ISTY ARTANTI
2.
ANITA H. SIMANUNGKALIT
3.
4.
I WAYAN RASIANA
5.
LEA WAYENI
6.
ROSMINCE
7.
CANDRA HIDAYAT
8.
ERMA B. WAMBLOLO
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
C.
Tujuan Penulisan
1)
Tujuan umum
1.
Untuk mengetahui dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada
penderita sindrome cushing.
2)
Tujuan Khusus
1.
2.
Mampu Merumuskan diagnosa keperawatan pada penderita sindrome cushing
Mampu membuat rencana keperawatan pada pasien gangguan sindrome cushing.
3.
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien gangguan sindrome
cushing.
4.
Mampu Mengevaluasi pelaksanaan askep pada pasien gangguan sindrome
cushing.
D.
Manfaat Penulisan
Dengan penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa mengetahui dasar dan teori
endokrinologi dan aplikasinya dalam proses keperawatan.
E.
Hipotesis
Sistematika Penyajian
1.
2.
3.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
1.
Pengertian
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik
gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar
yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis
farmakologik senyawa senyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, Hal.
1088).
2.
Etiologi
3.
Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar
glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi
klinik sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan
glikokorikoid.
Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
a.
Glukokortikoid. Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia
adalah kortisol.
b.
Mineralokortikoid. Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah
aldosteron.
c.
Androgen.
d.
Estrogen
Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
b.
Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada
kulit berwarna ungu (striae).
c.
d.
Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong
vaskule menyebabkan mudah tibul luka memar.
e.
Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis,
sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis.
f.
Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan meransang glukoneogenesis
dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita
dapat mengalami hiperglikemia.
g.
Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal,
maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin
untuk meningkatkan toleransi glukosa.
h.
Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak
mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi
klinik DM.
2.
a.
b.
Obesitas
c.
d.
Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk
bison).
e.
Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
3.
Elektrolit
Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan
antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang
lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang
tersensitasi.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusatpusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
a.
b.
c.
d.
Reaksi peradangan.
e.
5.
a.
b.
c.
Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini
dapat mempermudah terjadinya tukak.
6.
Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan
oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
7.
Eritropoesis
tidak jelas apakah kikroadenoma maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan
pelepasan CRH (Cortikotropin Realising hormone) oleh neurohipotalamus. (Sylvia A.
Price; Patofisiologi. hal 1091)
5.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering ditemukan pada pasien dengan sindrom cushing
antaralain:
-
Obesitas sentral
Striae
Ammenorrhoe
Impotensi
Osteoporosis
Akne
Edema
6.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
CT scan Untuk menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus sindro
cushing.
b.
Photo scanning
c.
Pemeriksaan adrenal mengharuskan pemberian kortisol radio aktif secara
intravena
d.
Pemeriksaan elektro kardiografi Untuk menentukan adanya hipertensi
(endokrinologi edisi hal 437)
e.
Untuk menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada kadar kortisol, plasma.
g.
Penatalaksanaan
a.
Pengobatan tergantung pada ACTH yg tidak seragam. Apakah sumber ACTH
ad hipofis atau ektopik.
b.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor
transfenoidal.
c.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat
ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar
hipofisis.
d.
c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dg adrenolektomi total dan
diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik.
e.
d. Bila kelebihan kortisol disebabkan o/ neoplasma disusul kemoterapi pada
penderita dengan karsinoma/ terapi pembedahan
f.
e. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemideo, p-ooo yang
bisa mensekresikan kortisol ( Patofisiologi Edisi 4 hal 1093 )
B.
PROSES KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
1.
Aktivitas/ istirahat . Gejala: Insomnia, sensitivitas, otot lemah, gg koordinasi,
kelelahan berat. Tandanya : atrofi otot.
2.
Sirkulasi . Gejala: Palpitasi, nyeri dada (angina). Tandanya: Distritnia, irama
gallop, mur-mur, takikardia saat istirahat.
3.
4.
Eliminasi. Gejala: Urine dlm jumlah banyak, perubahan dlm feces: diare.
Itegritas ego
Neorosensori
Gejala : Bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan prilaku seperti
binggung, disorientasi, gelisa, peka rangsangan, delirium.
7.
Pernafasan
Keamanan
Gejala : Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan tandanya suhu
meningkat diatas 37,40CC, retraksi, iritasi pada kunjungtiva dan berair.
10. Seksualitas
Tandanya : Penurunan libido, hipomenoria, amenoria dan impoten.
2.
Komplikasi
1.
Krisis addison
2.
3.
3.
1.
Resiko cedera dan infeksi b/d kelemahan dan perubahan metabolisme protein
serta respon inflamasi
2.
Defisit perawatan diri; kelemahan perasaan mudah lelah, atropi otot dan
perubahan pola tidur
3.
Gg integritas kulit b/d edema, gg kesembuhan dan kulit yg tipis serta rapuh
4.
Gg citra tubuh b/d perubahan penampilan fisik, gg fungsi seksual dan
penurunan tingkat aktivitas.
5.
( Susanne C. Smeltzer; Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, hal. 1330).
C.
Tujuan : Tujuan utama mencakup penurunan resiko cedera dan infeksi, peningkatan
kemampuan untuk melaksanakan kemampuan perawatan mandiri , perbaikan
fungsi mental dan tidak adanya komplikasi.
D.
-
Intervensi Keperawatan :
Pemantauan dan penata laksanaan komplikasi potensial
Krisiss addison. Pasien sindrom cushing yang gejalanya ditangani dengan cara
menghentikan pemberian pemeberian kortikoisteroid atau dengan adrenelektomi
atau pengangkatan tumor hipofisis akan beresiko mengalami hipofungasi adrenal
dan krisis addisonian. Jika fungsi hormon adrenal telah tersupressi oleh kadara
drenal yang tinggi dalam darah, maka atropi korteks adrenal kemungkinan akan
terjadi. Apabila kadar hormon tersebut menurun dengan cepat akibat pembedahan
atau penghentian terapi kortikosdteroid yang tiba-tiba, manifestasi hipofungsi
adrenal dan krisis addison dapat terjadi.
Disamping itu, penderita cushin sindrom yang mengalami kejadian yang sangat
menimbulkan strees seperti trauma atar operasi darurat beresiko mengalami krisis
addisonian karena terdapatnya supressi jangka panjang korteks adrenal. Karena itu
kondisi penderita harus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi hipotensi , denyut
nadi yang lemah dan cepat, ppucat kelemahan yang ekstrim. Pasien tersebut
meungkin memerlukan pemberian infus cairan dan elektrolit serta terapi
kortikosteroid.
Pasien yang mengalami trauma atau memerlukan operasi darurat memerlukan
kadar kortikosteroid tambahan sebelum, selama dan setelah terapi atau operasi.
Jika terjadi krisis addisonian pasien harus mendapat pengobatan untuk mengatasi
kolaps sirkulasi dan syok. Identifikasi faktor-faltor yang dapat menybebkan krisis
tersebut harus diupayakan.
-
Status cairan dan eletrolit dipantau dengan mengukut berat badan pasien setip
hari. Karena meningkatnya resikountuk mengalami intoleransi glukosa dan
hiperglikemia, maka pemantauan glukosa darah harus dinilai setiap kenaikan kadar
glukosa darah harus dimulai detiap kenaikan dilaporkan kepada dokter sehingga
terapi dapat diberikan jika diperlukan.
-
Kelemahan, perasaan mudah lelah dan pelisutan otot akan menyulitkan penderita
sindrom cushing dalam melaksanakan aktivitas yang normal, aktivitas yang ringan
harus dianjurkan untuk mencegah komplikasi akibat imobilisasi dan meningkatkan
rasa percaya diri. Insomnia sering turut menimbulkan rasa cepat lelah yang
dikeluhkan pasien. Waltu istirahat perlu direncanakan dan diatur intervalnya
sepanjang hari. Lingkungan yang tenang dan rileks untuk istirahat tidur harus
diupayakan.
-
Peningkatan perawatan kulit yang cermat untuk menghindari trauma pada kulit
pasien yang rapuh. Penggunaan plester perlu dihindari karena dapat menimbulkan
irirtasi kulit dan luka pad kulit yang rapuh ketika plaster itu dilepas. Daerah tonjolan
tulang dan kulitnya harus sering diperiksa dan pasien danjurkan serta dibantu untuk
mengubah posisi dehingga kerusakan kulit dapat dicegah.
-
Jika penyebab sindrom cushing dapat ditangani dengan baik, perubahan fisik lain
yang penting juga akan menghilang pada saatnya. Meskipun demikian, akan sangat
memmbagtu apabila pasien diberi penjelasan tentang dampak yang ditimbulkan
oleh perubahan tersebut terhadap konsep diri dan hubungannya dengan orang lain.
Kenaikan berat badan dan edema yang terlihat pada sindrom cushing dapat
dimodifikasi dengan diet rendah karbohidrat rendah natrium. Asupan protein yang
tinggi dapat mengurangi sebagian gejala lain yang mengganggu.
-
Evaluasi
a.
b.
c.
Tidak mengalami kenaikan suhu, kemerahan, rasa nyeri ataupun tanda-tanda
lain infeksi serta inflamasi.
2.
a.
Merencanakan aktivitas perawatan dan latihan untuk memungkinkan periode
istirahat.
b.
c.
3.
a.
Memiliki kulit yang utuh tanpa ada bukti adanya luka atau infeksi.
b.
c.
Mengubah posisi dengan sering dan memeriksa bagian kukit yang menonjol
setiap hari.
4.
a.
Mengutarakan perasaan tentang perubahan penampilan, fungsi seksual dan
tingkat aktivitas.
b.
Mengungkapkan kesadaran bahwa perubahan fisil merupakan akibat dari
pemberian kortikosteroid yang berlebihan.
5.
6.
a.
Memperlihatkan tanda-tanda vital serta berat badan yang normal serta bebas
dari gejala krisis sddisonian.
b.
Mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala hipofungsi korteks adrenal yang
harus dilaporkan dan menyatakan tindakan yang akan diambil pada keadaan salit
serta stress berat
c.
d.
1.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan muskuloskeletal,
integumen, dan seksual reproduksi
intervensi:
Pertahankan lingkungan kondusif untuk membicarakan proses perubahan citra
tubuh
Diskusikan perasaan yang berhubungan dengan perubahan yang dialami oleh
pasien
Kaji pasien dengan mengidentifikasi dan mengembangkan kekuatan personal
serta mekanisme koping untuk mengatasi masalah perubahan fisik
Berikan informasi tentang kemungkinan dapat pulihnya gejala pada perubahan
fisik.
Kaji cara berpakaian untuk meningkatkan higiene personal, tindakan
pemotongan bulu, rambut, pakaian yang menarik
Hargai keinginan pasien untuk privacy
Bersikap sensitif terhadap kebutuhan.
Buat waktu luang untuk setiap shift untuk mendengarkan secara aktif dan
dukungan emosi
Konsulkan kepada ahli keperawatan jiwa.
Hasil yang diharapkan/evaluasi
Membicarakan perasaan tentang perubahan dalam penampilan
Mengungkapkan pengetahuan bahwa gejala kekambuhan akan terjadi dengan
pengobatan
Melakukan higiene harian
Meningkatkan penampilan melalui penggunaan kosmetik yang bijaksana dan
pakaian yang sesuai.
2.
intervensi:
Pantau suhu tubuh dan tanda dan atau gejala infeksi lainnya setiap 4 jam
Intruksikan pasien berbalik, batuk dan nafas dalamsetiap 2 jam sementara tirah
baring
Hindari proses invsif yang tidak diperlukan (pemasangan kateter urine)
Gunakan tekhinik sterilketika menangani semua lesi kulit, slang drain, atau sisi
pungsi intara vena
Lakukan pemeriksaan kultur pada luka atau sekresiyang mencurigakan
Pertahan kan status nutrisi yang adekuat
Hindari penempatan pasien dalam ruangan dengan orang lain yang secara
potensial dapat menulari pasien.
Hindari personil dengan ispa atau infeksi lain untuk memberikan perawartan
pada klien, pantau pengunjung terhadap tanda infeksi dan batasi sesuai
kebutuhan , atau ajarkan cara mencucitangan dan menggunakan masker sebelum
berkunjung
Hasil yang diharapkan
Suhu tubuh dalam batas normal; tidak terdapat infeksi pada integumen,
pernafasan, dan sistem ginjal.
3.
Potensial untuk terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan
mudah rusaksnya kapiler atau penipisan kulit
intervensi:
Kaji terhada kemerahan atau kerusakanan kulit setiap 8 jam, bila pasien
menjalanai tirah baring kaji setiap 4 jam
Berikatan perawatan kulit perawatan kulit pada titik tekanan setiap 4 jam sesuai
kebutuhan
Gunakakan minyak atau solluision untuk air mandi, bilas dan keringkan dengan
baik
Hindari penggunaan sabun yang keras dan handuk yang kasar
Baringkan pasien pada matras atau tempat anti decubitus
Bantu dan berikan dorongan pasien untuk mengubah posisi dengan sering,
ajarkan dan bantu pasien saaat melakukan rentang gerak, ambulasi sesering
mungkin, instruksikan klien untuk hindari duduk lebih dari 1 jam.
Hasil yang diharapkan / rasional:
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan muskuloskeletal karena
peningkatan katabolisme protein
intervensi :
Biarkan pasien sesuai keiinginannya, gunakan pagar tempat tidur dan trapez
diatas kepala
Selingi aktivitas dengan waktu istirahat untuk membantu peningkatan toleransi
Kaji dan berikan bantuan untuk ambulasi (alat bantu jalan, tulang) sesuai
kebutuhan
Antisipasi kebutuhan akan bantuan dengan aktivitas sehari-hari, berpakaian,
toileting, memberikan makanan,memebrikan barang-barang, yang dibutuhkan
dalam jangkauan yang mudah untuk diraihuntuk mengurangi penggunaan energi
Batasi aktivitas sampai tingkat toleransi pasien.
Hentikan aktivitas pada saat pertama kali terlihat tanda intoleran, Takikardi,
dyspnea, kelelahan.
intervensi:
evaluasi metode koping yang lalu dan saat ini.
Berikan dorongan untuk membicarakan tentang perasaan kehilangan kontrol.
Diskusikan reaksi yang melewati batas terhadap peristiwa dan metode untuk
koping selanjutnya.
Jelaskan bahwa lonjatan alam perasaan tersebut dapat diatasi dengan
pengobatan.
Ajarkan dan bantu dalam melakukan teknik relaksasi.
Beikan lingkungan yang tenang, stabil dan tanpa stress.
Konsisten dengan waktu dan saat melaukuan aktivitas dan prosedur.
Batasi pengunjung sesuai dengan kepentingan.
Cegah situasi yang dapat menyebabkan kemarahan emosisonal.
Rencanakan perawatan dengan pasien antisipasi kebutuhan.
Orientsikan pasien pada lingkungan sesuai kebutuhan.
Jelaskan prosedur dengan lambat dan jelas, ulangi bila perlu.
Hasil yang diharapkan/evaluasi:
Pasien sadar dan berorintasi
Membicarakan perasaan dengan mudah.
Mengenali respon yang tidak sesuai terhadap situasi dan mebicarakan rencana
untuk menagani respon tersebut.
6.
Kelebihan volume cairan sehubungan dengan sekresi kortisol yang berlebihan
menyebakan retensi air dan natrium
intervemsi:
pantau terhadap nilai-nilai elektrolit setiap 4 jam sampai 8 jam dan laporkan
temuan abnormal pada dokter.
Pantau madukan dan haluaran setiap 4 jam
Timbang berat badan pasien setiap hari. Pada waktu yang sama, laporkan
prningkatan berat badan.
Hindari masukan cairan yang berlebihan bila pasien mengalami hipernatremia.
Pantau EKG terhadap abnormalitas yang berhubungan dengan ketidak
seimbangan elektrolit, biasanya hipernatremia dan hiper kalemia.
Pantau tekanan darah , nadi dan bunyi nafas setiap 4 jam laporkan perubahan
yang signifikan dari nilai dasar pasien.
Kaji area edema dependen.
Berikan perawatan kulituntuk erea yang mengalami edema, balikkan dan ubah
posisi setiap 2 jam.
Pertahankan diet tinggi protein, tinggi kalium, rendah natrium, mengurangi
kalori.
Hasil yang diharapkan/evaluasi:
Tanda-tanda vital dan elektrolit dalam batas normal untuk pasien, masukan dan
haluaran seimbang, berat badan stabil dan dalam batas normal bagi pasien, tidak
ada bukti adanya edema.
7.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses
penyakit, pengobatan dan perawatan diri.
Intervensi:
Jelaskan konsep dasar tentang penyakit .
Diskusikan alasan terjadinya perubahan fisik dan emosional.
Diskusikan dan berikan informasi tertulis tentang diiet rendah natrium.
Jelaskan pentingnya mempertahankan lingkungan yang aman dan keseimbagan
aktivitas dan istirahat.
Ajarkan nama obat-obatan , dosis, waktu dan cara pemberian, tujuan, efek
samping dan efek toksik.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hipotalamus mensekresi CRF, yang mengatur sekresi ACTH oleh hipofisis anterior.
ACTH kemudian akan merangsang korteks adrenal menghasilkan hormone
adrenokortikal. Adanya desakan massa tumor di hipofisis dalam sela tursika
mengakibatkan pasien merasa pusing. Wajah moon face diakibatkan adanya
penumpukan lemak khas gejala Cushing Sindrom. Striae dan lemah yang dirasakan
pasien terjadi akibat mobilisasi protein dari jaringan otot. Amenore dan rambut
yang tumbuh berlebih adalah konsekuensi dari berlebihnya sekresi adrenal.
Hiperpigmentasi terjadi karena meningkatnya sekresi ACTH yang juga menentukan
pembentukan melanin. Sifat retensi Na yang juga dimiliki oleh kortisol
menyebabkan terjadi hipertensi pada kasus hiperkortisisme.
Diagnosis Cushing Sindrom didasarkan pada gejala-gejala klinis, hasil pemeriksaan
CT Scan, dan dexamethason- test.
Penatalaksanaan primer Cushing Sindrom adalah dengan tindakan operasi tumor
hipofisis atau pengangkatan kelenjar adrenal. Sedangkan pilihan kedua adalah
dengan obat obatan.
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
R. Syamsuhidayat Buku Ajar Ilmu Bedah; EGC; Jakarta; 1997.
Sylvia A. Price; Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit ; EGC; Jakarta; 1994
Susanne C. Smeltzer; Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart; EGC; Jakarta; 1999.
Susan Martin Tucker;Standar Perawatan Pasien; EGC; jakarta
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Ed29. Jakarta: EGC
Gunawan et,all. 2007. Farmakologi dan terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI
Guyton et,all. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :
EGC
Soedoyo, et,all. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat
Penerbitan
Departemen