Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan korteks. Korteks terdiri atas zona glomerulosa,
fasikulata, dan retikularis. Zona glomerulosa mensekresikan aldosteron dan dikendalikan
olehmekanisme renin-angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona fasikulata dan
retikularismensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan oleh hipofisis
melalui ACTH. Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1) faktor pelepas kortikotropin
hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol. Ketika terjadi suatu gangguan pada pembentukan
hormon-hormon

tersebut

baik

berlebih maupun kekurangan,

akan

mempengaruhi

tubuh dan menimbulkan keabnormalan.


Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasienakan hormon-hormon korteks adrenal. (Soediman, 1996 )
Penyakit Addison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Di Amerika Serikattercatat
0,4 per 100.000 populasi. Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr. Soetomo pada
tahun1983, masing-masing didapatkan penderita penyakit Addison. Frekuensi pada laki-laki dan
wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit Addison
dapatdijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat pada umur 30 50 tahun.Cushing
syndrome

adalah

kumpulan

gejala

yang

disebabkan

oleh

hiperadrenokortisisme

akibat neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau asupan gluko


berlebihan.

Bila terdapat sekresi sekunder hormon adrenokortikoid

ortikoid

yang berlebihan

yang
akibat

adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease (Dorland, 2002). Cushing Syndrome
diakibatkan sekresi kelebihan hormon adrenokortikoid, adrenokortikoid mensekresikan hormon
glukokortikoid, mineralkortikoid, dan adrenoandrogen.

1.2 Rumusan Masalah


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Apa pengertian hiperadrenalisme?


Bagaimana etiologi hiperadrenalisme?
Bagaimana patofisiologi hiperadrenalisme?
Apa klasifikasi hiperadrenalisme?
Apa manifestasi klinis hiperadrenalisme?
Bagaimana komplikasi hiperadrenalisme?
Bagaimana penatalaksanaan hiperadrenalisme?

1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB II, sedangkan
tujuan umum dan khusus pembuatan makalah ini adalah
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan hiperadrenalisme.
2.

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian hiperadrenalisme.
2. Untuk mengetahui etiologi hiperadrenalisme.
3. Untuk mengetahui patofisiologi hiperadrenalisme.
4. Untuk mengetahui klasifikasi hiperadrenalisme.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis hiperadrenalisme.
6. Untuk mengetahui komplikasi hiperadrenalisme.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan hiperadrenalisme.

1.4 Sistematika Penulisan


BAB I Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
4. Sistematika Penulisan
2

BAB II Tinjauan Teori


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pengertian hiperadrenalisme.
Etiologi hiperadrenalisme.
Patofisiologi hiperadrenalisme.
Klasifikasi hiperadrenalisme.
Manifestasi klinis hiperadrenalisme.
Komplikasi hiperadrenalisme.
Penatalaksanaan hiperadrenalisme.

BAB III Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian hiperadrenalisme
2. Diagnosa hiperadrenalisme
3. Perencanaan hiperadrenalisme
BAB IV Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan dari
peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. (Price, 2005). Syndrome cushing
adalah Ganbaran klinis yang timbul akibat peningkatan glukokortikoid plasma jangka panjang
dalam dosisi farmakologik (latrogen).(Wiliam F. Ganang , Fisiologi Kedokteran, Hal 364).
Syndrome cushing adalah Di sebabkan oleh skres berlebihan steroid adrenokortial terutama
3

kortisol.(IDI). Edisi III Jilid I, hal 826). Syndrome Cuhsing adalah Akibat rumatan dari kadar
kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal. (Ilmu Kesehatan
Anak, Edisi 15 Hal 1979). Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek
metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar
yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawasenyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, Hal. 1088)
2.2 Etiologi
Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron? yang berlebihan,
kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma
maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing.
Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom
cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing. (buku ajar ilmu bedah, R.
Syamsuhidayat, hal 945)
Sindrom cusing dapat diakibatkan? oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis
farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis
hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks
adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang
mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1091)

2.3 Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar
glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom
chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid. Korteks
adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
1. Glukokortikoid : Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah
kortisol.
2. Mineralokortikoid : Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
3. Androgen.
4. Estrogen.
4

Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini:


1. Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan
menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis protein, sebagai
akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah,
dan

tulang.

Secara klinis dapat ditemukan:


1) Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
2) Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit
berwarna ungu (striae).
3) Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
4) Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule
menyebabkan mudah tibul luka memar.
5) Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga
dapat
6) dengan mudah terjadi fraktur patologis.
2. Distribusi jaringan adiposa.
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh.
1) Obesitas.
2) Wajah bulan (moon face)
3) Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk
bison).Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus
akibat atropi

otot

memberikan

penampilan

klasik

perupa

penampilan

Chusingoid.
3. Elektrolit
Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan
pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
4. Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody
humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya
tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat
germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
1) Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag
2) Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten
3) Produksi anti bodi
5

4) Reaksi peradangan
5) Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
5. Sekresi lambung
Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa
dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
6. Fungsi otak
perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh
ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
7. Eritropoesis
Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.
Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah
kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid:
Dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler.
Menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik
akut

yang

berlandaskan

hipersensitivitas

yang

dperantarai

anti

bodi.

Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti?inflamasi yang
merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri
sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price;
Patofisiologi, hal 1090-1091)
2.4 Klasifikasi
Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Penyakit Cushing
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70
% dari kasus yang dilaporkan. Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita :
pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
2. Hipersekresi ACTH Ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi
ACTH ektopik paling sering terjadi akigat karsinomasmall cell di paru-paru; tumor ini
menjadi penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut. Sindroma ACTH ektopik lebih
sering pada laki-laki. Rasio wanita : pria adalah 1:3 dan insiden tertinggi pada umur 4060 tahun.
3. Tumor-tumor Adrenal Primer
6

Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17-19 % kasus-kasus Sindroma Cushing.


Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada
wanita. Karsinoma-karsinoma adrenokortikal yang menyebabkan kortisol berlebih juga
lebih sering terjadi pada wanita; tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens
keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata pada saat diagnosis dibuat adalah
38 tahun, 75 % kasus terjadi pada orang dewasa.
4. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Dindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma
adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51 %), adenoma adrenal
terdapat sebanyak 14 %. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun.
Penyakit Cushing lebih sering terjadi pada populasi dewasadan berjumlah sekitar 35 %
kasus, sebagian besar penderita-penderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat
diagnosis dibuat, insidens jenis kelamin adalah sama..
2.5 Manifestasi Klinis
1. Amenorea
2. Nyeri punggung
3. Kelemahan otot
4. Nyeri kepala
5. Luka sukar sembuh
6. Penipisan kulit
7. Petechie
8. Ekimosis
9. Striae
10. Hirsutisme (pertumbuhan bulu diwajah)
11. Punuk kerbau pada posterior leher
12. Psikosis
13. Depresi
14. Jerawat
15. Penurunan konsentrasi
16. Moonface
17. Hiperpigmentasi
18. Edema pada ekstremitas
19. Hipertensi
20. Miopati
21. Osteoporosis
22. Pembesaran klitoris
23. Obesitas
24. Hipokalemik
25. Perubahan emosi
26. Retensi Natrium

2.6 Komplikasi
1. Krisis Addisonia
2. Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
3. Patah tulang akibat osteoporosis
2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi Operatif
1) Hipofisektomi Transfenoidalis Operasi pengangkatan tumor pada kelenjar
hipofisis
2) Adrenalektomi terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer
2. Terapi Medis
Preparat penyekot enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide, mitotane, ketokonazol)
digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh
sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengumpalan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek tubuh dari hormone
korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan korteks adrenal untuk
berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron. Riwayat kesehatan mencakup
informasi tentang tingkat aktivitas klien dan kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin dan
perawatan diri.
A. Data Biografi : nama, usia, jenis kelamin
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Data subjektif
1. Amenorea
2. Nyeri punggung
3. Mudah lelah / kelemahan otot
4. Sakit kepala
5. Luka sukar sembuh
b. Data objektif
1. Integumen
1) Penipisan - Kulit Striae
2) Petechie - Hirsutisme (pertumbuhan bulu bulu wajah)
3) Ekimosis - Edema pada ekstremitas
4) Jerawat Hiperpigmentasi
5) Moonface
6) Punuk kerbau (buffalo hump) pada posterior leher
2. Kardiovaskuler
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 mid klavikula
3) Perkusi : Pekak
4) Auskultasi : S1 S2 Terdengar tunggal
3. Sistem Pernapasan
1) Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, tidak terlihat retraksi
intercouste hidung, pergerakan dada simetris
2) Palpasi : Vocal premilis teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
3) Perkusi : Suara sonor
4) Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas
tambahan ronchi wheezing
4. Muskuloskeletal
1) Kelemahan otot
2) Miopati
9

5.
6.

7.

8.

3) Osteoporosis
Reproduktif : Pembesaran klitoris
Makanan dan cairan
1) Obesitas
2) Hipokalemia
3) Retensi natrim
Psikiatrik
1) Perubahan emosi
2) Psikosis
3) Depresi
4) Penurunan konsentrasi
Pembelajaran
Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis dan pengobatannya.

3.2 Diagnosa
1.
2.
3.
4.
5.

Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
Resiko cidera b.d kelemahan
Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan
kulit

3.3 Perencanaan
1. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan
Intervensi

Rasional

1. Ukur intake output


1. Menunjukkan status volume sirkulasi
2. Hindari intake cairan berlebih ketika
terjadinya perpindahan cairan dan
pasien hypernatremia
respon terhadap nyeri
3. Ukur TTV (TD, N, RR) setiap 2 jam
2. Memberikan beberapa rasa kontrol
4. Timbang BB klien
5. Monitor ECG untuk abnormalitas
dalam menghadapi upaya pembatasan
3. TD meningkat, nadi menurun dan RR
(ketidakseimbangan elektrolit)
6. Lakukan alih baring setiap 2 jam.
meningkat menunjukkan kelebihan
Kolaborasi hasil lab (elektrolit : Na, K,
Cl)

cairan
4. Perubahan

pada

berat

badan

menunjukkan gangguan keseimbangan


cairan
10

5. Hipernatremi

dan

hipokalemi

menunjukkan indikasi kelebihan cairan


6. Alih baring dapat memperbaiki
metabolism.

Menunjukkan

retensi

cairan dan harus dibatasi

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein


Tujuan : Klien menunjukkan aktifitaskembali normal setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Intervensi

Rasional

11

1. Kaji

kemampuan

klien

dalam 1. Mengetahui

tingkat

perkembangan

melakukan aktifitas
klien dalam melakukan aktivitas
2. Tingkatkan tirah baring / duduk
2. Periode istirahat merupakan tehnik
3. Catat adanya respon terhadap aktivitas
penghematan energy
seperti :takikardi, dispnea, fatique
3. Respon
tersebut
menunjukkan
4. Tingkatkan keterlibatan pasien dalam
peningkatan O2, kelelahan dan
beraktivitas sesuai kemampuannya
kelemahan
5. Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan
4. Menambah tingkat keyakinan pasien
kebutuhan
dan harga dirinya secar baik sesuai
6. Berikan aktivitas hiburan yang tepat
dengan
tingkat
aktivitas
yang
seperti
:
menonton
TV
dan
ditoleransi
mendengarkan radi
5. Memenuhi kebutuhan aktivitas klien
6. Meningkatkan
relaksasi
dan
penghematan

energi,

memusatkan

kembali perhatian dan meningkatkan


koping

3. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi


Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi
Intervensi

Rasional

12

1. Kaji tanda-tanda infeksi


1. Adanya tanda-tanda infeksi (tumor,
2. Ukur TTV setiap 8 jam
rubor, dolor, calor, fungsio laesa)
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
merupakan indicator adanya infeksi
melakukan tindakan keperawatan
2. Suhu yang meningkat merupan
4. Batasi pengunjung sesuai indikasi
5. Tempatkan klien pada ruang isolasi
indicator adanya infeksi
3. Mencegah timbulnya infeksi silang
sesuai indikasi
4. Mengurangi
pemajanan
terhadap
6. Pemberian antibiotik sesuai indikasi
patogen infeksi lain
5. Tehnik isolasi mungkin diperlukan
untuk

mencegah

penyebaran

melindungi pasien dari proses infeksi


lain
6. Terapi antibiotik untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi nosokomial

4. Resiko cidera b.d kelemahan


Tujuan : Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi
Intervensi

Rasional

13

1. Ciptakan lingkungan yang protektif / 1. Lingkungan


aman
2. Bantu klien saat ambulansi
3. Berikan penghalang tempat tidur /
tempat tidur dengan posisi yang rendah
4. Anjurkan kepada klien untuk istirahat

yang

protektif

dapat

mencegah jatuh, fraktur dan cedera


lainnya pada tulang
2. Kondisi yang lemah sangat beresiko
terjatuh
3. Menurunkan

kemungkinan

adanya

secara adekuat dengan aktivitas yang

trauma
sedang
4. Memudahkan proses penyembuhan
5. Anjurkan klien untuk diet tinggi protein, 5. Untuk meminimalkan pengurangan
kalsium dan vitamin D
6. Kolaborasi
pemberian

massa otot
obat-obatan 6. Dapat meningkatkan istirahat

seperti sedative.

5. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan
kulit
Tujuan : Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan
Intervensi

Rasional

1. Kaji ulang keadaan kulit klien


2. Ubah posisi klien tiap 2 jam

1. Mengetahui kelaianan / perubahan


kulit
14

serta

untuk

menentukan

3. Hindari penggunaan plester


4. Berikan lotion non alergik dan bantalan

intervensi selanjutnya
2. Meminimalkan / mengurangi tekanan

pada tonjolan tulang dan kulit

yang

berlebihan

didaerah

yang

menonjol serta melancarkan sirkulasi


3. Penggunaan
plester
dapat
menimbulkan iritasi dan luka pada
kulit yang rapuh
4. dapat mengurangi lecet dan iritasi

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari
peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi

15

secara spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid.


Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Penyakit Cushing
Hipersekresi ACTH Ektopik
Tumor-tumor Adrenal Primer
Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak

4.2 Saran
Bagi para pembaca yang ingin mendapatkan informasi lebih lanjut tentang penyakit
hiperadrenalisme atau sindrom cushing anda dapat mencarinya di buku-buku tentang penyakit
atau tentang kesehatan lainya. Atau anda dapat mengunjungi situs-situs tentang kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson, Patofisiologi Buku I Jakarta, EGC, 1994
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.17th . Jakarta: EGC.
Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.9th . Jakarta: EGC.
Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology. 5th . New Jersey: Prentice Hall, inc.
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.

16

17

Anda mungkin juga menyukai