PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata kuliah ini membahas tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pada sistem neuro atau sistem saraf, meliputi review anatomi fisiolofi sistem saraf,
konsep dasar penyakit pada sistem saraf, serta konsep dasar dan pemberian asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan sistem saraf. Metode pembelajaran dilakukan
dengan metode ceramah, diskusi,dan praktikum.
Sekarang ini penyakit pikun atu Alzheimer pada lansia angka sangat sering terjadi. Dan
kebutuhan dasar manusia pada lansia pun juga harus dipenuhi. masalah inilah yang menjadi
dasar perlunya perawatann pada pasien Alzheimer. Perawat untuk melakukan asuhan
keparawatan pada pasien Alzheimer tentunya harus mengetahui teori-teori yang berkaitaan.
Agar nantinya pada saat melakukan asuhan keperawatan tidak tejadi kesalahan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
B. Etiologi
Penyebab penyakit Alzheimer yang pasti pada saat ini belum diketahui. Sedangkan, Usia
dan riwayat keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti untuk penyakit Alzheimer. Bila
anggota keluarga ada yang menderita penyakit ini, maka diklasifikasikan sebagai familiar
atau Alzheimer Disease Familial (FAD). Penyakit Alzheimer yang timbul tanpa diketahui ada
riwayat familiarnya disebut sporadic atau Alzheimer Disease Sporadic (ADS). AD juga
digambarkan sebagai:
1. awitan dini (gejala pertama muncul sebelum usia 65 tahun, yaitu dalam
kisaran 30-60 tahun) :
AD awitan dini ini jarang terjadi yaitu angka kejadiannya sekitar 5% sampai
10%. AD awitan dini ini cenderung terjadi dalam keluarga, yang dipercayai
sebagai penyebab sebenarnya adalah karena adanya mutasi gen yang diwasirkan
secara autosomal.
Sejauh ini, tiga gen awitan dini mutasi penyebab AD telah diidentifikasi pada
tiga kromosom yang berbeda yaitu : kromosom nomer 21, 14, dan 1.
2. awitan lambat (gejala pertama muncul pada usia lebih dari 65 tahun).
Para ahli mengemukakan bahwa lebih dari satu gen yang terlibat dalam
meningkatkan risiko seseorang untuk terkena AD awitan lambat.
Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang
dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi
virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik
dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga
berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan
antara lain:
1) manifestasi klinik yang sama
2) Tidak adanya respon imun yang spesifik
3) Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
4) Timbulnya gejala mioklonus
5) Adanya gambaran spongioform
2.3.3 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor
lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan
neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT)
dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti,
apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal
yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan
merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa
asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat
sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan
metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
2.3.4 Faktor imunologis
60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan
albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
Terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita
tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada
wanita muda karena peranan faktor immunitas.
2.3.5 Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma
kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada
otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
2.3.6 Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai peranan yang
sangat penting seperti:
1) Asetilkolin
Penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter dengan cara biopsi sterotaktik dan
otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil
transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin.
Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks
frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter
asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya
pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan
cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin pada orang normal, akan
menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa
kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer.
2) Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada jaringan otak
penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat
yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal
noradrenergik. Hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan
adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Konsentrasi noradrenalin menurun
baik pada post dan ante-mortem penderita alzheimer.
3) Dopamin
Pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya
gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih
kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi regio hipothalamus
setia penelitian berbeda-beda.
4) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acid pada
biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis
dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan
maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus
berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan
hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.
5) MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal
MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan
sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada
penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais
sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus basalis dari
meynert.
2.4 Tanda dan Gejala
Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama
atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali menutup-nutupi hal itu dan
meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
biasanya akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka yang mulai khawatir akan
penurunan daya ingat. Mereka awalnya belum mencurigai adanya problem besar di balik
kepikunan yang dialami pasien, tetapi kemudian tersadar bahwa kondisinya sudah parah.
Gejala klinis pada penyakit Alzheimer dapat terlihat sebagai berikut :
2.4.1 Kehilangan daya ingat/memori
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah
tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga
lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
2.4.2 Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan
makanan.
2.4.3 Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi
penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata
dengan kata yang tidak biasa.
2.4.4 Disorientasi waktu dan tempat.
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita Alzheimer
dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu
bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.
2.4.5 Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau
sebaliknya.
2.4.6 Salah menempatkan barang.
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita
Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada
kotak gula.
2.4.7 Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat
berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima.
2.4.8 Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga,
mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori
menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
2.4.9 Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan minat
pada hobi yang selama ini ditekuninya.
Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahanlahan, sehingga pasien dan
keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai muncul. Terdapat
beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer yaitu:
a. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
Memori : ingatan terganggu
Kepribadian : ketidakpedulian, lekas marah sesekali
Motor sistem : normal
EEG : normal
CT/MRI : normal
PET : hipometabolisme posterior bilateral
b. Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)
Memori : ingatan terakhir sangat terganggu
Kepribadian : ketidakpedulian, lekas marah sesekali
Motor sistem : gelisah, mondar-mandir
EEG : latar belakang irama lambat
CT/MRI : normal
PET : hipometabolisme frontal dan parietal bilateral
c. Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)
Fungsi intelektual : sangat memburuk
Motor sistem : anggota tubuh kaku dan postur fleksi
EEG : difus lambat
PET : hipometabolisme frontal dan parietal bilateral
2.5 Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit
Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi)
dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar,
protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada
korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada penyakit Alzheimer melibatkan kerusakan berat
neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia
pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada
AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan
sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam Sistem Saraf Pusat, protein tau sebagian
besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus
dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi
fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga
tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal terpuntir
masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan
kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak
berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan
berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk
dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen
protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal
yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen –
fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi
gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang
akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan
diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta
menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan
menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron
terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada
AD. Secara neurokimia kelainan pada otak
2.7 Pengobatan
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C,
dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
2.8 Pencegahan
Penyakit alzheimer dapat dicegah sejak dini dengan mengosumsi kunyit secara rutin. Kunyit
merupakan herbal penguat daya ingat (anti-alzheimer), salah satu tanaman obat yang
berpeluang sebagai pengganti pengobatan kimiawi yang dapat memperlambat datangnya
penyakit pikun. Penyakit alzheimer merupakan sejenis penyakit pikun yang umum terjadi
pada manusia usia lanjut, secara alamiah pikun biasa terjadi karena penurunan kondisi fisik
otak. Zat dalam kunyit yang berperan untuk ini adalan curcumin, dimana akan mampu
memepertahankan kualitas otak hingga usia lanjut. Namun konsumsi kunyit yang terlalu
berlebihan juga akan mampu memicu sakit perut, gangguan hati serta ginjal. Jadi, kunyit ini
dikonsumsi dalam jumlah sedang secara rutin untuk mendapatkan efek terapi yang
diinginkan.
Cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya
berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan
buah segar karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang
akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca
dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk
pencegahan penyakit alzheimer.
2.9.2 EEG
BAB 3. PATHWAYS
4.1 Pengkajian
I. Identitas Klien:
Sumber informasi : Keluaga
Tempat/tanggal lahir : isi sesuai dengan identitas pasien
Umur : paling sering terjadi pada usia >60 tahun
Agama : isi sesuai dengan identitas pasien
Jenis kelamin : kebanyakan terjadi pada wanita
Pekerjaan :kebanyakan yang kontak dengan aluminium, merkuri
Bahasa yang dimengerti : isi sesuai dengan identitas pasien
Diagnosa medis : Alzheimer
alzheimer
alzheimer
4.2 Diagnosa
4.3 Perencanaan
NO Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 risiko cidera berhubungan dengan Resiko kelemahan, ketidakmampuan untuk mengenali/
mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
Pasien tidak mengalami trauma Keluarga mengenali resiko potensial di lingkungan dan
mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya. 1. Kaji derajat kemampuan
munculnya tingkah laku yang membahayakan
2. Hilangkan atau minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan
3. Alihkan perhatian pasien ketika perilaku teragitasi atau berbahaya
5. Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat ,misalnya seperti tanda hipotensi
ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal.
6. Hindari penggunan restrain secara terus menerus.
7. Berikan kesempatan orang terdekat tinggal bersama pasien selama periode agitasi
akut 1. Mengidentifikasi risiko potensial di lingkungan yang membahayakan
4 Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah
tersinggung, kurang percaya diri)
diharapkan klien mampu melakukan interaksi social klien mampu berinteraksi dengan
orang disekitarnya dengan baik 1. Beri individu hubungan suportif.
2. Bantu mengidentifikasi alternative tindakan.
3. Bantu menganalisis pendekatan yang berfungsi paling baik.
4. Bantu anggota keluarga dalam memahami dan memberi dukungan. 1. individu
terstimulasi untuk melakukan interaksi social.
2. klien mampu mengidentifikasi tindakan yang baik.
3. klien mampu melakukan interaksi dengan orang lain dengan baik.
5. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa
mendatang.
4. Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan
seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional
secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Menurut dr.
Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI), alzheimer timbul
akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron otak di area temporo-parietal dan frontalis.
Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-
sel otak. Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer.
Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya
ingat secara progresif. Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka
sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Cara pencegahan penyakit
alzheimer yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak
merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini
mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak
sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri
dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit
alzheimer.
5.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat mengerti,
memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit alzheimer yang pada akhirnya mampu
melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka insidensi penyakit alzheimer ini.
Selain itu, mahasiswa juga diharapkan lebih banyak menggali kembali informasi tentang hal
yang terkait dengan itu untuk mengetahui dan memperoleh informasi yang lebih dalam lagi.
DAFTAR PUSTAKA