Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN KRITIS

” ASUHAN KEPERAWATAN EKLAMPSIA”

OLEH:

KELOMPOK 9

1. Akma Septiani 7. Anis Istuning Rahayu


2. Ariamus Toding 8. Zaifuddin
3. Arman Aras 9. Rita
4. Asri Azis 10. Tri Suci Melati
5. Arna 11. Rohasni
6. Dasmia 12. Megawati

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang terindah yang patut diucapkan kecuali syukur kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan kita kesehatan dan menciptakan kita dalam

kesempurnaan jiwa dan raga, sehingga kita memiliki kemampuan dan kekuatan

untuk membangun hidup lebih cerah dengan tetap berada dalam hidayahnya.

Terutamanya dalam menyelesaikan tugas ini. Shalawat beserta salam selalu kami

tujukan kepada nabi Muhammad SAW yang telah berjuang merubah peradaban

dunia dari keburukan menjadi yang lebih baik.

Ucapan terima kasih kami kepada dosen selaku pembimbing tugas ini

beserta teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan

sumbangsihnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaiakan tugas ini

dengan baik. Tugas ini disusun secara sistematis dan mendalam sehingga penulis

dapat mempelajarinya secara mendetail dan terperinci.

Namun tidak ada sesuatu buatan manusia itu yang sempurna. Bak

pepatah “Tiada gading yang tak retak” begitu juga adanya dengan makalah ini.

Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritikan maupun saran yang

membangun dari pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki makalah

selanjutnya demi tercapainya pendidikan yang lebih baik lagi.

Kolaka, 12 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………… ii

DAFTAR ISI …………………………………………………… iii

BAB I KONSEP MEDIS

A. Definisi ………………………………………….. 1

B. Etiologi ………………………………………….. 1

C. Patofisiologi……………………………………… 4

D. Manifestasi Klinis ………………………………. 4

E. Tatalaksana……………………………………… 5

BAB II KONSEP KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan………………………. 7

B. Diagnosis Keperawatan………………………… 7

C. Outcome…………………………………………. 8

D. Intervensi Keperawatan ……………………….. 8

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Eklampsia merupakan kelainan akut disebabkan hipertensi karena


kehamilan atau hipertensi yang bertambah berat karena kehamilan. Eklampsia
menyebabkan kegagalan multi organ dengan peningkatan tekanan darah yang
mendadak dan tinggi mengakibatkan kegagalan autoregulasi aliran darah.
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang
tiba-tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau
pada masa nifas yang menunjukkan gejala preeclampsia sebelumnya. Kejang
disini bersifat grand mal dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis.
Istilah Eklampsia berasal dari bahasa yunani yang berarti halilintar. Kata-kata
tersebut dipergunakan karena seolah-olah gejala eklampsia dengan tiba-tiba
tanpa didahului tanda-tanda lain.
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum),
eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (
postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi
pada trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati kelahiran.

B. Etiologi
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui,
tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini,
antara lain:
1) Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang
lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
2) Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik

1
dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila
janin dianggap bukan benda asing dan rahim tidak dipengaruhi oleh
sistem imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi
dan terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan
dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi
tetap berjalan.
3) Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero
placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai
sirkulasi, menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini
mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron.
Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem
pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang
meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi
selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan
permeabilitas pada membran glumerulus sehingga menyebabkan
proteinuria dan oedem lebih jauh.
4) Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal
bebas. Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen
yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas
ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal
bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga
elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom
lain dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal
bebas yang utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia
mengalami iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak
jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas
merusak sel. Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan
normal, dan produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar
anti oksidan juga menurun.

2
5) Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi
pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan
menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan
kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau
proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase
lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak
akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah.
Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal
yaitu berupa “glumerulus endotheliosis”. Gambaran kerusakan endotel
pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
6) Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin
dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin.
Ishkemi regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang
menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan
ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan pembentukan
derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan
trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7
: 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan
terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
7) Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi
kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan
dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan kelemahan
konstruksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya strike volume
sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot
pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi
vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.

3
C. Patofisiologi
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga
berhubungan dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan
resisitensi intra mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan
peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar
pada primipara, anak kembar atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor
yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan
ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron.
Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin
memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air
dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar
dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi
aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan
karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang
berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan
perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.

D. Manifestasi Klinis
Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-
kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :
1) Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat
(pandangan kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke
kanan dan ke kiri.

4
2) Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan
kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan
sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
3) Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat,
mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat
tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah
berlangsung 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas seperti mendengkur.
4) Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang
antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap
dalam keadaan koma.

E. Tatalaksana
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan
berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan
cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi
penanganan penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit.
Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup
untuk menghindarkan timbulnya kejangan ; penderita dalam hal ini dapat
diberi diazepam 20 mg IM. Selain itu, penderita harus disertai seseorang yang
dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan
mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu,
pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan
jalan pernapasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen,
dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan

5
sampai terjadi kejangan lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala
lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya:
1) Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan
segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung
bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat
diberikan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dan
tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resustitasi. Dosisi inisial
dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.
2) Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada
hubungan neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan
saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah,
meningkatkan dieresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis
inisial yang diberikan ialah 8g dalam larutan 40% secara intramuscular;
selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella masih
positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis harus melebihi
600ml per hari; selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan
secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4g 40% MgSO4
dalam larutan 10ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8g IM dan
selalu disediakan kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai antidotum.
3) Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan
prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan
secara infus intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan
tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam
waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran
dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita
eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan
kejangan, seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.

6
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan eklampsia adalah :


1) Data subyektif :
- Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau >
35 tahun
- Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
- Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
- Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnnya.
- Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
- Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.
2) Data Obyektif :
- Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
- Palpasi : untuk mengetahui TFU (tinggi fundus uteri), letak janin,
lokasi edema.
- Auskultasi : mendengarkan DJJ (denyut jantung janin) untuk
mengetahui adanya fetal distress.
- Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian
SM (jika refleks + ).
- Pemeriksaan penunjang ;
- Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2
kali dengan interval 6 jam

7
- Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif),
kadar hematokrit menurun, berat jenis urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
- Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
- Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
- USG ; untuk mengetahui keadaan janin
- NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

B. Diagnosis Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
2) Nyeri Akut
3) Risiko cedera pada janin
4) Ansietas
5) Kurangnya pengetahuan

C. Outcome dan Intervensi Keperawatan


1) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif. Berhubungan dengan Spasme jalan
napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler, benda asing
dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
hiperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, efek agen
farmakologis (mis. anastesi).
Ds/Do: batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, Mengi,
wheezing dan / atau ronkhi kering, Mekonium di jalan nafas pada
Neonatus, Dispnea, Sulit bicara, Ortopnea, gelisah, Sianosis,
Bunyi napas menurun, Frekuensi napas berubah, Pola napas
berubah.

8
Tujuan dan Kriteria hasil:
- Batuk efektif meningkat
- Produksi sputum, mengi, wezzing, mekonium (pada neonates)
dispnea, ortopnea menurun
- Frekuensi napas dan pola napas membaik
Intervensi
a. Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, chyene-stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor hasil AGD
- Monitor hasil x-ray thoraks
b. Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2) Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisiologis, gen pencedera
kimiawi, Agen pencedera fisik
Ds/Do : Tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu
makan berubah.

9
Tujuan dan kriteria hasil:

- Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat


- Keluhan nyeri, meringis, sikap ptotektif, gelisah, kesulitan yidur
menurun
- Frekuens nadi, pola napas, tekanan darah membaik
Intervensi
a. Observasi
- Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri

10
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
3) Risiko cedera pada janin berhubungan dengan besarnya ukuran janin,
malposisi janin, induksi persalinan, persalinan lama kala, disfungsi uterus,
kecemasan yang berlebihan tentang proses persalinan, riwayat persalinan
sebelumnya, usia ibu.
Tujuan dan Kriteria Hasil:
- Toleransi aktivitas meningkat
- Kejadian cedera, ketegangan otot, perdarahan, iritabilitasi menurun
- Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, pola istirahat/tidur
membaik
Intervensi
a. Observasi
- Identifikasi status obstetric
- Identifikasi riwayat obstetric
- Identifikasi adanya penggunaan obat diet, merokok
- Identifikasi pemeriksaan kehamilan sebelumnya
- Periksa DJJ selama 1 menit
- Monitoor DJJ
- Monitor tanda vital ibu
b. Terapeutik
- Atur posisi pasien
- Lakukan maneuver Leopold untuk menentukan letak janin
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan jika perlu.
4) Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional, kebutuhan tidak
terpenuhi, krisis maturasional, ancaman terhadap konsep diri, ancaman

11
terhadap kematian, ekhawatiran mengalami kegagalan, disfungsi fungsi
keluarga

Ds/Do: Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi


yang dihadapi, sulit berkomunikas, tampak gelisah, tampak
tegang, sulit tidur, mengeluh pusing, frekuensi nafas meningkat,
frekuensi nadi meningkat

Tujuan dan Kriteria Hasil:

- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun


- Perilaku gelisah dan perilaku tegang menurun
- Konsentrasi pola tidur, frekuensi pernapasan, frekuensi nadi, tekanan
darah membaik
Intervensi
a. Observasi
- Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu,
stressor)
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
b. Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika
memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat anxietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
- Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
dating
c. Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami

12
- Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu
5) Defisit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, gangguan
fungsi kognitif, kekeliruan mengikuti anjuran, kurang terpapar informasi,
kurang minat dalam belajar, kurang mampu mengingat, ketidaktahuan
menemukan sumber informasi
Ds/Do: Menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukan perilaku tidak
seseuai anjuran, menunjukan persepsi yang keliru terhadap
masalah, menunjukkan perilaku yang berlebihan.
Tujuan dan Kriteria Hasil:
- Perilaku sesuai anjuran meningkat
- Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai
dengan topic meningkat
- Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
- Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
- Perilaku membaik
Intervensi
a. Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
b. Terapeutik

13
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
c. Edukasi
- Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adhitya, Indra. 2010. Edema Paru Sebagai Faktor Risiko Kematian Maternal pada Pre-
ek lampsia/Eklampsia. Surakarta : UNS ( Skripsi )

Manuaba I, B, G. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wiknojosatro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan.. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

15

Anda mungkin juga menyukai