Anda di halaman 1dari 5

Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Islam 3

Dosen Pengampu: Dr. Eneng Nurlailiwangi M.Psi, Psikolog

Disusun oleh

Sabila Nadhirah Kurnia


10050019180

Kelas E

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
TAHUN 2021
A. Sosial Budaya
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan mental individu
adalah faktor sosial budaya. Faktor sosial budaya adalah faktor yang berupa gangguan
nilai, tata sosial dan tata laku manusia yang dapat mempengaruhi kesehatan mental
emosional masyarakat. Faktor sosial dan faktor lingkungan dapat memicu timbulnya
stres pada individu. Stresor lingkungan di antaranya adalah kebisingan, tuntutan
pekerjaan, polusi, sampah dan lain-lain. Stresor dalam hubungan sosial di antaranya
adalah masalah dengan teman kerja, atasan, masalah dengan pasangan, tetangga,
sekolah, guru yang mengancam dan lain-lain.
Faktor sosial dan budaya telah dibuktikan mempengaruhi kondisi mental
individu berdasarkan beberapa penelitian. Salah satu faktor sosial budaya yang
berpengaruh adalah perasaan terintimidasi oleh lingkungan sekolah, sosial dan
pekerjaan. Penelitian yang dilakukan oleh menyebutkan bahwa faktor sosial budaya
mempunyai korelasi positif terhadap kesehatan mental emosional, yaitu semakin
tinggi/banyak masalah sosial budaya maka semakin tinggi risiko mengalami
gangguan kesehatan mental emosional. Pada era globalisasi dan persaingan bebas ini
kecenderungan terhadap peningkatan gangguan jiwa semakin besar, hal ini
disebabkan karena stresor dalam kehidupan semakin kompleks yang meningkatkan
risiko timbulnya masalah pada kesehatan mental emosional masyarakat.

B. Religiusitas
Religiusitas adalah suatu keadaan yang ada di dalam diri seseorang yang
mendorongnya bertingkah laku, bersikap, dan bertindak sesuai dengan ajaran
agamanya (Bukhori, 2006). Terdapat lima dimensi religiusitas menurut Glock dan
Stark (Bukhori, 2006), yakni:
 Ideologis/keyakinan, berkaitan dengan tingkat keyakinan individu terhadap
kebenaran ajaran agamanya, terutama yang fundamental.
 Ritualistik/praktik, berkaitan dengan tingkat kepatuhan dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan ritual atau ibadah seperti yang diperintahkan atau dianjurkan
di dalam agamanya.
 Eksperiensial/pengalaman, berkaitan dengan tingkat individu dalam
merasakan atau mengalami pengalaman religius.
 Intelektual/pengetahuan, berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan
pemahaman individu mengenai ajaran agamanya seperti yang terdapat dalam
kitab suci.
 Pengamalan/konsekuensi, berkaitan dengan tingkat individu berperilaku yang
dimotivasi oleh ajaran agamanya.

Kesehatan mental dipengaruhi oleh beberapa hal, termasuk salah satunya


adalah kondisi keberagaman individu. Keberagaman ini dapat mencakup beberapa
hal, yang di antaranya adalah agama atau keyakinan individu. Daradjat (1993)
menyatakan bahwa agama dengan ketentuan dan hukum-hukumnya telah dapat
membendung terjadinya gangguan kejiwaan, yaitu dengan dihindarkannya segala
kemungkinan sikap, perasaan, dan kelakuan yang membawa pada kegelisahan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bergin pada tahun 1987, ditemukan
bahwa orientasi religius intrinsik diasosiasikan dengan bebas dari keragu-raguan,
minimasi kecemasan, kegigihan berusaha, dan kesiapsiagaan.

Individu yang beragama mampu menghadapi permasalahan atau kesulitan


yang ada dengan sabar, karena dilandasi keyakinan bahwa hal-hal tersebut merupakan
salah satu cobaan dari Allah. Keyakinan tersebut mampu mempengaruhi cara pandang
individu terhadap masalah, yakni menciptakan cara pandang positif dengan timbulnya
optimisme serta tidak mempersepsi masalah sebagai ancaman. Dan juga dia tidak
akan menyalahkan orang lain terhadap masalah yang dihadapinya.

Agama mengajarkan manusia untuk dapat menghadapi kesukaran atau hal-hal


negatif dengan cara yang positif, sehingga manusia mampu menghadapi kesukaran
tersebut dengan tepat dan efektif. Kecemasan dan kegelisahan yang berasal dari
ketidakpuasan dan kekecewaan dicegah dengan menerima apa yang terjadi, berserah
diri dan berdoa untuk memohon ampunan kepada Allah sehingga menimbulkan
ketenangan dan ketenteraman jiwa. Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari
juga dapat membentengi orang dari kejatuhan kepada gangguan jiwa dan dapat pula
mengembalikan kesehatan jiwa bagi orang yang gelisah (Daradjat, 1993).

Ketika individu semakin dekat kepada Tuhan disertai banyaknya ibadah, maka
semakin tenang dan tenteram jiwanya, serta semakin mampu menghadapi masalah
atau kesulitan dan kekecewaan yang terjadi dalam hidup. Dengan demikian dapat
diperoleh pemahaman bahwa agama merupakan faktor penting yang dapat
membimbing seseorang dalam mendapatkan kesehatan mental.
REFERENSI

Bukhori, B. (2006). Kesehatan mental mahasiswa ditinjau dari religiusitas dan kebermaknaan

hidup. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 11(22), 93-106. DOI:
https://doi.org/10.20885/psikologika.vol12.iss22.art2

Yulianti, T. S., & Ariasti, D. (2020). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
mental emosional masyarakat di dukuh gumuk sari dan gerjen, pucangan,
kartasura. KOSALA: Jurnal Ilmu Kesehatan, 8(2), 53-62. DOI:
https://doi.org/10.37831/kjik.v8i2.189

Anda mungkin juga menyukai