Anda di halaman 1dari 21

PENYAKIT ADDISON

A. Konsep Medis
1. Pengertian

Addisons Disease adalah kegagalan korteks kelenjar adrenal untuk memproduksi


hormone dalam jumlah yang adekuat sehingga akan mempengaruhi kerja tubuh
dalam menekan dan meregulasi tekanan darah serta mengatur keseimbangan air dan
garam.

Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon hormon korteks adrenal
(Brunner & suddart edisi 8 hal 1325)

Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada
semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di
karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan
darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang
terbuka dan tidak terbuka. (http:/www.total kesehatan nanda.com/Addison 4html)

2. Anatomi fisiologi
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal,
terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta
berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan
membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri
berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub
atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6
cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang
8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi
perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang
mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh
kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.

Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di
sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis
superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari
aorta ; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang
arteri membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok
pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang membentuk
jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler
medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk
bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan
medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri
kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang
ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari
medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex membentuk vena medularis,
yang bergabung membentuk vena adrenal atau suprarenalis.

Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:

1) Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam

2) Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein

3) Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid


Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :

1. Medula Adrenal

Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut
saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla
adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan
norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan
katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-
sumberendogenerpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk
memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan
pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR)
dan menaikkan kadar glukosa darah.

2. Korteks Adrenal

Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona
retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3
kelompokhormon:
a. Glukokortikoid

Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa;


peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah.
Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap
pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan
mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada
cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping
glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus,
osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang
mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi
lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme
protein, memecah protein menjadi karbohidrat dan menyebabkan
keseimbangan nitrogen negatif.
b. Mineralokortikoid

Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro


intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran
untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya
sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon
terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron
menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro
intestinal yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal.
Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron
merupakan hormon primer untuk mengatur keseimbangan natrium jangka
panjang.

c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)

Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula


adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin.
Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek
hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil
estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan
oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat
terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu.
Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.
3. Etiologi

Menurut Smeltzer & bare ( 2001) dan didukung oleh pendapatnya Saputra dan
Tjokroprawiro (2010), penyebab penyakit Addison adalah :
a) 75 % akibat atrofi otoimun pada kelenjar adrenal.
Bila terdapat dugaan penyakit Addison dengan LED tinggi, eosinofilia, IgG
meningkat, dan tes ANA positif maka sangat mungkin penyebabnya adalah
autoimun.

b) 20 % karena tuberculosis ( TB )

c) Infeksi lainnya : karena disebabkan oleh infeksi jamur, seperti


histoplasmosis, coccidiomycosis, dan kriptokokosis

d) Bahan-bahan kimia
Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal dengan
menghalangi biosintesis yaitu metirapon sedang yang membloking enzim
misalnya amfenon, aminoglutetimid dan O.p.D.D.D.

e) Ischemia :
Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks adrenal,
walaupun hal ini jarang terjadi

f) Infiltrasi
Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis tumor,
sarkoidosis, penyakit amiloid dan hemokromatosis

g) Perdarahan
Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang mendapat
pengobatan dengan antikoagulan pasca operasi tumor adrenal

h) Lain lain : akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan


kongenital
4. Epidemiologi

Penyakit Addison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Di Amerika


Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi

Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56% dan
wanita 44% penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak
ter- dapat pada umur 30 50 tahun . 50% pasien dengan penyakit addison, kerusakan
korteks adrenalnya merupakan manifestasi dari proses atoimun.

5. Patofisiologi
6. Tanda dan gejala
a) Hiponatremia
b) Hiperkalemia
c) Aritmia jantung
d) Hipotensi ortostatik
e) Hipoglikemia
f) Lemah, Letih
g) Dehidrasi
h) Penurunan berat badan
i) Anoreksia
j) Mual,Muntah
k) Hiperpigmentasi
l) Kebingungan
m) Syok
n) Penurunan kesadaran

(Chang, 2006)

7. Pemeriksaan diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium
1. Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan
hiponatremia)
2. Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)
3. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
4. Penurunan kadar kortisol serum
Kadar kortisol dalam darah pada jam 08.00 pagi normal 620 mg%,
dan kurang dari 8 mg% pada waktu tengah malam, pada penyakit
Addison kadar kortisol plasma pada jam 08.00 pagi kurang dari 5 mg
%
5. Kadar kortisol plasma rendah
6. Ureum/ keratin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan
perfusi jaringan ginjal)

b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi


Diadrenal

c. CT scan
Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya
dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan
dan non malignan, dan haemoragik adrenal
d. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik
abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit.

e. Tes stimulating ACTH

Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH
diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendek cepat. Penyukuran
cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH
adalah suatu kenaikan tingkatan tingkatan cortisol dalam darah dan urin.

f. Tes Stimulating CRH

Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH
Panjang diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal.
Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur
sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien pasien dengan
ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak
hadir / penundaan respon respon ACTH. Ketidakhadiran respon respon ACTH
menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH
menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

8. Komplikasi
a) Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
b) Kolaps sirkulasi
c) Dehidrasi
d) Hiperkalemia
e) Sepsis
f) Ca. Paru
g) Diabetes melitus

9. Penatalaksanaan
a. Medik

1) Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4


minggu dosis 12,5 50 mg/hr

2) Hidrkortison (solu cortef) disuntikan secara IV

3) Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi


pengganti kortisol.

4) Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline

5) Fludrukortison : 0,05 0,1 mg/hr diberikan per oral

b. Keperawatan

1) Pengukuran TTV

2) Memberikan rasa nyaman dengan mengatur / menyediakan

3) Menempatakan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua


tungkai ditinggikan

4) Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam

5) Fallow up : mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit


yang normal disertai regresi gambaran klinis

6) Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang


menunjukan adanya krisis Addison.

10. Prognosis
Kesehatan dan usia hidup pasien biasanya normal, kecuali bila terjadi krisi adrenal
biasanya prognosanya akan menjadi lebih buruk. Sedangkan pigmentasi bisa menetap
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan


setiap hari). Tidak mampu beraktivitas atau bekerja.

Tanda : Peningkatan denyut jantung/nadi pada aktivitas yang


minimal. Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.

Depresi, gangguan konsentrasi, penurunan inisiatif/ide

b. Sirkulasi
Tanda : Hipotensi postural, Takikardia, Disritmia, suara jantung
melemah. Nadi perifer melemah, pengisian kailer
memanjang. Ekstremitas dingin, sianosis, pucay. Membran
mukosa hitam keabu-auan (peningkatan pigmentasi).
c. Integritas Ego
Gejala : Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk
sakit fisik / pembedahan, perubahan gaya hidup.
Ketidakmampuan mengatasi stres.
Tanda : Ansietas, peka ragsang, depresi, emosi tidak stabil.
d. Eliminasi
Gejala : Diare sampai dengan adanya konstipasi. Kram abdomen.
Perubahanfrejuensi dan karateristik urine.
Tanda : Diuresis yang diikuti dengan oliguria

e. Makanan/Cairan

Gejala : Anoreksia berat (gejala utama), mual, muntah. Kekurangan


zat garam. Berat badan menurun dengan cepat.

Tanda : Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

f. Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar. Sakit kepala
yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis.
Kelemahan otot. Penurunan toleransi terhadap keadaan
dingin atau stres. Kesemutan/baal/lemah.
Tanda : Disorientasi terhadap waktu, tempat, dan ruang (karena
kadar natrium rendah), letargi, kelemahan mental, peka
rangsang, cemas, koma (dalam keadaan krisis).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala. Nyeri tulang belakang,
abdomen, ekstremitas (pada keadaan krisis)

h. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea, Suara napas :
Krakel, Ronki (pada keadaan infeksi)
i. Keamanan
Gejala : Tidak toleran terhadap panas, cuaca (udara)panas.

Tanda : Hiperpigmentasi kulit yang menyeluruh atau berbintik-


bintik. Otot menjadi kurus, gangguan/ tidak mampu berjalan.

j. Seksualitas
Gejala : Adanya riwayat menopause dini, Amenorea. Hilangnya
tanda-tanda seks sekunder, hilangnya libido.

(Doenges 2002)

2. Diagnosa keperawatan

a) Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan


cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena
kekurangan aldosteron)

b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat


(mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord

c) Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme,


ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa
d) Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi,
perubahan karakteristik tubuh

e) Anxietas b/d kurangnya pengetahuan

f) Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot

3. Intervensi keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


Fluid balance Pertahankan catatan intake dan output
Hydration yang akurat
Nutritional Status : Food Monitor status hidrasi ( kelembaban
and Fluid Intake membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
Setelah dilakukan tindakan darah ortostatik ), jika diperlukan
keperawatan selama.. defisit Monitor hasil lab yang sesuai dengan
volume cairan teratasi dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin,
kriteria hasil: albumin, total protein )
Mempertahankan urine Monitor vital sign setiap 15menit 1 jam
output sesuai dengan usia Kolaborasi pemberian cairan IV
dan BB, BJ urine normal, Monitor status nutrisi
Tekanan darah, nadi, suhu Berikan cairan oral
tubuh dalam batas normal Berikan penggantian nasogatrik sesuai
Tidak ada tanda tanda output (50 100cc/jam)
dehidrasi, Elastisitas Dorong keluarga untuk membantu pasien
turgor kulit baik, membran makan
mukosa lembab, tidak ada Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
rasa haus yang berlebihan muncul meburuk
Jumlah dan irama Atur kemungkinan tranfusi
pernapasan dalam batas Persiapan untuk tranfusi
normal Pasang kateter jika perlu
Elektrolit, Hb, Hmt dalam Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
batas normal

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

2.Ketidakseimbangan nutrisi NOC: Kaji adanya alergi makanan


kurang dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status: Adequacy Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
of nutrient jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
b. Nutritional Status : food and Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
Fluid Intake serat untuk mencegah konstipasi
c. Weight Control Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
Setelah dilakukan tindakan makanan harian.
keperawatan selama.nutrisi Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
kurang teratasi dengan Monitor lingkungan selama makan
indikator: Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
Tidak ada penurunan BB selama jam makan
Mukosa bibir lembab Monitor turgor kulit
Klien dapat menghabiskan Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein,
makananya Hb dan kadar Ht
Klien tidak mual Monitor mual dan muntah
Klien tidak muntah Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama
makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oval

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

3.Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Self Care : ADLs
Observasi adanya pembatasan klien
Toleransi aktivitas
dalam melakukan aktivitas
Konservasi eneergi
Kaji adanya faktor yang menyebabkan
Setelah dilakukan tindakan
kelelahan
keperawatan selama . Pasien
Monitor nutrisi dan sumber energi yang
bertoleransi terhadap aktivitas
adekuat
dengan Kriteria Hasil :
Monitor pasien akan adanya kelelahan
Berpartisipasi dalam
fisik dan emosi secara berlebihan
aktivitas fisik tanpa
Monitor respon kardivaskuler terhadap
disertai peningkatan
aktivitas (takikardi, disritmia, sesak
tekanan darah, nadi dan
nafas, diaporesis, pucat, perubahan
RR
hemodinamik)
Mampu melakukan
Monitor pola tidur dan lamanya
aktivitas sehari hari
tidur/istirahat pasien
(ADLs) secara mandiri
Kolaborasikan dengan Tenaga
Keseimbangan aktivitas
Rehabilitasi Medik dalam
dan istirahat
merencanakan progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual

ASPEK LEGAL ETIK PADA PASIEN ADDISON DISEASE

1. Asas Menghormati Otonomi Klien


Klien mempunyai kebebasan untuk mengetahui dan memutuskan apa yang
akandilakukan terhadapnya, untuk itu perlu diberikan informasi yang cukup oleh
perawatseperti perihal Addison Disease, pengobatannya, prognosis penyakitnya,
hal-hal yangmenambah beban penyakitnya seperti stress.

2. Asas Kejujuran
Perawat mengatakan kepada klien atau keluarga klien tentang pengobatan yang
dilakukan serta hal-hal apa saja yang terjadi apabila pengobatan tidak dipatuhi
oleh klien.

3. Asas Tidak MerugikanPerawat


Mengutamakan tindakan yang tidak merugikan klien serta mengupayakan risiko
yang paling minimal atas tindakan yang dilakukan, seperti hydrocortisone
atauprednisone (kortikosteroid buatan) dengan pemberian oral.

Nocturnal hypoglycemia identified by a


continuous glucose monitoring system in
patients with primary adrenal insufficiency
(Addison's Disease).
Meyer G, Hackemann A, Reusch J, Badenhoop K.

Source

Department of Endocrinology and Diabetes, University Hospital, Frankfurt, Germany.


gesine.meyer@kgu.de

Abstract

BACKGROUND:

Hypoglycemia can be a symptom in patients with Addison's disease. The common regimen of
replacement therapy with oral glucocorticoids results in unphysiological low cortisol levels in
the early morning, the time of highest insulin sensitivity. Therefore patients with Addison's
disease are at risk for unrecognized and potentially severe nocturnal hypoglycemia also
because of a disturbed counterregulatory function. Use of a continuous glucose monitoring
system (CGMS) could help to adjust hydrocortisone treatment and to avoid nocturnal
hypoglycemia in these patients.

METHODS:

Thirteen patients with Addison's disease were screened for hypoglycemia wearing a CGMS
for 3-5 days.

RESULTS:

In one patient we identified a hypoglycemic episode at 3:45 a.m. with a blood glucose level
of 46mg/dL, clearly beneath the 95% tolerance interval of minimal glucose levels between 2
and 4 a.m. (53.84mg/dL). After the hydrocortisone replacement scheme was changed, the
minimum blood glucose level between 2 and 4 a.m. normalized to 87mg/dL.

CONCLUSIONS:

Continuous glucose monitoring can detect nocturnal hypoglycemia in patients with primary
adrenal insufficiency and hence prevent in these patients an impaired quality of life and even
serious adverse effects.

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

Pokok bahasan : Penyakit Addion

Sub pokok bahasan : Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit addison

Waktu : Sabtu , 15 September 2012

Sasaran : Keluarga Tn. G

Tempat : Ruangan Paviliun B

A. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan keluarga Tn.G dapat mengetahui
tentang penyakit addison

B. Tujuan Instruksional Khusus


Diharapkan Klien Dapat:
1. Memahami dan menjelaskan definisi penyakit addison
2. Memahami dan menyebutkan penyebab-penyebab addison
3. Menyebutkan gejala yang durasakan pada penyakit addison

C. Materi Penyuluhan

1. Definisi penyakit adison


2. Penyebab penyakit addison
3. Gejala penyakit addison

D. Metode

1. Ceramah
2. Tanya jawab

E. Kegiatan

No Kegiatan Penyuluh Audience Waktu

1. Pendahuluan - Salam pembuka - Menjawab salam 5 menit


dan Apersepsi - Menyampaikan tujuan - Menyimak
penyuluhan - Mendengarkan,
- Apersepsi menjawab pertanyaan

2. Kerja - Penyampaian garis besar - Mendengarkan dengan 15 menit


materi penyakit addison penuh perhatian
- Memberi kesempatan - Menanyakan hal-hal
peserta untuk bertanya yang belum jelas
- Menjawab pertanyaan - Memperhatikan
- Evaluasi jawaban dari penceramah
- Menjawab pertanyaan

3. Penutup - Menyimpulkan - Mendengarkan 10 menit


- Salam penutup - Menjawab salam

F. Alat Peraga
Limflet, lembar bolak balik

TUGAS INDIVIDU SISTEM ENDOKRIN

PENYAKIT ADDISON
OLEH :

NAMA : ELISAMAN FITRY

NIM : 1103009

PROGRAM B PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

2012

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Esther dkk. (2009). Patofisiologi Aplikasu pada Praktik keperawatan.

Jakarta : EGC

Doenges, E Maryllyn (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC


Smelltzer, suzanne. (2001). Keperawatan medikal 2. Jakarta : EGC

Suddart, brunner .(2001). Keperawtan medikal bedah 1. Jakarta : EGC

Nanda (2011-2012), Diagnosis keperawatan definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai