Anda di halaman 1dari 21

Berbagai Gangguan dalam

Perkembangan
Jiwa Keagamaan
Kelompok 3
Aulia Sakinah (11960124666)
Meissy Chita Olivia Sucipto (11960124823)
Umi Kalsum S (11960120900)
POKOK BAHASAN
1 4
Pengertian Gangguan Jiwa Fanatisme Dan Ketaatan

3
Faktor Ekstern

2 5
Faktor Intern Cara Mengatasi Gangguan
Kejiwaan Beragama
1. Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam
melaksanakan peran sosial.

Sikap keagamaan dibentuk oleh dua faktor (faktor


intern dan faktor ekstern) (Jalaluddin, 2018)

Pendapat pertama menyatakan bahwa Pendapat kedua menyatakan bahwa jiwa


manusia adalah homo religius (makhluk keagamaan manusia bersumber dari faktor ekstern.
beragama), karena manusia memang sudah Manusia terdorong untuk beragama karena
memiliki potensi untuk beragama. Potensi itu pengaruh faktor luar dirinya (rasa takut, rasa
bersumber pada faktor intern manusia yang ketergantungan/rasa bersalah). Faktor-faktor inilah
termuat dalam aspek kejiwaan manusia yang mendorong manusia menciptakan sesuatu tata
(naluri, akal, perasaan, dan kehendak). cara pemujaan yang dikenal dengan agama.
2. Faktor Intern
Secara garis besar faktor yang mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan
yaitu faktor hereditas, tingkat usia, kepribadian dan kondisi kejiwaan seseorang
(Jalaluddin, 2018)

1. FAKTOR HEREDITAS
Menyangkut sifat yang diwariskan atau sifat turun-temurun. Faktor hereditas ini menurut
Sigmund Freud muncul akibat adanya rasa bersalah yang dilakukan oleh orang tua. Jika
melanggar sesuatu yang dilarang oleh agama, maka akan timbul rasa berdosa. Dan
perasaan inilah yang menjadi gangguan dalam perkembangan jiwa keberagamaan. Ada 2
gangguan yang disebabkan oleh faktor hereditas yaitu:
● Rasa bersalah yang begitu mendalam yang dirasakan seorang ibu yang akan
berpengaruh terhadap janin, yang dapat disebabkan karena dulu ibunya memakan
sesuatu dari benda yang haram, atau mungkin benda yang dimakan itulah yang haram.
Sehingga anak yang dilahirkan tidak akan bersih.
● Anak yang lahir terbuat dari spermatozoa dan ovum serta makanan yang tidak halal.
2. TINGKAT USIA
Anak yang menginjak usia berpikir kritis maka biasanya lebih kritis juga memahami ajaran
agama, biasanya ketika mereka menginjak usia remaja pengaruh tersebut mempengaruhi
perkembangan jiwa keagamaannya. Usia yang rentan terkena gangguan jiwa keagamaan
yaitu usia remaja dan anak-anak.
Ada 3 faktor yang menyebabkan munculnya gangguan pada usia tersebut, yaitu dikarenakan
hal sebagai berikut:
• Karena pada masa remaja, mereka menginjak usia yang untuk lebih berfikir kritis, hasil
kritis itulah yang menjadikan seseorang jauh terhadap agama dan jika tidak dibimbing
oleh lingkungan sekitar dan orang tua maka anak tersebut akan semakin jauh dari
agama.
• Karena remaja berada di fase mencari identitas diri, mereka akan mencari apa yang
paling nyaman dan paling baik buat dirinya. Menurut mereka agama tidak membuat
bahagia, oleh sebab itu remaja berpeluang mengalami gangguan jiwa beragama.
• Pada usia anak-anak rentan terkena gangguan jiwa beragama karena mereka belum
paham dengan ajaran agama itu seperti apa. Agama hanya bersifat umum yang dipahami
oleh anak-anak. Oleh sebab itu maka butuh didikan orang tua terhadap ajaran agama,
karena dengan pemahaman yang baik maka anak akan terhindar dari gangguan jiwa
beragama.
3. KEPRIBADIAN (IDENTITAS/JATI DIRI)
Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur hereditas
dan pengaruh lingkungan. Unsur hereditas dengan pengaruh lingkunganlah yang dapat
membentuk kepribadian. Unsur-unsur yang bersifat tetap berasal dari unsur bawaan,
sedangkan yang dapat merubah adalah katakter. Namun demikian, karakterpun
menurut Erich Fromm relatif bersifat permanen. Gangguan jiwa beragama yang dapat
muncul diakibatkan oleh kepribadian yaitu sebagai berikut:
• Orang yang berkepribadian introvert, karena jika dia dihadapkan kepada suatu
masalah, dia akan mencoba untuk memendam tanpa memberi taukan kepada orang
lain. Dan biasanya dia akan marah kepada Tuhan kenapa dia diberikan kondisi seperti
itu. Sedangkan orang yang berkepribadian ekstrovert, biasanya orang seperti ini dia
tidak akan menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada dirinya, karena dia berfikir
terbuka dan mau menceritakan apa masalahnya terhadap orang lain.
• Orang yang berkepribadian ganda, biasanya orang seperti ini dia tidak konsisten,
karena bisa jadi di satu kepribadiannya dia merupakan orang sangat taat beribadah,
sedangkan dikepribadian yang lain dia tidak taat beribadah.
4. KONDISI KEJIWAAN
Gejala-gejala kejiwaan yang abnormal bersumber dari saraf, kejiwaan dan kepribadian. Kondisi kejiwaan
yang disebabkan oleh gejala psikosis umumnya menyebabkan seseorang kehilangan kontak hubungan
dengan dunia nyata. Gangguan jiwa beragama yang muncul akibat kondisi kejiwaan yaitu:
• Down syndrom
• Schizoprenia
• Infantile autism
• Stres berat
• Sakit jiwa
Gangguan inilah yang akan terjadi diakibatkan karena kondisi kejiwaannya. Misalnya seorang yang
mengindap schizoprenia akan mengisolasi diri dari kehidupan sosial serta persepsinya tentang agama
akan dipengaruhi oleh berbagai halusinasi.
3. FAKTOR EKSTERN
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan dapat dilihat
dari lingkungan dimana individu itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut diantaranya :

LINGKUNGAN KELUARGA
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalnya. Maka kehidupan keluarga menjadi fase
sosialisasi awal bagi pembentukan jiwa keagamaan anak. Maka, sebagai intervensi terhadap
perkembangan jiwa keagamaan tersebut. Ada semacam rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada
orang tua, seperti mengazdankan ketelinga bayinya yang baru lahir, mengakikahkan, memberi nama
yang baik, mengajarkan membaca al-quran, membiasakan salat, serta bimbingan lainnya. Gangguan jiwa
beragama yang dapat disebabkan karena lingkungan keluarga yaitu sebagai berikut:
• Orang tua yang tidak menerapkan ajaran agama dirumah, maka akan berpengaruh terhadap
perkembangan anak tersebut.
• Dalam rumah tangga, yang anggota keluarganya beda agama atau keyakinan. Maka kondisi beda
agama yang serumah ini akan menjadi gangguan perkembangan jiwa beragama.
• Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif, yaitu pola asuh yang cuek atau tidak perduli dengan
perkembangan jiwa beragama anaknya. Misalnya anaknya tidak tau bagaimana tata cara sholat maka
orang tuanya tidak akan perduli atau cuek saja terhadap hal tersebut.
• Orang tua yang tidak membimbing atau mendidik nilai ajaran agama kepada anaknya. Misalnya orang
tuanya tidak mau membimbing bagaimana cara membaca al-quran yang baik dan benar.
• Anak yang tumbuh kembang dalam lingkungan keluarga yang broken home. Biasanya mereka juga
kurang akan kasih sayang maupun perhatian dari orang tuanya. Anak ini akan menjadi anak yang
tidak tau ajaran agama yang baik itu seperti apa, karena tidak ada didikan dari orang tuanya yang
hanya sibuk untuk bekerja.
LINGKUNGAN INSTITUSIONAL
Lingkungan Institusional, sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh
dalam membantu perkembangan kepribadian anak. Secara umum tersirat unsur-unsur yang
menopang pembentukan seperti ketekunan, disiplin, kejujuran, simpati, sosiabilitas,
toleransi, keteladanan, sabar dan keadilan. Perlakuan dan pembiasaan bagi pembentukan
sifat-sifat seperti itu umumnya menjadi bagian dari program pendidikan di sekolah. Adapun
gangguan jiwa bergama yang dapat disebabkan karena lingkungan institusional yaitu:
• Kurikulum yang tidak berlandaskan pada nilai ajaran agama.
• Tenaga pendidik, guru, pegawai, yang tidak menerapkan ajaran agama di lingkungan
sekolah. Sehingga guru tidak dapat dijadikan sebagai suri tauladan.
• Teman-teman yang membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan jiwa beragama .
Misalnya ada seorang anak yang berteman dengan seorang teman yang tidak rajin
dalam beribadah, maka lama kelamaan anak ini akan terpengaruh terhadap temannya
tersebut.
• Aturan-aturan yang tidak berlandaskan dengan ajaran agama.
• Lingkungan sekolah yang tidak memfasilitiasi pengembangan ajaran agama, misalnya
tidak ada program mengenai ajaran agama, salah satunya misalnya rohis.
LINGKUNGAN MASYARAKAT
Lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung unsur pengaruh
belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang lebih mengikat sifatnya. Dan
terkadang pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan, baik dalam
bentuk positif/negatif. Misalnya, lingkungan masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan
yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa keagamaan anak. Keadaan
seperti ini bagaimanapun akan berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan
warganya. Adapun gangguan jiwa beragama yang disebabkan karena lingkungan
masyarakat yaitu:
• Budaya yang diterapkan atau yang berlaku tidak sesuai dengan ajaran agama yang
dianut
• Aturan-aturan yang ada tidak berlandaskan pada nilai-nilai agama
• Perilaku orang dewasa tidak sesuai dengan perilaku ajaran agama
4. FANATISME DAN KETAATAN
David Riesman melihat tradisi cultural sering dijadikan penentu di
mana seseorang harus melakukan apa yang telah dilakukan oleh
nenek moyang. Jika kecenderungan taklid keagamaan dipengaruhi
unsur emosional yang berlebihan, maka terbuka peluang bagi
pembenaran spesifik. Kondisi ini akan menjurus kepada fanatisme.
Sifat ini dibedakan dari ketaatan. Sebab, ketaatan merupakan upaya
untuk menampilkan arahan dalam menghayati dan mengamalkan
ajaran agama. Fanatisme yaitu sikap yang dilandasi oleh perasaan
bukan oleh dalil, sehingga akan mengganggu jiwa beragama dan
dapat menghambat perkembangan berdasarkan dalil yang berlaku.
Adapun gangguan jiwa beragama yang disebabkan oleh fanatisme ini
yaitu dapat mengganggu serta menghambat perkembangan jiwa
beragama seseorang. Perilaku yang ditampilkan pun menurut mereka
merupakan perilaku yang paling tepat dan benar. Mereka yang
fanatik sudah tidak mampu melihat sudut pandang orang lain
sehingga hal yang ditampilkan juga cenderung merupakan hal yang
negatif.
5. CARA MENGATASI GANGGUAN KEJIWAAN BERAGAMA
Memperbaiki organisasi tubuh dengan perintah syari’ah dalam makan serta minum yang
halal secara cukup dan tidak berlebihan. Perlu memperbaiki aspek ilmu, pemahaman, dan
kesadaran melalui serangkaian upaya da’wah dan tazkiyah. Larson dan Wilson (1982),
menyimpulkan bahwa: “agama berperan sebagai pelindung dari berbagai penyebab
masalah”. Menurut Larson, orang yang rajin beribadah dan religiusitasnya tinggi, ternyata
tekanan darahnya jauh lebih rendah dibandingkan orang yang tidak meyakini dan
menghayati agama.
Untuk mengatasi gangguan jiwa dibutuhkan
terapi yang bertujuan untuk mengubah
kesadaran individu, sehingga sumber
permasalahan intrapsikis yang semula tidak
sadar, menjadi sadar. Terapi alternatif bagi
gangguan kejiwaan berupa:
TERAPI DENGAN MENGGUNAKAN HEWAN

Animal-assisted therapy ( AAT ) adalah jenis terapi alternatif atau


pelengkap yang melibatkan hewan sebagai bentuk pengobatan. Ini
termasuk dalam lingkup Intervensi Bantuan Hewan yaitu istilah
umum yang mencakup setiap intervensi atau pengobatan yang
mencakup hewan dalam konteks terapeutik seperti hewan
pendukung emosional, hewan layanan/ batuan (yaitu, hewan
terlatih yang membantu dan mendukung aktivitas sehari-hari), dan
Aktivitas Bantuan Hewan. AAT berisi sub-bagian berdasarkan
jenis hewan, populasi yang ditargetkan, dan bagaimana hewan
tersebut dimasukkan ke dalam rencana terapi. Jenis AAT yang
paling umum digunakan adalah terapi dengan bantuan anjing dan
terapi dengan bantuan kuda. Tujuan AAT adalah untuk
meningkatkan fungsi sosial, emosional, atau kognitif pasien dan
tinjauan pustaka menyatakan bahwa hewan dapat berguna untuk
pendidikan dan efektivitas motivasi bagi peserta. Ada berbagai
penelitian yang mendokumentasikan efek positif AAT yang
dilaporkan melalui skala penilaian diri subjektif dan ukuran
fisiologis objektif, seperti tekanan darah dan kadar hormon.
TERAPI SENI

Terapi seni mengintegrasikan teknik-teknik psikoterapi dengan


proses kreatif untuk meningkatkan kesehatan mental dan
kesejahteraan. Terapi seni sebagai pendekatan untuk kesehatan
mental memanfaatkan proses penciptaan seni untuk meningkatkan
kesehatan mental, fisik, dan emosional. Melalui terapi seni,
pengidap gangguan mental diharapkan menumbuhkan ekspresi
kreatif guna menyembuhkan gangguan mental yang ada. Seni, baik
proses menciptakannya atau melihat karya seni orang lain
membantu seseorang untuk mengembangkan kesadaran diri,
meningkatkan harga diri, dan meningkatkan keterampilan sosial.
Tujuan terapi seni untuk memanfaatkan proses kreatif, sehingga
seseorang dapat mengeksplorasi ekspresi dirinya dan
mengembangkan keterampilan koping yang baru. Terapi seni dapat
digunakan untuk mengobati berbagai gangguan mental dan
tekanan psikologis. Namun, dalam banyak kasus, terapi ini dapat
dikombinasikan bersama dengan teknik psikoterapi lainnya seperti
terapi kelompok atau terapi perilaku kognitif. Teknik yang
digunakan dalam terapi seni mencakup menggambar, melukis,
mewarnai, memahat, atau kolase.
TERAPI TARI/GERAK

Terapi tari dan gerak (dance and movement therapy-DMT)


merupakan psikoterapeutik dengan menggunakan tarian dan g
erakan di mana setiap orang dapat ikutserta secara kreatif
dalam proses untuk memajukan integrasi emosional, kognitif,
fisik, dansosial. Prinsip terapi tari dan gerak bahwa bentuk
refleks gerak seseorang berasal dari pikirandan perasaan.
Melalui pengetahuan dan dukungan klien, perawat membantu
perkembangandan pengintegrasian pola gerak adaptif baru
bersama dengan pengalaman emosional yangdiiringi beberapa
perubahan.Terapi tari dan gerak diberikan bagi individu dan
kelompok terapi dalam kontekskesehatan, pendidikan, sosial,
dan dalam latihan pribadi. Terapi tari dan gerak tidak
hanyamengajarkan kemampuan menari atau latihan tari. Terapi
tari dan gerak mempunyai duaasumsi pokok yaitu bagaimana
klien dapat mengontrol diri dan mengekspresikan
perasaanserta merupakan pendekatan holistis yang penting
bagi tubuh, proses berpikir, dan bekerjamengacu pada integrasi
diri.
TERAPI MUSIK/BUNYI
Menurut American Musik Therapy Association, terapi musik
adalah penggunaan musik dalam suatu terapi psikologis. Terapi
musik dilakukan untuk meningkatkan kesehatan fisik, memenuhi
kebutuhan psikologis, emosional, spiritual, serta meningkatkan
hubungan sosial para pasien dan keluarga mereka. Terapi musik
modern dimulai setelah Perang Dunia II, ketika para musisi
berinisiatif mengunjungi rumah sakit untuk tampil bagi para prajurit
perang yang sedang sakit. Hasilnya, para prajurit tersebut tampak
membaik secara fisik maupun emosional setelah menerima terapi
musik dari para musisi tersebut.Musik diproses dan diproduksi
melalui jalur yang berbeda dari sistem yang biasa menghasilkan
suara untuk berbicara. Jalur tersebut diyakini dapat memengaruhi
kemampuan pasien untuk mengekspresikan diri, berkomunikasi
dengan orang dan menjadi lebih bersemangat.Terapi musik
dilakukan dengan panduan seorang terapis atau praktisi psikologi
maupun musisi yang terlatih. Terapi musik terdiri dari serangkaian
kegiatan seperti:Mendengarkan musik
• Bernyanyi bersama
• Menari mengikuti irama musik
• Bermeditasi
• Memainkan alat musik
AKUPUNTUR, AYURVEDA, DAN YOGA

• Akupuntur adalah teknik kesehatan holistik yang berasal dari


praktek Pengobatan Tradisional Cina, yang dilakukan oleh ahli
tusuk jarum dengan merangsang titik-titik tertentu pada tubuh
dengan memasukkan jarum tipis ke dalam kulit. Terapi ini
dapat mengobati gangguan saraf dan rehabilitasi.
• Ayurveda yaitu jenis pengobatan terapi yang berasal dari
India. Pengobatan ayurveda didasarkan pada kepercayaan
bahwa kondisi kesehatan seseorang bergantung pada pikiran,
tubuh, dan jiwa. Tujuan dari ayurveda bukanlah untuk
memerangi penyakit, melainkan untuk meningkatkan kualitas
kesehatan. Namun, pada kasus tertentu, perawatan akan lebih
spesifik.
• Terapi yoga adalah jenis terapi yang menggunakan postur
yoga, latihan pernapasan, meditasi, dan imajinasi yang
dipandu oleh seorang guru yang ahli dalam yoga. Yoga
melibatkan aspek kesadaran yang penuh, hal ini melibatkan
pemikiran yang tidak menghakimi dan pengakuan terhadap
emosi dan memori yang tidak mengenakkan. Hal ini dapat
meningkatkan pengendalian emosi dibandingkan pengelakkan.
MENURUT JALALUDDIN, GAMBARAN DAN CERMINAN TINGKAH LAKU
KEAGAMAAN ORANG DEWASA DAPAT PULA DI LIHAT DARI SIKAP
KEAGAMAANYA YANG MEMILIKI CIRI-CIRI DIANTARANYA :

➢ Menerima kebenaran agama berdasarkan pemikiran yang matang, bukan


secara ikut-ikutan
➢ Bersifat cenderung realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak di
aplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
➢ Bersikap positif thingking terhadap ajaran dan norma-norma agama dan
berusaha mempelajarinya.
➢ Bersikap lebih terbuka dan menambah wawasan yang lebih luas

➢ Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan


beragamajuga di dasarkan atas pertimbangan hati nurani.
➢ Terlihat hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial,
sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah
berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
❖Replita, 2005. “Gangguan-gangguan dalam Psikologi Sosial dan
Keagamaan”. Jurnal fitrah, Vol.01 N0.2 Juli-Desember 2015 : 207-
218.

❖Nairazi, 2018. “Resensi Judul buku Psikologi Agama karangan


Prof. Dr. H. Jalaluddin”. Jurnal Perundang Undangan dan Hukum
Pidana Islam, Vol. 03. No. 01 Januari-Juni 2018 : 50-75.

❖Hamali, Saiful. 2014. “Psikologi agama: Terapi agama Terhadap


Problematika Psikis Manusia”. Al-Adyan, Vol.lX, No.2 Juli-Desember
2014.
Thankyou

Anda mungkin juga menyukai