Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA GANGGUAN MAKAN

DISUSUN OLEH:

1. Agung Firmansyah 201711001


2. Alvia istiqomah 201711003
3. E zaenal mutaqin 201711015
4. Elsa istiadzah 201711018
5. Endah Permatasari 201711019
6. Irma sagita pratiwi 201711022
7. Riezma Leony Irmawan 201711045
8. RizkI Wicaksono 201711042
9. Rohilla Arasy 201711043

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIJAYA HUSADA BOGOR PRODI


D III KEPERAWATAN TK 2
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nanti kan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah “ASUHAN KEPERAWATAN
JIWA GANGGUAN MAKAN”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, 29 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 3
B. Tujuan ..................................................................................................................... 6
C. Manfaat ................................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 7
A. DEFINISI ................................................................................................................ 7
B. ETIOLOGI .............................................................................................................. 7
C. KLASIFIKASI ........................................................................................................ 8
D. PATHWAY........................................................................................................... 10
E. MANIFESTASI KLINIK ..................................................................................... 11
F. PROSEDUR DIAGNOSTIK ................................................................................ 13
G. KOMPLIKASI ...................................................................................................... 13
H. PENATALAKSANAAN MEDIS......................................................................... 14
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN .......................................................................... 14
J. INTERVENSI ....................................................................................................... 15
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 18
A. KESIMPULAN ..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makan merupakan kebutuhan primer. Setiap individu memerlukan
makan untuk menghasilkan energi supaya dapat beraktivitas. Aktivitas
makan bagi sebagian besar orang merupakan aktivitas yang dinikmati
bukan saja secara fisik, melainkan juga mempunyai fungsi rekreasional
dan sosial. Namun demikian, sebagian orang mengalami gangguan makan,
di mana aktivitas makan justru merupakan hal yang mengganggu
keberfungsian sebagai individu.

Gangguan makan merupakan salah satu gangguan yang banyak


terjadi di dunia Barat. Penelitian di Swedia menunjukkan bahwa anak dan
remaja dengan sindrom penuh anoreksia nervosa mencapai 0,47%
(Råstam, Gillberg, & Garton, 1989). Penelitian lain yang melibatkan enam
negara di Eropa memperlihatkan bahwa sebanyak 2,51% orang dewasa
mengalami gangguan makan (Preti, dkk., 2009). Survey pada 1.698 ibu
rumah tangga dengan usia di atas 16 tahun di Inggris menemukan bahwa
10% di antaranya mengalami gangguan makan (Solmi, Hatch, Hotopf,
Treasure, & Micali, 2014).

Gangguan makan bukan hanya dikenal di dunia Barat, melainkan


juga banyak ditemukan di Asia. Sebuah penelitian yang melibatkan remaja
di Singapura dan Malaysia menyebutkan bahwa terdapat kecenderungan
pada remaja untuk melakukan diet ketat mengurangi atau membatasi
asupan makanan demi penampilan (Lwin, Stanaland, & Williams, 2013).
Kecenderungan gangguan makan muncul semakin banyak seiring
berkembangnya ekonomi, industrialisasi, dan urbanisasi (Pikke & Dunne,
2015).

Di Indonesia, pernah dilakukan penelitian untuk melihat


kecenderungan anoreksia nervosa pada 397 siswi di Jakarta. Hasil dari
penelitian tersebut ditemukan sebanyak 11,6% mengalami kecenderungan
anoreksia nervosa (Tantiani & Syafiq, 2008). Penelitian 2 tersebut
menunjukkan bahwa di Indonesia juga banyak remaja yang mengalami
gangguan makan. Akan tetapi penelitian mengenai gangguan makan masih
sangat minim.

Anoreksia menempati rangking ketiga tertinggi sebagai penyakit


kronis pada remaja (Shepphird, 2010). Anoreksia juga merupakan

3
gangguan makan yang memiliki angka kematian tertinggi
dibandingkan dengan gangguan makan yang lain yaitu 5,1 per 1.000 orang
per tahun (Arcelus, Mitchell, Wales, & Nielsen, 2011). Selain itu, individu
dengan anoreksia nervosa memiliki risiko untuk bunuh diri (American
Psychiatric Association, 2013) . Artinya, gangguan ini sangat perlu
mendapatkan perhatian, termasuk di Indonesia. Sayangnya penelitian
mengenai anoreksia nervosa di Indonesia sangat jarang. Khusus untuk
DIY belum ada data statistik mengenai kecenderungan anoreksia nervosa.
Dinas Kesehatan DIY tahun 2010 melakukan screening kesehatan dasar
yang hasilnya remaja di Yogyakarta mengalami kekurangan energi
dikarenakan pembatasan asupan makanan (Tomi, 2013). Pembatasan
asupan makanan ini belum tentu mengarah pada anoreksia nervosa, namun
penelitian lebih lanjut sangat diperlukan sebagai upaya preventif.

Anoreksia nervosa merupakan salah satu gangguan makan yang


dirumuskan dalam DSM V (American Psychiatric Association, 2013).
Berdasarkan penjelasan dalam DSM V anoreksia nervosa memiliki ciri
khas yaitu individu berusaha mempertahankan atau mengurangi berat
badan di bawah kategori normal sesuai standar usianya. Diagnostik
ditegakkan apabila memenuhi tiga kriteria yaitu (a) adanya pemikiran
bahwa membatasi asupan energi adalah suatu kebutuhan, (b) merasa takut
secara intens akan bertambahnya berat badan atau menjadi gemuk, atau
memperlihatkan perilaku yang mempertahankan berat badan meskipun
berat badan orang tersebut tergolong rendah, dan (c) terjadi gangguan pada
cara seseorang memahami citra tubuhnya.

Selain anoreksia nervosa, terdapat dua gangguan makan yang lain


yaitu bulimia nervosa (muntah dengan sengaja) dan binge eating
(kehilangan kontrol untuk makan). 3 Akan tetapi penelitian ini
memfokuskan pada anoreksia nervosa karena anoreksia merupakan jenis
gangguan makan yang paling besar risiko kematiannya (Arcelus et al.,
2011).

Anoreksia nervosa merupakan gangguan psikiatrik yang serius dan


kompleks dengan beberapa gangguan perilaku makan, penolakan pada
berat badan yang normal dan memiliki ketakutan pada penambahan berat
badan (Shepphird, 2010). Dengan kata lain anoreksia nervosa adalah
gangguan perilaku makan yang melibatkan pemikiran yang salah
mengenai standar kebutuhan asupan makanan dan berat badan ideal
dirinya serta takut apabila melebihi standar berat badan yang dibuat
sendiri. Prevalensi anoreksia nervosa pada perempuan hampir 0,4%
(American Psychiatric Association, 2013). Kasus anoreksia nervosa tidak
hanya terjadi pada perempuan, tetapi saat ini juga banyak terjadi pada

4
lakilaki. Pada tahun 1990’an perbandingan antara penderita anoreksia laki-
laki dan perempuan sekitar 1:20 (Kaplan & Sadock, 1991). Tahun 2000an
perbandingannya meningkat menjadi 1:10 (American Psychiatric
Association, 2013). Sumber lain menyatakan estimasi perbandingannya
yaitu 10-15% penderita anoreksia nervosa adalah laki-laki (Shepphird,
2010).

Anoreksia nervosa merupakan gangguan yang dapat dialami pada


semua usia, akan tetapi pada individu sebelum pubertas dan di atas 40
tahun prevalensinya sangat jarang. Anoreksia nervosa paling sering terjadi
pada usia remaja. Munoz and Argente (2002) mengestimasi pasien
anoreksia nervosa remaja bertambah 5 hingga 10 per 100.000 orang per
tahun. Selain remaja, dijelaskan bahwa kelompok yang berisiko tinggi
mengalami anoreksia nervosa adalah (a) perempuan, (b) atlet,
olahragawan, atau penari, (c) individu yang sedang berdiet karena alasan
medis, (d) individu yang memiliki keluarga dengan gangguan makan, dan
(e) korban pelecehan seksual dan trauma. 4 Survey Vereecke dan Maes
(dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2004) menunjukkan bahwa pada usia 15
tahun, lebih dari setengah remaja perempuan di enam belas negara
membatasi jumlah asupan makanan atau berpikir untuk melakukan hal
tersebut.

Survey lain menunjukkan 45% remaja melakukan kontrol berat


badan dengan diet (NeumarkSztainer & Hannan, 2000). Nutrisi dan
obesitas memang menjadi permasalahan utama pada remaja yang
berkaitan dengan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh (Santrock, 2012).

Remaja menjadi kelompok usia yang berisiko tinggi untuk


mengalami anoreksia nervosa karena beberapa faktor seperti kemampuan
untuk koping yang belum stabil, fase kematangan seksual, perfeksionisme,
kekerasan fisik atau seksual, dan harga diri (American Psychological
Association, 2002). Penelitian ini berfokus pada harga diri karena harga
diri merupakan faktor penting dalam persepsi penerimaan sosial yang
sangat berarti bagi remaja (Anthony, Wood, & Holmes, 2007). Harga diri
yang tinggi dapat menjadi faktor protektif dalam berbagai gangguan
makan (Shisslak & Crago, 2001). Harga diri yang tinggi diwujudkan
dalam perilaku remaja yang memandang dirinya lebih positif dan disukai
oleh lingkungannya.

Penelitian dengan subjek berusia 9 hingga 90 tahun menunjukkan


remaja pada umumnya memiliki harga diri yang rendah kemudian
meningkat dan stabil seiring bertambahnya usia (Robins, Trzesniewski,
Tracy, & Gosling, 2001). Remaja juga sering melakukan acting pada saat

5
berinteraksi dengan teman sekolah dan juga dengan pacarnya karena
merasa dirinya kurang diterima (Harter, Marold, Whitesel, & Cobbs,
1996). Perasaan tidak suka pada diri sendiri merupakan bagian dari harga
diri yang rendah. Remaja dengan harga diri yang rendah berusaha
menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan supaya dapat disukai.
Ketidakpuasan dalam diri menyebabkan individu ingin tampil dengan
lebih baik sesuai standar pribadinya. Upaya untuk terlihat menarik secara 5
fisik dilakukan dengan tujuan agar dapat lebih diterima oleh lingkungan
sosialnya. Oleh karena itu, pada individu yang memiliki kecenderungan
anoreksia nervosa, harga diri yang lebih rendah diduga berkorelasi dengan
kecenderungan anoreksia nervosa yang lebih tinggi. Dugaan inilah yang
akan diuji dalam penelitian ini. Oleh karena berdasarkan penelitian
sebelumnya prevalensi anoreksia nervosa pada laki-laki dan perempuan
sangat berbeda, penelitian ini akan melihat juga peranan jenis kelamin
terhadap kecenderungan anoreksia nervosa.

B. Tujuan
penelitian ini adalah untuk melihat peran jenis kelamin dan harga
diri dalam memprediksi kecenderungan anoreksia nervosa. Di samping itu,
penelitian ini bertujuan memperoleh karakteristik kecenderungan
anoreksia nervosa pada mahasiswa, khususnya di Yogyakarta.

C. Manfaat
Manfaat Teoritis Memberikan tambahan khasanah keilmuan
psikologi khususnya bidang klinis dan perkembangan dalam hal gangguan
makan.

Manfaat praktis Dari penelitian ini akan diperoleh data mengenai


kecenderungan anoreksia nervosa pada mahasiswa di Yogyakarta yang
selama ini belum pernah diteliti. Data ini nantinya dapat digunakan
sebagai rujukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan misalnya
departemen kesehatan untuk menyusun dan mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan kesehatan khususnya untuk remaja. Lebih lanjut jika
harga diri terbukti berperan terhadap timbulnya kecenderungan anoreksia
nervosa maka prevensi anoreksia nervosa difasilitasi dengan usaha-usaha
peningkatan harga diri misalnya pelatihan.

6
BAB II

PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Gangguan makan ditandai dengan ekstrem. Gangguan makan hadir
ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam tingkah laku makan,
seperti mengurangi kadar makanan dengan ekstrem atau makan terlalu
banyak yang ekstrem, atau perasaan menderita atau keprihatinan tentang
berat atau bentuk tubuh yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan
mungkin berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau
lebih banyak daripada biasa, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk
makan lebih sedikit atau lebih banyak terus menerus di luar keinginan
(American Psychiatric Association [APA], 2005).

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti gangguan makan tidak diketahui. Namun beberapa faktor
dapat berpengaruh terhadap timbulnya keadaan ini, seperti:
1. Biologis
a. gangguan hormone
b. genetic
c. kekurangan nutrisi
2. Psikologi
a. profil tubuh yang negative
b. kurangnya kepercayaan diri
3. Lingkungan
a. gangguan dinamik keluarga
b. pekerjaan yang mempromosikan tubuh yang kurus dan penurunan
berat badan (misalkan model, balerina)
c. olahraga yang berorientasi pada estetika, di mana mempertahankan
tubuh ramping penting untuk performa (misalkan pelari jarak jauh,
pesenam)

7
d. trauma keluarga dan masa kecil (misalkan pelecehan seksual
semasa kecil)
e. tekanan dari orang terdekat dan budaya
f. transisi atau perubahan hidup yang menyebabkan stress

C. KLASIFIKASI
Terdapat tiga jenis gangguan makan: anorexia nervosa, bulimia,
dan binge eating. Ketiganya merupakan penyakit serius. Anorexia nervosa
merupakan penyebab kematian tertinggi dibandingkan dengan gangguan
jiwa lainnya, menurut National Alliance on Mental Illness.
1) Anorexia Nervosa
Penderita anorexia selalu merasa dirinya kelebihan berat badan
walaupun sesungguhnya mereka sudah sangat kurus. Mereka makan
sangat sedikit (kurang dari 1000 kalori perhari), berolahraga secara
berlebihan, memuntahkan makanannya, mengkonsumsi obat-obatan
pencahar dan diuretik untuk mengurangi berat badannya. Walaupun
lebih banyak terjadi pada gadis remaja dan wanita muda, anorexia
juga dapat terjadi pada pria, anak-anak, dan lansia.
Penderita anorexia seringkali tidak mau mengakui bahwa yang
dialaminya adalah suatu penyakit. Karena mengkonsumsi makanan
kurang dari yang dibutuhkan, umumnya mereka mengalami malnutrisi
yang ditandai dengan tulang dan kuku rapuh, rambut rontok, kulit
kering dan pucat. Pada wanita, anorexia dapat menyebabkan amenore
selama sedikitnya tiga bulan berturut-turut. Tanda lainnya adalah suhu
tubuh yang rendah, tekanan darah rendah, dan frekuensi jantung yang
rendah yang dapat berlanjut menjadi gangguan irama jantung dan
gagal jantung. Ginjal dan otak juga tidak dapat bekerja dengan baik.
Tidak sedikit kasus anorexia menyebabkan kematian.
2) Bulimia Nervosa
Penderita bulimia makan secara berlebihan kemudian
mengkompensasinya dengan mencuci perut dengan memaksakan diri
untuk muntah atau BAB, mengkonsumsi pencahar, olahraga berlebih,

8
atau berpuasa. Bedanya makan berlebihan pada bulimia dan makan
berlebihan pada umumnya adalah pada bulimia disertai rasa bersalah.
Bulimia juga lebih sering terjadi pada wanita dan umumnya
dimulai pada usia remaja atau dewasa muda. Setengah dari wanita
yang mengidap anorexia juga mengidap bulimia. Bulimia dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit, dehidrasi, dan masalah
jantung, bahkan kematian.
3) Binge Eating Disorder
Binge eating disorder adalah keadaan dimana seseorang kehilangan
kontrol dan makan dalam jumlah sangat banyak. Disebut kehilangan
kontrol karena penderita binge tidak dapat berhenti makan walaupun
ingin. Bedanya dengan binge pada bulimia, penderita binge eating
disorder tidak berusaha memuntahkan makanan yang telah
dimakannya atau berolahraga berlebihan untuk mengurangi berat
badan. Nama lain dari binge eating disorder adalah compulsive
overeating, emotional eating, atau food addiction.
Binge biasanya dimulai pada usia 20an dan terjadi lebih banyak
pada wanita. Makan berlebihan pada binge biasanya dipicu oleh mood
yang buruk. Namun, tidak jarang binge juga menyebabkan perasaan
bersalah pada penderita setelah makan banyak. Binge menyebabkan
masalah kesehatan seperti overweight atau obesitas, diabetes melitus
tipe 2, dan lain lain.
Ketiga gangguan makan tersebut membutuhkan pertolongan dari
ahli dengan psikoterapi maupun obat-obatan.

9
D. PATHWAY

Pola makan tidak teratur, tidak nafsu makan, mual, muntah

Berkurangnya pemasukan makan Berlebihnya pemasukan makanan

Kekosongan lambung Zat makanan tersimpan di jaringan adipose


dipakai sebagai energi

Erosi pada lambung (gesekan)


Berat tubuh meningkat
Produksi HCL meningkat
Kelebihan nutrisi
Asam lambung refleks

Berkurangnya pemasukan makan

Intake makanan tidak adekuat

Kekurangan nutrisi

10
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala ini bervariasi tergantung dari jenis gangguan yang dialami,
diantaranya:

1. Bulimia nervosa atau sering disebut bulimia. Saat menderita


gangguan bulimia, seseorang mengalami kehilangan kendali
saat makan sehingga berulang kali mengonsumsi makanan dalam
jumlah banyak lalu mengeluarkannya kembali (eating and
purging). Hal ini dilakukan untuk mengurangi kalori yang berlebih
karena merasa bersalah, malu dan takut mengalami kenaikan berat
badan berlebih. Cara yang dilakukan biasanya dengan memaksa diri
untuk muntah dan berolahraga terlalu keras. Gejala bulimia lainnya
adalah penggunaan suplemen penurunan berat badan secara ekstrem,
penggunaan pencahar, mengonsumsi obat diuretik atau enema secara
teratur. Penderita bulimia cenderung menilai kekurangan pada dirinya
dengan terlalu keras, meski sebenarnya berat badannya normal atau
sedikit berlebih. Banyak penderita bulimia juga membatasi makan
dalam siang hari sehingga meningkatkan jumlah makanan pada
malam hari, kemudian dimuntahkan kembali.
2. Gangguan makan berlebihan. Saat menderita gangguan ini, seseorang
biasanya makan dalam jumlah banyak lalu merasa kehilangan kendali
dengan pola makannya. Penderita tersebut makan lebih cepat dan
banyak saat tidak lapar dan melanjutkannya meskipun sudah
kenyang. Seperti hanya bulimia, penderita akan merasa jijik pada
dirinya sendiri dan malu atas perilakunya, namun penderita tidak
berusaha melakukan olahraga berlebihan atau memuntahkan
makanannya. Penderita biasanya cenderung makan sendirian agar
gangguannya ini tidak diketahui oleh orang lain.
3. Anoreksia nervosa. Gangguan ini ditunjukkan dengan berat badan
rendah yang tidak normal, merasa sangat takut jika berat badan
bertambah dan memiliki persepsi yang salah tentang berat badan atau
bentuk tubuh dirinya. Penderita anoreksia berupaya keras menjaga
asupan makanan guna menjaga berat dan bentuk tubuhnya,hingga
terkadang dapat mati karena kelaparan.
Gejala anoreksia lainnya dapat berupa: tubuh kurus, insomnia,
kelelahan yang berlebihan, pusing, kuku berwarna biru, kuku dan
rambut rapuh, sembelit, kulit kering, dan detak jantung tidak teratur.
4. Gangguan makan lainnya;
a. Pemakan segala (pica) adalah kebiasaan mengonsumsi bahan
yang bukan makanan, seperti sabun, kain, serbuk talek, atau tanah.
Kebiasaan makan segala ini dapat menyebabkan komplikasi
medis, seperti keracunan, masalah pada usus atau

11
infeksi. Mengonsumsi bahan-bahan tersebut tidak baik untuk
tingkat perkembangan dan bukan bagian dari kebudayaan terentu
atau praktek kehidupan di masyarakat. Gangguan ini sering mucul
bersama gangguan lain, seperti autisme spektrum atau
keterbelakangan mental.
b. Rumination disorder. Gejalanya adalah meludakan kembali
makanan yang baru ditelan secara berulang. Makanan dimasukkan
kembali ke dalam mulut tanpa didahului mual atau muntah. Selain
itu, gangguan ini bisa membuat seseorang kekurangan gizi dan
umumnya dialami anak kecil dan orang dengan keterbelakangan
mental.
c. Restrictive food intake disorder. Gejala gangguan ini adalah
seseorang tidak ingin makan dan menghindari makanan dengan
ciri tertentu yang berkaitan dengan indra, misalnya warna, tekstur,
bau, atau rasa. Gejala ini berkaitan dengan rasa takut terserdak
setelah makan, bukan karena takut berat badan berlebih.

12
F. PROSEDUR DIAGNOSTIK
Diagnosis gangguan makan ini dibuat berdasarkan tanda, gejala dan
kebiasaan makan seseorang. Jika dicurigai mengalami gangguan makan,
maka seseorang diminta menjalani beberapa pemeriksaan oleh dokter dan
psikolog/psikiater untuk menentukan keberadaan gangguan
tersebut. Diagnosis dilakukan dengan cara:

1. Pemeriksaan fisik menyeluruh, seperti tinggi, berat badan dan tanda-


tanda vital yang lain, termasuk detak jantung, tekanan darah, denyut
nadi dan kondisi perut.
2. Pemeriksaan darah dan urine diperlukan untuk memeriksa darah
seluruhnya, fungsi hati, ginjal, dan tiroid.
3. Dokter juga akan mengajukan pemeriksaan sinar-X dan
elektrokardiogram untuk memeriksa tulang patah, detak jantung yang
tidak teratur atau tanda-tanda pembusukan pada gigi yang menjadi ciri
anoreksia atau bulimia.
4. Pemeriksaan psikologi yang akan dilakukan oleh psikolog atau
psikiater untuk mengetahui sikap pasien terhadap makanan, cara
makan dan pandangannya pada tubuh. Sangat penting mendapatkan
jawaban yang jujur untuk menentukan pengobatan yang tepat.

G. KOMPLIKASI
Gangguan makan dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Semakin
parah dan lama gangguan makan yang dialami, maka semakin serius
kompllikasi yang bisa dialami, di antaranya:

1. Terhambatnya pertumbuhan tubuh.


2. Gangguan psikologi, seperti depresi dan kecemasan, atau bahkan niat
untuk melakukan bunuh diri.
3. Masalah kesehatan yang serius.
4. Penurunan prestasi di sekolah atau penurunan kualitas kerja.
5. Rusaknya hubungan sosial.
6. Kematian.

Jika penderita mengalami salah satu gejala yang diduga sebagai


komplikasi dari gangguan makan, sebaiknya temui dokter atau
psikolog/psikiater untuk mendapatkan penanganan.

13
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan gangguan makan biasanya dilakukan oleh sebuah tim
yang meliputi dokter, psikolog atau psikiater, ahli gizi, dan semua yang
berpengalaman dalam gangguan makan. Pengobatan ini dilakukan
berdasarkan jenis gangguan yang dialami namun jika kondisi ganggguan
sudah mengancam nyawa, maka diperlukan perawatan di rumah sakit.

Pengobatan untuk gangguan ini yang utama adalah psikoterapi atau


disebut juga terapi bicara untuk menggantikan kebiasaan tidak sehat
menjadi lebih sehat. Salah satunya adalah terapi perilaku
kognitif (cognitive behavioral therapy). Terapi ini terutama , dilakukan
untuk penderita bulimia dan gangguan makan berlebihan. Terapi perliaku
kognitif akan mengubah pandangan seseorang saat menghadapi sebuah
situasi, termasuk mencari penyelesaian masalah dan cara sehat mengatasi
tekanan sehingga pada akhirnya dapat mengubah sikap seseorang menjadi
lebih baik.

Jenis terapi bicara lain yang bisa dilakukan adalah terapi


interpersonal yang memfokuskan pada masalah yang berkaitan dengan
hubungan dengan orang lain, terapi keluarga yang melibatkan seluruh
keluarga untuk membahas gangguan yang dialami penderita, hubungan di
antara mereka dan pengaruh gangguan ini terhadap keluarga.

Selain kedua terapi tersebut, juga dilakukan terapi pola makan


untuk membantu seseorang memperoleh kembali dan mempertahankan
pola makan yang sehat. Terapi ini dilakukan oleh ahli gizi dan dokter,
terutama untuk pasien dengan berat badan yang kurang akibat gangguan
makan.

Pemberian obat-obatan mungkin akan dipertimbangkan. Meskipun


obat tidak dapat menyembuhkan gangguan makan, tapi dapat membantu
mengendalikan keinginan untuk makan banyak, muntah, atau kecemasan
berlebihan yang menyangkut pola makan dan makanan. Obat-obatan yang
diberikan umumnya adalah obat antidepresan dan anticemas.

Dukungan keluarga dan teman sangat penting untuk keberhasilan


pengobatan pada penderita gangguan makan.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurang Nutrisi
2. Kelebihan Nutrisi

14
J. INTERVENSI
Rencana Tindakan Keperawatan
NO DIAGNOSA
Tujuan Intervensi Rasional
1 Kekurangan Setelah dilakukan keperawatan 1.1 1.1
Nutrisi 24 jam, kriteria hasil noc nafsu menyarankan meningkatkan
makan : kebiasaan selera makan
Indikator 1 2 3 4 5 untuk oral klien
1.hasrat hygien
untuk sebelum dan
makan sesudah makan
2.intake
makanan 1.2 berikan 1.2 untuk
3.rangsang makanan selagi meningkatkan
an untuk hangat nafsu makan
makan
Ket : 2.1 berikan 2.1 untuk
1.sangat terganggu makanan memudahkan
2.banyak terganggu dengan jumlah proses makan
3.cukup terganggu kecil dan
4.sedikit terganggu bertahap
5.tidak terganggu
2.2 kaji 2.2
pemenuhan mengetahui
kebutuhan kekurangan
nutrisi klien nutrisi klie

3.1 ciptakan 3.1 membuat


suasana waktu makan
makanan yang lebih
menyenangkan menyenangka
n yang dapat
meningkatkan

15
nafsu makan

3.2 kolaborasi 3.2 membantu


dengan ahli klien
gizi untuk memenuhi
membantu kebutuhan
memilih gizi.
makanan yang
dapat
memenuhi
kebutuhan gizi
2 Kelebihan Setelah dilakukan keperawatan 1.1 tentukan 1.1 agar
Nutrisi 24 jam, kriteria hasil noc status keinginan dan pasien
nutrisi, asupan nutrisi : motivasi termotivasi
Indikator 1 2 3 4 5 pasien untuk untuk
1.asupan mengurangi mengurangi
lemak berat badan lemak
2.asupan atau lemak tubuhnya
karbohidrat tubuh
3.asupan
kalori 2.1 anjurkan 2.1 agar berat
Ket : pasien memilih badan pasien
1.tidak adekuat makanan yang tidak melebihi
2.sedikit adekuat rendah batas normal
3.cukup adekuat kerbohidrat
4.sebagian besar adekuat dan rendah
5.sepenuhnya adekuat gula

3.1 ajarkan 3.1 agar


pemilihan asupan kalori
makanan yang pasien tidak

16
konsisten berlebih
dengan
rencana asupan
kalori dan zat
gizi

17
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Gangguan makan hadir ketika seseorang mengalami gangguan


parah dalam tingkah laku makan. Terdapat tiga jenis gangguan makan:
anorexia nervosa, bulimia, dan binge eating. Gejala ini bervariasi
tergantung dari jenis gangguan yang dialami, diantaranya: Bulimia nervosa
atau sering disebut bulimia. Saat menderita gangguan bulimia, seseorang
mengalami kehilangan kendali saat makan sehingga berulang kali
mengonsumsi makanan dalam jumlah banyak. Gangguan makan
berlebihan. Saat menderita gangguan ini, seseorang biasanya makan dalam
jumlah banyak lalu merasa kehilangan kendali dengan pola makannya.
Anoreksia nervosa. Gangguan ini ditunjukkan dengan berat badan rendah
yang tidak normal, merasa sangat takut jika berat badan bertambah dan
memiliki persepsi yang salah tentang berat badan atau bentuk tubuh
dirinya.

Pengobatan gangguan makan biasanya dilakukan oleh sebuah tim


yang meliputi dokter, psikolog atau psikiater, ahli gizi, dan semua yang
berpengalaman dalam gangguan makan. Pengobatan ini dilakukan
berdasarkan jenis gangguan yang dialami namun jika kondisi ganggguan
sudah mengancam nyawa, maka diperlukan perawatan di rumah sakit.

18
DAFTAR PUSTAKA
https://www.alodokter.com/gangguan-makan

https://www.alodokter.com/anoreksia-nervosa

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23140/Chapter%20ll.p
df?sequence=4&isAllowed=y

https://id.scribd.com/doc/45471561/intervensi-Ketidaksimbangan-Nutrisi-
Kurang-Dari-Kebutuhan-Tubuh

https://id.scribd.com/document/344957023/Nutrisi-Lebih-Dari-Kebutuhan-
Tubuh-Ketidakseimbangan

19

Anda mungkin juga menyukai