Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MATA KULIAH KESEHATAN MENTAL DAN PSIKOPATOLOGI


“EATING DISORDER”

KELAS C – 2018

KELOMPOK 6 :

Aulia Norva’izzah (201810230311146)


Astri Umi Raihanah (201810230311154)
Nurul Apriyani Hasan (201810230311164)
Kirana Dyah Yoga .S (201810230311176)
Iqbal Faisal Afif (201810230311189)
Nanda Jayanti Widya S. (201810230311198)

DosenPengampu : Nandy AgustinaS.Psi., M.Psi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena


telahmelimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalahPsikopatologi dan Kesehatan Mental yang berjudul Eating Disorder bisa
selesai padawaktunya. Terimakasih diucapkan kepada dosen mata kuliah ini yakni Ibu
NandyAgustina S.Psi, M.Psi dan juga teman – teman yang telah berkontribusi
denganmenuangkan ide dan pemikiran sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik
danrapi.

Demikian makalah ini disusun dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa
sajayang membacanya, kami menyadaribahwa makalah ini masih jauh
darikesempurnaan, oleh karena itu semua kritik dan saran senantiasa kami terima
untukkesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Malang, 1 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2
BAB I ............................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A.Latar Belakang...................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 5
BAB II ........................................................................................................................... 6
KAJIAN PUSTAKA .................................................................................................... 6
A. Anoreksia nervosa ............................................................................................... 6
B. Bulimia Nervosa ................................................................................................... 8
C. Binge Eating Disorders (BED) .......................................................................... 10
D. Faktor Penyebab Eating Disorders .................................................................. 11
E.Terapi / Penanganan Eating Disorder .............................................................. 12
BAB III........................................................................................................................ 15
PENUTUP ................................................................................................................... 15
Kesimpulan ............................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kini banyak budaya yang disibukkan dengan urusan makan. Di negara-negara


maju dewasa ini, restoran dengan berbagai menu makanan menjamur, demikian
juga tempat-tempat makan cepat saji, dan banyak majalah dan program televisi
khusus tentang masak- memasak. Pada saat yang sama, banyak orang yang
mengalami kelebihan berat badan. Pengaturan pola makan untuk menurunkan berat
merupakan hal yang umum dan keinginan banyak orang, terutama kaum
perempuan, untuk bertubuh lebih langsing telah menciptakan bisnis bernilai jutaan
dolar setahun. Melihat minat yang sangat besar terhadap makanan dan makan itu
sendiri tidak mengherankan bahwa aspek perilaku manusia ini dapat mengalami
gangguan.

Meskipun gambaran klinis mengenai gangguan makan dapat ditelusuri hingga


bertahun-tahun lalu, gangguan ini tercantum dalam DSM untuk pertama kalinya
pada tahun 1980 sebagai suatu subkategori gangguan yang bermula pada masa
kanak-kanak atau remaja. Dengan diterbitkannya DSM-IV , gangguan makan yaitu
Anoreksia nervosa dan bulimia nervosa menjadi kategori tersendiri yang
mencerminkan semakin meningkatnya perhatian para ahli klinis dan peneliti
terhadap gangguan tersebut. Selain anoreksia dan bulimia nervosa ada pula Binge
eating disorders (BED).

Penyimpangan perilaku makan, seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa,


pada umumnya dialami oleh wanita serta berhubungan dengan beberapa masalah
kesehatan lainnya. Pada penderita anoreksia nervosa keaaan kelaparan yang kronis
dapat menyebabkan keabnormalan kelenjar endokrin, kurang optimalnya
perumbuhan selama masa remaja, osteoporosis, anemia, hipotermia, sinus
bradycardia, dan beberapa penyakit lainnya (McIntire&Lacy, 2007). Pada
penderita bulimia nervosa masalah kesehatan yang biasa muncul adalah dehidrasi,
karies gigi, renal calculi, metabolisme asam dan pendarahan esophagus
(McIntire&Lacy, 2007). Karies gigi terjadi pada penderita bulimia nervosa
disebabkan oleh asam lambung yang keluar dari mulut sebagai akibat dari
pemuntahan makanan (Deborah, 2001). Dampak yang dapat di derita seorang binge
eating disoreder yaitu tekanan darah tinggi, tingkat koleterol tinggi, penyakit
jantung koroner, diabetes melitus (APA, 2005), serta gallbladder disease
(Smith,1998). Para penderita binge eating disorder seringkali pada akhirnya akan
mengalami overweight atau obesitas yang nantinya akan berkembang menjadi
hipertensi dan penyakit jantung ( NIMH, 2007).

Faktor kepercayaan diri, perilaku diet dan perhatian terhadap citra tubuh
dikatakan juga sebagai faktor penyebab8 terjadinya penyimpangan perilaku mkaan
(Thompson,2004). Media baik media cetak maupun elektronik dikatakan juga
sebagai salah satu faktor yang dapat menyebabkan timbulnya penyimpangan
perilaku makan ada remaja. Namun media cetak lebih memberikan dampak nyata
terhdap terjadinya kasus penyimpangan perilaku makan (Gonza ‘lez, 2003 ). Jacobi
et al (2004) mengatakan ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadi
penyimpangan perilaku makan antara lain gender, ras/etnis, kebiasaan makan pada
waktu kecil dan masalah saluran pencernaan, penilaian negatif diri, kekerasan
seksual serta perhatian lebih terhadap bentuk dan berat tubuh.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu gangguan makan Anoreksia Nervosa?

2. Apa itu gangguan makan Bulimia Nervosa ?

3. Apa itu ganggua makan Binge Eating Disorder?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui gangguan makan Anoreksia Nervosa

2. Untuk mengetahui gangguan makan Bulimia Nervosa

3. Untuk mengetahui gangguan makan Binge Eating Disorder


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Anoreksia nervosa, bulimia nervosa dan binge eating disorders (BED) semua
termasuk gangguan makan yang dapat diamati, sering menggunakan obat pencahar
dan perilaku-perilaku yang lain. Bagaimana pun, untuk mengembangkan konsep
secara lengkap dari setiap gangguan ditambahkan dari sisi sosiokultural, behavioral,
kognitif dan proses emosi. Prevalensi dari anoreksia nervosa pada perempuan
dewasa diperkirakan sekitar 0.3 %-1.62 % (Hoek & van hoeken,2003;Kaye,
Klump,Frank &Strober,2000). Bulimia berdasarkan penelitian merupakan
gangguan makan yang lebih umum jika dibandingkan dengan anoreksia nervosa,
yaitu 1-5% pada perempuan usia sekolah, 1-3% pada perempuan dewasan(Harris &
Kuba,1993) dan 0.2% pada laki-laki muda (warheit,langer,Zimmerman
&Biafora,1993).

A.Anoreksia nervosa
Anorexia nervosa adalah gangguan makan yang mencakup pencarian tanpa
akhir dari bentuk badan ideal melalui kelaparan (King, 2014). Berbeda dengan
obesitas, penderita anorexia nervosa menunjukkan kesamaan tingkah laku yang
relative termasuk penolakan untuk mengonsumsi makanan yang cukup untuk
menjaga berat badan yang sehat; dengan penurunan berat badan seringkali 20%
lebih besar dari berat badan ideal (Turner, Calhoun, & Adams, 1990).
Ketakutan terhadap kenaikan berat badan tetap terjadi mekipun dengan adanya
peningkatan cachexia (penurunan berat badan, atropiotot, lelah, lemah, dan
penurunan nafsu makan yang signifikan), dan terjadi distorsi bentuk tubuh
penderita anorexia, serta ketidakmampuan untuk merpersepsi ukuran tubuh
secara akurat.
Penderita anorexia nervosa juga menunjukkan berbagai tingkat kesenangan
mereka dalam kegiatan mempersiapan makanan dan minuman, mulai dari
menimbun makanan secara rahasia hingga berlimpah dan kemudian
memasaknya untuk orang lain. Makanan yang disenangi mereka
bermacam-macam. Beberapa dari penderita memakan hanya apel dan daging
panggang, yang lain mengonsumsiikan, keju, dan biskuit, beberapa juga
mengonsumsi makanan dengan kadar kalori rendah.
Pengurangan berat badan terjadi dengan berbagai macam cara mulai dari
pembatasan makanan yang dikonsumsi, memuntahkan secara paksa makanan
yang sudah dimakan, dan atau menggunakan obat pencahar untuk
mengeluarkan semua makanan tersebut. Dua metode terakhir yang sering
diasosiasikan dengan gangguan pola makan serius seperti makan secara rakus
di tingkah yang ekstrim atau makan makanan ringan secara kompulsif dan
diikuti oleh puasa panjang. Penolakan terhadap rasa lelah secara hiperaktif
yang terus-menerus terjadi merupakan hal yang biasa untuk penderita anorexia,
dan tanpa terkecuali. Amenorrhea sekunder (berhentinya siklus menstruasi
dikarenakan gangguan hormonal) terjadi pada hamper semua penderita wanita
anorexia nervosa, sebesar 90% dari total populasi. Usia 12-25 tahun adalah
saat-saat awal munculnya amenorrhea pada penderita anorexia nervosa wanita,
meskipun awal mula sindrom ini sudah diberitakan pada saat prepubertas, dan
sangat jarang terjadi pada wanita usia pertengahan.

Defenisi anorekasi nervosa menurut DSM-IV adalah :

1. Menolak mempertahankan berat badan pada atau diatas berat badan normal
minimal menurut usia dan tinggi badan (misalnya, menurunkan berat badan
untuk mempertahankan berat badan kurang dari 85% yang diharapkan; atau
kegagalan untuk menaikan berat badan yang diharapkan selama periode
pertumbuhan, menyebabkan berat badan kurangdari 85% dari yang diharapkan).

2. Ketakutan yang kuat mengalami kenaikan berat badan atau menjadi gemuk,
walaupun sesungguhnya memiliki berat badan kurang.

3. Gangguan dalam cara memandang berat atau bentuk badannya sendiri;


berat badan atau bentuk badan yang tidak pantas atas dasar pemeriksaan sendiri,
atau menyangkal keseriusan berat badannya yang rendah.

4. Pada wanita pasca menarki, amenore yaitu tidak ada sekurangnya tiga
siklus menstruasi berturut-turut (seorang wanita dianggap mengalami
amenore jika periodenya timbul hanya setelah pemberian hormon, misalnya,
estrogen).

A) Faktor penyebab Anoreksia Nervosa

1. Faktorbiologis

c beberapa diantaranya juga ditemukan pada depresi, seperti


hiperkortisolemia dan nonsupresi oleh deksametason. Terjadi penekanan fungsi
tiroid, amenore, yang mencerminkan penurunan kadar hormonal.Kelainan
tersebu tdapat dikoreksi dengan pemberian makanan kembali.

2. Faktor sosial

Penderita menemukan dukungan untuk tindakan mereka dalam


masyarakat yang menekankan kekurusan dan latihan. Tidak berkumpul
dengan keluarga adalah spesifik pada anoreksia nervosa. Pasien dengan
anoreksia nervosa kemungkinan memiliki riwayat keluarga depresi,
ketergantungan alcohol, atau suatu gangguan makan.

3. Faktor psikologis dan psikodinamis

Anoreksia nervosa tampaknya merupakan suatu reaksi terhadap kebutuhan


pada remaja untuk menjadi lebih mandiri dan meningkatkan fungsi social dan
seksual. Biasanya mereka tidak mempunyai rasa otonomi dan kemandirian,
biasanya tumbuh di bawah kendali orang tua. Kelaparan yang diciptakan sendiri
(self starvation) mungkin merupakan usaha untuk meraih pengakuan sebgai
orang yang unik dan khusus. Hanya memalui tindakan disiplin diri yang tidak
lazim pasien anoreksia dapat mengembangkan rasa otonomi dan kemandirian.

B. Bulimia Nervosa
Dalam beberapa tahun terakhir,bulimia nervosa telah mendapatkan perhatian
yang meningkat seiring besarnya kejadian dan tingkat keparahan
simtomatologinya yang telah diketahui, meskipunbulimia secara harfiah
diterjemahkan berarti "sapi kelaparan," untuk sebagian besar dengan kondisi ini.
Makan memiliki keterkaitan dengan pemenuhan kelaparan biologis secara
normal. Pesta makan mungkin lebih merupakan akibat dari pembatasan diet
secara sukarela, persepsi yang menyimpang, ukuran tubuh, dan kebutuhan untuk
mencapai tubuh ideal. Perilaku ini dipelajarisebagai cara untuk membersihkan
tubuh dari kelebihan kalori terhadap pesta makan tersebut. Namun, setiap
melakukan pesta makan akan terjadi pembersihan dan pembatasan diet, ini
berlangsung terus menerus sehingga tergambar sebagai siklus.

Merekamencoba melepaskan tubuh mereka dari apa yang baru saja mereka
makan dengan memuntahkannya sendiri, menggunakan obat pencahar atau
diuretik, sedangkanMereka yang memiliki tipe tidak terbantahkan mencoba
mengimbangi apa yang mereka makan dengan berpuasa atauolahraga
berlebihan.Mereka terlibat dalam episode berulang pesta makan yang ditandai
dengan (1) makan secara substansialjumlah makanan yang lebih banyak dalam
kerangka waktu tertentu dan (2)mengalami kekurangan kontrol atas makan
selama episode ini

Mereka terlibat dalam perilaku kompensasi yang tidak tepat yang bertujuan
untuk mencegah berat badan. Keuntungan (mis., muntah yang disebabkan sendiri;
puasa; olah raga yang berlebihan; atau penggunaan obat pencahar, diuretik,atau
enema). Perilaku makan dan kompensasi pesta makan keduanya rata-rata terjadi
setidaknya dua kali dalam seminggu selama 3 bulan.

Data dari literatur yang tersedia dan survei profesional yang terkait dengan
gangguan makan menunjukkan bahwa kebutuhan pesta makan terdiri dari yang
besarjumlah makanannya, atau frekuensi pestanya yang minim, dapat dipenuhi
sebelum diagnosis bulimia nervosa dibuat (Wilson, 1992). Pesta makan bisa
terdiri dari jumlah makanan yang relatif sedikit; danmungkin jarang terjadi sekali
dalam seminggu. Faktor psikologisnya merasa bahwa makan itu di luar kendali
dan makanan itu "dilarang". Meskipun tidak ada kriteria yang ditetapkan untuk
menetapkan asupan minimal selamapesta makan, Bagi kebanyakan orang
bulimia, ada biaya psikologis dari praktik mereka yang sejajar.Budaya kita
mempromosikan standar perilaku yang dapat diterimapenyerapan dan eliminasi
(termasuk muntah). Perilaku meluas, dengan beberapa-kali konsumsi luar biasa
dan penghapusan paksa, melintasi batas-bataspenerimaan. Sebagian besar yang
terlibat dalam praktik ini sangat menyadari hal tersebuttidak dapat diterima;
Banyak yang merasa malu karenanya. Kesadaran seperti itu terkait dengan
rendahnyaharga diri, perasaan tidak mampu, dan derogasi diri diamati di antara
banyak orangbulimia. Rasa malu yang menyertai praktik ini mungkin adalah
alasan utama masalah ini tetap ada.

Meski perasaan malu dialami banyak bulimics, ini dapat menyebabkan


keterlambatan mereka dalam mencari pengobatan. Namun, dari mereka yang
hadir untuk konseling, kemungkinan terlalu banyak individu dengan komplikasi
dari bersamaan penyalahgunaan zat dan luka sendiri (Fairburn & Harrison, 2003).
Stice, Burton, dan Shaw (2004) mengemukakan bahwa faktor risiko bulimia,
penyalahgunaan zat, dan depresi sampai batas tertentu terjalin dan saling
bergantung satu sama lain. Tingkat utama Depresi dan ketergantungan alkohol di
kalangan bulimia adalah sekitar 20% dan4% (Garfinkel et al, 1995). Dengan
demikian, klinisi melakukan suatu wawancaragangguan makanharus menilai
kemungkinan komorbiditas.Keel dan Klump (2003) menyajikan bukti kuat untuk
kontribusi faktor budaya dalam pengembangan bulimia. Misalnya, bulimia
jarang dicatat pada populasi tanpa pengaruh Barat. Faktor lain yang bisa
meningkatkan risikonya bulimia meliputi masa kecil dan obesitas orang tua,
alkoholisme orang tua, dan awal menarche (Fairburn & Harrison, 2003). Apalagi,
kontribusi genetik terhadap bulimia tampaknya terbatas, terutama dibandingkan
dengan tingkat anoreksia. Tingkat konkordansi untuk MZ dan DZ kembar
masing-masing 35% dan 30% (Fairburn & Harrison, 2003).

C. Binge Eating Disorders (BED)


Beberapa orang mengalami masalah dengan keinginan menyantap kembali
makanan, mereka tidak bisa melawan keinginan tersebut. Dalam DSM-IV-TR
menyebutkan gangguan tersebut disebut BED atau binge eating disorder. BED
memiliki karakteristik yaitu hadirnya episode keinginan untuk makan yang
berlebih dan perilakunya hampir sama dengan bulimia yaitu tidak bisa
mengontrol makan yang berlebih dan stress karena kelebihan dalam memakan
makanan.

Kriteria diagnosis mengindikasikan gangguan ini sama dengan bulimia


nervosa yaitu termasuk menyantap makanan secara berlebih dan meningkatkan
psikopatologi. Pada orang dewasa episode makan berlebih dan psikopatologi
memiliki hubungan. Penyebab dari BED ini sendiri salah satunya adalah frustasi.
Perbedaan yang jelas dengan bulimia adalah pada penderita BED mereka tidak
memuntahkan makanan yang mereka makan.

Pada bulimia ketika penderitanya sudah memakan makanan secara berlebih


maka mereka akan stress dan merasa bersalah dengan apa yang mereka lakukan.
Cara mengatasi rasa bersalah mereka adalah dengan memuntahkan segala
sesuatu yang mereka makan biasanya menggunakan obat pencahar. Sedangkan
pada BED, hampir sama dengan bulimia, namun mereka tidak memuntahkan
makanannya. Ketika makan berlebih akan timbul rasa bersalah, dan cara mereka
menekan rasa bersalah itu dengan makan lagi sebanyak-banyaknya begitu
seterusnya.

Penyebab BED sendiri banyak faktor diantaranya Grilo,Masheb dan Wilson


menuliskan bahwa sampel dari klien BED, 46% pernah memiliki pengalaman
depresi, 32% pernah merasakan kecemasan, 24% memiliki riwayat
penyalahgunaan alcohol. Selain itu rendahnya self-estem menjadi pemicu
gangguan ini. Seperti banyak yang terjadi pada kasus anoreksia, bentuk dan berat
badan tidak berhubungan dengan berat badan klien BED.

D. Faktor Penyebab Eating Disorders


Adapunfaktorpenyebabgangguanmakansebagaiberikut :

1) Faktorsosio-kultural Tekanan yang berlebihan pada wanita muda untuk


mencapai standar tkurus yang tidak realistis.

2) Faktor psikologis diantaranya yaitu diet yang kaku atau sangat membatasi
dapat mengakibatkan berkurangnya kontrol yang diikuti dengan pelanggaran
diet dan menghasilkan makan berlebihan yang bersifat bulimik, Ketidak puasan
pada tubuh memicu dilakukannya cara-cara yang tidak sehat untuk mencapai
berat badan yang diinginkan, merasa kurang memiliki control atas berbagai
aspek kehidupan selain diet, kesulitan berpisah dari keluarga dan membangun
identitas individual, kebutuhan psikologis untuk kesempurnaan dan
kecenderungan untuk berfikir secara dikotomis/ hitam putih.

3) Faktorkeluarga. Keluarga dari pasien gangguan makan seringkali memiliki


karakteristik yang sama yaitu adanya konflik, kurang kedekatan dan pengasuhan,
serta gagal dalam membangun kemandirian dan otonomi pada diri anak
perempuan mereka, selain itu dari perspektif sistim keluarga,gangguan makan
pada anak perempuan dapat member keseimbangan pada keluarga yang
disfungsional dengan mengalihkan perhatian dari masalah keluarga ataupun
masalah pernikahan, kritikan dari keluarga tentang berat badan atau kebiasaan
makan.

4) Faktor biologis, Ketidak seimbangan yang mungkin terjadi pada sistim


neurotransmitter di otak yang mengatur mood dan nafsu makan. Selain itu juga
adanya kemungkinan pengaruh genetis yang di turunkan dari orang tua.

E.Terapi / Penanganan Eating Disorder


a. ) Anoreksia nervosa

1. Rawat inap di rumah sakit

Pertimbangan pertama di dalam terapi anoreksia nervosa adalah mengembalikan


keadaan gizi pasien dehidrasi, kelaparan, dan ketidakseimbanganelektrolit dapat
menyebabkan masalah kesehatan yang serius serta, pada beberapakasus,
kematian. Keputusan untuk merawat pasien dan derajat keberadaan struktur
yang diperlukan untuk memastikan pasien bekerjasama. pada umumnya,
pasienanoreksia ner$osa yang berat badannya dibawah berat badan yang
diharapkan,disarnkan untuk menjalani program rawat inap dirumah sakit, dan
pasien yang berat badannya di bawah dari berat badan yang diharapkan
membutuhkan perawatan psikiatrik yang berkisar antara 2 hingga 6 bulan.
Program psikiatrik rawat inap untuk pasien anoreksia nervosa umumnya
menggunakan kombinasi pendekatan pengelolaan perilaku, psikoterapi
individual,edukasi dan terapi keluarga, dan beberapa kasus, obat psikotropik.

2. Terapi perilaku kognitif

Prinsip terapi perilaku dan kognitif dapat diterapkan di lingkungan rawat inap
maupun rawat jalan. terapi perilaku ternyata efektif untuk mencetuskan
peningkatan berat badan. pemantauan adalah komponen penting pada terapi
perilaku kognitip. pasien diajarkan untuk mengawasi asupan makanan, emosi
dan perasaan, perilaku makan berlebihan dan mengeluarkan kembali, serta
masalah mereka di dalam hubungan interpersonal.

3. Terapi keluarga

Analisis keluarga harus dilakukan pada semua pasien anoreksia nervosa yang
tinggal dengan keluarganya. Berdasarkan analisis ini, penilaian klinis dapat
dibuat untuk menentukan jenis terapi keluarga atau konseling yang disarankan.
Pada beberapa kasus, terapi keluarga tidak mungkin dilakukan, dengan
demikian terapi individu disarankan untuk menyelesaikan masalah hubungan
keluarga.

b. ) Bulimia Nervosa

Untuk mengurangi dan mengeliminasi perilaku makan/muntah, individu


tersebut perlu menjalani kaunseling gizi dan psikoterapi, terutama terapi
perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy (CBT)) atau diberi pengobatan
seperti antidepresan seperti fluoksetin, yang merupakansatu-satunyaobat yang
dibenarkanoleh Food and Drug Administration untukmengobatibulimia nervosa.
CBT merupakanpengobatanpsikologisjangkapendek (4-6 bulan) yang
berfokuspadaperhatianberlebihanpadabentukdanberatbadan, diet yang
persistendanperilakumakan/muntah yang menggambarkangangguanini. IV.6
Prognosis Prognosis bulimia nervosalebihbaikdaripada prognosis anoreksia
nervosa. Mortalitas yang rendah, danpenyembuhansempurnabisaterjadipada
50% dalammasa 10 tahun. Kira-kira 25% pasienmengalamisimptombulimia
nervosa yang persistendanada yang beralihdaribulimia nervosamenjadianoreksia
nervosa.

c. ) Binge Eating Disorder (BED)

Terapi berbasis bukti yang efektif dan tersedia untuk binge eating disorder
(BED) , meliputi terapi kognitif perilaku (CBT), terapi interpersonal (IPT),
terapi perilaku dialektis (DBT), dan farmakoterapi. Semua perawatan harus
dievaluasi dalam matriks risiko, manfaat, dan alternatif.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Anoreksia nervosa, bulimia nervosa dan binge eating disorders (BED) termasuk
kedalam gangguan makan atau eating disorders.Hal itu bisa disebabkan oleh 4
faktor yaitu sosiokultural, psikologis, keluarga dan biologis. Eating disorders dapat
ditangani dengan metode terapi maupun perawatan dirumah sakit.

Eating disorders bukanlah suatu masalah yang dapat hilang dengan sendirinya
tanpa perawatan. Tetapi karena perasaan malu yang diasosiasikan dengan
gangguan yang kompleks ini, banyak penderita tidak mencari pertolongan sampai
bertahun-tahun kemudian. Dibutuhkan upaya yang sungguh-sungguh dari semua
pihak, baik itu penderita sendiri, keluarga, tenaga kesehatan, masyarakat dan
pemerintah
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawati, D., Soewadi, Sedyowinarso, M. (2009). Hubungan Toleransi Stres


dengan Kecenderungan Binge Eating Disorder dan Obesitas, JurnalIlmu
Keperawatan, 4(1), 52-56.
Krisnaini, H., Santoso, M. B., Putri, D. (2017). Gangguan Makan Anorexia
Nervosa dan Bulimia Nervosa pada Remaja, Prosding Penelitian &
Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(3), 390-447.

Anda mungkin juga menyukai