Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KOMUNIKASI KEPERAWATAN

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KELUARGA, KELOMPOK DAN


TENAGA KESEHATAN

Dosen Pengampu : Narmawan, S.Kep.,Ns., M.Kep

Disusun oleh:

Kelompok 6

1. Jami Samperompon (S.0020.P2.094)


2. Mulyani (S.0020.P2.109)
3. Kristina Komma (S.0020.P2.099)
4. Nelce (S.0020.P2.113)
5. Imran (S.0020.P2.091)
6. Sentosa (S.0020.P2.128)
7. Juhartini (S.0020.P2.096)
8. Jumalang (S.0020.P2.097)
9. Rohasni (S.0020.P2.124)
10. Megawati (S.0020.P2.106)
11. Jafar Madi (S.0020.P2.093)
12. Nasruddin (S.0020.P2.112)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah Komunikasi Keperawatan yang berjudul
“Komunikasi Terapeutik pada Keluarga, Kelompok dan Tenaga Kesehatan” ini sesuai
dengan rencana.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
kritik dan saran membangun dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan karya
kami selanjutnya.

Kolaka, 22 Desember 2020

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

A. BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................

B. Rumusan Masalah............................................................................................

C. Tujuan...............................................................................................................

B. BAB II PEMBAHASAN

A. Komunikasi pada Keluarga .............................................................................

B. Komunikasi pada Kelompok ...........................................................................

C. Komunikasi pada Keluarga Masyarakat ..........................................................

C. BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan
komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
Manusia sebagai pribadi maupun makhluk social akan saling berkomunikasi dan
saling mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka ragam, dengan
gaya dan cara yang berbeda pula. Komunikasi merupakan dasar dari seluruh
interaksi antar manusia.Interaksi manusia baik antara perorangan, kelompok
maupun organisasi tidak mungkin terjadi tanpa komunikasi.  Begitupun dalam
interaksi keluarga, baik antar pribadi anggota keluarga, orang tua dengan anak
maupun dengan keluarga yang lain sebagai perorangan , kelompok maupun sebagai
keluarga itu sendiri.
Seberapa jauh komunikasi berperan penting dalam kehidupan manusia dan
waktu yang diluangkan dalam proses komunikasi sangat besar, timbul pertanyaan
berapa banyak waktu yang digunakan dalam proses komunikasi di dalam
keseharian. Adapun bentuk kegiatan komunikasi yang digunakan untuk menulis,
untuk membaca, dan untuk berbicara serta untuk mendengarkan orang lain
berbicara, Hal tersebut membuktikan bahwa komunikasi sangat memiliki peran
yang penting dalam kehidupan sosial manusia, dengan kata lain komunikasi telah
menjadi jantung dari kehidupan kita.
Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segala sesuatunya,
banyak orang yang salah memahami makna pesan yang di sampaikan akibat pola
komunikasi yang salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi
individu. Melalui keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk
karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui
suatu pola tertentu.
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga,
yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota
lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai
yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya
ketika berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola
komunikasi keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi
perkembangan anak.
Komunikasi merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Komunikasi dibuat
untuk menyebarluaskan pesan kepada publik, mempengaruhi khalayak dan
menggambarkan kebudayaan pada masyarakat. Hal ini membuat media menjadi
bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat. Untuk memenuhi
kebutuhan berinteraksi yang bersifat antarpribadi, dipenuhi melalui kegiatan
komunikasi interpersonal atau antarpribadi. Sedangkan kebutuhan untuk
berkomunikasi secara publik dengan orang banyak, dipenuhi melalui aktivitas
komunikasi massa.
Dengan demikian komunikasi menjadi unsur penting dalam berlangsungnya
kehidupan suatu masyarakat. Selain merupakan kebutuhan, aktivitas komunikasi
sekaligus merupakan unsur pembentuk suatu masyarakat. Sebab tidak mungkin
manusia hidup di suatu lingkungan tanpa berkomunikasi satu sama lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana komunikasi terapeutik pada keluarga ?
2. Bagaimana komunikasi terapeutik pada kelompok ?
3. Bagaimana komunikasi terapeutik pada tenaga kesehatan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui komunikasi terapeutik pada keluarga
2. Untuk mengetahui komunikasi terapeutik pada kelompok
3. Untuk mengetahuni komunikasi terapeutik pada tenaga kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komunikasi pada Keluarga


1. Pengertian
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian ide,perasaan dan pikiran antara
dua orang atau lebih sehingga terjadi perubahan sikap dan tingkah laku bagi semua
yang saling berkomunikasi.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia
dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi
dengan kelompoknya.
Pada dasaranya keluarga itu adalah sebuah komunitas dalam “satu atap”.
Kesadaran untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami istri dan saling
interaksi dan berpotensi punya anak akhirnya membentuk komunikasi baru yang
disebut keluarga. Karenanya keluargapun dapat diberi batasan sebagai sebuah group
yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita perhubungan mana sedikit
banyak bertahan lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak.
Pengertian keluarga menurut Noor (1983) adalah suatu unit atau lingkungan
masyarakat yang paling kecil atau merupakan masyarakat yang paling bawah dari
satu lingkungan negara. Posisi keluarga atau rumah tangga ini sangat sentral seperti
diungkapkan oleh Aristoteles (dalam Noor, 1983) bahwa keluarga rumah tangga
adalah dasar pembinaan negara. Dari beberapa keluarga rumah tangga berdirilah
suatu kampung kemudian berdiri suatu kota. Dari beberapa kota berdiri daru
propinsi, dan dari beberapa propinsi berdiridatu negara.
Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu
pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi
suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling
membagi pengertian.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan
membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan
maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah
dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran
serta keterbukaan.

2. Ciri-Ciri Komunikasi Keluarga


Menurut Kumar (Wijaya,1987) ciri-ciri komunikasi dalam keluarga adalah sebagai
berikut:
a. Keterbukaan (openess)
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk
terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi dalam
komunikasi memungkinkan perilakunya dapat memberikan tanggapan secara
jelas terhadap segala pikiran dan perasaan yang diungkapkannya.
b. Empati (Empathy)
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti
yang dirasakan orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan
ataupun tanggapan orang tersebut.
c. Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam
melakukan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini lebih
diharapkan dari orang terdekat yaitu, keluarga.
d. Perasaan Positif (Positiveness)
Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap
apa yang sudah dikatakan orang lain terhadap dirinya
e. Kesamaan (Equality)
Kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan dengan
orang lain dalam hal berbicara dan mendengarkan.

3. Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Keluarga


a. Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih menekankan pada
peran penting suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga. Keluarga
dengan anggota keluarga (ayah, ibu, anak).
b. Komunikasi orang tua dan anak
Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan
keluarga di mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya.
Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak di sini bersifat dua arah,
disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara orang
tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau nasehat.
Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin karena adanya rasa keterbukaan,
empati, dukungan, perasaan positif, kesamaan antara orang tua dan anak.
c. Komunikasi ayah dan anak
Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah terhadap anak.
Peran ayah dalam memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan
keputusan pada anak yang peran komunikasinya cenderung meminta dan
menerima. Misal, memilih sekolah. Komunikasi ibu dan anak Lebih bersifat
pengasuhan kecenderungan anak untuk berhubungan dengan ibu jika anak
merasa kurang sehat, sedih, maka peran ibu lebih menonjol.
d. Komunikasi anak dan anak yang lainnya
Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain. Dimana
anak yang lebih tua lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang masih
muda. Biasanya dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran.

4. Pola Komunikasi dan Interaksi dalam Keluarga


Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan
keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara,
berdialog, bertukar pikiran dan sebagainya. Akibatnya kerawanan hubungan antara
anggota – anggota keluarga pun sukar untuk dihindari.Beberapa pola komunikasi
yang dilakukan dalam Interaksi keluarga :
a. Model stimulus – respons (S-R)
Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai suatu proses “aksi – reaksi”
yang sangat sederhana. Pola S-R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan
–tulisan) isyarat-isyarat nonversal, gambar-gambar dantindakan-tindakan
tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara
tertentu. Oleh karena itu, proses ini dianggap sebagai pertukaran atau
pemindahan informasi atau gagasan, proses ini bersifat timbal balik dan
mempunyai banyak efek.
b. Model Interaksional
Model Interaksional ini berlawanan dengan model S-R. Sementara model
S-R mengasumsikan manusia adalah pasif, model interaksional menganggap
manusia jauh lebih aktif. Komunikasi di sini digambarkan sebagai pembentukan
makna yaitu penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain oleh para peserta
komunikasi. Berapa konsep penting yang digunakan adalah diri sendiri, diri
orang lain, simbol, makna, penafsiran, dan tindakan.
c. Hubungan antar peran
Komunikasi dalam keluarga dapat pula dipengaruhi oleh pola hubungan
antar peran hal ini, disebabkan masing-masing peran yang ada dalam keluarga
dilaksanakan melalui komunikasi.
d. Model ABX
Pola komunikasi lainnya yang juga sering terjadi dalam komunikasi
antara anggota keluarga adalah model ABX yang dikemukakan oleh Newcomb
dari perspektif psikologi-sosial. Newcomb menggambarkan bahwaseseorang (A)
menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X).

5. Aneka Komunikasi  dalam Keluarga


a. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi antara individu
atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat perhubungan efektif
tidaknya suatu kegiatan komunikasi bergantung dari ketepatan kata-kata atau
kalimat dalam mengungkapkan sesuatu.Kegiatan komunikasi verbal menempati
frekuensi terbanyak dalam keluarga setiap hari orang tua selalu ingin
berbincang-bincang kepada anaknya., canda dan tawa menyertai dialog antara
orang tua dan anak.
b. Komunikasi non verbal
Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga tidak hanya dalam bentuk
verbal, tetapi juga dalam bentuk nonverbal. Walaupun begitu, komunikasi
nonverbal suatu ketika bisa berfungsi sebagai penguat komunikasi verbal.
Fungsi komunikasi verbal sangat terasa jika, komunikasi yang dilakukan secara
verbal tidak mampu mengungkapkan sesuatu secara jelas.
c. Komunikasi Individual
Komunikasi individual atau komunikasi interpersonal adalah komunikasi
yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi yang terjadi berlangsung dalam
sebuah interaksi antarpribadi, antara suami dan istri, antara ayah dan anak,
antara ibu dan anak, antar anak dan anak.
d. Komunikasi kelompok
Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting untuk dibina
dalam keluarga keakraban hubungan itu dapat dilihat dari frekuensi pertemuan
antara orang tua dan anak dalam suatu waktu dan kesempatan. Sudahwaktunya
orang tua meluangkan waktu dan kesempatan untukduduk bersama dengan
anak-anak, berbicara, berdialog dalam suasana santai.

6. Tahap-Tahap Perkembangan Komunikasi Keluarga


a. Keluarga dengan anak – anak prasekolah
Pada tahap ini dari lahir hingga usia 6 tahun, anak – anak ada pada tahun
puncak untuk mempelajari bahasa. Kemampuan berbahasa terutama diperoleh
dari keluarga khususnya dari interaksi anatara anak dan pengasuh utama, ibunya.
Anak – anak memulai kemampuan berbahasa dengan menggunakan kata – kata
tunggal. Anatara usia 18 – 24 bulan, ungkapan – ungkapan dua kata muncul.
Menjelangn usia 3 tahun anak- anak menguasai kira – kira seribu kata, dan
mulai usia 4-5 tahun mereka memperoleh kira-kira 50 kata setiap bulan.
b. Keluarga dengan anak – anak usia sekolah
Anak – anak semakin mengalami kebebasan sejalan dengan pertambahan
usia. Mereka memperoleh pengaruh tidak hanya lewat komunikasi keluarga
yang masih merupakan kekuatan dominan, tapi juga lewat komunikasi dengan
pihak – pihak di luar keluarga. Dua dimensi komunikasi orang tua-anak menjadi
penting ; penerimaan – penolakan dan kontrol otonomi.
c. Keluarga dengan anak – anak remaja
Tahap ini cenderung ditandai dengan bertambahnya konflik sehubungan
dengan bertambahya kebebasan anak – anak. Masalah – masalah otonomi dan
kontrol menjadi sangat tajam pada tahun –tahun ini. Anak – anak remaja mulai
mengalihkan komunikasi dari komunikasi keluarga kepada komunikasi dengan
teman- teman sebaya. Karena perubahan – perubahan fisiologis dan psikologis
yang dialami remaja, topik –topik tertentu menjadi perhatian mereka.
Pendeknya, usia remaja merupakan tantangan terbesar bagi komunikasi
keluarga. Bila orang tua dan anak dapat mengatasi badai, komunikasi
selanjutnya akan lebih lancar. Selanjutnya dapat disimpulkan dengan
pertambahan usia, hubungan kita dengan saudara- saudara kandung  tetap
penting.

7. Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga


Ada lima hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di dalam keluarga tercipta
secara  efektif,yaitu:

1. Respek
Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull
attitude). Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa
(timbal balik) dari si lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi
dengan anak bila ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan
maka anak pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan
orangtua atau orang di sekitanya.
2. Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan
kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah
kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan
dimengerti orang lain.Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk
mengerti keinginannya, tapi ia akanberusaha memahami anak atau pasangannya
terlebih dulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, mendengar keluhan dan
harapannya. Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkanindra saja, tapi
melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat memunculkan
rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.
3. Audibel
Audibel berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik.
Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa
diterima oleh si penerima pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik,
kata-kata yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi yang
audibel ini.
4. Jelas
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan
banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi
dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas
maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka
pahami (melihat tingkatan usia).
5. Tepat
Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan
tepat baik waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk
membicarakan masalah anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu
sarapan pagi, karena ketergesaan maka yang dibicarakan umumnya masalah
yang ringan saja.
6. Rendah Hati
Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah,
saling menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih
tahu, lemah lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap rendah
hati ini maka laaawaaan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal
yang dapat diungkapkan dari diskusi tersebut.

8. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga


Berkomunikasi itu tidak mudah. Terkadang seseorang dapat berkomunikasi
dengan baik kepada orang lain. Dilain waktu seseorang mengeluh tidak dapat
berkomunikasi dengan baik kepada orang lain.
Ada sejumlah faktor-faktor  yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga,
seperti yang akan di uraikan berikut ini :
a. Citra diri dan citra orang lain
Setiap orang mempunyai gambaran – gambaran tertentu mengenai
dirinya statusnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang
menentukan apa dan bagaimana ia berbicara, menjadi menjaring bagi apa yang
dilihatnya, didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang
berlangsung disekitarnya. Dengan kata lain, citra diri menentukan ekspresi dan
persepsi orang.
Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga mempengaruhi cara dan
kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain mempunyai gambaran  khas bagi
dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan anaknya sebagai manusia yang lemah,
ingusan, tak tahu apa-apa, harus di atur, maka ia berbicara secara otoriter.
Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus saling berkaitan, saling lengkap-
melengkapai. Perpaduan kedua citra itu menentukan gaya dancara komunikasi.
b. Suasana Psikologis
Suasana Psikologis di akui mempengaruhi komunikasi. Komunikasi sulit
berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa
kecewa, merasa irihati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya.
c. Lingkungan Fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya,
dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda
dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda.
Suasana di rumah bersifat informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat
formal. Demikian juga komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat. Karena
setiap masyarakat memiliki norma yang harus diataati, maka komunikasi yang
berlangsungpun harus taat norma.
d. Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat
penting dan strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola
kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola
komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang membentuk
hubungan-hubungan tersebut.
e. Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa
sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa
yang dipergunakan oleh orang tua ketika secara kepada anaknya dapat mewakili
suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain kesempatan, bahasa
yang digunakan itu tidak   mampu mewakili suatu objek yang dibicarakan secara
tepat. Maka dari itu dalam berkomunikasi dituntut untuk menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti antara komunikator dan komunikasi.
f. Perbedaan Usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa
berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara.
Berbicara kepada anak kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka
mempunyai dunia masing-masing yang harus dipahami.

9. Hambatan Komunikasi dalam Keluarga


Problem komunikasi biasanya merupakan suatu gejala bahwa ada sesuatu
yang tidak beres.Hambatan komunikasi ada yang berasal dari pengirim, transmisi
dan penerima. Berbagai hambatan yang timbul dalam komunikasi, yaitu :
a. Kebisingan
b. Keadaan psikologis komunikan
c. Kekurangan komunikator atau komunikan
d. Kesalahan penilaian oleh komunikator
e. Keterbatasan pengetahuan komunikator atau komunikan
f. Bahasa
g. Isi pesan berlebihan
h. Bersifat satu arah
i. Faktor teknis
j. Kepentingan atau interes
k. Prasangka
l. Cara penyajian yang verbalistis
Untuk mengatasi hambatan tersebut di atas, dapat ditanggulangi dengan cara
sebagai berikut :
a. Mengecek arti dan maksud yang dikatakan
b. Meminta penjelasan lebih lanjut
c. Mengecek umpan balik atau hasil
d. Mengulang pesan yang disampaikan
e. Memperkuat dengan bahasa isyarat
f. Mengakrabkan pengirim dan penerima
g. Membuat pesan selalu singkat
h. Mengurangi banyaknya mata rantai
i. Menggunakan orientasi penerima

10. Peran Perawat dalam Memberikan Asuahan Perawatan Keluarga


Dalam memberikan asuhan perawatan keluarga, ada beberapa peranan yang
dapat dilakukan oleh perawat antara lain:
a. Pemberian asuhan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit
b. Pengenal atau pengamat masalah kebutuhan kesehatan keluarga
c. Koordinator pelayanan kesehatan dan keperawatan kesehatan keluarga
d. Fasilitator, menjadikan pelayanan kesehatan itu mudah dijangkau dan perawat
mudah dapat menampung permasalahan yang dihadapi keluarga dan membantu
mencarikan jalan pemecahannya
e. Pendidikan kesehatan, perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk merubah
perilaku keluarga dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku yang sehat.

B. Komunikasi pada Kelompok


1. Pengertian Komunikasi Kelompok.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy
Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi,
kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk
mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan
komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi
berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa
orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan
sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005)
mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara
tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi,
menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat
karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi
komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap
muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja
tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.
Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005, h. 149) menyatakan
komunikasi kelompok terjani ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di
bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama
dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut
menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka;
b. Kelompok memiliki sedikit partisipan;
c. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin;
d. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama;
e. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain.

2. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya


Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi,
namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.
a. Kelompok primer dan sekunder.
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin Rakhmat,
1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang
anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam
asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang
anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak
menyentuh hati kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik
komunikasinya, sebagai berikut:

1) Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas.


Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi,
menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam
suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan
rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi
bersifat dangkal dan terbatas.
2) Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok
sekunder nonpersonal.
3) Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada
aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.
4) Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok
sekunder instrumental.
5) Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok
sekunder formal.

b. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.


Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan
(membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok
keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif
dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah
kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri
atau untuk membentuk sikap.
Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi
komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam
sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status
saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-
norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk
membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai
(fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara
memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan
pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang
yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok
rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI)
adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya.
Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk
perilaku saya dalam berkomunikasi.
c. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok
menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan
klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah.
Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif
dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c.
kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya
transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan
adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok.
Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya.
Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan.
Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial
politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an
menggunakan proses ini dengan cukup banyak.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus
ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan
Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja
bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

3. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi


a. Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju
(norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau
dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan
sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal
yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua
kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika
anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara
persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah
setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.
b. Fasilitasi sosial.
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan
kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok.
Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert
Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan
efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai
situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang
meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang
dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang
dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon
dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang
mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-
peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
c. Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila
sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung
tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung
tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak
menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih
keras.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok


Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a.
melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya.
Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance)
tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok
dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka
keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota
kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam
kegiatan kelompok.
Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok
dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:
a. Faktor situasional karakteristik kelompok:
1) Ukuran kelompok.
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok
bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas
kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif.
Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain,
tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok
berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk,
keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah
anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak
anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang
dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka
sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam.
Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan
akan berkurang.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran
kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan
kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya
diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang
dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang
terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti
memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota
kelompok yang lebih besar.
Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat,
2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang
kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas
optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih
dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap
menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.
2) Jaringan komunikasi.
Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai
berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan
prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan
terorganisir.
3) Kohesi kelompok.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong
anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya
meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat,
2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai
berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain;
ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana
anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan
personal
Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota
kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota
kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan
terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih
sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat
dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas.
Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada
norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.
4) Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi
kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah
faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi
gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White danLippit (1960).
Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis;
dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan
kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan
demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu
anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan.
Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok
untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi
pemimpin yang minimal.
b. Faktor personal karakteristik kelompok:
1) Kebutuhan interpersonal
William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental
Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota
kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut:
a) Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).
b) Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).
c) Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang
lain.
2) Tindak komunikasi
Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap
anggota berusaha menyampaiakan atau menerima informasi (secara verbal
maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem kategori
untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai
Interaction Process Analysis (IPA).
3) Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota
kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara
suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan
individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal,
Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-
peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:
a) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan
masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas
berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan
yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.
b) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan
dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota
kelompok.
c) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk
memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas
kelompok

C. Komunikasi Terapeutik Pada Tenaga Kesehatan Lainnya

a. Komunikasi antara Perawat dengan Dokter

Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama
dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perawat bekerja sama dangan dokter
dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin bekerja di lingkungan di mana kebanyakan
asuhan keperawatan bergantung pada instruksi medis. Perawat diruang perawatan
intensif dapat mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan yang mengizinkan
perawat bertindak lebih mandiri. Perawat dapat bekerja dalam bentuk kolaborasi dengan
dokter.

Contoh. Ketika perawat menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa diabetes pulang
kerumah, perawat dan dokter bersama-sama mengajarkan klien dan keluarga begaimana
perawatan diabetes di rumah. Selain itu komunikasi antara perawat dengan dokter dapat
terbentuk saat visit dokter terhadap pasien, disitu peran perawat adalah memberikan
data pasien meliputi TTV, anamnesa, serta keluhan-keluhan dari pasien,dan data
penunjang seperti hasil laboraturium sehingga dokter dapat mendiagnosa secara pasti
mengenai penyakit pasien. Pada saat perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah
menggunakan istilah-istilah medis, disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah
medis sehingga tidak terjadi kebingungan saat berkomunikasi dan komunikasi dapat
berjalan dengan baik serta mencapai tujuan yang diinginkan.

Komuniaksi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik apabila dari
kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan tugas secara
individu, perawat dan dokter sendiri adalah kesatuan tenaga medis yang tidak bisa
dipisahkan. Dokter membutuhkan bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan
keperawatan, dan perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa
secara pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada pasien.
Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari komunikasi yang baik pula antara
perawat dengan dokter.

b. Komunikasi antara Perawat dengan Perawat

Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar tenaga


kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan informasi
tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan perawat
dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar perawat berjalan dengan
baik. Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural dan
hubungan intrapersonal. Hubungan profesional antara perawat dengan perawat
merupakan hubungan yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab
yang sama dalam memberikan pelayanan keperawatan.

Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan atau


struktur masing- masing perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan wewenang dan
tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan keperawatan. Laporan perawat
pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat primer, laporan perawat primer atau
ketua tim kepada kepala ruang tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang
dilakukan kepala ruang kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan
struktural. Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang
lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini adalah
hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh dalam
pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

c. Komunikasi antara perawat dengan Ahli terapi respiratorik

Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang dirancang untuk
peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.
Perawat bekerja dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan
dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan dengan dievaluasi oleh perawat.
Perawat dan fisioterapis menilai kemajuan klien secara bersama-sama dan
mengembangkan tujuan dan rencana pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain
itu, perawat merujuk klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh.
Contoh. Perawat merawat seseorang yang mengalamai penyakit paru berat dan merujuk
klien tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk belajar latihan untuk menguatkaan
otot-otot lengan atas, untuk belajar bagaimana menghemat energi dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, dan belajar teknik untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.

d.   Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi

Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan
dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi
atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan
sistem pemberian obat.

Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan
mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian,
perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang
pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung
jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan
lainnya.

Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis yang tepat dan efek
smaping dari semua obat-obatan yang diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia dalam
buku referensi standar seperti buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat harus
berkonsultasi pada ahli farmasi. Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan
informasi tentang obat-obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat
diberikan secara bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik
perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat
melakukan pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan
kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan pada perawat
tentang obat yang dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan
dapat berinteraksi merugikan, sehingga informasinini dapat dimasukkan dalam rencana
persiapan pulang. Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin
untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan.

e.   Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi

Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi di RS merupakan hak
setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu.
Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka perawat harus
mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang – obatan yang digunakan pasien, jika
perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat terjadi pemilihan makanan oleh ahli
gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari obat tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga,
yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota
lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai
yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup.
Tujuan komunikasi dalam interaksi keluarga ditinjau dari kepentingan orang tua
adalah untuk memberikan informasi, nasihat,mendidik dan menyenangkan anak-
anak.Sedangkan anak berkomunikasi dengan orang tua adalah untuk mendapatkan
saran, nasihat, masukan atau dalam memberikan respon dari pertanyaan orang tua.
Komunikasi dalam kesehatan hendaknya selalu mengalami perubahan seiring
perubahan lingkungan dan disesuaikan dengan keadaan masyarakat dan pelaku atau
komunikator hendaknya lebih variatif dan inovatif dalam penyampaian pesan
informasi kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Muwarni,anita.(2009).Komunikasi terapeutik panduan bagi


keperawatan.Fitramaya:yogyakarta
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/komunikasi-dalam-keluarga/
http://blessedday4us.wordpress.com/2010/06/04/komunikasi-dalam-keluarga/
http://prestasikita.com/index.php?option=com_content&task=view&id=47&Itemid=2
Curtis, Dan B., Floyd, James J., Winsor, Jerry L., 2005, Komunikasi Bisnis dan
Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth
Publishing Company.
Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Notoatmodjo, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta, Rineka Cipta
Fisher, Augrey, 1986, Theories of Communication (Terjemahan Soejono Trimo),
Bandung, Remaja Karya

Anda mungkin juga menyukai