akan kebersihan dasar mungkin


dilupakan.

3. Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.

4. Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya.

5. Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah


pengososngan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.

6. Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi

4.4 Pelaksanaan dan Evaluasi


Pelaksanaan dapat dituliskan sesuai dengan intervensi yang ada. Dan memastikan
intevensi telah atau belum dilaksanakan. Evaluasi yang munkin perlu diperhatikan antara
lain:
1. Mempertahankan fungsi ingatan yang optimal
2. Memperlihatkan penurunan dalam perilaku yang bingung
3. Dapat bergerak bebas dan mandiri disekitar rumah
4. Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindung
5. Mengungkapkan perasaan ketenangan dan kepuasan diri
6. Menunjukan peningkatan kemempuan untuk memahami pesan
7. Menunjukkan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal
8. Dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari pada tingkat yang diperkirakan.
9. Mengunngkapkan kesadaran tentang maartabat dan otonomi
10. Tetapkan pola tidur dan istirahat pada jadwal teratur
11. Mengurangi perilaku melamun pada malam hari
12. Menetapkan pola aktivitas pada jadwal yang ditetapkan

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan
seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional
secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Menurut dr.
Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI), alzheimer timbul
akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron otak di area temporo-parietal dan frontalis.
Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-
sel otak. Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer.
Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya
ingat secara progresif. Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka
sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Cara pencegahan penyakit
alzheimer yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak
merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini
mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak
sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri
dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit
alzheimer.
5.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat mengerti,
memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit alzheimer yang pada akhirnya mampu
melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka insidensi penyakit alzheimer ini.
Selain itu, mahasiswa juga diharapkan lebih banyak menggali kembali informasi tentang hal
yang terkait dengan itu untuk mengetahui dan memperoleh informasi yang lebih dalam lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Albert, Marilynn. 2010. Keep Your Brain Young. Yogyakarta: MedPress.


Carpenito, L.J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Craft-Rosernberg, Martha dan Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan Definisi
dan klasifikasi. Yogyakarta: Digna Pustaka.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:
EGC
Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Pangkalan Ide. 2011. Health Secret of Tumeric (Kunyit). Jakarta: Alex Media Komputindo.
Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep klinis Proses-Proses
penyakit. Jakarta: EGC
Priharjo, Robert. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Potter, dan Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan konsep proses dan Praktik,
Vol. 2. Jakarta: EGC
Saunders, WB. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Sharon, Fish. 1994. Penyakit Alzheimer: Bagaimana Menjaga Diri Anda dan Orang yang
Anda Kaihi. Jakarta: Gunung Mulia.
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Yatim, Faisal. 2003. Pikun (Dimensia), Penyakit Alzheimer, dan Sejenisnya. Jakarta: Pustaka
Populer Obor.
Diposkan oleh Rima Dewi di 16.25

Anda mungkin juga menyukai