DI SUSUN OLEH :
Kelompok V(LIMA)
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul
“Upaya Pencegahan bahaya fisik-radiasi, Kimia, dan Ergonomic”.Makalah ini
ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata kuliah Keselamatan
Pasien dan K3
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu penulis
mengharapkan, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan yang baik tergantung sebagian pada lingkungan yang aman.
Praktisi atau teknisi yang memantau atau mencegah penularan infeksi
membantu melindungi klien dan pekerja kesehatan dari penyakit. Penularan
infeksi yang sering terjadi di lingkungan pelayanan medis, sangat beresiko
terpapar ke tenaga kesehatan, pasien, pengunjung dan karyawan. Pelayanan
kesehatan yang diberikan ke pasien harus didukung oleh sumber daya manusia
yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima dan optimal. Proses
dalam mewujudkan Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan
dengan kemampuan kognitif dan motoric yang cukup yang harus dimiliki oleh
setiap petugas kesehatan. Seperti yang kita ketahui pengendalian infeksi di
setiap pelayanan kesehatan merupakan rangkaian aktifitas kegiatan yang wajib
dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dan merupakan
tuntutan kualitas sekaligus persyaratan administrasi menuju proses akreditasi.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu bagian terpenting
dari perlindungan ketenaga kerjaan untuk mencegah terjadinya kecelakaan
akibat kerja dan menjamin para pekerja dan orang lain yang berada di sekitar
tempat kerja selalu dalam keadaan aman dan sehat. Kesehatan dan keselamatan
kerja bergantung juga pada lingkungan, apabila lingkungan dalam keadaan
terjaga maka kurangnya risiko terjadinya kecelakaan akibat kerja. Hazard atau
potensi bahaya menunjukan bahwa adanya sesuatu potensial yang akan
mengakibatkan cidera, kerusakan, dan penyakit. Di tempat keja sangat
memungkinkan terjadi kecelakaan kerja, apalagi di rumah sakit. Di rumah sakit
sangat rentan terjadinya kecelakaan kerja. Adapun sumber bahaya di rumah
sakit seperti sumber bahaya fisik, kimia,Psikososial dan sebagainya.
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini meliputi :
1. Apa upaya memutus rantai infeksi ?
2. Apa upaya mencegah hazard fisik-radiasi ?
3. Apa upaya mencegah hazard kimia ?
4. Apa upaya mencegah hazard Ergonomic l ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dan memahami upaya memutus rantai infeksi
2. Mengetahui dan memahami upaya mencegah hazard fisik-radiasi
3. Mengetahui dan memahami upaya mencegah hazard kimia
4. Mengetahui dan memahami upaya mencegah hazard Ergonomic
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
3
tenaga mediskepada pasien, keluarga pasien maupun masyarakat penting
dilakukan, antara lain menjaga hygiene (kebersihan) mata, rajin mencuci
tangan, menghindari untuk memegang matadan tidak memakai bersama
barang-barang yang kontak dengan mata penderita seperti saputangan, sarung
bantal dan handuk
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah
untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan
kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan
dalam standar operasional. Adapun cara memutus rantai penularan infeksi
tersebut adalah dengan penerapan kewaspadaan isolasi (Isolations
Precautions) dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular
pada petugas skesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang
tidak diketahui. Yang terdiri dari kewaspadaan standar (standart Precautions)
dan kewaspadaan Berdasarkan Tranmisi (Transmission Based Precautions).
Kewaspadaan Standart (Standart Precautions) yang dilakukan kepada
semua pasien tanpa memandang pasien tersebut infeksius atau tidak.
Kemenkes RI (2011), menuliskan bahwa ada sepuluh hal yang perlu dilakukan
dalam PPI, yaitu :
1. Kebersihan Tangan
Secara garis besar, kebersihan tangan dilakukan pada air mengalir,
menggunakan sabun dan/atau larutan antiseptic, dan diakhiri dengan
mengeringkan tangan dengan kain yang bersih dan kering
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
APD telah lama digunakan untuk melindungi klien dari mikroorganisme
yang ada pada petugas kesehatan. Namun, dengan munculnya AIDS,
Hepatitis C dan Covid-19 , serta meningkatnya kasus TBC, Penggunaan
APD juga menjadi sangat penting dalam melindungi petugas.
3. Penatalaksanaan Peralatan Klien dan linen
Konsep ini meliputi cara memproses instrument yang kotor, sarung
tangan, linen, dan alat yang akan dipakai kembali dengan menggunakan
4
larutan klorin 0,5%, mengamankan alat-alat kotoryang akan tersentuh
serta memilih proses penanganan yang akan digunakan secara tepat.
Penatalaksanaan ini dapat dilakukan dengan precleaning, pencucian dan
pembersihan, Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), serta sterilisasi.
4. Pengolahan Limbah
Merupakan salah satu upaya kegiatan PPI berupa pengelolaan limbah
rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, Baik limbah yang
terkontaminasi maupun yang tidak terkontaminasi.
5. Pengendalian Lingkungan Rumah sakit
Tujuannya untuk menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan
nyaman. Hal ini dapat meminimalisirr transmisi mikroorganisme dari
lingkungan kepada klien maupun petugas kesehatan.
6. Kesehatan Karyawan/perlindungan pada petugas kesehatan
Membuat program pencegahan dan pengendalian infeksi pada petugas,
misalnya dengan pemberian immunisasi.
7. Penempatan/isolasi klien
Diterapkan pada klien yang dicurigai menderita penyakit menular dengan
menempatkan klien disuatu ruangan tersendiri untuk meminimalkan
proses penularan pada orang lain.
8. Hygiene respirasi/etika batuk
Semua klien, pengunjung, dan petugas kesehatan perlu memperhatikan
kebersihan pernafasan dengan cara selalu menggunakan masker jika
berada di fasilitas pelayanan kesehatan. Saat batuk, sebaiknya menutup
mulut dan hidung dengan tangan atau tisu
9. Praktik menyuntik yang aman
Jarum yang digunakan untuk menyuntik sebaiknya jarum yang steril dan
sekali pakai pada setiap kali suntikan.
10. Praktik lumbal pungsi
Saat melakukan prosedur lumbal pungsi sebaiknya menggunakan masker
untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.
Kewaspadaan transmisi (Transmissions Based Precautions) adalah
kewaspadaan berdasarkan sumber infeksi : kontak, droplet, airbone,
5
kewaspadaan transmisi antara lain :
1. Contact Precautions
• Cuci tangan dengan bahan dasar alcohol atau sabun dengan air
• Gunakan Jubah ketika melakukan perawatan langsung
• Gunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan langsung
2. Droplet Precautions
• Cuci tangan dengan bahan dasar alcohol atau sabun dengan air
• Gunakan Masker dan jaga jarak 2 meter dari pasien
• Gunakan pelindung mata dengan jarak 2 meter dari pasien
3. Airbone Precautions
• Cuci tangan dengan bahan dasar alcohol atau sabun dengan air
• Tutup pintu, buka jendela jika memungkinkan
• Gunakan masker N95 Ketika memasuki ruangan
6
merupakan aplikasi teknik nuklir di bidang kesehatan Salah satu penerapan
teknologi nuklir dalam bidang kesehatan atau medik adalah pelayanan radiologi.
Unit Pelayanan Radiologi merupakan salah satu instalasi penunjang medik,
menggunakan sumber radiasi pengion (sinar-X) untuk mendiagnosis adanya
suatu penyakit dalam bentuk gambaran anatomi tubuh yang ditampilkan dalam
film radiografi.
Kegiatan radiologi harus memperhatikan aspek keselamatan kerja
radiasi. Sinar X merupakan jenis radiasi pengion yang dapat memberikan
manfaat (diagnosa) dengan radiasi suatu penyakit atau kelainan organ tubuh
dapat lebih awal dan lebih teliti dideteksi (Suyatno, 2008).
Beberapa efek merugikan yang muncul pada tubuh manusia karena
terpapar oleh sinar-X akan segera teramati tidak berselang lama dari penemuan
sinar-X. Efek merugikan itu berupa kerontokan rambut dan kerusakan kulit
(Ahmad & Abidin, 2013). Cedera Akibat Radiasi adalah kerusakan jaringan
akibat radiasi (penyinaran). Radiasi adalah gelombang atau partikel berenergi
tinggi yang berasal dari sumber alami atau sumber yang sengaja dibuat oleh
manusia. Cedera jaringan bisa terjadi akibat pemaparan singkat radiasi tingkat
tinggi atau pemaparan jangka panjang radiasi tingkat rendah. Beberapa efek
yang merugikan dari radiasi hanya berlangsung singkat, sedangkan efek lainnya
bisa menyebabkan penyakit menahun. Efek dini dari radiasi dosis tinggi akan
tampak jelas dalam waktu beberapa menit atau beberapa hari. Efek lanjut
mungkin baru tampak beberapa minggu, bulan atau bahkan bertahun- tahun
kemudian.
Mutasi (pergeseran) bahan genetik dari sel-sel organ kelamin akan
tampak jelas hanya jika korban pemaparan radiasi memiliki anak, dimana
anaknya mungkin terlahir dengan kelainan genetik (Supriyono, Rahim, & Murni,
2018).
Mengingat potensi bahaya radiasi yang besar dalam pemanfaatan sinar
X, faktor keselamatan merupakan hal yang penting sehingga dapat memperkecil
risiko akibat kerja di instalasi radiologi dan dampak radiasi terhadap pekerja
radiasi. Untuk mencegah hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan aspek
manajemen keselamatan radiasi dimana keselamatan radiasi
7
merupakan tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja, dan
anggota masyarakat dari bahaya radiasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang
Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, setiap orang
atau badan yang akan memanfaatkan tenaga nuklir seperti tenaga yang berasal
dari sumber radiasi pengion wajib memiliki izin pemanfaatan tenaga nuklir dan
memenuhi persyaratan keselamatan radiasi. Persyaratan keselamatan radiasi
meliputi :
1. persyaratan manajemen;
2. persyaratan proteksi radiasi;
3. persyaratan teknik; dan
4. verifikasi keselamatan yang bertujuan untuk mencapai keselamatan
pekerja dan anggota masyarakat.
8
Hazard kimia, berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan yang sangat
luas dari yang ringan seperti bersin-bersin, kulit gatal sampai yang berat seperti
kelainan organ hati dan saraf, gagal ginjal atau cacat fungsi paru. Hal tersebut
sangat berisiko terhadap kesehatan sang pekerja, dan orang yang berada di
sekitarnya.
Berikut bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang meliputi :
1. Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi
lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai, desinfeksi
peralatan dan permukaan peralatan dan ruangan, dan lain-lain.
2. Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan
mencuci permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan lain-
lain.
3. Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan
peralatan lainnya.
4. Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium klinik dan patologi anatomi.
5. Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk
pengobatan pasien.
6. Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan
penunjang pengobatan pasien seperti oksigen, karbon dioxide, nitrogen,
nitrit oxide, nitrous oxide, dan lain-lain.
Adapun upaya yang dapat dilakukan agar mengurangi risiko hazard kimia di
rumah sakit antara lain :
1. Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi
dengan seluruh satuan kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
pengadaan B3, penyimpanan, pelabelan, pengemasan ulang /repacking,
pemanfaatan dan pembuangan limbahnya.
2. Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar Data
Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas yang
mengelola harus sudah mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta
mempunyai prosedur penanganan tumpahan B3.
9
3. Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan diatas
palet atau didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan, tersedia
MSDS, safety shower, APD sesuai resiko bahaya dan Spill Kit untuk
menangani tumpahan B3 serta tersedia prosedur penanganan Kecelakaan
Kerja akibat B3.
4. Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja yang
kompeten untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar
pelabelan. Dilarang melakukan pelabelan tanpa kewenangan yang
diberikan oleh pimpinan rumah sakit.
5. Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke
lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus
memiliki pelatihan teknis pengelolaan B3, jika belum harus segera
diusulkan sesuai prosedur yang berlaku.
6. Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor
yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3
padat harus dibuang ke Tempat Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS
B3), untuk selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah limbah B3.
10
pada perawat di rumah sakit dr. H. Koesnadi Bondowoso.
BAB III
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat
kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di
semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
B. Saran
Dianjurkan agar mengendalikan bahan kimia yang digunakan, pengadaan
bahan kimia sesuai dengan aturan yang berlaku, pemisahan bahan kimia B3
dengan yang tidak B3, melabelkan bahan kimia, pemantauan terhadap
lingkungan, dan pemilihan pembuangan bahan kimia. Tetap berhati- hati dalam
pemakaian bahan kimia karena hazard kimia di rumah sakit cukup tinggi dan
berisiko.
12
DAFTAR PUSTAKA
13