Perkembangan
Jiwa Keagamaan
Kelompok 3
Aulia Sakinah (11960124666)
Meissy Chita Olivia Sucipto (11960124823)
Umi Kalsum S (11960120900)
POKOK BAHASAN
1 4
Pengertian Gangguan Jiwa Fanatisme Dan Ketaatan
3
Faktor Ekstern
2 5
Faktor Intern Cara Mengatasi Gangguan
Kejiwaan Beragama
1. Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam
melaksanakan peran sosial.
1. FAKTOR HEREDITAS
Menyangkut sifat yang diwariskan atau sifat turun-temurun. Faktor hereditas ini menurut
Sigmund Freud muncul akibat adanya rasa bersalah yang dilakukan seseorang. Jika
melanggar sesuatu yang dilarang oleh agama, maka akan timbul rasa berdosa. Dan
perasaan inilah yang menjadi gangguan dalam perkembangan jiwa keberagamaan.
2. TINGKAT USIA
Anak yang menginjak usia berpikir kritis maka biasanya lebih kritis juga memahami ajaran
agama, biasanya ketika mereka menginjak usia remaja pengaruh tersebut mempengaruhi
perkembangan jiwa keagamaannya. Hubungan antara tingkat usia dengan perkembangan
jiwa keagamaan, menurut peneliti psikologi agama menunjukkan bahwa tingkat usia bukan
merupakan satu-satunya faktor penentu dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang.
Yang jelas, kenyataan ini dapat dilihat dari adanya perbedaan pemahaman agama pada
tingkat usia yang berbeda.
3. KEPRIBADIAN (IDENTITAS/JATI DIRI)
• Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur hereditas
dan pengaruh lingkungan.
• Unsur hereditas dengan pengaruh lingkunganlah yang dapat membentuk kepribadian.
• Unsur-unsur yang bersifat tetap berasal dari unsur bawaan, sedangkan yang dapat
merubah adalah katakter. Namun demikian, karakterpun menurut Erich Fromm relatif
bersifat permanen.
4. KONDISI KEJIWAAN
Gejala-gejala kejiwaan yang abnormal bersumber dari saraf, kejiwaan dan kepribadian.
Kondisi kejiwaan yang disebabkan oleh gejala psikosis umumnya menyebabkan
seseorang kehilangan kontak hubungan dengan dunia nyata. Gejala ini ditemui pada
penderita schizoprenia, paranoia, maniac, serta infantile autism (berprilaku seperti
anak-anak). Adapun hubungannya dengan perkembangan jiwa keagamaan ialah seorang
yang mengindap schizoprenia akan mengisolasi diri dari kehidupan sosial serta
persepsinya tentang agama akan dipengaruhi oleh berbagai halusinasi.
3. FAKTOR EKSTERN
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan dapat
dilihat dari lingkungan dimana individu itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut
diantaranya :
LINGKUNGAN KELUARGA
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalnya. Maka kehidupan keluarga menjadi fase
sosialisasi awal bagi pembentukan jiwa keagamaan anak. Maka, sebagai intervensi terhadap
perkembangan jiwa keagamaan tersebut. Ada semacam rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada
orang tua, seperti mengazdankan ketelinga bayinya yang baru lahir, mengakikahkan, memberi nama
yang baik, mengajarkan membaca al-quran, membiasakan salat, serta bimbingan lainnya.
LINGKUNGAN INSTITUSIONAL
Lingkungan Institusional, sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalam
membantu perkembangan kepribadian anak. Secara umum tersirat unsur-unsur yang menopang
pembentukan seperti ketekunan, disiplin, kejujuran, simpati, sosiabilitas, toleransi, keteladanan, sabar
dan keadilan. Perlakuan dan pembiasaan bagi pembentukan sifat-sifat seperti itu umumnya menjadi
bagian dari program pendidikan di sekolah.
LINGKUNGAN MASYARAKAT
Lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung unsur pengaruh belaka, tetapi
norma dan tata nilai yang ada terkadang lebih mengikat sifatnya. Dan terkadang pengaruhnya lebih besar
dalam perkembangan jiwa keagamaan, baik dalam bentuk positif/negatif. Misalnya, lingkungan
masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan
jiwa keagamaan anak. Keadaan seperti ini bagaimanapun akan berpengaruh dalam pembentukan jiwa
keagamaan warganya.
4. FANATISME DAN KETAATAN
David Riesman melihat tradisi cultural sering dijadikan penentu di
mana seseorang harus melakukan apa yang telah dilakukan oleh
nenek moyang. Jika kecenderungan taklid keagamaan dipengaruhi
unsur emosional yang berlebihan, maka terbuka peluang bagi
pembenaran spesifik. Kondisi ini akan menjurus kepada fanatisme.
Sifat ini dibedakan dari ketaatan. Sebab, ketaatan merupakan upaya
untuk menampilkan arahan dalam menghayati dan mengamalkan
ajaran agama.
5. CARA MENGATASI GANGGUAN KEJIWAAN BERAGAMA
Memperbaiki organisasi tubuh dengan perintah syari’ah dalam makan-minum yang halal
secara cukup dan tidak berlebihan. Perlu memperbaiki aspek ilmu, pemahaman, dan
kesadaran melalui serangkaian upaya da’wah dan tazkiyah.
Larson dan Wilson (1982), menyimpulkan bahwa: “agama berperan sebagai pelindung dari
berbagai penyebab masalah”. Menurut Larson, orang yang rajin beribadah dan
religiusitasnya tinggi, ternyata tekanan darahnya jauh lebih rendah dibandingkan orang yang
tidak meyakini dan menghayati agama.
Untuk mengatasi gangguan jiwa dibutuhkan terapi
yang bertujuan untuk mengubah kesadaran individu,
sehingga sumber permasalahan intrapsikis yang
semula tidak sadar, menjadi sadar.
Terapi alternatif bagi gangguan kejiwaan berupa:
Terapi seni
Terapi tari/gerak
Terapi musik/bunyi