Anda di halaman 1dari 21

Mata Kuliah : Kegawatdaruratan Maritim

Dosen Pengampu : Diah Indriastuti, S.Kep.,Ners.,M.Kep

ASUHAN KEPERWATAN KEGAWATDARURATAN MARITIM


‘ ENVENOMASI JELLYFISH “

Oleh

Klompok 3 :

1. RAMLA SARI NIM S.0020.P2.122


2. MINARNI NIM S.0020.P2.108
3. YUYUN SUHAENI NIM S.0020.P2.140
4. MARIANA R NIM S.0020.P2.102
5. HENNY INDRAWATY S NIM S.0020.P2.090
6. AMRIYANI AMIR NIM S.0020.P2.073
7. YUSUF KARIM NIM S.0020.P2.139
8. MEGAWATI NIM S.0020.P2.106
9. MARWANA NIM S.0020.P2.105
10. IMRAN NIM S.0020.P2.091

SEKOLAH TINGGI ILMU KSESHATAN

KARYA KESEHATAN KENDARI

PRODI S1 KEPERAWATN

KENDARI

2020
KATA PEGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN MARITIM ENVENOMASI JELLYFISH” ini. Sholawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad
SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama
islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami selama pembuatan makalan ini berlangsung sehingga dapat
terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar
kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih
banyak terdapat kekurangannya.

kendari, Januari 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PEGANTAR................................................................................................................2
Daftar Tabel.......................................................................................................................4
BAB I...................................................................................................................................5
PENDAHULUAN..................................................................................................................5
A. Latar Belakang........................................................................................................5
B. Tujuan....................................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................7
TINJAUAN TEORI................................................................................................................7
A. Pengertian Keracunan Sengatan Ubur-Ubur..........................................................7
1. Jenis Ubur-Ubur.................................................................................................8
2. Tempat Hidup....................................................................................................8
B. Phatofisiologis........................................................................................................9
C. Tanda dan Gejala..................................................................................................10
D. Phatway...............................................................................................................11
E. Penanganan Sengatan Ubur-Ubur.......................................................................11
BAB III...............................................................................................................................13
KONSEP PERAWATAN SEGATAN BINATANG LAUT...........................................................13
A. Pengkajian............................................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan Menurut Nanda (2018-2020)..........................................13
C. Intervensi (NIC)........................................................................................................14
BAB IV..............................................................................................................................15
ASUHAN KEPERAWATN....................................................................................................15
A. Kasus....................................................................................................................15
B. Pengkajian............................................................................................................15
C. Analisa Data.........................................................................................................16
D. Diagnosa...............................................................................................................16
3. Intervensi Keperawatan.......................................................................................17
BAB V...............................................................................................................................20
PENUTUP..........................................................................................................................20
A. Kesimpulan...........................................................................................................20
B. Saran....................................................................................................................20

iii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................21

Daftar Tabel
Nomor Judul Halaman
Tabel 1. phtaway 11
Tabel 2. Analisa data 19
Tabel 3. intervensi 20
Tabel 4. Implementasi dan evaluasi 22

Daftar Gambar

Nomor Judul Halaman


Gambar 1. Physalia utriculus 7
Gambar 2. pneumatorphor 8
Gambar 3. Dactylozooid,gastrozooid, 8
dan gonozooid
Gambar 4. sengatan Physalia 10
utriculus

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Physalia physalis memiliki sel-sel berbisa yang disebut cnidocytes,
nematocytes atau cnidoblasts dalam tentakel. Ini digunakan untuk menyuntikkan
racun ke mangsa. Kontak dengan kulit manusia dapat menyebabkan
envenomations dengan gejala lokal (nyeri langsung dan intens, inflamasi kulit
dengan evolusi nekrotik) dan kemungkinan gejala umum (manifestasi jantung dan
/ atau neurologis depresi sistem saraf pusat dan ganggua pernapasan pada kasus
yang lebih parah (Labadie et al., 2012)

Salah satu kebiasaan masyarakat untuk pertolongan pertama pada sengatan


ubur-ubur menggunakan air seni maupun amoniak, dan tentunya hal ini tidak
dibenarkan. Jika air seni bersifat basa justru akan meningkatkan efek dari racun.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama pada sengatan
ubur-ubur juga menjadi salah satu faktor terjadinya kasus sengatan ubur-ubur
yang berakibat fatal.

Di dunia, Bluebottle bertanggung jawab atas antara 10.000 hingga 30.000


sengatan di pantai timur Australia setiap musim panas, dengan hanya sekitar 500
di Australia Barat dan Australia Selatan digabungkan. Pada tahun 2006, ada
26.000 sengatan di New South Wales , dengan 4.256 di Queensland . Di indonesia
kasus sengatan ubur-ubur beracun ini juga mengakibatkan kematian 20-40 korban
tiap tahunnya. Di Indonesia, terutama di daerah wisata Pantai Selatan Jawa sering
dilaporkan adanya kasus sengatan ubur-ubur, beberapa di antaranya berakibat
fatal (munawir dkk, 2014). Menurut informasi dari koran lokal dan internet Pada
tahun 2019 ada 220 kasus sengatan ubur-ubur yang terjadi di indonesia yang
tepatnya di daerah Parangtritis yogyakarta.

5
B. Tujuan

1. Mahasiswa mengetahui proses keracunan akibat sengatan ubur-ubur


2. Mahasiswa mengetahui cara penanganan keracunan akibat sengatan ubur-
ubur
3. Mahasiswa dapat merumuskan rencana keperawatan pada keracunan
akibat sengatan ubur-ubur

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Keracunan Sengatan Ubur-Ubur


Ubur-ubur (jellyfish) merupakan invertebrata laut yang termasuk dalam
filum Cnidaria (dahulu disebut dengan Coelenterata). Physalia physalis
merupakan salah satu jenis ubur-ubur dari kelas Hydrozoa. Physalia
physalis inilah yang banyak ditemukan di pantai selatan Indonesia seperti
pernah ditemukan di Pantai Papuma Jember. Indonesia ini merupakan salah satu
negara yang memiliki faktor resiko yang tinggi karena letak Indonesia yang
terbuka dengan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Envenomasi toksin
Physalia physalis ini sangat berbahaya karena bersifat kardiotoksik, neurotoksik,
muskulotoksik, menyebabkan nyeri kutaneus, dan transpor ion melewati
membran plasma menjadi abnormal serta dapat menimbulkan kematian bagi
penderitanya(Hartoyo, 2010).

Physalia utriculus atau biasa disebut blue bottle yang termasuk dalam
kelas Hydrozoa yang sering disalah artikan sebagai jellyfish
sebenamya melainkan sebuah Siphonophora

Gambar .1 Physalia utriculus

7
1. Jenis Ubur-Ubur

Dua spesies yang sering ditemukan dan menyebabkan kasus sengatan


ubur-ubur adalah Physalia physalis atau yang sering disebut Portuguese man-o•
war dan Physalia utriculus atau Blue bottle. Sengatan dari Physalia utriculus
dapat menyebabkan tidak sadarkan diri, tidak terabanya denyut nadi, dan dilatasi
pupil yang abnormal. Disamping efek tersebut, racun dari Physalia utriculus
juga dapat menyebabkan hipersensitivitas langsung yang berupa urtikaria, edema,
dan bronkospasme (Tibballs et al., 2011).

2. Tempat Hidup

Gambar 2. pneumatorphor Gambar 3. Dactylozooid,gastrozooid, dan


gonozooid

Physalia utriculus hidup dengan cara mengapung di atas permukaan air


laut dan memiliki wama biru transparan, merah muda atau keunguan
dengan banyak tentakel. Tubuh Physalia utriculus ini tersusun dari sebuah
medusa yang disebut dengan pneumatophore, dan tiga polip yaitu dactylozooid,
gonozooid, dan gastrozooid (Kurlansky, 2002) yang dapat dilihat pada
Gambar 2 dan Gambar 3. Pneumatophore merupakan bagian dari Physalia
utriculus yang terlihat pada permukaan laut karena bagian tersebut terisi udara
untuk mengapung, pneumatophore memiliki wama translusen dengan sedikit
berwama biru atau ungu. Fungsi pneumatophore juga memungkinkan ubur-
ubur untuk bersandar horizontal saat angin berhembus, berlayar dengan
hembusan angin, dan terbawa oleh arus air (Cegolon et al., 2013). Dactylozooid

8
merupakan tentakel yang berbentuk umbai panjang yang digunakaan
sebagai pertahanan diri dan menangkap mangsa. Gonozooid merupakan
tentakel yang digunakan untuk bereproduksi. Gastrizooid merupakan tentakel
yang digunakan untuk mencema makanan (King, 2003). Physalia utriculus
mempunyai tentakel utama yang banyak yakni kurang lebih 7-8 tentakel dan
beberapa tentakel pendek lainnya. Tentakel Physalia utriculus panjang rata-
ratanya mencapai 10 m dan ada yang mencapai 30 m dibawah permukaan air
laut (Yanagihara et al., 2002). Physalia utriculus dapat ditemukan di daerah
Indo-Pasifik, Laut India dan Atlantis Selatan. Physalia utriculus lebih sering
ditemukan di perairan yang panas dan beriklim sedang. Namun, ubur-ubur ini
kadang-kadang dapat pula ditemukan di perairan Atlantik yang dingin, seperti di
Perancis Utara, Belgia, dan Inggris bagian Baratdaya (Cegolon et al., 2013).

B. Phatofisiologis
Tentakel pada ubur-ubur dilapisi oleh deretan alat penyengat khusus yang
disebut nematocyst. Nematocyst sendiri berada dalam suatu struktur yang
disebut cnidoblast yang merupakan kapsul-kapsul terbuat dari collagen-like
protein sehingga terbentuk dinding kuat namun mudah untuk ditembuhs
ketika nematocyst keluar untuk menusuk mangsa (Oppegard et al., 2009).
Cnidoblast berupa rongga yang berisi suatu bentukan benang yang melingkar-
lingkar dengan duri di permukaannya, dan di dalam cnidoblast terdapat titik
picu yang dapat dirangsang oleh stimulus mekanik maupun kimia. Jika
terdapat stimulus yang mengenai titik picu, maka benang melingkar-lingkar

yang mengandung racun dapat ditembakkan . (Eritrosit & Vitro, 2018).

9
C. Tanda dan Gejala

Gambar. 4 sengatan Physalia utriculus

Toksin Physalia utriculus menyebabkan berbagai gejala baik gejala


lokal maupun gejala sistemik. Gejala lokal berupa lesi seperti eritema, pruritus,
nyeri, bengkak, dan parastesi. Gejala sistemik dapat muncul ketika terpapar
toksin ubur• ubur Physalia utriculus dalam dosis besar, berupa nyeri kepala,
mual, lakrimasi, nasal discharge, vertigo, dan bisa mengarah ke syok
anafilaktik (Alam dan Qasim, 1991). Daerah yang kontak dengan nematocyst
Physalia utriculus akan timbul papul dan disekitarnya terdapat zona eritema.
Papul akan berkembang dan membesar dengan cepat disertai dengan nyeri dan
sensasi rasa terbakar. Otot akan mengalami spasme dan kram yang timbul
beberapa jam setelah injury (Alam dan Qasim, 1991). Sengatan yang lebih
parah bisa menyebabkan terjadinya nekrosis kulit dalam dua puluh empat jam
setelah masuknya toksin, yang dapat hilang dalam waktu 2 minggu atau
menetap (Cegolon et al., 2013) dalam (Zimografi, 2018)

D. Phatway

Stimulus Mekanik Kimia


10
Cninoblast

Nematocyst

Toksin Ubur-Ubur

Gejala Siskemik
Gejala Lokal

Gatal-Gatal Mual , Muntah,


Pusing, Spasme
Nyeri Terbakar Otot, Paralisis,
Hipotensi

Distres
Pernapasan

Tabel 1. phatway

E. Penanganan Sengatan Ubur-Ubur


Reaksi sistemik dapat terjadi dan penanganan untuk ini termasuk
menunjang fungsi vital dengan resusitasi kardiopulmonal, oksigen, dan cairan
intravena. Aplikasi bebat yang menimbulkan kontriksi pada vena-limfatik
proksimal dari area luka dapat dipertimbangkan pada kasus dengan sengatan yang

11
berat ketika terjadi atau akan terjadi reaksi sistemik, jika deaktivasi tentakel secara
topikal tidak memberikan hasil, dan ketika transportasi untuk mendapatkan
antiracun spesifik untuk sengatan C. fleckeri telah tersedia. Antiracun diambil dari
serum domba dan kemungkinan dapat menyebabkan risiko terjadinya reaksi alergi
pada individu yang sensitif. Cara yang dipilih adalah intravena, tetapi antiracun
juga dapat diberikan intramuskular. Pada sengatan yang berat telah dibuktikan
dapat menyelamatan nyawa. Penanganan ini juga dapat mengurangi intensitas
nyeri dan inflamasi pada tempat sengatan dan menurunkan kemungkinan
terjadinya skar. Verapamil intravena dapat diberikan sebagai pengobatan dan
profilaksis aritmia. Untuk nyeri pada sengatan yang berat, analgesik narkotik
parenteral dan kompres es, begitu juga dengan antiracun harus dipertimbangkan.
Reaksi lokal dapat diobati dengan anestesi topikal salep, krim, losion, atau spray
untuk mengurangi gatal atau nyeri terbakar. Untuk reaksi hipersensitivitas tipe
lambat, glukokortikoid topikal, antihistamin, dan glukokortikoid sistemik dapat
digunakan jika perlu.(Suling, 2011)

12
BAB III

KONSEP PERAWATAN SEGATAN BINATANG LAUT

A. Pengkajian

Kaji kondisi pasien,apabila ada sengatan akan ditemukan :


a)      Mendesah
b)      Sesak nafas
c)      Tenggorokan sakit atau susah berbicara
d)     Pingsan atau lemah
e)      Infeksi
f)       Kemerahan
g)      Bengkak
h)      Nyeri
i)        Gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan
Pada gigitan ular dapat ditemukan data :
a)      Tampak kebiruan
b)      Pingsan
c)      Lumpuh
d)     Sesak nafas
e)      Syok hipovolemik
f)       Nyeri kepala
g)      Mual dan muntah
h)      Nyeri perut
i)        Diare
j)        Keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan

B. Diagnosa Keperawatan Menurut Nanda (2018-2020)


1. Nyeri akut behubunga dengan agen cedera biologis (00132)

13
2. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan (00032)
3        kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera
kimiawi(00046).

C. Intervensi (NIC)

1. Manajemen nyeri (1400)


Aktivitas keperawatan:
a. Lakukan pengkajian nyeri komperhensif yg meliputi lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas intensitas atau beratnya nyeri dan faktor
pencetus
b. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya dengan
tepat.
c. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
d. Berikan individu penurun nyeri yg optimal dengan peresepan analgesik
2. Monitor pernapasan (3350)
Aktivitas keperawatan:

a.  Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas

b.  Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu,


hiperventilasi,pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik,
respirasi biot, dan pola ataxic)

c.  Monitor kelelahan otot-otot diafragma dengan gerakan parasoksikal

d.  Monitor kleuhan sesak napas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan


atau memperburuk sesak napas tersebut

3. perawatan luka (3660)


Aktivitas keperawatan:
a.  ukur luas luka, yang sesuai
b.  berikan rawatan insisi pada pada luka, yang diperlukan
c. oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
d. anjurkan pasien atau anggota keluarga pada prosedur perawatan
luka.

14
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATN

A. Kasus
Seoraang pasien bernama Tn.K berusia 25 tahun datang dirumah sakit pada
tanggal 5 januari 2022 jam 10.30 wita dengan keluhan mengalami sengatan ubur-
ubur/ binatang laut di bagian kaki kanan depan. Sengatan sengatan tersebut
terjadi saat pasien hendak menyelam di pantai. Kemudian pasien dikirim kerumah
sakit terdekat guna mendapatkan pertolongan. Saat berada dilokasi kejadian,
warga yang berada dilokasi kejadian sempat memberikan pertolongan pertama
pertama pada Tn. K, dengan cara membersihkan area yang terkena sengatan
dengan sabun dan air untuk menghilangakn partikel yang terkontaminasi oleh
sengatan ubur-ubur sebelum ahirnya pasien dibawa kerumah sakit.

B. Pengkajian
1. Biodata pasien
a. Nama : Tn.K
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Tempat & tanggal lahir : Wundulako, 2 Mei 1997
d. Alamat : Kel. Lamekongga, Kec. Wundulako
e. Pekerjaan : Swasta
f. Agama : Islam
g. Suku/bangsa : Mekongga
h. Pendidikan terakhir : SMA
2. Identitas keluarga/ wali
a. Nama : Tn.D
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Usia : 60 tahun
d. Alamat : Kel. Lamekongga Kec.Wundulako
e. Hubungan dgn pasien : orang tua pasien
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama saat pengkajian : klien mengeluh nyeri, gatal dan
panas dibagian kaki kanan depan
akibat sengatan ubur-ubur.

15
b. Riwayat keluhan utama : Nyeri gatal dan panas akibat
tersengat ubur-ubur, dirasakan
gatal-gatal dan panas di rea kaki
kanan depan skala 6 depan dan
dirasakan terus menerus. Klien
nampak melindungi area yang
terkena sengatan ubur-ubur, serta
klien nampak merngis
c. Riwayat kesehtan sekarang : klien mengalami sengatan binatang
laut ( ubur-ubur ) pada bagian kaki
kanan depan.
d. Riwayat penyakit yang diderita : -
e. Kebiasaan : minum teh
f. Riwayat alergi :-

C. Analisa Data

No Data Subjektif Data Objektif


1 klien mengatak nyeri, gatal dan Klien mengeluh nyeri dan nampak
panas dibagian kaki kanan meringis
depan akibat sengatan ubur-ubur

2 Klien mengatakan sesak saat Klien nampak sulit bernafas, klien


tersengat ubu-ubur dibantu berjalan dengan
keluarganya.

Tabel 2. Analisa data

D. Diagnosa
1. Nyeri akut behubunga dengan agen cedera biologis
2. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan

16
3. Intervensi Keperawatan

Tujuan& Intervensi
No Diagnosa
Kreteria Hasil (NOC ) (NIC)
1 Domain : 12 kenyamanan Setelah dilakukan Intervensi keperawatan
Kelas : 1 keperawatan 3x24 jam/ Manajemen nyeri (1400)
Kode : 00132 menit : Aktivitas keperawatan:
Tingkat nyeri (2102) 1. Lakukan pengkajian
Nyeri akut behubunga
( Skala 1: berat 2: cukup nyeri komperhensif yg
dengan agen cedera biologis
berat 3:sedang 4: ringan
meliputi lokasi,
DS: klien mengatak nyeri,
5: tidak ada )
Dengan kreteria: karakteristik,
gatal dan panas dibagian 1. Nyeri yang dilaporkan onset/durasi,
kaki kanan depan akibat (skala 3-4)
frekuensi, kualitas
2. Panjang episode nyeri
sengatan ubur-ubur (skala 3-4) intensitas atau
DO: Klien mengeluh nyeri beratnya nyeri dan
dan nampak meringis faktor pencetus.
2. Dorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat.
3. Ajarkan prinsip-
prinsip manajemen
nyeri
4. Berikan individu
penurun nyeri yg
optimal dengan
peresepan analgesik

2 Domain : 4 aktivitas/ Setelah dilakukan Intervensi keperawatan


istirahat keperawatan 3x24 jam/ Monitor pernapasan
Kelas: 4 respon menit : (3350)
kardiovaskuler /pulmonal Status pernapasan (0415) Aktivitas keperawatan:
Kode: 00032 (skala 1: devisiasi berat 1. Monitor kecepatan,
dengan kisaran normal 2: irama, kedalaman dan

17
Ketidak efektifan pola devisiasi cukup berat kesulitan bernapas
dengan kisaran normal 3: 2. Monitor pola napas
napas berhubungan devisi sedang dengan (misalnya, bradipneu,
dengan keletihan otot kisaran normal 4: devisiasi takipneu,
ringan dari kisaran normal hiperventilasi,pernapa
pernapasan 5: tidak ada deviasi dari san kusmaul,
kisaran normal. pernapasan 1:1,
Dengan kreteria: apneustik, respirasi
DS: Klien mengatakan 1. Frekuensi pernapasan biot, dan pola ataxic)
sesak saat tersengat ubu- (skala 3-4) 3. Monitor kelelahan
2. Irama napas (skala 3-4) otot-otot diafragma
ubur. 3. Kedalaman respirasi (3- dengan gerakan
DO: Klien nampak sulit 4) parasoksikal
4. Monitor kleuhan
bernafas, klien dibantu sesak napas pasien,
termasuk kegiatan
berjalan dengan
yang meningkatkan
keluarganya. atau memperburuk
sesak napas tersebut

Tabel 3. intervensi

4. Implementasi Dan Evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi


keperawatan jam Tanggal : 1 juni 2020 Hari/tanggal: 3 juni 2020
Domain : 12 07.00 1. melakukan pengkajian nyeri S: klien mengatakan
kenyamanan komperhensif yg meliputi nyerinya berkurang
Kelas : 1
Kode : 00132 lokasi, karakteristik, O: klien tidak nampak
onset/durasi, frekuensi, kualitas
Nyeri akut behubunga meringis
intensitas atau beratnya nyeri
dengan agen cedera A: masalah teratasi
dan faktor pencetus.
biologis P: intervensi di hentikan
2. mendorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya dengan
tepat.
3. mengajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
4. memberikan individu penurun
nyeri yg optimal dengan
peresepan analgesik

18
Domain : 4 aktivitas/ 1. memonitor kecepatan, irama, S: klien mengatakan
istirahat kedalaman dan kesulitan
Kelas: 4 respon bernapas
sesaknya berkurang
kardiovaskuler 2. memonitor pola napas (misalnya, O: klien mampu melkukan
/pulmonal bradipneu, takipneu,
Kode: 00032 hiperventilasi,pernapasan aktifitas sendiri
kusmaul, pernapasan 1:1, A: Masalah teratasi
Ketidak efektifan apneustik, respirasi biot, dan
pola ataxic) P: intervensi dihentkan
pola napas 3. memonitor kelelahan otot-otot
berhubungan dengan diafragma dengan gerakan
parasoksikal
keletihan otot 4. memonitor kleuhan sesak napas
pernapasan pasien, termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak napas
tersebut

Tabel 4. Implementasi dan evaluasi

19
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia ini merupakan salah satu negara yang memiliki faktor resiko yang
tinggi karena letak Indonesia yang terbuka dengan Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik. Envenomasi toksin Physalia physalis ini sangat berbahaya
karena bersifat kardiotoksik, neurotoksik, muskulotoksik, menyebabkan nyeri
kutaneus, dan transpor ion melewati membran plasma menjadi abnormal serta
dapat menimbulkan kematian bagi penderitanya.

B. Saran
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk menambah
pengetahuan masyarakat baik juga pelajar tentang Sengatan Ubur-Ubur.

20
DAFTAR PUSTAKA

Eritrosit, J. T., & Vitro, S. I. N. (2018). Digital Digital Repository Repository


Universitas Universitas Jember Jember Digital Digital Repository
Repository Universitas Universitas Jember Jember.
Hartoyo, S. H. (2010). Efek toksin ubur-ubur (.
Labadie, M., Hospitalier, C., Bordeaux, U. De, Rolland, P., & Haro, L. De.
(2012). Portuguese man-of-war ( Physalia physalis ) envenomation on the
Aquitaine Coast of France : An emerging health risk. December 2014.
https://doi.org/10.3109/15563650.2012.707657
Suling, P. L. (2011). Cutaneous Lesions From Coastal and Marine Organisms.
Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries, 22–23.
Zimografi, D. M. (2018). Digital Digital Repository Repository Universitas
Universitas Jember Jember Digital Digital Repository Repository
Universitas Universitas Jember Jember.

21

Anda mungkin juga menyukai